Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR MAXILLA

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD DR. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

DISUSUN OLEH:

DWI MEYLISA

I4B021083

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM PROFESI NERS

PURWOKERTO

2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh.
Fraktur maxilla adalah kerusakan pada tulang maxilla yang seringkali terjadi akibat
adanya trauma, periodonitis (reaksi peradangan pada jaringan sekitar gigi yang terkadang
berasal dari peradangan gingivitis di dalam periodontium) maupun neoplasia.
2. Etiologi
Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis
a. Traumatic Fracture
Fraktur yang disebabkan oleh pukulan saat :
1) Perkelahian
2) Kecelakaan
3) Tembakan
b. Pathologic Fracture
Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan
sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara,
makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur.
Terjadi karena :
1) Penyakit tulang setempat
a) Kista
b) Tumor tulang jinak atau ganas
c) Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan
atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis
2) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah
a) Osteomalacia
b) Osteoporosis
c) Atrofi tulang secara umum
3. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak Kondisi patologis


langsung

Fraktur Tindakan bedah

Diskontinuitas Pergeseran Nyeri Akut Post Op


tulang fragmen tulang

Perubahan jaringan Kerusakan Efek anastesi Luka insisi


sekitar fragmen tulang
Mual, muntah Inflamasi
Pergeseran fragmen Spasme otot Tekanan
bakteri
tulang sumsum tulang
Peningkatan lebih tinggi dari
Deformitas tekanan kapiler kapiler Ketidakseimba Resiko Infeksi
-ngan nutrisi
Gangguan fungsi Pelepasan histamine Melepaskan kurang dari
pergerakan katekolamin kebutuhan
tubuh
Hambatan Protein plasma Metabolisme asam
Mobilitas Fisik hilang lemak Nyeri Akut

Laserasi kulit Edema Bergabung dengan


trombosit

Emboli

Putus vena/arteri Penekanan Menyumbat


pembuluh darah pembuluh darah

Perdarahan
Kerusakan Ketidakefektifan
Integritas Kulit Perfusi Jaringan
Kehilangan Volume Perifer
Cairan Resiko Infeksi

Resiko Syok
(Hipovolemik)
4. Klasifikasi Fraktur
a. Single Fracture
Fraktur dengan satu garis fraktur
b. Multiple Fracture
Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sama lain.
Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi
Bilateral = jika satu garis fraktur pada satu sisi dan garis fraktur lain pada sisi
lain
c. Communited Fracture
Tuang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen kecil 1 atau berkeping-
keping, misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxilla
d. Complicated Fracture
Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang-tulang yang berdekatan, gigi dan jaringan lunak yang
berdekatan
e. Complete Fracture
Tulang patah semua secara lengkap menjadi dua bagian atau lebih
f. Incomplete Fracture
Tulang tidak patah sama sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak
terganggu. Dalam keadaan seperti ini, lakukan dengan bandage dan rahang
diistirahatkan 1-3 minggu
g. Depressed Fracture
Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam satu rongga. Sering pada fraktur
maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke
sinus maxillaris
h. Impacted Fracture
Dimana fraktur yang satu didorong masuk kef ragmen tulang lain. Sering pada
tulang zygomaticus
5. Pembagian Area Fraktur pada Rahang
a. Rahang Atas Maxilla (Killey)
1) Dento Alveolar Fracture
Suatu fraktur di daerah prosessus maxillaries yang belum mencapai daerah
Le Fort I dan dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Fraktur ini meliputi
processus alveolaris dan gigi-gigi.
Gejala Klinik :
Extra Oral :
a) Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir
sering disertai perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi
dalam bibir yang luka tersebut
b) Bibir bengkak
c) Echymosis dan hematoma pada muka
Intra Oral :
a) Luka laserasi pada gingival daerah fraktur dan sering disertai
perdarahan
b) Adanya subluxatio pada gigi, sehingga gigi tersebut bergerak,
kadang-kadang berpindah tempat
c) Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya
d) Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa
2) Le Fort I
Pada fraktur ini, garis fraktur berada diantara dasar dari sinus maxillaris
dan dasar dari orbita. Pada Le Fort ini seluruh processus alveolaris rahang
atas, palatum durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga
seluruh tulang rahang dapat digerakkan ke segala arah. Karena tulang-
tulang ini diikat oleh jaringan lunak saja, maka terlihat seperti tulang
rahang tersebut mengapung (floating fracture). Fraktur dapat terjadi
unilateral atau bilateral. Suatu tambahan fraktur pada palatal dapat terjadi,
dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.
Gejala Klinik :
Extra Oral :
a) Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
b) Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
c) Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur,
kadang-kadang terdapat infraorbital echymosis dan subkonjunctival
echymosis
d) Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang
atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu
Intra Oral :
a) Echymosis pacta mucobucal rahang atas
b) Vulnus laceratum, pembengkakan gingival, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi
c) Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka,
gigi fraktur atau lepas
d) Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
3) Le Fort II
Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid,
sphlenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga
Gejala Klinik :
Extra Oral :
a) Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut
terasa sakit
b) Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung
c) Bilateral circum echymosis, subkonjungtival echymosis
d) Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal
Intra Oral :
a) Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
b) Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah
c) Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah
tertekan sehingga imbul kesulitan bernapas
d) Terdapat kelainan gigi berupa fraktur
e) Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit
4) Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,
maxillaries, orbita, ethmoid, sphlenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga
bagian tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang
disebut “Dish Shape Face”. Displacement ini selalu disebabkan karena
tarikan ke arah belakang dari M. Ptergoideus dimana otot ini melekat pada
sayap terbesar tulang sphlenoid dan tuberositas maxillary.
Gejala Klinik :
Extra Oral :
a) Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
b) Perdarahan pada palatum, faring, sinus maxillaries, hidung dan
telinga
c) Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan
saraf motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan
paralisis bola mata yang temporer
d) Deformitas hidung, sehingga muka terlihat rata
e) Adanya cerebrospinal rhinotthea dan umumnya bercampur darah
f) Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang
menyebabkan Bell’s Palsy
Intra Oral :
a) Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat
b) Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
c) Perdarahan pada palatum dan faring
d) Pernapasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah

6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri pembengkakan
b. Tidak dapat menggunakan dagu bawah
c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan,
tertimpa benda berat, trauma olah raga)
d. Deformitas
e. Kelainan gerak
f. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI : Memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
f. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple atau cedera hati

8. Penatalaksanaan Medik
a. Konservatif : Imobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur
b. Operatif : Dengan pemasangan Traksi, Pen, Plate, Screw, Wire

9. Komplikasi
Komplikasi terbagi dua pada saat kecelakaan atau luka dan setelah penatalaksanaan
atau operasi. Pada saat kecelakaan komplikasi yang terjadi syok dan tekanan pada saraf,
ligament, tendon, otot, pembuluh darah atau jaringan sekitarnya.
Komplikasi post operatif berhubungan dengan penatalaksanaan fraktur rahang
termasuk maloklusi, osteomyelitis, sequester tulang, penundaan union, non union,
deformitas wajah, fistula oronasal dan berbagai macam abnormalitas bentuk gigi.

10. Discharge Planning


a. Meningkatkan masukan cairan
b. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
c. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
d. Kontrol sesuai jadwal
e. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
f. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
g. Aktivitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena mengalami
kesulitan bernapas
h. Hindari trauma ulang
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardia
(respons stress, hipovolemia), penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena, pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada
sisi yang cedera.
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesia)
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan atau
hilang fungsi
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi),
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme/kram otot (setelah
imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba)

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Pre Op
a. Nyeri akut b/d agen cedera fisik
b. Kerusakan integritas kulit b/d laserasi kulit
c. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
d. Resiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
e. Resiko syok b/d hipovolemi
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d trauma
Post Op
a. Nyeri akut b/d agen cedera fisik
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d factor biologis
c. Resiko infeksi b/d prosedur invasif

3. Rencana Keperawatan
Pre Op
a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut b/d agen cedera fisik
Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
2) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
3) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji skala nyeri dengan PQRST Nyeri merupakan pengalaman subjektif
dan harus dijelaskan oleh pasien.
Identifikasi karakteristik nyeri dan factor
yang berhubungan merupakan suatu hal
yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan
2 Observasi adanya tanda-tanda nyeri Merupakan indikator/derajat nyeri yang
nonverbal, seperti : ekspresi wajah, posisi tidak langsung yang dialami. Sakit kepala
tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik mungkin bersifat akut atau kronis. Jadi
diri, perubahan frekuensi manifestasi fisiologis bisa muncul atau
jantung/pernapasan, tekanan darah tidak
3 Ajarkan teknik distraksi/pengalihan nyeri Mengajarkan pasien pengendali nyeri
dan/atau dapat mengubah mekanisme
sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri
4 Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan Menurunkan stimulasi yang berlebihan
yang tenang yang dapat mengurangi nyeri
5 Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam Menurunkan edema/pembentukan
pertama dan sesuai keperluan hematoma, menurunkan sensasi nyeri
6 Berikan penjelasan kepada keluarga dan Pengenalan segera meningkatkan
pasien jika nyeri tersebut muncul segera intervensi dini dan dapat menurunkan
melaporkan kepada petugas kesehatan beratnya serangan
7 Kolaborasi dalam pemberian analgetik Analgetik dapat memblok nyeri sehingga
nyeri dapat berkurang

b. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d laserasi kulit


Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil :
a. Menyatakan ketidaknyamanan hilang
b. Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
c. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
d. Perfusi jaringan baik
e. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, Menandakan area sirkulasi
turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, buruk/kerusakan yang dapat
ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, menimbulkan pembentukan
purpura dekubitus/infeksi
2 Pantau masukan cairan atau hidrasi kulit Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
dan membran mukosa yang berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan pada
tingkat seluler
3 Inspeksi area tergantung terhadap edema Jaringan edema lebih cenderung
rusak/robek
4 Ubah posisi dengan sering, gerakkan pasien Menurunkan tekanan pada edema,
dengan perlahan, beri bantalan pada jaringan dengan perfusi burukuntuk
tonjolan tulang menurunkan iskemia. Peninggian
meningkatkan aliran balik statis vena
terbatas/pembentukan edema
5 Selidiki keluhan gatal Meskipun dialysis mengalami masalah
kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal
dapat terjadi karena kulit adalah rute
ekskresi untuk produk sisa

6 Pertahankan linen kering, bebas keriput Menurunkan iritasi dermal dan risiko
kerusakan kulit

7 Anjurkan menggunakan pakaian katun Mencegah iritasi dermal langsung dan


longgar meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit

c. Diagnosa Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan


muskuloskeletal
Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien dapat melakukan mobilitas fisik tanpa hambatan, dengan
kriteria hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
d. Mempertahankan posisi fungsional
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
pasien terhadap imobilisasi actual, memerlukan informasi/intervensi
untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
2 Dorong partisipasi pada aktivitas Memberikan kesempatan untuk
terapeutik/rekreasi. Pertahankan rangsang mengeluarkan energi, memfokuskan
lingkungan contoh : radio, TV, Koran, kembali perhatian, meningkatkan rasa
barang milik pribadi/lukisan, jam, kalender, kontrol diri/harga diri dan membantu
kunjungan keluarga/teman menurunkan isolasi sosial
3 Instruksikan klien untuk/bantu dengan Kontraksi otot isometric untuk membantu
rentang gerak pasien/aktif pada daerah yang mempertahankan kekuatan dan masa otot
sakit dan yang tak sakit
4 Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,
(contoh mandi, mencukur) meningkatkan kontrol pasien dalam
situasi dan meningkatkan kesehatan diri
langsung
5 Berikan/bantu dalam mobilisasi Mobilisasi dini menurunkan komplikasi
tirah baring (contoh flebitis) dan
meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ

6 Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Hipotensi postural adalah masalah umum


Perhatikan keluhan pusing menyertai tirah baring lama dan dapat
memerlukan intervensi khusus

7 Ubah posisi secara periodic dan dorong Mencegah/menurunkan insiden


untuk latihan batuk/napas dalam komplikasi kulit/pernapasan (contoh :
dekubitus, atelektasis, pneumonia)

8 Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan Tirah baring, penggunaan analgesik, dan
eliminasi dan berikan keteraturan defekasi perubahan dalam kebiasaan diet dapat
rutin. Tempatkan pada pispot bila mungkin. memperlambat peristaltik dan
Berikan privasi menghasilkan konstipasi. Tindakan
keperawatan yang dapat memudahkan
eliminasi dapat mencegah/membatasi
komplikasi.

9 Dorong peningkatan masukan cairan Mempertahankan hidrasi tubuh,


sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk air menurunkan resiko infeksi urinarius,
asam/jus pembentukan batu dan konstipasi

10 Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, Pada adanya cedera musculoskeletal,


vitamin dan mineral. Pertahankan nutrisi yang diperlukan untuk
kandungan protein sampai setelah defekasi penyembuhan berkurang dengan cepat,
pertama sering mengakibatkan penurunan berat
badan sebanyak 20-30 pon selama traksi
tulang. Ini dapat mempengaruhi masa
otot, tonus dan kekuatan

11 Kolaborasi : Berguna dalam membuat aktivitas


Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi individual/program latihan. Pasien dapat
dan/atau rehabilitasi spesialis memerlukan bantuan jangka panjang
dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas
yang mengandalkan berat badan, dan juga
penggunaan alat.
12 Kolaborasi : Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi
Lakukan program defekasi (pelunak feses, usus
enema, laksatif) sesuai indikasi

d. Diagnosa Keperawatan : Resiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaanya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau tanda dan gejala infeksi Evaluasi awal, menentukan intervensi
selanjutnya
2 Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi Membatasi pemajanan terhadap
bila memungkinkan bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dapat
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
respon imun sangat terganggu
3 Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan Adanya proses inflamasi/infeksi
takikardi dengan atau tanpa demam membutuhkan evaluasi atau pengobatan
4 Amati eritema/cairan luka Indikator infeksi local
5 Pertahankan teknik aseptik ketat pada Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi
prosedur/perawatan luka bakteri
6 Berikan perawatan kulit, perianal, oral Menurunkan risiko kerusakan
dengan cermat kulit/jaringan dan infeksi
7 Dorong perubahan posisi/ambulasi yang Meningkatkan ventilasi semua segmen
sering, latihan batuk dan napas dalam paru dan membantu memobilisasi sekresi
untuk mencegah pneumonia
8 Tingkatkan masukan cairan adekuat Membantu dalam pengenceran sekret
pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan
tubuh (mis : pernapasan & ginjal)
9 Berikan penjelasan kepada keluarga dan Mencegah kontaminasi bakteri
pasien agar mencuci tangan yang baik dan
benar
10 Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas Membedakan adanya infeksi,
sesuai indikasi mengidentifikasi patogen khusus dan
mempengaruhi pilihan pengobatan
11 Berikan antiseptik topikal, antibiotik Mungkin digunakan secara propilaktik
sistemik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi lokal

e. Diagnosa Keperawatan : Resiko syok b/d hipovolemi


Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24
jam diharapkan syok tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
1) Nadi dalam batas yang diharapkan (60-100 x/menit)
2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3) Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
4) Natrium dalam batas normal (135-153 mEq/L)
5) Kalsium dalam batas normal (8,5-10,5 mEq/L)
6) Kalium dalam batas normal (3,5-5,1 mEq/L)
7) Klorida dalam batas normal (98-109 mEq/L)
8) Magnesium dalam batas normal (1,5-2,5 mEq/L)
9) PH dalam batas normal (5-8)
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Monitor keadaan umum pasien Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terjadi
perdarahan. Perawat segera mengetahui
tanda-tanda pre syok/syok
2 Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih Perawat perlu terus mengobservasi vital
sign untuk memastikan tidak terjadi pre
syok/syok
3 Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda Dengan melibatkan pasien dan keluarga
perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
perdarahan diketahui dan rindakan yang cepat dan
tepat dapat segera diberikan
4 Kolaborasi : Cairan intravena diperlukan untuk
Pemberian cairan intravena mengatasi kehilangan cairan tubuh secara
hebat
5 Kolaborasi pemeriksaan : Hb, PCV, Untuk mengetahui tingkat kebocoran
trombosit pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 dan 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Nurarif, Amin Huda. 2019. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MedAction
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed.6, volume 1&2. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC
Suardi, NPEP & AA GN Asmara Jaya. 2019. Fraktur pada Tulang Maksila. Bagian Ilmu
Bedah RSUP Sanglah : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai