Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CA MAMMAE

1. Konsep Dasar Medis

A. Pengertian

Ca mammae adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen


yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada jaringan payudara
(Karsono, 2006).

Ca mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan


payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan
lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2005).

Ca mammae (carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari sel


kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk
kulit payudara. Ca mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran
susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. (Medicastore,
2011)

B. Etiologi

Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor
yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus,
faktor lingkungan , faktor hormonl dan familial

1. Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)


2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara
perempuan
4. Riwayat meastrual:
 Early menarche (sebelum 12 thun)
 Late menopouse (setelah 50 th)
5. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical
hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca.
endometrial.
6. Menikah tapi tidak melahirkan anak
7. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun.
8. Tidak menyusui
9. Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy
estrogen
10. Mengalami trauma berulang kali pada payudara
11. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
12. Obesitas

C. Stadium

1. Stadium 0 : kanker insitu dimana sel-sel kanker berada pada tempatnya


didalam payudara yang normal
2. Stadium I : tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan belum
menyebar keluar payudara
3. Stadium IIa : tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak.
4. Stadium IIb : tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak
5. Stadium IIIa : tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak disertai perlekatan satu sama lain
6. Stadium IIIb : tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke dalam kulit
payudara atau dinding dada
7. Stadium IV : tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan dinding
dada.
D. Patofisiologi

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:

1. Fase Inisiasi

Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan
kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak semua sel
memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. kelainan genetik
dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih
rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan gangguan fisik menahunpun bisa
membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.

2. Fase Promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh
oleh promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya
keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

E. Manifestasi Klinis

1) Adanya massa atau benjolan pada buah dada


2) Perubahan simetri pada buah dada
3) Perubahan kulit pada buah dada, penebalan, cekungan, kulit pucat sekitr
puting susu, adanya mengkerut seperti kulit jeruk purut dan adanya ulkus.
4) Perubahan temperatur kulit (hangat, panas, kemerahan)
5) Adanya cairan yang keluar dari puting susu
6) Perubahan pada puting susu, seperti gatal, terbakar, adanya erosi dan terjadi
retraksi.
7) Rasa sakit
8) Penyebaran kanker ke tulang sehingga tulang mudah rapuh dan terjadi
peningkatan kalsium di dalam darah
9) Pembengkakan di daerah lengan.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan mammografi
2. Pemeriksaan dengan sinar X pada payudara.
3. Pemeriksaan biopsi
4. Mengangkat jaringan kelenjar susu sedikit.
5. Ultra Sonogravi
6. Untuk membedakan antara kista dan tumor.
7. Scan tulang, CT Scan, menghitung ubtausi alkali fos ftase fungsi hati,
biopsi hati dapat digunakan sebagai deteksi penyebar kanker buah dada.
8. Tes hurmanal receptor assay
9. Dipergunakan untuk mengetahui apakah tumor tergantung pada estrogen
atau progesteron.

G. Penatalaksanaan

1. Pembedahan
a. Mastectomy radikal yang dimodifikasi

Pengangkatan payudara sepanjang nodu limfe axila sampai otot pectoralis


mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak diangkat namun otot pectoralis
minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat.

b. Mastectomy total
Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan lapisan otot
pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan lapisan otot
dinding dada tidak diangkat.

c. Lumpectomy/tumor

Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara tidak turut


diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan payudara
normal yang berada di sekitar tumor tersebut.

d. Wide excision/mastektomy parsial.

Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan payudara normal.

e. Ouadranectomy.

Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan otot pectoralis
mayor.

2. Radiotherapy

Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis,
radang tenggorokan.

3. Chemotherapy

Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan
membuat, mudah terserang penyakit.

4. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang sudah
bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral oophorectomy. Dapat
juga digabung dengan therapi endokrin lainnya.

2. Konsep Keperawatan Perioperatif

Pre Operasi

Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika
pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan


psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).

1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keadaan sosial ekonomi dari keluarga.Penyuluhan merupakan
fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi cemas
pasien.Hal-hal dibawah ini adalah penyuluhan yang dapat diberikan kepada
pasien pra bedah :

(a)Penjelasan tentang peristiwa

• Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum


operasi.
• Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
• Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
• Alat-alat khusus yang diperlukan
• Pengiriman ke ruang bedah.
• Ruang pemulihan.
(b)Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi:

• Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.


• Perlu kebebasan saluran nafas.
• Antisipasi pengobatan.
• Bernafas dalam dan latihan batuk
• Latihan kaki
• Membantu kenyamanan
• Persiapan Psikologi
2) Persiapan Fisiologi
Persiapan fisiologis pasien sebelum menjalani operasi,antara lain :

(a) Puasa
Selama 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum(puasa) pada operasi
dengan anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan
ringan diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum
sebelum pembedahan antara lain :

• Aspirasi pada saat pembedahan


• Mengotori meja operasi.
• Mengganggu jalannya operasi.
(b) Persiapan Perut
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal.
Tujuan dari pemberian lavement antara lain :

• Mencegah cidera kolon


• Mencegah konstipasi.
• Mencegah infeksi.
• Operasi dapat berjalan lancar
(c) Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan minimal 1 jam sebelum operasi dan sebaiknya dilakukandi
kamar operasi setelah pasien di anesthesi.
(d) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain.
(e) Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan
kelurga terdekat.

3) Persiapan Akhir Sebelum Operasi di Kamar Operasi (serah terima dengan


perawat OK)
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini:
• Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
• Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
• Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
• Lepas perhiasan.
• Bersihkan cat kuku.
• Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
• Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
• Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang atau ada
gangguan pendengaran.
• Kandung kencing harus sudah kosong.
• Pemberian Obat profilaksis.
• Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi :
 Catatan tentang operasi atau area insisi.
 Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
 Pemberian premedikasi
 Pengobatan rutin.
 Data antropometri (BB, TB).
 Informed Consent.
 Pemeriksan Laboratorium
4) Pengkajian Keperawatan Pre Operasi
Pengkajian ini meliputi :
a. Data Subyektif
• Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
 Nama
 Tempat / Alamat
 Bentuk operasi yang harus dilakukan.
 Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,
keterbatasan setelah di bedah.
 Kegiatan rutin sebelum operasi.
 Kegiatan rutin sesudah operasi.
 Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
• Bentuk, sifat, rontgen.
• Status Fisiologi.
• Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
• Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual,
anoreksia.
• Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
• Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman.

b.Data Obyektif

• Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang


perasaan (cemas).
• Tingkat interaksi dengan orang lain.
• Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas
yang sibuk (cemas).
• Tinggi dan berat badan.
• Tanda vital: Tekanan darah, Nadi, Respiratory, Suhu.
• Sistem integumentum
 Pucat, sianosis
 Adakah penyakit kulit di area badan.
• Sistem Kardiovaskuler
 Apakah ada gangguan pada sisitem cardio?
 Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung?
 Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
 Kebiasaan merokok, minum alcohol
 Oedema
 Pucat
• Sistem pernafasan
 Apakah pasien bernafas teratur ?
 Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
• Sistem gastrointestinal
 Apakah pasien diare ?
• Sistem reproduksi
 Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
• Sistem saraf
 Kesadaran?
• Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
• Kulit: turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
• Mulut: gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
• Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan
bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk
perbandingan pada pasca bedah).
• Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer
sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
• Kemampuan motor: adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau
bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
5) Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
• Takut
• Cemas
• Resiko infeksi
• Resiko injury
6) Diagnosa keperawatan pre operasi mastektomi
Fase preoperasi dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke kamar operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien. Wawancara preoperasi dan menyiapkan pasien untuk anestesi
yang diberikan dalam pembedahan
a. Pengkajian :
 Identitas pasien
 Tanda-tanda vital
 Riwayat penyakit : alergi, penyakit paru (asma, PPOM, TB paru),
penggunaan narkoba, alkoholisme, menggunakan obat seperti
kortikosteroid dan obat jantung
 Riwayat kesehatan keluarga : DM. Hipertensi
 Status nutrisi : BB, puasa, tinggi badan
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Ada tidaknya gigi palsu, pemakaian lensa kontak, atau cat kuku dan
implan prosthesis lainnya
 Kolaborasi dengan dokter anestesi tentang pemberian jenis anestesi
dan pemakaian obat anestesi yang akan dilakukan
 Pemeriksaan penunjung : rontgen, EKG, USG, pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, faal hepar, faa ginjal, masa pembekuan
darah), biopsi, pemeriksaan gula darah
 Informed consent
 Penentuan status ASA

b. Diagnosa dan Intervensi Pre Operasi


 Dx : Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
prosedur tindakan operasi.
- Tujuan: Pasien tidak cemas, pasien mengerti tentang prosedur
operasi.
- Kriteria Hasil
1. Pasien mengatakan paham denganpenjelasan petugas.
2. Pasien mengerti serta mau berbicara dan mengungkapkan
perasaannya kepada petugas.
3. Pasien tampak tenang.
- Intervensi
1. Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah
di mengerti.
2. Berikan dukungan nyata pada emosional pasien dengan rasa
simpati danempati.
3. Anjurkan pasien untuk tenang dan rilek dengan nafas panjang.
 Dx :Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari
brankar ke meja operasi.
- TujuanTidak terjadi injuri saat perpindahan Pasien.
- Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak merasa nyeri sewaktu di pindah ke meja operasi.
2. Pasien tidak jatuh dari brankar saat perpindahan.
3. Tidak ada tanda-tanda luka.
- Intervensi :
1. Bantu pasien untuk pindah dari brankar ke meja operasi
dengan bantuan 4 orang dengan menggunakan pat slide.
Intra Operasi

Fase Intra Operasi di mulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan
berakhir saat pasien di pindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas
keperawatan, memasang infuse, memberikan medikasi intravena, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.

Pada fase ini pasien akan menjalani berbagai prosedur yaitu pemberian anesthesi,
pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur tindakan invasif. Peran
perawat perioperatif adalah meminimalkan resiko cedera dan resiko infeksi yang
merupakan dampak dari setiap prosedur bedah.

Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril:

1. Anggota steril
a. Ahli bedah utama / operator
b. Asisten ahli bedah.
c. Perawat Instrumen
2. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari:
a. Ahli atau pelaksana anaesthesi.
b. Perawat sirkuler
c. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).
Dalam pelaksanaan operasi ada beberapa prinsip tindakan keperawatan yang
harus dilakukan yaitu :

1. Perlindungan terhadap injury


Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam akivitas yang di
lakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat di
fokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu
pasien.Tentunya pada saat di lakukan pembedahan akan muncul masalah baik
fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operasi
tidak hanya berfokus pada masalah psikologis yang di hadapi oleh pasien.
Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan
yang terintegrasi.
2. Monitoring Pasien
Aktivitas keperawatan yang di lakukan selama tahap intra operasi meliputi 4 hal,
yaitu :
a) Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan.
b) Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien
dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai
posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul
bila pasien di tempatkan pada posisi tertentu.
c) Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1) Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan di lakukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien. Pemenuhan balance cairan di lakukan dengan cara menghitung
jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter
urine) kemudian melakukan koreksi. Terhadap imbalance cairan yang
terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infuse.
2) Pemantauan Kondisi Cardiopulmonal
Pemantauan kondisi cardiopulmonal harus di lakukan secara kontinue
untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang
di lakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi
oksigen, perdarahan dan lain-lain.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan terhadap perubahan vital sign penting di lakukan untuk
memastikan kondisi pasien masih dalam batas normal. Jika terjadi
gangguan harus di lakukan intervensi secepatnya.
d. Monitoring Psikologis
Dukungan psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan
psikologis yang di lakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien.
2. Perawat berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama
prosedur pemberian induksi.
3. Mengkaji kasus emosional klien.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien, kepada tim kesehatan (jika
ada perubahan).
5. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care tindakan yang dilakuan antara
lain, memanage, keamanan fisik pasien dan mempertahankan prinsip dan
teknik asepsis.
 Diagnosa dan intervensi Intra Operasi :
a. Dx : Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan luka
akibat insisi
• Tujuan: Tidak terjadi gangguan sirkulasi
• Kriteria hasil :
- Di harapkan keseimbangan cairan dan elektrolit tetap stabil antara
pemasukkan dan pengeluaran.
- TTV dalam batas normal.
- Tidak ada penambahan jumlah kassa
• Intervensi :
- Rawat perdarahan dengan baik untuk meminimalkan bleeding
dengan membantu operator menekan perdarahan dengan kassa dan
melakukan couter.
- Melaporkan jumlah kassa basah darah yang telah digunakan
kepada tim anastesi.
- Kolaborasi dengan tim anastesi untuk memonitor urine meliputi
warna dan jumlah.
- Kolaborasi dengan tim anastesi untuk observasi tanda-tanda vital
- Kolaborasi dengan tim anastesi untuk mempertahankan pencatatan
komulatif, jumlah, tipe pemasukan dan pengeluaran cairan.
b. Dx : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi.
• Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
• Kriteria Hasil :
- Di harapkan tanda-tanda infeksi tidak ada.
- Area operasi dan peralatan tetap dalam keadan steril.
• Intervensi :
- Kaji lokasi dan luas luka.
- Jaga tingkat keseterilan alat yang di gunakan untuk operasi.
- Lakukan teknik handling instrumen dengan benar.
- Setelah penutupan luka operasi selesai, lakukan pembersihan luka
operasi dengan kassa basah NS 0,9%, keringkan dengan kassa
kering tutup sofratule dan kassa kering kemudian fiksasi dengan
hypavix.
Post Operasi

Keperawatan post operasi adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan di arahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada
keadaan equilibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali
pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat di lakukan di arahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah
yang kemungkinan muncul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat
dan akurat sangat di butuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Mempertahankan hal ini,
asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan posedur pembedahan
sendiri.
1. Faktor yang berpengaruh pada masa postoperasi.
a. Mempertahankan jalan nafas.
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo / gudel.
b. Memperthankan ventilasi / oksigenasi.
Ventilasi dan oksigenasi dapat di pertahankan dengan pemberian bantuan nafas
melalui ventiloit mekanik atau nasal kanul.
c. Mempertahankan sirkulasi darah.
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian cairan
plasma ekspander.
d. Obsevasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase. Keadaan umum dari
pasien harus di obsevasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran
dan lain sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat
pengaruh anastesi sehingga perlu di pantau kondisi vomitusnya. Selain itu
drainase sangat penting untuk dilakukan observasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang di alami pasien.
e. Balance cairan.
Harus di perhatikan untuk mengetahui input dan output cairan klien. Cairan
harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat
perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung
dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
f. Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury. Pasien post anastesi
biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar jatuh.
Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya.
Nyeri biasanya sangat di rasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan
yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan egen pemblok nyerinya.
2. Tindakan Post Operasi.
Ketika pasien sudah selesai dalam tahap intraopertif, setelah itu pasien di
pindahkan ke ruang perawatan, maka hal-hal yang harus perawat lakukan,yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube / selang,
dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor
kondisinya.Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan
dibangsal setelah postoperatif.

b. Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Dalam hal ini pemasangan plester pada operasi mastektomi
hendaknya diperhatikan arah tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak
melawan gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga pasien dengan rileks
menggerakkan sendi bahu tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu
diperhatikan cara meletakkan kasa pada luka operasi dan cara melakukan
fiksasi plester pada dinding dada.Plester medial melewati garis midsternal
Plester posterior melewati garis axillaris line/garis ketiak Plester
posterior(belakang) melewati garis axillaris posterior. Plester superior tidak
melewati clavicula Plester inferior harus melewati lubang drain, Untuk
dibawah klavicula ujug hifavik dipotong miring seperti memotong baju dan
dipasang miring dibawah ketiak sehingga tidak mengangu grakkan
tangan.Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan
pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga
batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan secret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sediakala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan mem berikan informasi kepada klien
dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondisi / penyakit post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
1) Untuk perawat : berisi point-point discharge planning yang diberikan
kepada pasien (sebagai dokumentasi).
2) Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih
detail.

Diagnosa dan Intervensi Post Operasi

a. Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi.


• Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan.
• Kriteria Hasil:
- Secret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak ditemukan tanda
cyanosis.
- Tidak ada tanda-tanda cyanosis, pola nafas teratur
• Intervensi :
- Kaji pola nafas klien.
- Kaji perubahan tanda vital secara drastis.
- Kaji adanya cyanosis.
- Bantu bersihkan sekret di jalan nafas.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman.
b. Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan lunak, kerusakan neuromuskuler pasca bedah.
• Tujuan : Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang.
• Kriteria hasil :
- Pasien tampak tenang.
- Skala nyeri tidak bertambah.
- TTV dalam batas normal.
• Intervensi :
- Kaji rasa nyeri yang dialami pasien.
- Lakukan pendekatan pada keluarga pasien.
- Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
- Observasi tanda-tanda vital.
- Jelaskan pada pasien penyebab nyeri.
- Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian komulatif,
jumlah dan tipe pemasukan cairan.
- Monitor status mental.
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta :


EGC
2. Carpenito Lynda Juall.2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. jakarta :
EGC
3. Marilyan, Doenges E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatyan px) Jakarta : EGC
4. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai