Disusun oleh :
Kelompok 4
S1 KEPERAWATAN 3B
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2019
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
SLE merupakan suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai
organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat.
(kapita selekta 2000). Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis
yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan
menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ.
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh. Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya
tahan, atau penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi
yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah
merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan
bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.( Smeltzer. Suzanne C. 2002).
SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu penyakit komplek yang bersifat
genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau
tidak (Sharon moore, 2008).
B. ETIOLOGI
1. Faktor genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar
identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%).
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain
haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang
berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3,
C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan
sitokin (Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE
mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka
kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada
saudara kembarn non-identik (2-9%).
2. Faktor lingkungan
a. Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes
zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela
atau chiken pox).
b. Antibiotik
Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan
hormonal antara pria & wanita menjadi latar belakang timbulnya lupus.
c. Faktor sinar matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga
oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa
penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar
rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan
agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar
matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus
kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat
menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap
sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal
terhadap sinar matahari.
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan yang tertentu.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis
yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan
berat badan menurun.
1. Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang
di tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadang - kadang disertai
efusi, sendi yang sering tekena antara lain sendi jari – jari tangan, siku, bahu,
dan lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya
adalah artritis pada SLE sifatnya nonerosif
2. Sistem mukokutaneus
a. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik
pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan
nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung
dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk
morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik
epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat
fotosensitif.
b. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema ,
psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut
lupus ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya
sembuh tanpa meninggalkan scar.
c. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa
bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik
dan rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada
daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering
dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang
irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena
panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada
lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa
nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di
temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
d. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70%
pasien. manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh
darah yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain :
1) Urtikaria
2) Ulkus
3) Purpura
4) Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan
epidermal junction
5) Splinter hemorrhage
6) Eritema periungual
7) Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
8) Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai pada
umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik
vaskulitis
9) Raynould phenomenon : Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini
adanya vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah
menjadi bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga disertai dengan
nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1
RNP
10) Alopesia : Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai
dengan aktifitas penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan
parut. Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan.
Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di
sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut
11) Sklerodaktili
Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan
pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada
7% pasien
12) Nodul rheumatoid : Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan
adanya reumatoid like artritis
13) Perubahan pigmentasi : Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada
daerah yang terpapar sinar matahari
14) Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada
kutikula kuku
15) Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum
molle atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
3. Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage,
emboli paru, hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi
pleura, atau friction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai
biasanya jernih dengan kadar protein <10.000 kadar glukosa normal
4. Manifestasi pada jantung
Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis,
kelainan katup penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan
konduksi. Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium berupa
perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi
tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang di
tandai dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang di
kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa
di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
5. Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia
karena penyakit kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10
% penderita. Selain anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia,
nitropenia, trombopenia
6. Manifestasi pada ginjal
Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 %
dan melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan
tergantung derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein
uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan
menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis.
Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek
7. Manifestasi sistem gastrointestinal
Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid,
keradangan sistem saluran makanan (lupus gut), kolitis
8. Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat Juga sangat bervariasi, mulai dari
depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis
American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom.
Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla,
difus, dan neuropsikiatrik.
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal
( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE,
peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
E. PATHWAYS
Genetik Lingkungan (cahaya matahari, luka bakar Obat-obatan
internall)
Hati
Penumpukan kompleks imun antibodi Kerusakan Jaringan
G. KOMPLIKASI
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun
jika tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda.
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak
ditangani dengan cepat dan tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda
divonis mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh
Anda sudah tidak normal. Ada yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang
lebih parah, gejalanya sampai urin bercampur darah hingga pasien mengalami
gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah
terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah,
dan melemahnya otot-otot jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus
paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas
hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan
gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti
terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel
darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan mental
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit
kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini
dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan
menyebabkan stres pada pasien.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Patologi Anatomi
Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
a) Epidermis atrofi
b) Degenerasi pada junction dermal-epidermal
c) Dermis edema
d) Infiltrat limfositosis dermal
e) Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh darah.
2. Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG
dan C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi
pemphigus tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena
telah positif pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar
dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan
pengobatan kortikosteroid.
3. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum.
Pemeriksaan serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada
respon imun saat pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan
yang dialami penderita. Pada pemeriksaan ini, penderita SLE sering
menunjukkan hasil berupa:
a) ANA positif
b) Anti double strand DNA antibodies
c) Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
d) Anti-kardiolipin auto anti-bodi.
4. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai berikut:
a) Anemia
b) Limpopenia
c) Trombositopenia
d) Elevasi ESR
5. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa : Proteinuria.
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala penyakit,
mencegah terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas
hidup pasien, memperpanjang ketahanan pasien, memonitor manifestasi
penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta memberikan edukasi kepada
pasien tentang manifestasi dan efek samping dari terapi obat yang diberikan.
Karena banyaknya variasi dalam manifestasi klinik setiap individu maka
pengobatan yang dilakukan juga sangat individual tergantung dari manifestasi
klinik yang muncul. Pengobatan SLE meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi
farmakologi (Herfindal et al., 2000).
a. Terapi Nonfarmakologi
Pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah (Delafuente,
2002). Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga
diperlukan keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang
terlalu berlebihan. Penderita SLE sebaiknya menghindari merokok karena
hidrasin dalam tembakau diduga juga merupakan faktor lingkungan yang
dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet yang spesifik untuk penderita
SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan minyak ikan pada pasien SLE
yang mengandung vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat menurunkan
produksi sitokin proinflamasi seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan
menurunkan kadar antibodi anti-DNA (Venkatraman et al., 1999).
Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk
penderita SLE sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar UV.
1) Diet
Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar
pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan
adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah
garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat
tradisional.
2) Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olahraga diperlukan
untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi
tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan
kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila
terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung
matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga
dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun
dan mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat
keparahan dan lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi yang timbul
pada setiap pasien.
1) NSAID
Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk
salisilat dan NSAID yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek
antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik (Neal, 2002). NSAID dapat
dibedakan menjadi nonselektif COX inhibitor dan selektif COX-2
inhibitor. Nonselektif COX inhibitor menghambat enzim COX-1 dan
COX-2 serta memblok asam arakidonat. COX-2 muncul ketika terdapat
rangsangan dari mediator inflamasi termasuk interleukin, interferon, serta
tumor necrosing factor sedangkan COX-1 merupakan enzim yang berperan
pada fungsi homeostasis tubuh seperti produksi prostaglandin untuk
melindungi lambung serta keseimbangan hemodinamik dari ginjal. COX-1
terdapat pada mukosa lambung, sel endotelial vaskular, platelet, dan
tubulus collecting renal (Katzung, 2002). Efek samping penggunaan
NSAID adalah perdarahan saluran cerna, ulser, nefrotoksik, kulit
kemerahan, dan alergi.
2) Obat lain
Obat-obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain adalah
azatioprin, intravena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi
hormon, mikofenolat mofetil dan pemberian antiinfeksi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan terhadap pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan
penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap
penanggulangan penyakit.
b. Monitoring yang teratur
c. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol.
Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan
pentingnya tidur yang cukup.
d. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga
digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
langsung.
e. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya,
pasien harus memeriksanya.
f. Menyarankan untuk rencana kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita,
bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini
lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit
putih.
2. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema
malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh,
sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan
darah ( kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga
mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
6. Pola – pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa
kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial,
namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada
jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan adanya
lesi kulit yang ada.
7. Pemeriksaan fisik
Sistem integument : Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan
kulit eritema molar yang bersifat irreversibel.
Kepala : Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh
kembali.
Muka : Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
Telinga : Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
Mulut : Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
Ekstremitas : Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-
jari tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
Paru – paru : Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion,
pneumonitis, interstilsiel fibrosis.
Leher : Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
Jantung : Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
Gastro intestinal : Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran
hepar, nyeri pada perut.
Muskuluskletal : Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis,
efusi dan joint swelling.
Sensori : Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
Neurologis : Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
8. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada
pemeriksaan histologi terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal, proses
degenerasi berupa mencairnya lapisan basal epidermis penyumbatan folikel,
dan hyperkeratosis. Imunofluoresensi langsung pada kulit yang mempunyai
lesi memberikan gambaran pola deposisi immunoglobulin seperti yang
terlihat pada SLE. Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah
pemeriksaan serologis terhadap autoantibodi / antinuklear antibodi / ana yang
diproduksi pada penderita le. Skrining tes ana ini dilakukan dengan teknik
imunofluoresen indirek, dikenal dengan fluorescent antinuclear antibody test
( fana ).
b. Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d penumpukan cairan pada pleura
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d malnutrisi
3. Nyeri akut b.d imflamasi / kerusakan jaringan
4. Kerusakan integritas kulit b.d proses penyakit
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan dan ketergantungan fisik serta
fisiologis yang di a/kibatkan penyakit kronik.
6. Resiko penurunan curah jantung b.d penurunan tekana vena central
7. Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas yang
tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres emosional.
8. Defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dan salah intrprestasi
informasi.
c. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan KH