Anda di halaman 1dari 52

KOLELITIASIS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Perioperatif 3
Yang dibina oleh Ibu Joice F Maria S.Kep, Ns.

Oleh:
Kelompok 4

Andri Agustin (1601460022)


Asri Purwanti Rahayu (1601460004)
Elinda Miftahur Rohma (1601460010)
Alfiana Tirta Ningrum (1601460017)
Nova Rima Imani (1601460026)
Kiki Nur Ro’ismawati (1601460031)
Wahyu Artyningsih (1601460035)
Nadya Eka Fauziyah (1601460040)
Bella Rara Wahyudi (1601460045)

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
Oktober 2019
1
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan pertolongan, petunjuk, dan tuntunan sehingga makalah ilmiah yang berjudul
Kolelitiasis dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini disusun dengan kerja sama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebabitu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih
kepada:

1. Joice F Maria S.Kep, Ns., selaku dosen Pembimbing atas semua dukungan, bimbingan,
dan masukannya.
2. Ibu, Bapak dan keluarga di rumah terima kasih dukungan baik materiil maupun
spiritualnya.
3. Teman-teman, terima kasih atas bantuannya, semoga kompak selalu serta pantang
menyerah.
4. Kepada pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebut satu persatu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
Malang, Oktober 2019
Penulis

i
DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Kolelitiasis
2.1.1 Pengertian...................................................................................................... 3
2.1.2 Anatomi......................................................................................................... 3
2.1.3 Fisiologi. ....................................................................................................... 5
2.1.4 Epidemiologi ............................................................................................... 12
2.1.5 Faktor Resiko .............................................................................................. 13
2.1.6 Etiologi........................................................................................................ 15
2.1.7 Batu Empedu ............................................................................................... 15
2.1.8 Patofisiologi ................................................................................................ 19
2.2 Instrumen Teknik kolelistektomi
2.2.1 Persiapan .........................................................................................................
2.2.2 Instrumen Teknik.............................................................................................
2.2.3 Benang ............................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 3.2
Saran .........................................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN .....................................................................................................

ii
iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya
menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus
koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang
berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran
empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu merupakan fungsi utama
hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga
yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran.
Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi
dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran
empedu sampai ke kandung empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi
ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu
sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu.
Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong
1
empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala
sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
dibanding penyebab terbentuknya batu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kolelitiasis?
2. Apa saja instrumen teknik kolelistektomi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetehaui pengertian kolelitiasis.
2. Untuk mengetahui instrumen teknik kolelistektomi.
2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang
bervariasi. Kolelitiasis terjadi akibat gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu dimana terdapat di dalam kandung empedu. Kolelitiasis lebih sering
dijumpai pada individu berusia 40 tahun terutama wanita karena dipengaruhi oleh faktor
hormon.

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu

2.2 Anatomi
1. Vesica Fellea
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah advokat yang
terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 3060
ml empedu. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan
peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartman.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat
dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk duktus
koledokus.

1
2. Duktus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan
cairan empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian
hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut
kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan
pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang
mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya
bermuara ditempat yang sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi
dapat juga terpisah.
3. Pembuluh Darah
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
4. Pembuluh limfe dan persarafan
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

2
Gambar 2. Anatomi Kantung Empedu

2.3 Fisiologi
1. Komposisi Cairan Empedu
Asam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
a. Asam empedu
Pada manusia, asam empedu (garam empedu) yang paling penting adalah
asam cholat, asam chenodeoksikolat, dan asam deoksikolat. Asam empedu
disintesis di dalam hati yang disebut “primer” asam empedu dan yang dibuat oleh
bakteri yang disebut “sekunder” asam empedu. Asam empedu dibentuk dari
bahan dasar, yaitu kolesterol. Di dalam hati, pembentukan primer asam empedu
berasal dari kolesterol yang dibentuk melalui 2 jalur, yaitu classic pathway dan
accidic pathway. Pada classic pathway, kolesterol dikonversi (penambahan gugus
OH) menjadi 7α-hydroxycholesterol dengan bantuan enzim 7α-hydroxylase.
Selanjutnya, 7α-hydroxycholesterol dengan bantuan enzim sterol 12αhydroxylase
dikonversi (penambahan gugus H dan CoA) menjadi cholyl-CoA (asam kolat).
Pada accidic pathway, kolesterol dengan bantuan enzim sterol 27-
hydroxylase dan oxysterol 7 α-hydroxylase dikonversi menjadi
chenodeoxycholyl-CoA (asam chenodeosikolat). Selain melalui accidic pathway,
pembentukan asam chenodeoksikolat juga bisa berasal dari 7-hydroxycholesterol
melalui beberapa tahap konversi. Di usus, pembentukan sekunder asam empedu
berasal dari asam chenodeoksikolat dengan bantuan dari bakteri flora normal
usus. Asam chenodeoksikolat memiliki dua gugus hidroksil pada posisi 3α dan
7α. Gugus hidroksil pada posisi 7α dihapus oleh bakteri usus dan dengan bantuan

3
enzim dehidroksilase diubah menjadi asam litokolat, dimana asam empedu ini
hanya memiliki gugus 3-α-hidroksil. Asam litokolat ini kemudian dikonversi
menjadi asam deoksikolat dengan penambahan gugus hidroksil di posisi 12α.
Dengan cara penghapusan gugus 7α-hidroksil pada asam chenodeoksikolat oleh
bakteri usus inilah akan dihasilkan semakin banyak asam deoksikolat, dimana
sebagai salah satu jenis asam empedu untuk komponen cairan empedu.

Gambar 3. Biosintesis Asam Empedu

Sebagian besar (90%) asam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses
dalam bentuk lithocholat. Absorbsi asan empedu tersebut terjadi di segmen distal
dari ilium sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
radang atau reseksi maka absorbsi asam empedu akan terganggu. Fungsi asam
empedu adalah :
1) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
2) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang
larut dalam lemak.

b. Lesitin

4
Lesitin merupakan suatu senyawa yang dikategorikan sebagai lipid.
Sebenarnya di dalam lesitin tidak hanya terkandung senyawa fosfatidilkolin,
tetapi juga ada senyawa-senyawa yang lain masih dalam golongan lipid, namun
fosfatidil kolin merupakan kandungan utama dari lesitin. Lesitin memainkan
peranan yang cukup signifikan sebagai agen aktif permukaan dalam proses
emulsi. Lesitin ini diperoleh tubuh melalui makanan terutama yang berasal dari
keledai dan kuning telur.
c. Kolesterol
Kolesterol adalah suatu zat lemak yang terdapat pada seluruh produk
binatang, contohnya seperti daging, produk susu, dan telur. Kolesterol sangat
dibutuhkan bagi tubuh dan salah satunya digunakan untuk membentuk cairan
empedu yang diperlukan dalam mencerna lemak. Kolesterol dibagi menjadi
kolesterol eksogen dan endogen. Kolesterol eksogen merupakan kolesterol yang
diabsorbsi dari makanan di dalam saluran pencernaan, sedangkan kolesterol
endogen dibentuk oleh sel tubuh. Sebagian besar kolesterol berasal dari kolesterol
endogen. Pada dasarnya, semua kolesterol endogen yang beredar dalam
lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya
membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak
struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar
inti sterol. Sintesis kolesterol endogen terdiri dari lima tahapan utama, yaitu :
1) Mengubah Asetil CoA menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA
(HMGCoa)
2) Mengubah HMG-CoA menjadi mevalonate
3) Mevalonate diubah menjadi molekul dasar isoprene, isopentenyl
pyrpphospate (IPP) bersamaan dengan hilangnya CO2
4) IPP diubah menjadi squalene
5) Squalene diubah menjadi kolesterol

5
Gambar 4. Biosintesis Kolesterol
d. Bilirubin
Bilirubin merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui
proses reaksi oksidasi-reduksi. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan,
transportasi, asupan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin.
1) Fase Pre-hepatik
a) Pembentukan bilirubin.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75%
berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran
eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin,
sitokrom, katalase, dan peroksidase. Pembentukannya berlangsung di
system retikoloendotelial. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin
yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase.
Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan
terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.

6
b) Transport plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati
melalui plasma, harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu
oleh karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
2) Fase Intra-Hepatik
a) Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai permukaan
sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin oleh hepatosit
melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk
pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin akan
berikatan dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut sebelum
dikonjugasi.
b) Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak
terkonjugasi) akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang
dapat larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T) membentuk
bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu.
3) Fase Post-Hepatik
a) Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus
empedu melalui proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh
protein membran kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance
associated protein-2 (MRP-2).

Setelah bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam kandung empedu,


bilirubin kemudian memasuki saluran cerna. Sewaktu bilirubin terkonjugasi
mencapai ileum terminal dan usus besar, glukoronida dikeluarkan oleh enzim
bakteri khusus, yaitu ß-glukoronidase, dan bilirubin kemudian direduksi oleh
flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut
urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen
direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus
urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan normal, urobilinogen yang tak

7
berwarna dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi menjadi
urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan di tinja.

Gambar 5. Metabolisme Bilirubin Gambar 6. Komponen Cairan Empedu

Komponen Empedu Empedu Kantung


Hati Empedu

Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl


Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 – 0,9 gr/dl
Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3 – 1,2 gr/dl
Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Na+ 145 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
Ca+ 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L
HCO3- 28 mEq/L 10 mEq/L

2. Sekresi empedu

8
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.
Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pancreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
3. Penyimpanan dan Pemekatan Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Empedu
yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam kandung
empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya
30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450
ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan
kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa
kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu,
kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor
aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi
sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara
normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali
lipat.
4. Pengosongan Kantung Empedu
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu dialirkan
sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini

9
diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, kemudian
masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter
Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental
ke dalam duodenum. Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu : a.
Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b. Neurogen :
1) Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
2) Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh berlangsung
selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis
maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Gambar 7. A. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu. B. Relaksasi sfingter Oddi
dan pengosongan kandung empedu.

2.4 Epidemiologi
1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi
orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu

10
empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh
statistik AS ini:

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya
beberapa ton
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan
dua pertiganya menjalani pembedahan
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al
dalam pengamatannya dari tahun Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi
kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan
pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran
batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu
anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala. 2. Distribusi
dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada
anakanak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat
diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan
autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.
Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.
Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang
bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu
pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika
Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di Indonesia, kolelitiasis baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih
terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

2.5 Faktor Resiko


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

11
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Tingginya BMI menunjukkan kadar kolesterol dalam kandung
empedu cenderung tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida dan kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah Crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal
sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

12
2.6 Etiologi
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.
1. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
untuk membentuk batu empedu. Perubahan komposisi lainnya yaitu yang
menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover.
Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia,
hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia. Selain itu terdapat juga batu campuran,
batu ini merupakan campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering
ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis.
2. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
3. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu dibanding panyebab terbentuknya batu.

2.7 Batu Empedu


1. Tipe Batu Empedu
Ada 3 tipe batu empedu :
a. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.

13
Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam
kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di
dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.
b. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur,
kecilkecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,
kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang
sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit
infeksi.
c. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
2. Patogenesis Pembentukan Batu Empedu
a. Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:
1) Fase supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen
yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu
membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya
dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio
seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi
pada keadaan sebagai berikut:
a) Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.

14
b) Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
c) Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
d) Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.

e) Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
f) Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai
tiga tahun.
2) Fase pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu
heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel
yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal
kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam
empedu.
3) Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu
untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana
kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu
yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi
yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut
kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari
mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.
b. Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:

15
1) Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
2) Batu pigmen murni (batu non infeksi).
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:
1) Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada
keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin
menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim
b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal
cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.
2) Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga
oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan
bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing
ascaris lumbricoides. sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti
batu adalah dari cacing tambang.

16
Gambar 8. Patogenesis Batu Empedu

2.8 Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari
90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu
jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan
kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk
terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah
ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu,

17
biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu
empedu.

Gambar 9. Peranan Kandung Empedu dalam Kolelitiasis

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan


mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada
dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap
ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka
mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut
(kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat
sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat
sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi
perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,
kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna
melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus
obstruksi

18
Diagram Patofisiogi Kolelitiasis

19
2.2 Instrumentasi Teknik KolelistektomI
2.2.1 Persiapan
1. Persiapan Pasien
a. Persetujuan tindakan operasi
b. Pasien diposisikan pada posisi supine di meja operasi
c. Memasang catether urine (jika operasi lebih dari 2 jam)
d. Pasien dilakukan spinal anestesi
e. Memasang plat diathermi pada betis kaki kanan
2. Persiapan Lingkungan
a. Memastikan mesin ESU berfungsi dengan baik
b. Memastikan mesin suction berfungsi dengan baik
c. Memastikan lampu operasi berfungsi dengan baik
d. Memastikan tersedianya tiang infus
e. Menyiapkan tempat sampah medis dan non medis
f. Menyiapkan peralatan non steril seperti gunting verband, arde, dll.
g. Menyiapkan meja instrumen, meja mayo, dan troli baskom
3. Persiapan Alat
a. Alat non Steril

20
1) Meja operasi
2) Lampu operasi
3) Meja mayo
4) Meja instrumen
5) Gunting untuk menggunting hipafix dan lain-lain
6) Tempat sampah medis dan non medis
7) Mesin suction
8) Troli baskom
9) Mesin elektro surgery unit (ESU)
b. Alat Steril
1) Meja Instrumen
a) Schort : 6 buah
b) Duk Besar : 2 buah
c) Duk Sedang : 4 buah
d) Duk Kecil : 4 buah
e) Bengkok : 2 buah
f) Spuit 10cc : 1 buah
g) Kom : 1 buah
h) Cucing : 1 buah
i) Handuk kecil : 5 buah
j) Sarung meja mayo : 1 buah
k) Pensil ESU monopolar : 1 buah
l) Deppers/ kasa : 10/ 10 lembar
m) Big kas : 5 lembar
n) Selang suction : 1 buah
2) Meja mayo
a) Desinfeksi klem : 1 buah
b) Duk klem : 5 buah
c) Pinset anatomis/ pinset anatomis manis : 2/1 buah
d) Pinset chirugis : 2 buah
e) Gunting metzemboum : 1 buah
f) Gunting kasar : 1 buah
g) Handle mess no 3 : 1 buah

21
h) Mosquito : 1 buah
i) Pean bengkok : 3 buah
j) Kocker lurus : 2 buah
k) Needle holder (Nald fooder) : 2 buah
l) Pean manis : 1 buah
m) Langen beck double : 2 buah
n) Klem 90 0 : 2 buah

o) Timan besar : 1 buah


p) Timan kecil : 1 buah
q) Peritonium klem : 2 buah
r) Ring klem : 1 buah
s) Stone tang : 1 buah
4. Bahan Habis Pakai
a. Handscoon no. 6,5/ 7/ 7,5 : Sesuai kebutuhan
b. Mess no. 10 : 1 buah
c. Kassa : 30 lembar
d. Kassa besar : 5 buah
e. Deppers : 10 buah
f. Cathteter no 16 : 1 buah
g. Urobag : 1 buah
h. Mersilk 2-0 : 1 buah
i. Monosyn 3 – 0 : 1 buah
j. Sufratule : 1 buah
k. Underpads steril / on : 1 / 1 buah
l. Hypafik : Sesuai kebutuhan
m. Jelly : Secukupnya
n. Spuit 10 cc :
2 buah

o. NaCl 0,9% 1 liter twist : 1 flash


p. Vicryl 2 – 0 : 1 buah

2.2.2 Instrumentasi Teknik


1. Pasien datang, mengecek kelengkapan pasien

22
2. Perawat sirkuler membacakan Sign In (Identitas pasien, area operasi, tindakan
operasi, lembar persetujuan, penandaan area operasi,kesiapan mesin,
obatobatan anastesi, pulse oksimetri, riwayat alergi serta penyulit airway atau
resiko operasi)
3. Menulis Identitas pasien di buku register dan buku kegiatan
4. Tim anasthesi melakukan induksi (general anesthesi)
5. Mengatur posisi pasien (supine, dengan mengangkat pada bagian prosesus
xifoideus), pasang arde di betis kanan pasien. Posisi tangan terlentang
6. Perawat sirkuler memasang kateter (steril)
7. Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan povidon iodin 10% dan
dikeringkan dengan duk kecil steril
8. Perawat instrumen melakukan scrubbing (cuci tangan), gowning (memakai
gaun steril), dan gloving (memakai handscone)
9. Perawat instrumen membantu operator dan asisten gowning and gloving
10. Berikan desinfeksi klem + betadine + deppers (dalam cucing) di area sekitar
area operasi
11. Melakukan dreping:
a. Duk besar (1) untuk bagian bawah area operasi
b. Duk besar (1) untuk bagian atas area operasi.
c. Duk sedang (2) untuk kanan dan kiri, fiksasi dengan 4 duk klem.
d. Duk kecil (1) untuk melapisi bagian bawah.
12. Mendekatkan meja instrumen dan meja mayo
13. Pasang selang suction dan couter, ikat dengan kasa dan fiksasi dengan duk
klem

14. Perawat sirkuler membacakan Time Out (Perkenalan tim operasi dan tugas
masing-masing, konfirmasi nama,jenis tindakan dan area operasi, pemberian
antibiotik profilaksis, antisipasi kejadian kritis dan kebutuhan instrumen
radiologi)
15. Memberikan pinset Chirurgis kepada Operator untuk menandai area insisi
(marker)
16. Memberikan handvat mess no.3 kepada operator untuk menginsisi kulit, dan
memberikan kassa kering dan klem mosquito untuk merawat perdarahan

23
17. Operator menginsisi kulit dengan menggunakan hand vat mess no.3 dengan
mess no.10, rawat perdarahan dengan kasa atau couter
18. Memberikan Pincet Chirurgis dan Couter untuk perdalam (lemak)
19. Memberikan langenbeck untuk memperluas lapang operasi
20. Setelah tampak facia, berikan handvat mess no. 3 dengan mess no 10 kemudian
berikan 2 kocker lurus untuk memegang facia dan gunting jaringan kasar untuk
melebarkan facia
21. Pada lapisan otot, di buka dengan pean cantik secara tumpul dan ditarik dengan
langenback
22. Berikan Double Pincet Anatomi dan gunting Metzenbaum untuk menggunting
peritoneum
23. Berikan double peritoneum kleam (Mikulicz) untuk peritoneum
24. Memberikan dan masukkan bigkas basah kedalam untuk melindungi bagian
usus, omentum dan gaster.
25. Pasang retraktor (timan), asisten memposisikan lapangan operasi hingga
terlihat jelas kantung empedu.
26. Setelah kantong empedu terlihat, pegang dengan ringklem
27. Berikan spuit 10cc untuk mengambil cairan di dalam kantung empedu sampai
habis
28. Berikan pincet cantik dan cas (couter) untuk memisahkan kantung empedu dari
hepar, sampai tampak duktus sistikus
29. Berikan couter untuk membuka kantung empedu
30. Setelah kantung empedu terbuka, berikan 2 pean untuk memegang ujungujung
lobang kantung empedu
31. Berikan stone tang untuk mengambil batu yang ada di dalam kantung empedu
sampai habis, kemudian letakkan pada bengkok berisi sedikit NaCl 0,9%

32. Berikan klem 90 untuk digunakan pada duktus sistikus beserta arterinya
33. Ligasi benang mersilk 2-0 pada pangkal duktus dan kantung, bila perlu
gunakan klem 90 untuk mempermudah
34. Berikan gunting metzenbaum lalu potong di antara 2 ligasi tsb.
35. Diatermi dengan couter membakar ujung dari potongan kantong
36. Keluarkan big kasa serta pastikan tidak ada kassa dan alat yang tertinggal di
dalamnya

24
37. Melakukan evaluasi perdarahan
38. Perawat sirkuler membacakan Sign Out (Jenis tindakan, Kecocokan jumlah
instrumen, kassa jarum sebelum dan sesudah operasi, Permasalahan pada alat
dan Perhatian khusus pada masa pemulihan)
39. Cuci dengan NaCl 0,9% sampai bersih
40. Memberikan 2 peritoneum klem dan 2 klem kocker pada operator untuk
menjepit peritoneum.
41. Perawat sirkuler mengembalikan pasien pada posisi supine
42. Memberikan nald foder + benang vicryl no.2-0 + pinset anatomis pada operator
untuk menjahit peritoneum
43. Memberikan nald foder + benang vicryl no.2-0 + pinset anatomis pada operator
untuk menjahit otot
44. Memberikan nald foder + benang vicryl no 2-0 + pinset chirurgis pada operator
untuk menjahit fasia
45. Memberikan nald foder + benang vicryl no 2-0 pada operator untuk menjahit
fat
46. Memberikan nald foder + benang monosyn no 3-0 + pinset chirurgis pada
operator untuk menjahit kulit
47. Membersihkan daerah incisi dengan kassa di basahi NS lalu dikeringkan
dengan kassa kering
48. Menutup luka dengan Sofratul sesuai panjang luka, dan tutup dengan kassa dan
selanjutnya dengan hepavix
49. Setelah merapikan pasien, pasien dibangunkan lalu di bawa ke ruang RR
50. Semua instrumen di cuci lalu di setting kembali, kemudian di lakukan
pengepakan untuk sterilisasi
51. Merapikan kamar operasi dan menginventaris bahan habis pakai pada Depo
Farmasi
52. Operasi selesai

2.2.3 Benang
1. Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas :
a. Diserap ( absorbable sutures )
Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen
mamalia sehat atau dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan
25
diserap yang lamanya bervariasi, sehingga tidak ada benda asing yang
tertinggal di dalam tubuh
b. Tidak diserap ( non ansorbable sutures )
Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim
penyerapan dan tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi
penolakan selama bertahun – tahun. Kelebihan dari benang ini adalah
dapat memegang jaringan secara permanen. Kekurangan dari benang ini
adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal didalam tubuh dan
kemungkinan akan menjadi fistel
2. Berdasarkan materi / bahan, dibagi atas :
a. Bahan alami, dibagi atas :
1) Diserap ( absorbable )
Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus
domba dan serabut collagen tendon flexor sapi. Contoh :
a) Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus
domba dan serabut collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.
b) Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus
domba dan serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan
chromic aci
2) Tidak diserap ( non ansorbable sutures )
Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra ( silk ) seperti surgical silk, virgin
silk dan dari kapas ( cotton ) seperti surgical cotton. Ada juga yang
terbuat dari logam sehingga mempunyai tensil strength yang sangat
kuat, contoh : metalik sutures ( stainless steel )
b. Bahan sintetis ( buatan ), dibagi atas :
1) Diserap ( absorbable )
Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh
secara hidrolisis dan waktu penyerapan oleh tubuh mudah diprediksi,
contoh :
a) Polyglactin 910
b) Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Coated
Vicryl®)
c) Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Vicryl
Rapide®)
26
d) Poliglikolik
e) Polyglecaprone 25 (Monocryl®)
f) Polydioxanone (PDS II®)
2) Tidak diserap ( non absorbable )
Terbuat dari bahan buatan ( sintetis ) dan dibuat sedemikian rupa
sehingga reaksi jaringan yang timbul sangat kecil, contoh :
a) Polypropamide (Ethilon®)
b) Polypropylene (Prolene®)
c) Polyester (Mersilene®)
3. Berdasarkan penampang benang, dibagi atas :
a. Monofilamen ( satu helai )
1) Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non
capilarity)
2) Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata
dan halus, tidak memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak
menjadi tempat tumbuhnya mikroba.
3) Kelemahan : Kelemahannya adalah memerlukan penanganan simpul
yang khusus karena relatif cukup kaku dan tidak sekuat
multifilament.
4) Contoh : Catgut, PDS, dan Prolene
b. Multifilamen
1) Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih
menjadi satu.
2) Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari
monofilament, lembut dan teratur serta mudah digunakan.
3) Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat
menjadi tempat menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada
saat melalui jaringan.
4) Contoh : Vicryl, Silk, Ethibond

YANG DAPAT DIABSORBSI DAN TIDAK DAPAT DIABSORBSI TUBUH KITA

NAMA ALAT FUNGSI BENTUK GAMBAR

Collagens Untuk jaringan Monofilament


(CATGUT) tubuh seperti atau Di-briaded
jaringan serosa
usus, tulang,
tulang rawan

27
Polyglactin 910 untuk digunakan
pada umumnya
pendekatan
jaringan
lunak
dan / atau ligasi ,
termasuk
digunakan dalam
prosedur mata,
tetapi
tidak untuk
digunakan dalam
kardiovaskuler
dan
neurolog
is tissues.

Polyglicolic acid

Linen Twisted

Sutera Untuk menjahit Braided


kulit, mengikat
pembuluh arteri
(arteri besar)
dan sebagai
teugel (kendali)

Polypropylene Untuk Bedah Monofilament


palstik, kulit,
arterial dan
kardiovaskuler

28
Polyamide Untuk
(NYLON) pembedahan
plastik dan
mikrosurgery

Polyester Untuk Monofilament,


(Polybutylate) pembedahan Braided dan
jantung Coated
dan
vaskuler

Polyester Fiber Banyak


digunakan selain
untuk arterial
dan
kardiovaskuler,
juga untuk mata,
intestinal,
ginekologi dan
hernia

Stainless Stell Untuk keperluan Monofilament


bedah tulang dan Twisted

MACAM-MACAM BENANG BEDAH


NAMA FUNGSI GAMBAR

29
Seide (silk/sutera) Untuk menjahit kulit,
mengikat pembuluh
arteri (arteri besar)
dan sebagai teugel
(kendali)

Plain catgut untuk mengikat


sumber perdarahan
kecil, menjahit
subkutis dan dapat
pula dipergunakan
untuk menjahit kulit
terutama daerah
longgar (perut, wajah)
yang tak banyak
bergerak dan luas
lukanya kecil.

Chromic catgut Untuk penjahitan luka


yang dianggap belum
merapat dalam waktu
10 hari, untuk
menjahit tendo untuk
penderita yang tidak
kooperatif dan bila
mobilisasi harus
segera dilakukan.

Ethibond Untuk kardiovaskular


dan urologi

Ethilon Untuk bedah plastic,


ukuran yang lebih
besar sering
digunakan pada kulit,
nomor yang kecil
digunakan pada bedah
mata.

30
Vicryl Untuk bedah mata,
ortopedi, urologi dan
bedah plastic

Vitalene Untuk bedah mikro


terutama untuk
pembuluh darah dan
jantung, bedah mata,
plastic, menjahit kulit

Linen Untuk menjahit usus


halus dan kulit,
terutama kulit wajah

Steel wire Untuk menjahit tendo

31
MACAM-MACAM UKURAN BENANG BEDAH

32
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya
menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus
koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang
berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).
Kejadian batu kandung empedu atau kolelitiasis di negara-negara industri antara
1015%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70%
diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan
komposisi yang bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Divisi Hepatologi,
Departemen IPD FKUI/RSCM Jakarta tahun 2009 pada 51 pasien didapatkan batu pigmen
pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. Prevalensi tergantung pada jenis
kelamin, usia, etnis, dan lain sebagainya.
Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor resiko batu empedu
memang dikenal dengan 4-F, yaitu Fatty (gemuk), Fourty (40th), Fertile (subur), dan
Female (wanita). Wanita lebih beresiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon
estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor resiko batu empedu, itu tidak
berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes
mellitus, baik wanita maupun pria, beresiko mengalami komplikasi batu empedu akibat
kolesterol tinggi. Selain itu, anak-anak pun bisa mengalami penyakit seperti ini, terutama
anak dengan penyakit kolesterol herediter.
Walaupun batu empedu dapat terjadi di mana saja dalam saluran empedu, namun
batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini hanya berada
dalam kandung empedu biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala yang
biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu dapat
menyebabkan kolik bilier akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus
sisitikus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis
ascendens, ikterus, dan kadang-kadang sirosis bilier.

33
Jika batu kandung empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak
memerlukan tindakan operasi, namun cukup dengan pemberian obat-obatan. Meski
demikian, kebanyakan kasus batu kandung empedu yang membutuhkan tindakan operasi
yang disebut kolesistektomi. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparaskopi
atau bedah minimal. Dengan hanya sayatan kecil, proses pemulihannya dapat lebih cepat.
Bedah minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi
hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan
kandung empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang tetap bisa
melanjutkan kehidupannya dengan normal dan produktif karena sebenarnya kandung
empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan
kandung empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan, yaitu dengan membatasi
asupan makanan berlemak atau berminyak. Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada
tingkat dari penyakitnya.

3.2 Saran
Diharapkan makalah ini sebagai bahan informasi kepada pembaca tentang batu empedu
dan penangannya, dan pembaca dapat memperbaiki pola kesehatannya agar lebih terjaga
dan terhindar dari batu empedu ini, karena kasus batu empedu sangat krusial. Bagi
pembaca yang memiliki litelatur baru bias untuk ditambahkan untuk makalah ini sebagai
update dari sebuah imu.

34
Daftar Rujukan

Beckingham IJ. Gallstone disease, clinical review. In: BMJ, Vol. 322, 2001:91- 4
Binmoeller, Kenneth F; Thonke, Frank; Soehendra, Nib; Endoscopic treatment of Mirizzi’s
syndrome. In: Gastrointestinal Endoscopy, Vol. 39, No. 4, 1993: 532 - 536
Gallstones and laparoscopic cholecystectomy, National Institute of Health Concensus
Development Conference Statement, 19 (3), 1992: 1-20
Giurgiu DIN, Roslyn JJ. Calculous Biliary Diseases, In: Nyhus Greenfield Mastery of

rd
Surgery; 3 e d; CR-Room. WB Saunders Co,chapter 41
Harris HW. Biliary system. In: Surgery, Basic Science and Clinical Evidence. Norton JA et al.
(e d). Spinger, New York, 2000: 553-84
Meshikhes, A>W; Asymptomatic gallstones in the laparoscopic era, Dep Of surgery,
Damman Central Hospital, Damman, Saudi Arabia,; in J.R. Coll.Surg.Edinburg,
December 2002, 742 – 748
Meyers WC, Jones RS. Gallstones. In: Textbook of Liver and Biliary Surgery. JB Lippincott
Co, Philadelphia, 1990: 228
Moody,Frank G; Kwong, Karen; PostChloecystectomy syndrome; in the Practise of General
st
surgery; Bland Kirby I;1 ed; W B Sauders; Philadelphia; 2002; 653 - 658
Munson JW, Sanders LE. Cholecystctomy revisited. In: The Surgical Clinics of North America,
Vol. 74, No. 4, 1994: 741-54

nd
Nathanson Leslie K; Gallstones. In: Hepatobiliary and Pancreatic Surgery. Garden OJ (2 e
d). WB Saunders Co, London, 2001; 213 - 237
Roslyn, Joel J; Kahng Kim U; Calculous Gallbladder Diseases; in Digestive Tract Surgery: A
Text and Atlas, edited by Bell, Ricard H; Rikkers, Layton F; and Mulholland, Michel
W; Lippincott Raven Publishers; Philadelphia; 1996; 383 - 402

th
Sali A. Gallstones-aetiology and dissolusion. In: Maingot’s Abdominal Operations, 9 e d.
Schwartz SI, Ellis H (e d). Appleton & Lange, Norwalk, 1990: 1381-1404
Saunders KD, Cates JA, Roslyn JJ. Pathogenesis of gallstones. In: The Surgical Clinics of
North America, Biliary Tract Surgery. Pitt HA (e d). WB Saunders Co, Philadelphia,
Vol .70, No. 6, 1990: 1197-1216
Schwartz, Seymour I; Gallbladder and Extrahepatic Biliary System; in Principles of Surgery;
seventh ed; McGraw Hill Intl; Singapore; 1999; 1437 - 1465
Turney, Sean; Pitt, Henry A; Choledocolithiasis and Cholangitis; in Digestive Trqct Surgery:
A Text and Atlas, edited by Bell, Ricard H; Rikkers, Layton F; and Muholland,
Michel W; Lippincott Raven Publishers; Philadelphia; 1996;

35
Lampiran

Instrumen Teknik Kolelistektomi


No Nama Alat Gambar Fungsi

Alat Non Steril

1. Meja Operasi untuk tempat tidur pasien saat


dilakukan operasi

2. Lampu untuk menyinari obyek saat


Operasi dilakukan operasi

3. Meja mayo untuk menata alat instrument


atau alat bedah dan biasanya
diletakkan di dekat meja
operasi

4. Tempat Tempat limbah medis


sampah
medis

1
5. Suction untuk menghisap cairan yang
tidak dibutuhkan pada tubuh
manusia

6. Electro tinggi digunakan untuk


Surgery memotong, menggumpal,
mengeringkan atau jaringan
berkilat

Alat Steril

1 Meja Untuk menempatkan alat


Instrumen instrumen

2 Schort Melindungi baju petugas dari


kemungkinan percikan darah
atau cairan tubuh lainnya

3 Duk besar Sebagai drapping untuk


dan duk kecil mempertahankan kesterilan
pada daerah sekitar inisisi
operasi

4 Bengkok Tempat alat atau sampah medis


pada waktu operasi

2
5 Spuit 10 cc

6 Kom Tempat untuk menaruh kasa


atau kapas

7 Cucing Tempat untuk menaruh


betadine

8 Handuk kecil Untuk mengeringkan kedua


tangan setelah scrubbing

9 Sarung meja Melapisi meja mayo untuk


mayo mempertahankan kesterilan

10 Pensil ESU memotong/menyayat kulit dan


monopolar membekukan
darah(koagulasi) secara
molopolar(kecil/sempit) pada
operasi
11 Deppers/Kasa Untuk menekan atau
menghentikan perdarahan

3
12 Selang Untuk menghubungkan selang
Suction ke mesin suction. Suction
berfungsi sebagai penghisap
cairan di dalam tubuh

13 Desinfeksi Memegang kassa pada


klem tindakan, antiseptik area
operasi

14 Duk klem untuk menjepit kain,


terutama kain oprasi atau
fiksasi kanul suction

15 Pincet Pincet anatomis untuk


anatomis atau menjepit kassa sewaktu
pincet menekan luka , menjepit
jaringan yang tipis dan lunak.
anatomis
manis

16. Gunting Untuk memotong jaringan.


metzemboum

16 Gunting Gunting untuk pembedahan


mayo

4
17 Pincet sirurgis Memegang jaringan yang
kasar seperti kulit, tulang,
memerlukan tekanan sedikit
untuk memegang jaringan

18 Handle mess pegangan pisau operasi


no 3

18 Musquito untuk membantu pengikatan


pembuluh darah

19 Pean hemostatis untuk jaringan


bengkok tipis dan lunak

20 Nedle holder Untuk menjepit jarum jahit ,


serta menjahit luka, untuk
memegang bisturi ke scalpel
atau gagang bisturi.

21 Kocker lurus Kegunaannya untuk penjepit


jaringan.

5
22 Pean manis Hemostatis untuk jaringan
(delicate tipis dan lunak
haemostatic
forceps)

23 Langen back untuk menarik tepi luka agar


double (Seen lapangan operasi menjadi
Miller) lebih luas dan memadai tetapi
kerusakan jaringan minimal
sangat minim

24 Klem 90 Untuk mengklem arteri

25 Timan besar Digunakan dalam


(Deaver) koletitektomi (pengangkatan
batu empedu) untuk retraksi
lobus kanan hati

26 Peritonium Untuk menjepit jaringan


klem selaput perut

27 Ring klem Mengklem jaringan

6
28 Stone tang Mengambil batu empedu

29 Gunting memotong perband atau kain


kasa/plester kasa dan plester

Bahan Habis Pakai

1 Handscoon Mencegah terjadinya infeksi


silang serta mencegah
terjadinya penularan kuman.

2 Mess no 10 Menginsisi kulit

3 Kassa Merawat perdarahan

4 Kassa besar melindungi bagian usus,


omentum dan gaster

7
5 Deppers Menekan perdarahan

6 Catheter Mengeluarkan urin


no 16

7 Urobag Menampung urin

8 Mersilk 2-0 Meligasi pangkal ductus dan


kantung

9 Monosyn 3-0 Menjahit kulit

10 Sufratule Dengan kandungan


antibiotiknya, sufratul dapat
membalut dan merawat luka

8
11 Underpads Alas untuk menyerap dan
steril menahan cairan pada area
sekitar pembedahan

12 Hipafik Membalut dan memfiksasi


luka operasi

13 Jelly Melumasi kateter saat akan


dimasukkan ke dalam saluran
kemih

14 Spuit 10cc mengambil cairan di dalam


kantung empedu sampai habis

15 Nacl 0,9% 1 Mencuci area pembedahan


liter twist sebelum dilakukan sign out
Membersihkan luka insisi

16 Vicryl 2-0 menjahit peritoneum,


otot, fasia, lemak

Anda mungkin juga menyukai