DI IGD
RS LAVALETTE MALANG
Di susun oleh :
E. PATHOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smeltzer dan Bare,
2015).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare,
2015). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 2014).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang
di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2014).
F. PATHWAY
Trauma langsung Trauma tidak langsung kondisi patologis
FRAKTUR
nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang
Kurang pengetahuan
Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang
Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler
Kerusakan
integritas
kulit putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas
Gg mobilitas
edema bergab dg trombosit
fisik Shok hipovolemik
emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1. Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya
trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana
terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
2. Obat-obatan yang sering digunakan
3. Kebiasaan minum-minuman keras
4. Nutrisi
5. Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, integritas kulit, nyeri.
c. Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung
pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak
pada jaringan dan rasa nyeri.
d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang
disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau
menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena
keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian
jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan
adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
e. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot :
kaku atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan,
kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau
cemas.
f. Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan
atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan
terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
g. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
h. Tempat fraktur dan sistem jaringan
1. Edema
2. Perubahan warna
3. Parestesia dengan numbness dan tingling karena
ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang
menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
4. Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf.
5. Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup
apabila tulang masih berada didalam kulit
6. Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada
saat kedua tulang saling bergerak
7. Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan
vena
i. Sistem yang diperhatikan
1. Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat
oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam
jaringan.
2. Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2
dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan
kebingungan.
3. Dyspnea Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum
tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat
terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.
4. Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya
arteri dari perdarahan
5. Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan
energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan
menimbulkan banyak keringat.
6. Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan
j. Psikososial yang perlu diperhatikan
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan
mobilitas fisik
2. Persiapan Pre Operasi
a) Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau
spinal anestesi makanan ringan diperbolehkan.
b) Persiapan perut
Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan
pagi hari menjelang operasi.
c) Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20
cm2.
d) Pemeriksaan penunjang
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll
e) Persetujuan operasi/informend consent
Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila
didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua
dan keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari
pasien atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk
mendapatkan kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang
masih mungkin.
A. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges dan Muttaqin ada berbagai macam
meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma
angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Aktifitas atau Istirahat
Keterbatasan atau kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot
2) Kebas atau kesemutan (parestesia)
3) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
d. Agitasi (mungkin badan nyeri atau ansietas atau trauma lain)
e. Nyeri atau kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan atau kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada
nyeri akibat kerusakan syaraf .
2) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)
f. Keamanan
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
g. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
i. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
j. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi
dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan
keterbatasan gerak yang dialami klien.
3. Diagnosa keperawatan
a. Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang ,fraktur
tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak .
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot karena adanya nyeri ketika mobilisasi,
b. Intra Operasi
1. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan asupan
cairan kurang karena perdarahan .
c. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
karena adanya luka insisi.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN .
Brunner and Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta: EGC.