Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS
Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Dosen Pembimbing : Engkartini,M.Kep

Disusun Oleh :

DIAZ FEBRIANTY

NIM. 108117061

S1 KEPERAWATAN 3B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2020
Nama : Diaz Febrianty

NIM : 108117061

Diagnosa : Apendisitis

A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan pada penderita apendiksitis
dikarenakan apendik mengalami peradangan. Apendiks yang meradang dapat
menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi
mukosa apendiks akibat parasit seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks menurut
Haryono (2012) diantaranya:
1. Faktor sumbatan
Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing, dan
sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
2. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolit dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolit dan menyebabkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola
makannya banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit
putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru
negara berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola
makan rendah serat, kini memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

C. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen
ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

D. Manifestasi Klinis
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan dengan
pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan
obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis memiliki
gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di
perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas
atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual
hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah
ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa
bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8°C. Pada bayi dan anak-anak,
nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita
hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
F. Pathways

APENDIKS

Hiperplasi Benda Asing Erosi Mukosa Fekalit Striktur Tumor


Folikel Limfoid Apendiks

Sumbatan

Mukosa Terbendung

Appendiks Teregang

Tekanan Intraluminal

Aliran Darah Terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri pada dinding apendiks

APENDISITIS

Ke Peritonium Pembekakan dan iskemi

Peritonitis Pembedahan Perforasi

Cemas Luka Insisi Resiko Infeksi

Defisit Perawatan
Nyeri Hambatan Mobilitas Fisik
Diri

Gangguan Rasa
Nyaman
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm³ dengan pergeseran ke kiri
(lebih dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen
diantaranya leukositosis atau hitung jenis sel darah putih yang abnormal. Tetapi
beberapa pasien dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada
urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.
2. Foto sinar-X
Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema mungkin
dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus yang
meragukan 
3. Appendikogram 
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus
yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk
dewasa, hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi. 
4. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 9697%

I. Masalah Keperawatan/Kolaborasi
1. Nyeri akut
2. Risiko Infeksi
3. Ansietas
4. Hambatan mobilitas fisik
5. Defisit perawatan diri
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
K. Fokus Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan dengan:
Insisi Bedah - Pain Level, Pain Management
- Pain Control,
DS: - Comfort Level - Lakukan pengkajian
Setelah dilakukan tinfakan nyeri secara
- Laporan secara keperawatan selama …. komprehensif termasuk
verbal Pasien tidak mengalami lokasi, karakteristik,
DO: nyeri, dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
- Posisi untuk kualitas dan faktor
- Mampu mengontrol
menahan nyeri presipitasi
nyeri (tahu penyebab
- Tingkah laku - Observasi reaksi
berhati-hati nyeri, mampu
nonverbal dari
- Gangguan tidur menggunakan tehnik
ketidaknyamanan
- Terfokus pada diri nonfarmakologi untuk
- Bantu pasien dan
sendiri mengurangi nyeri,
keluarga untuk mencari
- Tingkah laku mencari bantuan)
distraksi, contoh : dan menemukan
- Melaporkan bahwa
jalan-jalan, dukungan
nyeri berkurang dengan
menemui orang lain - Kontrol lingkungan yang
dan/atau aktivitas, menggunakan
dapat mempengaruhi
aktivitas berulang- manajemen nyeri
nyeri seperti suhu
ulang) - Mampu mengenali
ruangan, pencahayaan
- Respon autonom nyeri (skala, intensitas,
dan kebisingan
(seperti diaphoresis, frekuensi dan tanda
perubahan tekanan - Kurangi faktor
nyeri)
darah, perubahan presipitasi nyeri
- Menyatakan rasa
nafas, nadi dan - Kaji tipe dan sumber
dilatasi pupil) nyaman setelah nyeri
nyeri untuk menentukan
- Perubahan berkurang
intervensi
autonomic dalam - Tanda vital dalam
- Ajarkan tentang teknik
tonus otot (mungkin rentang normal
non farmakologi: napas
dalam rentang dari - Tidak mengalami
lemah ke kaku) dala, relaksasi, distraksi,
gangguan tidur
- Tingkah laku kompres hangat/ dingin
ekspresif (contoh : - Berikan analgetik untuk
gelisah, merintih, mengurangi nyeri:
menangis, waspada) ……...
- Perubahan dalam - Tingkatkan istirahat
nafsu makan dan
minum - Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

Risiko infeksi NOC : NIC :

- Immune Status - Pertahankan teknik


- Knowledge : aseptif
Faktor-faktor risiko : Infection control - Batasi pengunjung bila
perlu
- Prosedur Infasif - Risk control
- Cuci tangan setiap
- Kerusakan jaringan sebelum dan sesudah
dan peningkatan Setelah dilakukan tindakan
tindakan keperawatan
paparan lingkungan keperawatan selama……
- Gunakan baju, sarung
- Malnutrisi pasien tidak mengalami tangan sebagai alat
- Peningkatan infeksi dengan kriteria hasil: pelindung
paparan lingkungan - Ganti letak IV perifer
patogen - Klien bebas dari tanda dan dressing sesuai
- Imonusupresi dan gejala infeksi dengan petunjuk umum
- Tidak adekuat - Menunjukkan - Gunakan kateter
pertahanan sekunder kemampuan untuk intermiten untuk
(penurunan Hb, menurunkan infeksi
mencegah timbulnya
Leukopenia, kandung kencing
penekanan respon infeksi
- Tingkatkan intake nutrisi
inflamasi) - Jumlah leukosit dalam
- Berikan terapi
- Penyakit kronik batas normal antibiotik:........................
- Imunosupresi - Menunjukkan perilaku .........
- Malnutrisi hidup sehat - Monitor tanda dan gejala
Pertahan primer tidak - Status imun, infeksi sistemik dan
adekuat (kerusakan gastrointestinal, lokal
kulit, trauma jaringan, genitourinaria dalam - Pertahankan teknik
gangguan peristaltik) isolasi k/p
batas normal - Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
- Monitor adanya luka
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap
4 jam
Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan dengan Anxiety Reduction
Krisis situasiona, - Kontrol kecemasan (penurunan kecemasan)
kurang pengetahuan - Koping - Gunakan pendekatan
yang menenangkan
DO/DS: Setelah dilakukan asuhan - Nyatakan dengan jelas
- Insomnia selama ……………klien harapan terhadap
- Kontak mata kurang kecemasan teratasi dgn pelaku pasien
- Kurang istirahat kriteria hasil: - Jelaskan semua
- Iritabilitas prosedur dan apa yang
- Takut - Klien mampu dirasakan selama
- Nyeri perut mengidentifikasi dan prosedur
- Penurunan TD dan mengungkapkan gejala - Temani pasien untuk
denyut nadi cemas memberikan
- Gangguan tidur - Mengidentifikasi, keamanan dan
- Gemetar mengungkapkan dan mengurangi takut
- Anoreksia, mulut menunjukkan tehnik - Berikan informasi
kering untuk mengontol cemas faktual mengenai
- Peningkatan TD, - Vital sign dalam batas diagnosis, tindakan
denyut nadi, RR normal prognosis
- Sulit berkonsentrasi - Postur tubuh, ekspresi - Libatkan keluarga
wajah, bahasa tubuh untuk mendampingi
dan tingkat aktivitas klien
menunjukkan - Instruksikan pada
berkurangnya pasien untuk
kecemasan menggunakan tehnik
relaksasi
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Identifikasi tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
- Kelola pemberian
obat anti cemas:........

Gangguan mobilitas NOC : NIC :


fisik Exercise therapy :
Berhubungan dengan : - Joint Movement : Active ambulation
- Mobility Level - Monitoring vital sign
Tidak nyaman, nyeri - Self care : ADLs sebelm/sesudah
- Transfer performance latihan dan lihat
Setelah dilakukan tindakan respon pasien saat
keperawatan latihan
DO: - Konsultasikan
selama….gangguan
dengan terapi fisik
- Penurunan waktu mobilitas fisik teratasi
tentang rencana
reaksi dengan kriteria hasil: ambulasi sesuai
- Kesulitan merubah dengan kebutuhan
posisi - Klien meningkat dalam
- Bantu klien untuk
- Perubahan gerakan aktivitas fisik
menggunakan
(penurunan untuk - Mengerti tujuan dari
tongkat saat berjalan
berjalan, kecepatan, peningkatan mobilitas
dan cegah terhadap
kesulitan memulai - Memverbalisasikan
cedera
langkah pendek) perasaan dalam
- Ajarkan pasien atau
- Keterbatasan meningkatkan kekuatan
tenaga kesehatan lain
motorik kasar dan dan kemampuan
tentang teknik
halus berpindah
ambulasi
- Keterbatasan ROM - Memperagakan
- Kaji kemampuan
- Gerakan disertai penggunaan alat Bantu
pasien dalam
nafas pendek atau untuk mobilisasi
mobilisasi
tremor (walker)
- Latih pasien dalam
- Ketidak stabilan pemenuhan
posisi selama kebutuhan ADLs
melakukan ADL secara mandiri sesuai
- Gerakan sangat kemampuan
lambat dan tidak - Dampingi dan Bantu
terkoordinasi pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
- Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Defisit perawatan NOC : NIC :
diri
- Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Berhubungan dengan Daily Living (ADLs)
nyeri Setelah dilakukan tindakan - Monitor kemempuan
keperawatan selama …. klien untuk perawatan
Defisit perawatan diri diri yang mandiri.
- Monitor kebutuhan
teratas dengan kriteria hasil: klien untuk alat-alat
DO :
bantu untuk
- Klien terbebas dari bau
ketidakmampuan kebersihan diri,
badan
untuk mandi, berpakaian, berhias,
- Menyatakan
ketidakmampuan kenyamanan terhadap toileting dan makan.
untuk berpakaian, kemampuan untuk - Sediakan bantuan
ketidakmampuan melakukan ADLs sampai klien mampu
- Dapat melakukan secara utuh untuk
untuk makan,
ADLS dengan bantuan melakukan self-care.
ketidakmampuan - Dorong klien untuk
untuk toileting melakukan aktivitas
sehari-hari yang
normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
- Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
- Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

Gangguan Rasa NOC : NIC :


Nyaman berhubungan
dengan Nyeri - Pain Level Pain Management
- Comfor Status :
Physical - Lakukan pengkajian
- Comfor Status : nyeri secara
Psychospiritual komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi,
keperawatan selama …. kualitas dan faktor
Gangguan Rasa Nyaman presipitasi
teratasi dengan kriteria - Observasi reaksi
hasil: nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Frekuensi nyeri - Bantu pasien dan
menurun keluarga untuk mencari
- Klien tidak tampak dan menemukan
meringis dukungan
- Mampu mengontrol - Kontrol lingkungan yang
nyeri (tahu penyebab dapat mempengaruhi
nyeri, mampu nyeri seperti suhu
menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan
nonfarmakologi dan kebisingan
untuk mengurangi - Kurangi faktor
nyeri, mencari presipitasi nyeri
bantuan) - Kaji tipe dan sumber
- Melaporkan bahwa nyeri untuk menentukan
nyeri berkurang intervensi
dengan - Ajarkan tentang teknik
menggunakan non farmakologi: napas
manajemen nyeri dala, relaksasi, distraksi,
- Mampu mengenali kompres hangat/ dingin
nyeri (skala, - Berikan analgetik untuk
intensitas, frekuensi mengurangi nyeri:
dan tanda nyeri) ……...
- Menyatakan rasa - Tingkatkan istirahat
nyaman setelah nyeri - Berikan informasi
berkurang tentang nyeri seperti
- Tanda vital dalam penyebab nyeri, berapa
rentang normal lama nyeri akan
- Tidak mengalami berkurang dan antisipasi
gangguan tidur ketidaknyamanan dari
- Klien dapat prosedur
mengontrol gejala - Monitor vital sign
- Relaksasi dari otot sebelum dan sesudah
klien pemberian analgesik
pertama kali

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

https://www.academia.edu/31440140/LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS

Anda mungkin juga menyukai