Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

APP PERFORASI
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
DWI NABILA MDR : P00120520007

POLTEKKES KEMENKES ACEH


PRODI KEPERAWATAN ACEH SELATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai
30 tahun. Apendisitis merupakan indikasi tersering pengangkatan apendiks, walaupun
pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor, misalnya karsinoid atau
adenokarsinoma.
Appendicitis merupakan penyebab paling umum dari nyeri perut akut baik pada
orang dewasa dan anak-anak, dengan risiko 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita. Gejala
klinis muncul akibat adanya obstruksi pada rongga luminal apendiks yang diakibatkan
inflamasi mukosa, hiperplasia limfoid, atau fekalit. Hal ini menyebabkan distensi pada
apendiks yang bisa berkembang menjadi inflamasi transmural supuratif, iskemia, infark,
dan perforasi, yang dapat menimbulkan peritonitis generalisata dan abses.
Perforasi adalah lubang atau luka di dinding suatu organ tubuh. Kondisi ini dapat
terjadi pada esofagus, lambung, usus kecil, usus besar, anus, atau kantung
empedu.Perforasi bisa disebabkan oleh berbagai penyakit. Mulai dari radang usus buntu
(apendisitis), radang kantong usus besar (divertikulitis), hingga cedera seperti luka tusuk
atau luka tembak.Lubang atau luka yang terjadi di saluran pencernaan (intestinal
perforation) atau kantong empedu dapat memicu peritonitis, yakni peradangan pada
lapisan tipis jaringan yang melapisi perut (peritoneum).Peritonitis kemudian bisa
menyebabkan sepsis, yang akhirnya akan berujung pada kegagalan fungsi organ-organ
tubuh hingga kematian.Perforasi termasuk kondisi gawat darurat medis yang
membutuhkan penanganan secepat mungkin. Kemungkinan pulih dari kondisi ini
bergantung pada kecepatan diagnosis dan penanganan sejak dini.

B. Etiologi
Etiologi appendicitis adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia limfoid, infeksi, fekalit, tumor, ataupun infeksi. Obstruksi ini kemudian
menyebabkan distensi lumen dan inflamasi yang menimbulkan manifestasi klinis
appendicitis. Fekalit terbentuk dari garam kalsium dan debris feses menjadi berlapis dan
menumpuk di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan
inflamasi dan infeksi, seperti Crohn’s disease, gastroenteritis, amebiasis, infeksi
pernapasan, campak, dan mononukleosis. Pada beberapa kasus penyebab pasti
appendicitis tidak diketahui.
Penyebab perforasi bisa bermacam-macam. Berikut contohnya:
 Gangguan pencernaan
 Apendisitis atau peradangan usus buntu
 Kanker saluran cerna
 Divertikulitis
 Penyakit kantung empedu seperti batu pada kandung empedu atau
infeksi pada kandung empedu
 Tukak lambung atau ulkus duodenum
 Kanker usus besar
 Peradangan divertikulum Meckel, yaitu suatu kelainan bawaan
pada usus halus yang menyerupai usus buntu
 Volvulus atau penyumbatan pada usus

 Penyebab lainnya
 Trauma tumpul pada perut
 Cedera pada perut atau panggul, misalnya kecelakaan, tertembak,
atau tertusuk
 Operasi pada perut atau panggul
 Prosedur medis seperti kolonoskopi atau endoskopi saluran cerna
bagian atas
 Luka pada saluran cerna karena penggunaan obat aspirin, obat
antiinflamasi non steroid (OAINS), dan steroid
 Kemoterapi
 Tekanan pada kerongkongan yang disebabkan oleh muntah yang
terlalu kuat
 Menelan benda asing atau zat yang bersifat korosif

C. Tanda dan Gejala


Nyeri perut yang konstan merupakan tanda perforasi yang utama. Sensasi ini bisa
muncul secara mendadak atau terjadi secara bertahap.Rasa sakit yang datang tiba-tiba
bisa saja disebabkan oleh adanya lubang atau luka di lambung atau usus halus.
Sementara nyeri yang datang secara bertahap dapat terjadi karena munculnya lubang
atau luka pada usus besar.Nyeri juga dapat memburuk jika penderita mengubah posisi
tubuh atau tidak sengaja menekan perut. Keluhan ini bisa berkurang ketika penderita
berbaring.
 Gejala lain
 Perut dapat menonjol dan terasa keras ketika diraba
 Keringat dingin
 Demam
 Mual
 Muntah
 Syok

D. Patofisiologi
Patofisiologi appendicitis berasal dari obstruksi pada rongga apendiks. Obstruksi
lumen in diikuti dengan pertumbuhan bakteri, inflamasi, dan distensi apendiks.

a. Anatomi
Apendiks adalah suatu bagian dari usus besar (caecum) yang berbentuk
seperti cacing. Apendiks disebut juga sebagai usus buntu, umbai cacing,
vermiform appendix, epityphlitis (diubah dari bahasa Yunani), atau appendix.
Panjang apendiks rata-rata adalah 8─10 cm (berkisar  2─20 cm). Posisi apendiks
tidak terfiksir pada satu tempat, dapat berasal dari sekitar 1,7─2,5 cm di bawah
ileum terminal, dorsomedial terhadap fundus caecum (lokasi paling umum); atau
bersebelahan dengan orifisium ileal.

b. Obstruksi Luminal
Penyebab terjadinya obstruksi pada lumen apendiks beragam, seperti
hiperplasia limfoid, infeksi parasit, fekalit, ataupun tumor. Terlepas dari
penyebabnya, kondisi obstruksi dapat menimbulkan inflamasi, iskemia lokal,
perforasi, dan pembentukan abses, yang juga meningkatkan risiko peritonitis.
Adanya obstruksi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan
intramural, mengakibatkan oklusi pembuluh darah kecil dan stasis limfatik.
Penumpukan mukus dan distensi apendiks lama kelamaan akan diikuti dengan
gangguan limfatik dan vaskular, sehingga dinding apendiks menjadi iskemik dan
nekrotik. Apendiks yang mengalami inflamasi akan dikelilingi oleh omentum
dan visera sekitarnya dan membentuk massa apendiks. Insiden perforasi
apendiks makroskopik berkisar 20-30%. Perforasi apendiks dapat berkembang
menjadi peritonitis generalisata atau membentuk abses apendiks.

c. Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian terjadi pada apendiks
yang mengalami obstruksi, dengan organisme aerob yang mendominasi pada
awal dan campuran aerob dan anaerob di kemudian hari. Organisme yang umum
terlibat adalah Escherichia coli, Peptostreptococcus,
Bacteroides, dan Pseudomonas. Setelah peradangan dan nekrosis yang
signifikan terjadi, apendiks berisiko mengalami perforasi, abses lokal, dan
terkadang peritonitis.

E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan
antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. n
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. n Berikan antibiotika IV
pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan
appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena
dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi
operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative
n Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post
opersi. n Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob
n Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik
kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole.
Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan
Bacteroides.
Teknik operasi Appendectomy 2,,5 A. Open Appendectomy 1. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique 3. Dibuat
sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M.
rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan
vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu
penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis
M.rectus abd. sayatan b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-
ubah sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy B.
Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic
dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC)


Second Edition, IOWAIntervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001).
 Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet
all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) s
econd Edition,IOWA Intervention Project, Mosby. 
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddart. Edisi 8.Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai