Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

DI

S
U
S
U
N

OLEH:

NAMA: KHAIRUL SHIDIQ


NIM: POO120520024
RUANGAN: INSTALASI BEADAH SENTRAL (IBS)

DOSEN PEMBIMBING:
INDAH YULI FUJIATI, SST

PRODI D III KEPERAWATAN ACEH SELATAN


POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN 2022
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur tulang dab
didefinisikan sesuai dengan jenis keluasannya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi objek
tekanan yang
lebih besar dari yang dapat diserapnya.fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung,
atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem. (Brunner dan Suddart, 2015 Edisi 12)
Fraktur adalah gangguan kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur,
maka jaringan lunak disekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar X) dapat
menunjukan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukakan otot atau ligament
yang robek, saraf putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien.
Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah
tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur
yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi.
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara
klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur
femur tertutup yang disebabkan oleh trauma langsung pada paha .
Fraktur femur adalah diskontuinitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma
secara langsung (kecelakaan lalu lintasatau jatuh dari ketinggin), dan biasanya lebih banyak
dialami laki-laki dewasa.
A. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendon pada daerah perlekatannnya.
(Brunner dan Suddart, 2015)
B. ETIOLOGI
Menurut Buku Saku Patofisiologi Elizabeth J.Corwin (2016) penyebab fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma
a. Trauma langsung : trauma yang menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma. Sering bersifat terbuka dengan garis
patah melintang atau miring. Misalnya saat seseorang tertabrak mobil pada tungkai atas maka di tempat trauma tersebut
terjadi fraktur.
b. Trauma tidak langsung : trauma yang menyebabkan fraktur di
tempat yang jauh dari titik terjadinya trauma. Hal ini disebabkan karena tulang yang mengalami trauma memiliki
hantaran vektor yang lemah pada kekerasan. Seperti jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dimana telapak
tangan yang mengalami trauma namun lokasi fraktur bisa pada lengan atas.
c. Trauma akibat tarikan otot : trauma yang dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Contohnya fraktur pada patella
dan olekranon karena kontraksi biseps dan trisep secara mendadak.
d. Stress
Kelelahan atau stress : terjadi pada orang - orang yang melakukan aktivitas berulang - ulang pada satu daerah tulang
misalnya pebulutangkis dan pelari.
e. Patologis
Kelemahan tulang : tekanan yang normal dapat menyebaban fraktur pada tulang yang lemah. Biasanya akibat
infeksi dan penyakit
metabolisme seperti osteoporosis, osteomyelitis, dan tumor pada tulang
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth 2016 didalam buku Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 menyatakan bahwa :
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
f. Tidak semua manifestasi ini terdapat dalam setiap fraktur
Tanda – tanda local :
1. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki

2. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cederapembuluhdarahadalahkeadaandaruratyangmemerlukan

3. Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih


penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi –
sendi dibagian distal cedera.
D. PATHOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa
fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament
dan pembuluh darah . Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku.
Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi

E. PATHWAY

Trauma langsung Trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR
nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Kurang pengetahuan
Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan
integritas
kulit putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas

perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin


gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
kehilangan volume cairan
a. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
Gg mobilitas edema bergab dg trombosit
b.fisik Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
Shok hipovolemik
c. Bone scans, Tomogram, atau MRI. emboli
d. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vesikuler
penekn pem. drh
e. CCTkalau banyak ada kerusakan otot
menyumbat pemb drh
f. Pemeriksaan darah lengkap
g. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban penurunan perfusi
kreatinin untuk jar ginjal.
klirens

(Muttaqin, 2014)
Tindakan pembedahan /Operasi
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani fraktur :
1. Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik,
Pre OP
kelainan intra
bentuk tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa OPharus cepat dilakukan misalnyapost
yang OP
pemasangan bidai.
2. Reduksi, Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak
deficit pengetahuan
asalnya. anastesi perdarahan efek anastesi lukainsisisi
Cara penanganan secara reduksi :
nnnnnnnnn
Pemasangan gips
resiko cidera Resiko
Resiko Nyeri
Untuk mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur.
Cemas (setela h infeksi
Deficit
b. Reduksi tertutup
volume(closed reduction external
post op)fixation) Menggunakan gips
cairan
sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang
dipasang di sisi maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
3. Debridemen, Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur pada keadaan luka sangat parah
dan tidak beraturan.
4. Rehabilitasi, Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan
fungsi normal.
5. Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik- baiknya maka penanganan pada trauma
ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
1. RECOGNITION
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya.
Baik jaringan lunak maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang mengalami
cedera.
Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak
sekitarnya.
Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan memberikan kememaran yang “diffuse”
pada jaringan lunak termasuk gangguan neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
2. REDUCTION
Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula
agar dapat berfungsi kembali sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil
reposisi(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.
3. RETAINING
Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi
yang tidak adequat dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
4. REHABILLITASI
Adalah mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar dapat berfungsi kembali. Falsafah lama
mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;
padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi,
5. DISLOKASI
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler
nekrosis dari
bonggol tulang yang menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi.
Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi
dari otot sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose, lewat dari fase shock lokal
diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil
maka perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat “mencekik” sirkulasi perdarahan
daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik,
maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah”disuse Athrophy”.
A. Pengkajian Fokus

Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk pada teori menurut Doenges (2009) dan
Muttaqin (2010) ada berbagai macam meliputi:
1. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat
ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lainya. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan
trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
2. Riwayat penyakit dahulu

Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union.
Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah


salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

4. Pola kesehatan fungsional


Aktifitas atau Istirahat

Keterbatasan atau kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
a. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau

ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)


2) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
3) Penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang

cedera, pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.


4) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
b. Neurosensori
1) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot
2) Kebas atau kesemutan (parestesia)
3) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan atau
hilang fungsi.
c. Agitasi (mungkin badan nyeri atau ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri atau kenyamanan
1) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang pada imobilisasi ),
tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf .

2) Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)


. Keamanan

1) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna


2) Pembengkakan lokal
3) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
4) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-

tiba).
e. Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
f. Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
g. Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
h. Pola nilai dan keyakinan

Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh
nyeri dan keterbatasan gerak yang dialami klien

3. Diagnosa keperawatan
a. Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang ,fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak .
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
karena adanya nyeri ketika mobilisasi,
b. Intra Operasi
1. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan asupan cairan kurang karena perdarahan .
c. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit karena adanya luka insisi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3, Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Brunner and Suddarth (2015) Keperawatan Medical Bedah Edisi 12 Jakarta

:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2014. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian. Keperawatan. Alih Bahasa Monika
Ester. Edisi 2. Jakarta : EGC

Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperwatan.Ed.3. terjemahan. Monica Ester dkk. Jakarta: EGC

Desiartama. 2017. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: ECG

Lestari,Puji.2014.Studi Literatur: Berbagai faktor yang berpengaruh terjadap kejadian patah tulang
pada usia lanjut [Electronic
Version].from:http://faktorresikofraktur.pdf.diakses tanggal 13 Desember 2012

Pukul 16.00 WIB

Mansjoer, arief, dkk. 2014. Kapita Selekta KedokteranEdisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Esculapius.

Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: EGC.

Price, A. S. dan Wilson M. L., 2016. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr.
Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

Smeltzer C.S & Bare Brenda.(2015). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 10th Edition.
Philadelphia: Lippincott.

Smeltzer Suzanne, C (2015). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC

Tambayong, Jan. 2010. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidat, R. dan Wim de Jong. 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


NIC&NOC.ed.7. Terjemahan Widyawati dkk. Jakarta:E

Anda mungkin juga menyukai