Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

SYSTEMIC LUPUS ERITHEMATOSUS ( SLE )

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh Kelompok VII

Riati NIM A1911144011076


Selvi NIM A1911144011077
Suandi NIM A1911144011078
Suhardi NIMA1911144011079

Dosen Pembimbing

Ns. Yani, S.Kep., M.Pd.

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
PenyakitSystemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakanpenyakityang
menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem yang disebabkan banyak faktor
dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Lupus hingga
saat ini menyerang paling sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika hingga
saat ini tercatat 1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation of
America, 2015).

Lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE)


merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis multisistemik. Perempuan usia
reproduktif memiliki prevalensi yang paling tinggi. SLE memiliki manifestasi klinis,
perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Faktor genetik,
imunologis, hormonal serta lingkungan berperan penting dalam patofisiologi SLE.
Berdasarkan data Infodatin 2017, diperkirakan jumlah pasien SLE di Indonesia
mencapai 1.250.000 orang.

Berdasarkan rumah sakit yang melaporkan datanya pada  2016 diketahui


bahwa terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus, dengan
550 pasien diantaranya meninggal dunia. Jumlah kasus Lupus pada 2016 meningkat
hampir dua kali lipat dibandingkan 2014, yaitu sebanyak 1.169 kasus. Jumlah
kematian akibat Lupus pada pasien rawat inap di rumah sakit juga meningkat tinggi
dibandingkan tahun 2014.  Tingginya kematian akibat lupus ini perlu mendapat
perhatian khusus karena sekitar 25% dari pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia pada 2016 berujung pada kematian.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan memahami asuhan keperawatan pada pasien Systemic
Lupus Erithematosus (SLE)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa keperawatan memahami pengertian Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
b. Mahasiswa keperawatan memahami Etiologi / Faktor Risiko Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
c. Mahasiswa keperawatan memahami Patofisiologi Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
d. Mahasiswa keperawatan memahami Pathway Systemic Lupus Erithematosus
(SLE)
e. Mahasiswa keperawatan memahami Manifestasi Klinik Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
f. Mahasiswa keperawatan memahami Pemeriksaan Penunjang Systemic
Lupus Erithematosus (SLE)
g. Mahasiswa keperawatan memahami Penatalaksanaan Medis Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
h. Mahasiswa keperawatan memahami Komplikasi Systemic Lupus
Erithematosus (SLE)
i. Mahasiswa keperawatan memahami Konsep Asuhan Keperawatan Systemic
Lupus Erithematosus (SLE) mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

2
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Penyakit lupus juga dikenal dengan nama systemic lupus
erytematosus (SLE) merupakan salah satu penyakit autoimun. Autoimun
menggambarkan suatu kondisi dimana sistim imun didalam tubuh tidak mampu
membedakan antara kuman dan benda asing dari luar tubuh dengan sel-sel atau
jaringan tubuh sendiri, sehingga sistim imun menyerang sel-sel dan jaringan
tubuh sendiri. Oleh karena penampilan penyakitnya  sangat beragam dan gejala
serta tanda-tandanya banyak menyerupai penyakit lain, maka penyakit ini juga
dikenal dengan istilah penyakit seribu wajah. Istilah ini menggambarkan bahwa
pada penderita lupus bisa muncul gejala yang tidak khas  dan samar-samar, yang
menyebabkan kesulitan dalam mengenali penyakit lupus ini (Akil, 2011)
Menurut dokter umum Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) dr
Fajar Rudy Qimindra (2008) , Lupus atau SLE berasal dari bahasa latin yang
berarti anjing hutan. Istilah ini mulai dikenal sejak abad ke-10. Sedang
eritematosus berarti merah. Ini untuk menggambarkan ruam merah pada
kulit yang menyerupai gigitan anjing hutan di sekitar hidung dan pipi.
Sehingga dari sinilah istilah lupus tetap digunakan untuk penyakit Systemic
Lupus Erythematosus.
Dikatakan Qimindra, batasan penyakit ini adalah penyakit autoimun,
sistemik, kronik, yang ditandai dengan berbagai macam antibodi tubuh yang
membentuk komplek imun, sehingga menimbulkan reaksi peradangan di
seluruh tubuh. Autoimun maksudnya, tubuh penderita lupus membentuk
daya tahan tubuh (antibodi) tetapi salah arah, dengan merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah dan lain-lain.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia (Indonesian Rheumatism
Assosiation - IRA) membuat suatu pedoman didalam mewaspadai kemungkinan
seseorang menderita lupus. Ada 11 kriteria, jika ditemukan 2 atau lebih dari

3
kriteria yang tersebut dibawah ini, maka kita perlu mewaspadai seseorang
menderita lupus. Kriteria kewaspadaan lupus meliputi:
a)  Wanita muda dengan terdapat kelainan pada 2 organ tubuh atau lebih.
b) Terdapat gejala-gejala umum seperti kelelahan, demam tanpa adanya bukti
menderita infeksi, dan penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya.
c)  Terdapat kelainan pada organ otot dan tulang seperti radang sendi (artritis),
nyeri sendi (atralgia), radang otot (miositis).
d) Kelainan pada kulit dan selaput lendir berupa bercak kemerahan pada muka
yang menyerupai kupu-kupu, kulit jadi merah jika terpapar matahari
(fotosensitivitas), lesi pada selaput lendir mulut (sariawan), rambut kepala
rontok (botak), ujung-ujung jari tangan dan kaki menjadi pucat jika terkena
hawa dingin.
e) Gangguan pada ginjal antara lain kencing berwarna merah, terdapat protein
dalam air seni (proteinuria), bengkak seluruh badan akibat gangguan ginjal
(sindroma nefrotik).
f) Gangguan pada sistim saluran pencernaan dengan gejala-gejala mual,
muntah, dan nyeri perut.
g) Gangguan pada paru berupa lesi pada jaringan paru, peningkatan tekanan
pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal).
h) Peradangan pada otot jantung (miokarditis) dan selaput jantung
(perikarditis/endokarditis).
i) Pembesaran organ limpa (splenomegali), hati (hepatomegali), dan jaringan
limfe (limfadenopati).
j) Kekurangan sel-sel darah merah (anemia), sel-sel darah putih (leukopenia),
dan sel-sel pembekuan darah (trombositopenia).
k) Gangguan kejiwaan (psikosis) dan gangguan pada saraf seperti kejang-
kejang.

2. Etiologi / Faktor Risiko


Etiologi dari SLE masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat
banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multi faktoral seperti faktor

4
genetik, factor lingkungan dan faktor hormonal terhadap respons imun.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen
darisel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan
menghasilkan anti bodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam
pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun
sistemik dengan kerusakan multi organ. Sedangkan faktor risikonya antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor genetik berpengaruh sekitar 10% terhadap penyebab SLE, resiko
yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang
mengkode unsur-unsur system imun. Diduga berhubungan dengan gen
respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II,
diantaranya kelainan pada gen HCA, B8, DR2, DRW52, DQ101, DQWL
dan DQW2. Sedangkan untuk kelainan pada gen NULL-C4 banyak ditemui
pada pasien dan keluarganya. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah
gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.

b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti
radiasiultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada
selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis
keratinosit.Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun dan
memegangperanan dalam fase induksi yang secara langsung mengubah sel
DNA, sertamempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu
menekanterjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan lainnya
yaitukebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko
tinggiterkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam
tembakau yaituamino lipogenik aromatik. Karena dapat meningkatkan
apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen
infeksius terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus. Virus
rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan
apoptosis.

5
c. Faktor Hormonal
Diketahui terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormon estrogen
dengan system imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga
mengakibatkan produksi auto antibody berlebihan pada pasien SLE. Auto
antibody kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuclear ( ANA dan anti-
DNA). Selain itu, terdapat antibody terhadap struktur sel lainnya seperti
eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan
kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi
respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.

3. Patofisiologi
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells
(APCs) dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen
virus, dan dapat berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus
ini menyebabkan terjadinya aktifasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi
antilimfosit T, menyebabkan terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi
hiperaktifitas sel B. peningkatan sel B yang teraktifasi menyebabkan
terjadinya hipergamaglobulinemia.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) danCD4+
(helper). CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi denganmenyediakan
signalbagi CD8+ (Isenberg and Horsfalli, 1998)
Berkurangnya jumlah sel T juga menyebabkan berkurangnya subset tersebut
sehingga signal yang sampai pada CD8+ juga berkurang dan menyebabkan
kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya kedua
subset sel T yang disebut double negatif (CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis
dan sekresi autoantibodi (Mok and Lau, 2003).
Proses autoantibodi terjadimelalui 3 mekanisme yaitu :
a. Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.

6
b. Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang
terjebak dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi
kerusakan jaringan.
c. Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi
komplemen yang berperan dalam kematian sel (Epstein, 1998).
Pada sel B, terjadi peningkatan reseptor sitokin, IL-2, sehingga dapat
meningkatkan heat shock protein 90 (hsp 90) dan CD4+ pada sel B. Namun
terjadi penurunan terhadap CR 1 ( complement reseptor 1) dan juga
fagositosis yang inadekuat pada igG2 dan igG3 karena lemahnya ikatan
reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini juga berhubungan dengan defisiensi
komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan
meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi
kompleks imun pada berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi
komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktifasi
komplemen yang menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang
menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan
timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan
seperti ginjal, sendi, pleura, kulit dan sebagainya (Albar, 2003).

7
4. Pathway

8
5. Manifestasi Klinik
a. Manifestasi cecara umum
1) Kelelahan : moderate sampaiberatsekitar
2) Demamdicurigaikarenaterpaparinfeksi
3) Penurunanberat badan
4) Lesikulitberuparuamkemerahan, dan diantaranya
beruparuamkemerahansepertikupu-kupu pada pipi dan hidung.
5) Fotosensivitas
b. Manifestasi pada persendian
Terjadi pada 95% penderita LES, diantaranya :
1) Artritis ; nyeri pada pergerakan, nyeri tekan dan efusi. Artritis dengan
kelainan bentuk terjadi pada LES yang mempunyai bentuk leher
seperti angsa.
2) Artralgia ; terjdi pada bagian antar falang, lutut, pergelangan tangan
danpersendian metacarpal.
3) Mialgia dan miositis. Ditemukan pada 1/3 LES. Kelemahan otot bagian
pangkal mungkin terjadi karena pengobatan dengan kortikosteroid.
c. Manifestasi pada ginjal
1) Proteinuria, hematuria dan nefritis sindrom
2) Gagal ginjal tanpa dialysis dapat bertahan hidup sekitar 5 tahun
dengan pengobatan agresif.
3) Pada nefritis lupus, tanda adanya hipertensi merupakan prognosis yang
jelek dan harus diobati secara agresif.
d. Manifestasi pada jantung
1) Nyeri dada
2) Perikarditis
3) Radang pada arteri korona, terutama pada LES lanjut dengan
pengobatan kortikosteroid.
4) Disfungsi katup jantung dan endokarditis bacterial
5) Angina pektoris
6) Infark miokard dan gagal jantung kongestif

9
e. Manifestasi pada paru – paru
1) Radang interstisial parenkim paru (pneumonitis)
2) Emboli paru
3) Hipertensi pulmonal
4) Perdarahan paru
f. Manifestasi pada sistem syaraf
1) Neuropati perifer berupa campuran sensorik motorik seperti mono
neurotis multipleks
2) Kadang ditemukan Guillain Barre syndrome
3) Disorientasi
4) Gangguan persepsi sensori dan fungsi intelektual
5) Nyeri kepala karena adanya infark otak.
6) Kejang
7) Meningitis aseptik
g. Manifestasi pada organ pencernaan
1) Mual, muntah dan anoreksia
2) Nyeri perut, berupa kram
3) Perforasi usus besar karena radang pada arteri mesenterika
4) Hepatomegali
h. Manifestasi hemik dan limfatik
1) Anemia tanpa diperantarai proses imun, anemia defisiensi besi, sel sabit
2) Anemia yang diperantarai proses imun : anemia aplastik, anemia
hemolitik, anemia pernisiosa.
3) Leucopenia
4) Trombositopenia
5) Peningkatan Laju Endap darah
6) Limpadenopati
7) Splenomegali

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik

10
Pada tahun 1982, American Rheumatism Association (ARA)
menetapkan kriteria baru untuk klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun
1997. Kriteria SLE ini mempunyai selektivitas 96%. Diagnosa SLE dapat
ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau lebih
kriteria dari 11 kriteria yaitu :
1) Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerah hidung
dan pipi.
2) Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik
keratin yang melekat dan sumbatan folikel, dapat terjadi jaringan parut
3) Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap cahaya
matahari.
4) Ulserasi mulut : ulserasi di mulut atau nasofaring.
5) Artritis : artritis nonerosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh
nyeri, bengkak, atau efusi.
6) Serositis
a) Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi
gesekan pleura atau adanya efusi pleura.
b) Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnya bunyi
gesekan perikard atau efusi perikard.
7) Kelainan ginjal
a) Proteinuria yang lebih besar 0,5 g/dL atau lebih dari 3+
b) Ditemukan eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran.
8) Kelainan neurologis : kejang atau psikosis.
9) Kelainan hematologik : anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari
4000/mm3) atau limfopenia (kurang dari 1500/mm3), atau
trombositopenia (kurang dari 100.000/mm3) tanpa ada obat penginduksi
gejala tersebut
10) Kelainan imunologik : anti ds-DNA atau anti-Sm positif atau adanya
antibodi antifosfolipid
11) Antibodi antinukleus : jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan
imunofluoresensi atau pemeriksaan yang ekuivalen pada setiap saat dan
tidak ada obat yang menginduksi sindroma lupus (Delafuente, 2002).

11
b. Pemeriksaan penunjang
1) ANA (antibodi antinuklear)
Antinuklear antibodi (ANA) merupakan suatu kelompok autoantibodi
yang spesifik terhadap asam nukleat dan nukleoprotein, ditemukan pada
connective tissue disease seperti SLE, sklerosis sistemik, Mixed
Connective Tissue Disease (MCTD) dan sindrom sjogren’s primer. ANA
dapat diperiksa dengan menggunakan metode imunofluoresensi. ANA
digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada connective tissue
disease. Dengan pemeriksaan yang baik, 99% penderita LES
menunjukkan pemeriksaan yang positif
2) Anti dsDNA (double stranded)
Anti ds-DNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada 73% SLE
dan mempunyai arti diagnostik dan prognostic. Peningkatan kadar anti
ds-DNA 20 menunjukkan peningkatan aktifitas penyakit. Pada LES,
anti ds-DNA mempunyai korelasi yang kuat dengan nefritis lupus dan
aktifitas penyakit SLE. Pemeriksaan anti ds-DNA dilakukan dengan
metode radioimmunoassay, ELISA dan C.luciliae immunofluoresens.
3) Antibodi anti-S (smith)
Antibodi spesifik terdapat pada 20-30 % pasien.
4) Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan
lupus)/anti-SSB, dan antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait
dengan kambuhnya LES.
5) Pemeriksaan komplemen
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang terdiri dari 20
protein plasma dan bekerja secara berantai (self amplifying) seperti
model kaskade pembekuan darah dan fibrinolisis.
Pada LES, kadar C1,C4,C2 dan C3 biasanya rendah, tetapi pada lupus
kutaneus normal. Penurunan kadar kompemen berhubungan dengan
derajat beratnya SLE terutama adanya komplikasi ginjal

12
6) CBC (Complete Blood Cell Count)
Mengukur jumlah sel darah, maka terdapat anemia,
leukopenia,trombositopenia.
7) ESR(Erithrocyte Sedimen Rate), laju endap darah pada lupus akan ESR
akan lebih cepat daripada normal.
8) Fungsi hati dan ginjal (biopsi)
9) Urinalysis
Pengukuran urin untuk mengetahui kadar protein dan sel darah merah
dalam urin.
10) X-ray dada
11) ECG (Echocardiogram)
12) Faktor rheumatoid

7. Penatalaksanaan
a. Secara umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan
dalam penatalaksanaan penderita SLE, terutama pada penderita yang baru
terdiagnosis. Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, harus
diputuskan dulu apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi
konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini
mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid
dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang
permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan
melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat
aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain
(Sukmana,2004):
1) Hindari kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita
harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya
atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan

13
hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional stress. Upaya
mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah: cukup
istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup.
2) Hindari Merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak
wanita perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi,
memperberat fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan
pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada sigaret/rokok.
3) Hindari perubahan cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan
hanya ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE
khususnya dengan keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan
cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.
4) Hindari stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan
trauma fisik dapat mempengaruhi sistem imun melalui: penurunan
respons mitogen limfosit, menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan
menaikkan aktivitas sel NK (Natural Killer). Keadan stress tidak selalu
mempengaruhi aktivasi penyakit, sedangkan trauma fisik dilaporkan
tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya. Umumnya beberapa
peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya dikurangi
atau dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki
penyakitnya.
5) Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang
berimbang dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa minyak ikan (fish oil) yang mengandung
eicosapentanoic acid dan docosahexanoic acid dapat menghambat
agregasi trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel monosit dan
polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol
perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.
6) Sinar matahari (sinar ultra violet)

14
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang,
dua dari tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam
proses fototoksik. Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi
s/d pukul 3 sore, sehingga semua pasien SLE dianjurkan untuk
menghindari paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut.
7) Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan
memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan
membahayakan penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit
kepala atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang
mengandung estrogen.
b. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul.
Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat
antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum
penderita.
Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus
diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian
kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi. Sunscreen digunakan pada
pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen topikal berupa krem,
minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya, benzofenon,
salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau
steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan
triamsinolon asetonid.
c. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5
mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan
prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena
1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan
prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :

15
1) Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
2) Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik
ringan SLE
3) Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi
imun.
4) Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikan gejala artritis.
5) Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort )
atau triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
6) Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria,
seperti hidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit
yang membandel.
7) Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan
mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius
yang berhubungan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis,
perikarditis, nefritis lupus, faskulitis dan gangguan pada SSP.
(Kowa lak, Welsh, Mayer . 2002).

8. Komplikasi
Pengidap penyakit lupus di Indonesia berdasarkan data awal tahun 2013 telah
mencapai 13.300 jiwa, namun banyak penderita lupus yang mengalami jenis
lupus systemic erythematosus atau SLE, yang merupakan jenis lupus ringan
yang terkontrol dengan baik, bahkan hampir tidak menimbulkan gejala apapun
tanpa adanya komplikasi. Namun, pada penderita lupus yang lebih serius dengan
kemungkinan terjadinya komplikasi yang mengancam nyawa, berikut ini
beberapa jenis komplikasi yang perlu diketahui keberadaannya (Sari, 2020)
a. Masalah ginjal.
Satu dari setiap tiga penderita SLE akan mengalami penyakit ginjal lupus
nephritis yang berpotensi menjadi serius dan disebabkan
oleh peradangan dalam jangka waktu yang lama pada ginjal. Lupus nephritis
seringkali terjadi di awal keberadaan penyakit SLE, biasanya dalam jangka

16
waktu lima tahun dari sejak diagnosis lupus. Gejala dari penyakit ini dapat
dideteksi dari adanya pembengkaan pada kaki atau oedema, gejala sakit
kepala, pusing, campuran darah dalam urin, hingga dorongan untuk
berkemih secara lebih sering.
Mereka yang menderita komplikasi ginjal ini biasanya juga akan mengalami
kondisi hipertensi yang dapat mengakibatkan serangan jantung  maupun
stroke. Penderitanya harus melakukan cek darah secara rutin untuk
memonitor kondisi ginjal dan harus minum obat pengontrol seperti
immunosuppressants semacam mycophenolate mofetil atau 
cyclophosphamide. Cuci darah ginjal atau transplantasi ginjal hanya akan
diperlukan pada kondisi lupus nephritis yang terlampau parah. 
b. Penyakit jantung
Penderita lupus SLE biasanya cenderung akan mengalami penyakit jantung
yang dapat menyebabkan jantung dan arteri meradang dan rusak. Penderita
lupus dapat mengurangi risiko mengalami penyakit jantung dengan
mengadaptasi gaya hidup yang lebih sehat, seperti berhenti merokok,
mengonsumsi makanan sehat dan seimbang, rendah lemak, gula dan garam,
mengonsumsi buah dan sayuran, menjaga keseimbangan berat badan, rajin
berolahraga serta mengurangi konsumsi alkohol. 
c. Komplikasi kehamilan
Lupus pada wanita biasanya tidak akan menyebabkan kondisi tidak subur,
namun jelas dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
ketika kehamilan. Berbagai komplikasi kehamilan meliputi  pre-eklamsia,
kelahiran prematur, keguguran, hingga kematian bayi baru lahir. Bayi yang
lahir dari penderita lupus terkadang juga mengalami kondisi penyumbatan
pada jantung yang menyebabkan adanya gangguan pada detak jantung, serta
mengalami ruam pada kulit. Kondisi ini dikenal sebagai sindrom neonatal
lupus. 

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Konsep Pengkajian
a. Identitas

17
1) Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik bias terjadi pada wanita maupun
pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita.
2) Biasa ditemukan pada ras-rastertentuseperti Negro, Cina, danFiliphina.
3) Lebih sering pada usia 20-40 tahun, yaitu pada usia produktif.
4) Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit
ini.
b. Keluhan utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup
serta citra diri pasien.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita
penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun
yang lain.

d. Riwayat penyakit sekarang


1) Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam discoid bintik-bintik eritematosa menimbul,
Artralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis,
bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkusdimulut.
2) Mulai kapan keluhan dirasakan.
3) Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
4) keluhan-keluhan lain yang menyertai.
e. Riwayat pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dan kuinidin.
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit
yang sama atau penyakit autoimun yang lain.
g. Pemeriksaan fisik
Dikaji secara sistematis
1) System integument

18
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum.
2) Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura.Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
3) Sistem muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku pada pagi hari.
4) Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura
5) Renal
Edema dan hematuria.
6) Sistem persyarafan
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
ataupun manifestasi SSP lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, kekurangan/kelebihan volume cairan, penurunan
mobilitas.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
h. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis.
i. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi.

19
j. Defisit perawatan diri : berpakaian, makan, mandi, berhias, toileting, berhias
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, kelemahan, gangguan
psikologis.

20
3. Konsep Perencanaan
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis pola nafas tidak efektif

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Pola nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
tidakefektifberhubungan keperawatan Observaasi
dengan selama ................................jam, 1 Monitor pola nafas
hambatanupayanafas. maka Pola Nafas Membaik dengan 2 Monitor bunyi nafas
kriteria hasil : 3 Monitor sputum
Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Dispnea 4 Pertahankan kepatenan jalan nafas
Penggunaan 5 Posisikan semi-Fouler atau Fowler
otot bantu 6 Berikan minum hangat
nafas 7 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pemanjangan 8 Berikan oksigen, bila perlu
fase ekspirasi Edukasi
Ortopnea 9 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
Pernafasan tidak kontraindikasi
pursed-lip 10 Ajarkan teknik batuk efektif
Pernafasan Kolaborasi
cuping 11 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
hidung ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

21
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nafas
Kedalaman
nafas
Ekskursi dada
Ventilasi
semenit
Kapasitas
vital
Diameter
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan
ekspirasi
Tekanan
Inspirasi
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

22
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis nyeri akut

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
dengan keperawatan Observasi
agenpencederafisiologis. selama ................................jam, 1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
maka Tingkat Nyeri Menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
dengan kriteria hasil : 2 Identifikasi skala nyeri.
3 Identifikasi respon nyeri non verbal.
Indikator 1 2 3 4 5 4 Identifikasi faktor yang memperberat dan
Kemampuan memperingan nyeri.
menuntaskan 5 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
aktifitas tentang nyeri.
Keterangan : 6 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
1= menurun respon nyeri. Identifikasi pengaruh nyeri
2= cukup menurun terhadap kualitas hidup.
3= sedang 7 Monitor keberhasilan terapi komplementer
4= cukup meningkat yang sudah diberikan.
5= meningkat 8 Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Indikator 1 2 3 4 5 9 Terapeutik
Keluhan Berikan teknik non farmakologis untuk
nyeri 10 mengurangi rasa nyeri.
Meringis 11 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Sikap 12 nyeri.
protektif Fasilitasi istirahat dan tidur.
Gelisah Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Kesulitan 13 dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.

23
tidur 14 Edukasi
Menarik diri 15 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Berfokus 16 nyeri.
pada diri 17 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
sendiri Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Diaforesis Anjurkan penggunaan analgetik secara
Perasaan 18 tepat.
depresi Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Perasaan mengurangi rasa nyeri.
takut Kolaborasi
mengalami Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
cedera
berulang
Ketegangan
otot
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nadi
Pola nafas
Tekanan
darah
Proses
berpikir

24
Fokus
Perilaku
Pola tidu
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis defisit nutrisi

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan Observasi
dengan kurangnya selama ................................jam, 1 Periksa tenda dan gejala hipervolemia.
asupan makanan. maka Status Nutrisi Membaik 2 Identifikasi penyebab hipervolemia.
dengan kriteria hasil : 3 Monitor status hemodinamik.
4 Monitor intake dan output cairan.
Indikator 1 2 3 4 5 5 Monitor tanda hemokonsentrasi.
Porsi 6 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
makanan plasma.
yang 7 Monitor kecepatan infus secara ketat.
dihabiskan 8 Monitor efek samping diuretik.
Kekuatan otot Terapeutik

25
mengunyah 9 Timbang berat badan setiap hari pada waktu
Kekuatan otot yang sama.
menelan 10 Batasi asupan cairan dan garam.
Serum 11 Tinggikan kepela tempat tidur 30-400.
albumin Edukasi
Perbalisasi 12 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0.5
keinginan mL/kg/jam dalam 6 jam.
untuk 13 Anjurkan melapor jika berat badan bertambah
meningkatkan >1kg dalam sehari.
nutrisi 14 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
Pengetahuan dan haluaran cairan.
tentang 15 Ajarkan cara membatasi cairan.
pemilihan Kolaborasi
makanan 16 Kolaborasi pemberian diuretik.
yang sehat 17 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
Pengetahuan akibat diuretik.
tentang 18 Kolaborasi pemberian Continuous renal
pemilihan replacement therapy (CRRT), jika perlu.
minuman
yang sehat
Pengetahuan
tentang
standar
asupan nutrisi
yang tepat
Sikap
terhadap
makanan/
minuman
sesuai dengan

26
tujuan
kesehatan
Keterangan :
1= menurun
2= cukup menurun
3= sedang
4= cukup meningkat
5= meningkat

Indikator 1 2 3 4 5
Perasaan
cepat
kenyang
Nyeri
abdomen
Sariawan
Rambut
rontok
diare
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Berat badan
Indeks masa
tubuh (IMT)

27
Frekuensi
makan
Nafsu makan
Bising usus
Tebal lipatan
kulit trisep
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis hypervolemia

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Hipervolemia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan Observasi
dengan gangguan selama ................................jam, 1 Periksa tenda dan gejala hipervolemia.
mekanisme regulasi maka Keseimbangan Cairan 2 Identifikasi penyebab hipervolemia.
Meningkat dengan kriteria hasil : 3 Monitor status hemodinamik.
4 Monitor intake dan output cairan.
Indikator 1 2 3 4 5 5 Monitor tanda hemokonsentrasi.
Asupan 6 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
cairan plasma.

28
Output urin 7 Monitor kecepatan infus secara ketat.
Membtan 8 Monitor efek samping diuretik.
mukosa Terapeutik
lembab 9 Timbang berat badan setiap hari pada waktu
Asupan yang sama.
makanan 10 Batasi asupan cairan dan garam.
Keterangan : 11 Tinggikan kepela tempat tidur 30-400.
1= menurun Edukasi
2= cukup menurun 12 Anjurkan melapor jika haluaran urin <0.5
3= sedang mL/kg/jam dalam 6 jam.
4= cukup meningkat 13 Anjurkan melapor jika berat badan bertambah
5= meningkat >1kg dalam sehari.
14 Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
Indikator 1 2 3 4 5 dan haluaran cairan.
Edema 15 Ajarkan cara membatasi cairan.
Dehidrasi Kolaborasi
Asites 16 Kolaborasi pemberian diuretik.
Konfusi 17 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
Keterangan akibat diuretik.
1= meningkat 18 Kolaborasi pemberian Continuous renal
2= cukup meningkat replacement therapy (CRRT), jika perlu.
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan
darah
Frekuensi
nadi

29
Kekuatan
nadi
Tekanan
arteri rata-
rata
Mata cekung
Turgor kulit
Berat badan
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis intoleransi aktivitas

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
berhubungan keperawatan Observasi
dengan selama ................................jam, 1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan maka Toleransi Aktivitas mengakibatkan kelelahan.
antara suplai dengan Meningkat dengan kriteria hasil : 2 Monitor kelelahan fisik dan emosional.
kebutuhan oksigen Indikator 1 2 3 4 5 3 Monitor pola dan jam tidur.

30
Kemudahan 4 Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama
melakukan melakukan aktifitas.
aktifitas Terapeutik
sehari-hari 5 Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
Kecepatan stimulus.
berjalan 6 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
Jarak berjalan aktif.
Kekuatan 7 Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan.
tubuh bagian 8 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
atas dapat berpindah atau berjalan.
Kekuatan Edukasi
tubuh bagian 9 Anjurkan tirah baring.
bawah 10 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
Toleransi 11 Anjurkan hubungi perawat jika tanda dan
menaiki gejala kelelahan tidak berkurang.
tangga 12 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
Keterangan : kelelahan.
1= menurun Kolaborasi
2= cukup menurun 13 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
3= sedang meningkatkan asupan makanan.
4= cukup meningkat
5= meningkat
Indikator 1 2 3 4 5
Keluhan lelah
Dispnea saat
aktifitas
Dispnea
setelah
aktifitas
Aritmia saat

31
aktivitas
Aritmia
setelak
aktivitas
Sianosis
Perasaan
lelah
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nadi
Warna kulit
Tekanan
darah
Saturasi
oksigen
Frekuensi
nafas
EKG iskemia
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

32
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis gangguan integritas kulit

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas kulit
kulit berhubungan keperawatan Observasi
dengan perubahan selama ................................jam, 1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit.
sirkulasi, perubahan maka Integritas kulit Meningkat Terapeutik
status nutrisi, dengan kriteria hasil : 2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
kekurangan/ Indikator 1 2 3 4 5 3 Lakukan pemijatan pada area penonjolan
kelebihan volume Elastisitas tulang, jika perlu.
cairan, penurunan Hidrasi 4 Gunakan produk berbahan petrolium atau
mobilitas Perfusi minyak pada kulit kering.
jaringan 5 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
Keterangan : hipoalergik pada kulit sensitif.
1= menurun 6 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
2= cukup menurun kulit kering.
3= sedang Edukasi
4= cukup meningkat 7 Anjurkan penggunaan pelembab.
5= meningkat 8 Anjurkan minum air yang cukup.
9 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
Indikator 1 2 3 4 5 10 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
Kerusakan 11 sayur.
jaringan 12 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim.
Kerusakan Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
lapisan kulit 13 minimal 30 saat berada di luar rumah.
Nyeri Anjurkan mandi dan menggunakan sabun

33
Perdarahan secukupnya.
Kemerahan
Hematoma
Pigmentasi
abnormal
Jaringan
parut
Nekrosis
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Suhu kulit
Sensasi
Tekstur
Pertumbuhan
rambut
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

34
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis gangguan citra tubuh

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Gangguan citra Setelah dilakukan intervensi Promosi Citre Tubuh
tubuh berhubungan keperawatan Observasi
dengan perubahan selama ................................jam, 1 Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
fungsi tubuh maka Citra Tubuh Meningkat tahap perkembangan.
dengan kriteria hasil : 2 Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin dan
umur terkait citra tubuh.
Indikator 1 2 3 4 5 3 Identifikasi perubahan citra tubuh yang
Verbalisasi mengakibatkan isolasi sosial.
perasaan 4 Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap
negatif diri sendiri.
tentang 5 Monitor apakah pasien bisa melihat bagian
perubahan tubuh yang berubah.
tubuh Terapeutik
Perbalisasi 6 Diskusi perubahan tubuh dan fungsinya.
kekhawatiran 7 Diskusikan perbedaan penampilan fisik
pada terhadap harga diri.
penolakan/ 8 Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi
reaksi orang citra tubuh.
lain 9 Diskusikan cara mengembangkan harapan citra
Verbalisasi tubuh secara realitas.
perubahan 10 Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
gaya hidup tentang perubahan citra tubuh.
Menyembu- Edukasi
nyikan bagian 11 Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
tubuh perubahan citra tubuh.

35
berlebihan 12 Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
Menunjukkan terhadap citra tubuh.
bagian tubuk 13 Anjurkan menggunakan alat bantu.
berlebihan 14 Anjurkan mengikuti kelompok pendukung.
Fokus pada 15 Latih fungsi tubuh yang dimiliki.
bagian tubuh 16 Latih peningkatan penampilan diri.
Fokus pada 17 Latih pengungkapan kemampuan diri kepada
penampilan orang lain maupun kelompok.
masa lalu
Fokus pada
kekuatan
masa lalu
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Melihat
bagian tubuh
Menyentuh
bagian tubuh
Verbalisasi
kecacatan
bagian tubuh
Respon
nonverbal
pada

36
perubahan
tubuh
Hubungan
sosial
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis risiko infeksi

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Resiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
berhubungan keperawatan Observasi
dengan penyakit selama ................................jam, 1 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
kronis maka Tingkat Infeksi Menurun sistemik.
dengan kriteria hasil : Terapeutik
Indikator 1 2 3 4 5 2 Batasi jumlah pengunjung.
Deman 3 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Sputum dengan klien dan lingkungan klien.
berwarna Edukasi
hijau 4 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
Periode 5 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

37
malaise 6 Ajarkan etika batuk.
Letargi 7 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
Keterangan 8 Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
1= meningkat Kolaborasi
2= cukup meningkat 9 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Kadar sel
darah putih
Kultur
sputum
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

38
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis risiko perdarahan

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Risiko perdarahan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
dibuktikan dengan keperawatan Observasi
gangguan koagulasi selama ................................jam, 1 Monitor tanda dan gejala perdarahan.
maka Tingkat Perdarahan 2 Monitot nilai hemetokrit/hemoglobin sebelum
Menurun dengan kriteria hasil : dan setelah kehilangan darah.
3 Monitor tanda-tanda vital ortostatik.
Indikator 1 2 3 4 5 4 Monitor koagulasi.
Kelembapan Terapeutik
kulit 5 Pertahankan bed rest selama perdarahan.
Kognitif 6 Batasi tindakan invasif, jika perlu.
Keterangan : Edukasi
1= menurun 7 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan.
2= cukup menurun 8 Anjurkan menghindari aspirin atau anti
3= sedang 9 koagulan.
4= cukup meningkat Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
5= meningkat 10 vitamin K.
Anjurkan segera melapor jika terjadi
Indikator 1 2 3 4 5 11 perdarahan.
Perdarahan Kolaborasi
paska operasi 12 Kolaborasi pemberian obat pengontrol
Keterangan perdarahan, jika perlu.
1= meningkat Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun

39
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Hemoglobin
Hematokrit
Tekanan
darah
Frekuensi
nadi
Suhu tubuk
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis defisit perawatan diri

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Defisit perawatan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri
diri : berpakaian, keperawatan Observasi
makan, mandi, selama ................................jam, 1 Identifikasi kebiasaan aktivitas peralatan diri
berhias, toileting, maka Perawatan Diri Meningkat sesuai usia.
berhias dengan kriteria hasil : 2 Monitor tingkat kemandirian.

40
berhubungan Indikator 1 2 3 4 5 3 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
dengangangguan Kemampuan diri, berpakaian, berhias dan makan.
muskuloskeletal, mandi Terapeutik
kelemahan, Kemampuan 4 Sediakan lingkungan yang terapeutik.
gangguan mengenakan 5 Siapkan keperluan pribadi.
psikologis. pakaian 6 Dampingi dalam melakukan perawatan diri
Kemampuan sampai mandiri.
makan 7 Fasilitasi untuk menerima keadaan
Kemampuan ketergantungan.
ke toilet 8 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
(BAB/BAK) melakukan perawatan diri.
Verbalisasi 9 Jadwalkan rutinitas perawatan diri.
keinginan Edukasi
melakukan 10 Anjurkan melakukan perawatan diri secara
perawatan konsisten sesuai kemampuan.
diri
Mempertahan
–kan
kebersihan
diri
Mempertahan
–kan
kebersihan
mulut
Keterangan :
1= menurun
2= cukup menurun
3= sedang
4= cukup meningkat
5= meningkat

41
4. Konsep Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.

5. Konsep Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasiensystemic lupus eritematosus (SLE)
disesuaikandengan criteriahasil yang telahditentukan pada intervensi.

42
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 5 jutapasien lupus di seluruh dunia dansetiap tahun
ditemukan lebih dari100.000 pasien baru, baik usia anak,dewasa, laki-laki, dan
perempuan.Bagi yang belum terdiagnosispenyakit lupus ini, cara pencegahanadalah
dengan mengikuti gaya hidup sehat, mengkonsumsi makanan yangcukup gizi dan
berolahraga. Pun padapenderita SLE yang berada pada tahapbelum parah, dengan
menghindarifaktor pencetus dan bergaya hidupsehat, dapat mengurangi
frekuensikambuhnya penyakit ini danmengurangi tingkat keparahannya.
B. Saran
Begitu kompleknya Systemic Lupus Erithematosus(SLE) maka di sarankan kepada
profesional di bidang keperawatan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya tentang Systemic Lupus Erithematosus(SLE) dan perlu
kecermatan dan ketelitian dalam melakukan asuhan keperawatan.

43
DAKTAR PUSTAKA

Akbar Muhammad Ilham Aldika (2019). SLE dalam Kehamilan. Surabaya. Airlangga
University Press.

Deffy Laksani Anggar Sari (2020). Komplikasi penyakit lupus.


https://www.honestdocs.id/komplikasi-penyakit-lupus Diakses tanggal 03
februari 2010 pukul 20.07 WITA.

Hikmah Zahrah, Prihatiningtyas Rendi Aji (2018). Bersahabar Dengan Lupus. Jakarta.
Elex Media Komputindo.

Kalim Handono dkk (2019). Reumatologi Klinik. Malang. UB Press

Komalig, dkk (2008). Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko penyakit
lupus eritematosus sistemik. Jurnal ekologi kesehatan. Vol 7 no 2.

Natsir Akil (2012). Lupus, Penyakit Seribu Wajah. Perhimpunan Reumatologi


Indonesia. http://reumatologi.or.id/reumedtail?id=30 Diakses tanggal 03
Februari 2020 pukul 18.00 WITA.

Patrick Davey (2005). At a Glance Medicine. Jakarta. Erlangga.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Qimendra (2008). Lupus penyakit seribu wajah, dalam Evi roviati (2012) Systemic
Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan autoimun bawaan yang langka dan
mekanisme biokimianya, Jurnal scientiae educatia volume 1 edisi 2.

Zubir Z (2018). Sistemik Lupus Eritematosus. http://yankes.kemkes.go.id/read-


sistemik-lupus-eritematesus--4809.html Diakses tanggal 03 februari 2010 pukul
18.58 WITA.

44

Anda mungkin juga menyukai