Oleh
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan bimbingannya
sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan dengan judul “Asuhan
keperawatan dengan Enchepalitis. Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan Medikal Bedah II pada Program Studi Diploma III Keperawatan STIKES
Dirgahayu Samarinda.
Makalah ini disusun dalam 3 bab: Bab I membahas tentang pendahuluan, Latar
belakang dan tujuan. Bab II merupakan Konsep Asuhan Keperawatan yang berisi Konsep
Penyakit yang terdiri dari: Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Pathwah, Manifestasi Klinik,
Penatalaksanaan Medis, Serta Konsep Asuhan Keperawatan yang meliputi : Konsep
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul, Konsep Implementasi, dan
Konsep Evaluasi. Sedangkan bab III merupakan bab Penutup yang terdiri dari: Kesimpulan
dan Saran.
Penulisan Asuhan Keperawatan ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik rekan-
rekan kelompok 2 kelas A. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya.
Oleh karena itu kami sangat memerlukan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini menjadi lebih bermanfaat untuk para
mahasiswa pada umumnya dan untuk teman sejawat perawat pada khususnya.
Kelompok dua
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Tujuan Penulisan 5
1. Tujuan Umum 5
2. Tujuan Khusus 5
BAB II: KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Penyakit 6
1. Pengertian 6
2. Etiologi/Faktor Risiko 7
3. Patofisiologi 8
4. Pathway 10
5. Manifestasi Klinis 11
6. Pemeriksaan Penunjang 11
7. Penatalaksanaan Medis 12
8. Komplikasi 14
B. Konsep Asuhan keperawatan 15
1. Konsep Pengkajian 15
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul 20
3. Konsep Perencanaan 22
4. Konsep Implementasi 24
5. Konsep Evaluasi 40
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan 42
B. Saran 42
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PANDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit
kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah
radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur,
ricketsia atau virus (Arif Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA,
persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada
banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas
badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta
gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan
menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka
ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis
siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan
riketsiosa serebri. Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV
( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat
buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6
bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000).
4
Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi
HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat
buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6
bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik memilih judul “Asuhan
Keperawatan Dengan Ensefalitis”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memahami tentang
konsep dasar dan teori yang berkaitan dengan perawatan dengan Enchepalitis
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
Mampu:
1. Menguasai konsep penyakit Enchepalitis.
2. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Enchepalitis
3. Menganalisa dan menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien
dengan enchepalitis
4. Membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Enchepalitis
5. Melaksanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan masalah.
6. Melakukan evaluasi yang sudah ditulis direncana perawatan. Membuat
dokumentasi dari semua asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan
5
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh
sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000).
Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri
dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena
gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat
melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan
encephalitis seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya
amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang
terluka.( Dewanto, 2007).
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis,
malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).
Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa
ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.
6
2. Etiologi/Faktor Risiko
Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,
2000).
Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a. Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus
disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan
penyakit mumps (gondongan).
c. Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di
Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d. Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan Acanthamoeba,
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat
berenang.
e. Rabies
7
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces
dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat
masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit
3. Patofiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak
menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white
matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan ,
edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial.
Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan
intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput
lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan
meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai
kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang
disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan,
8
pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan
perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis
fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
9
4. Pathway
Faktor predisposisi : campak, cacar air, herpes,
bronkopneumonia
Peradangan otak
Kejang
Edema Suhu Tubuh Kesulitan
Nyeri Sulit Makan
Serebri meningkat mengunyah
Kepala
Gangguan
Resiko
Perfusi Hipertermi Pemenuhan Nutrisi kurang
cedera
jaringan
Penurunan
Nyeri
Kesadaran
Penumpukan
sekret
Gangguan
Jalan Nafas
5. Manifestasi Klinik
10
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang
sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara
umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan.
(Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi
tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia
hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter,
ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
1) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif.
2) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
4) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
11
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak,
dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi
bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain
:
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
12
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh
yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4
mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
13
8. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1. Retardasi mental
2. Iritabel
3. Gangguan motorik
4. Epilepsi
5. Emosi tidak stabil
6. Sulit tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
14
tambahan, data harus menunjukkan pengalaman yang berhubungan, praktik
kesehatan tujuan, nilai, dan harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan.
Pengkajian keperawatan pada klien dengan Enchepalitis :
a. Data Biografi
Nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosa medis, catatan kedatangan dan keluarga yang dapat dihubungi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetaui jenis
kuman penyebab. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian
pasien meningitis dan ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal yang muncul biasanya sakit kepala dan demam. Pada
meningitis sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan
sebagai akibat iritasi dari meningen. Sedangkan pada ensefalitis, sakit kepala
diakibatkan oleh ensefalitis yang berat dan sebagai akibat dari iritasi selaput
otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalan penyakit. Keluhan
kejang perlu mendapat perhatian lebih untuk mendapat pengkajian yang lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan kejang tersebut.
Adanya penurunan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan menigitis
dan ensefalitis akibat bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya
merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi tergantung pada
beratnya penyakit, demikian pula respon individu terhadap proses fisiologis.
Keluhan perubahan perilaku umunya terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan adalah riwayat selama
mejalani perawatan di RS, pernahkan menjalani tindakan invasif yang
memungkinkan masuknya kuman ke meningen dan selaput otak.
15
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada menigitis, pengkajian penyakit yang pernah dialami klien
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang
meliputi pernahkah klien mengalami infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala, adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelumnya. Riwayat penyakit TB paru juga perlu ditanyakan untuk
mengidentifikasi terjadinya menigitis tuberkulosa.
Pada ensefalitis, predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah kline
mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia. Pengkajian
mungkin didapatkan riwayat penyakit yang disebabkan oleh virus seperti virus
influenza, varicella, adenovirus, kokssakie, ekhovirus atau parainfluenza,
infeksi bakteri, parasit, cacing, fungus, riketsia.
Pengkajian obat yang sering digunakan seperti kortikosteroid, pemakaian
jenis antibiotik sdan reaksi lainnya (untuk menilai reaksi resistensi obat) dapat
menambah komprehensifnya pengkajian
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh
: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus,
E, Coli, dan lain-lain
e. Riwayat Psikososial
Pengkajian psikologis pasien meningitis dan ensefalitis meliputi beberapa
dimensi penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta responnya dalam kehidupan sehari-hari. Apakah ada dampak
ketakutan, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara normal
dan optimal, pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
16
Karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah ada dampak status
ekonomi pada klien, karena biaya perawatan tidak memerlukan biaya atau dana
yang sedikit. Perawat juga harus melakuakn pengkajian terhadap neurologis
pada gaya hidup pasien. Dengan adanya penyakit apakah mempengaruhi
hubungan spiritual klien dengan sang pencipta juga perlu dikaji
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pada
klien meningitis biasanya terdapat meningkatan suhu lebih dari normal 38-
41oC, dimuali dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Sedangkan pada ensefalitis adalah 39-41oC. Keadaan ini dihubungkan dengan
adanya proses inflamasi atau iritasi pada meningen yang mengganggu pusat
pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-
tanda TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami meningitis dan abses
otak pada ensefalitis. Tekanan darah normal, atau kadang meningkat karena
adanya TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi :
Apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada
pasien meningitis dan ensefalitis.
Palpasi :
Pada pasien meningitis, palpasi thoraks hanya dilakukan ketika ada
deformitas tulang dada dengan klien efusi pleura masif (jarang terjadi pada
pasien dengan meningitis). Pada pasien ensefalitis palpasi taktil fremitus.
Auskultasi :
Pada pasien meningitis auskultasi bunyi nafas tambahan seperti
ronkhipada meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer paru.
17
Sedangkan pada pasien ensefalitis auskultasi suara nafas tambahan seperti
ronkhi berhubungan dengna akumulasi sekret dari penurunan kesadaran
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada pasien menigitis dan ensefalitis
biasanya mengalami renjatan (syok). Pada pasien meningitis infeksi
fulminating terjadi sekitar 10 % klien dengan meningokokus, dengan tanda
septikimia; demam tinggi yang tiba-tib muncul, lesi purpura yang mneyebar
(sekitar wajah dan akstremitas), syok, dan DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation). Kematian mungkin terjadi setelah beberapa jam serangan
infeksi.
B3 (Brain)
1. Tingkat Kesadaran
Keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien dengan meningitis dan ensefalitis
biasanya berkisar letargi, stupor, dan semikomatosa. Pengukuran bisa
menggunakan GCS.
2. Fungsi Serebri
Pada klien meningitis dan ensefalitis obesrvasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik yang ada pada klien.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman pada meningitis dan
ensefalitis.
Saraf II. Pada meningitis dan ensefalitis biasanya tes ketajaman penglihatan
normal. Terdapat papiledema.
Saraf III, IV, VI. Pada ensefalitis dan meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil normal. Tapi
jika ada penurunan kesadaran biasanya mengeluh fotopobia dan lebih
sensitif terhadap cahaya.
18
Saraf V. Pada pasien meningitis tidak ditemukan paralisis otot wajah, refleks
kornea tidak ada kelainan. Pada ensefalitis ditemukan paralisis otot
wajah yang mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Pada meningitis dan ensefalitis persepsi pengecapan normal.
Asimetris wajah pada ensefalitis. Simetris wajah pada meningitis.
Saraf VIII. Pada meningitis dan ensefalitis tidak ditemukan adanya
tulikonduksi dan tuli persepsi.
Saraf IX, X. Pada meningitis kemampuan menelan baik. Pada ensefalitis
kemampuan
menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi secara oral.
Saraf XI. Tidak ada trofi otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi.
4. Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis dan ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis Babinsky
(+)
6. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan distonia, kedutan ataupun tremor.
7. Sistem Sensorik
Pada ensefalitis dan meningitis didapatkan sensari rada, nyeri, suhu normal.
Tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptik
dan diskriminatif normal. Ditemukan kaku kuduk pada ensefalitis dan
meningitis. Tanda kernig (+) dan Brudzinski (+) pada meningitis.
B4 (Bladder)
Pada meningitis dan sensefalitis ditemukan berkurangnya volume haluaran
urine hal ini berhubungan denga penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
19
B5 (Bowel)
Mual dan muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi berkurang karena anoreksia dan kejang.
B6 (Bone)
Pada meningitis ditemukan adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar
(khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang
didahului oleh ruam. Klien sering mengalami penurunan kekakuan otot, dan
penurunan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari (ADL) sama hal nya dengan ensefalitis.
20
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk
meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal.
21
Sistem klasifikasi Standar Intervensi Keperawatan Indonesia terdiri atas
5 (lima) kategori dan 14 (empat belas) subkategori dengan uraian sebagai
berikut:
(1). Fisiologis
Kategori intervensi Keperawatan yang ditujukan untuk mendukung
fungsi fisik dan regulasi homeostatis, yang terdiri atas:
Respirasi
Sirkulsi
Nutrisi dan Cairan
Aktivitas dan Istirahat
Neurosensori
Reproduksi dan Seksualitas
(2). Psikologis
Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung
fungsi dan proses mental, yang terdiri atas:
Nyeri dan Kenyamanan
Integritas Ego
Pertumbuhan dan Perkembangan
(3). Perilaku
Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung
perubahan perilaku atau pola hidup sehat, yang terdiri atas:
Kebersihan Diri
Penyuluhan dan Pembelajaran
(4). Relasional
Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung
hubungan interpersonal atau interaksi sosial, yang terdiri atas:
Interaksi Sosial
(5). Lingkungan
22
Kategori intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung
keamanan lingkungan dan menurunkan risiko gangguan kesehatan,
yang terdiri atas:
Keamanan dan Proteksi
23
Penerimaan Pasien
Hasil Penelitian.
b) Standar Luaran
Standar Luaran adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan
luaran keperawatan dalam dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang
aman, efektif dan etis.
24
Konsep Perencanaan dan implementasi pada pasien enchepalitis sbb:
25
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
Bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography)
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran nafas
11. Asma
27
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
3. Aterosklerotik aortik 3. Kolaborasi
4. Infark miokard akut 21. Kolaborasi pemberian sedasi
5. Diseksi arteri dan anti konvulsan, jika perlu
6. Embolisme 22. Kolaborasi pemberian diuretik
7. Endokarditis infektif osmosis, jika perlu
8. Fibrilasi atrium 23. Kolaborasi pemberian pelunak
9. Hiperkolesterolemia tinja, Jika perlu
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagualsi intravaskular
diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sindom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis. Meningitis,
encefalitis, abses serebri)
29
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
32. AIDS sesuai dengan tujuan 39. Anjurkan posisi duduk, jika
33. Penyakit Crohn’s kesehatan mampu
34. Enterokolitis Keterangan : 40. Anjurkan diet yang
35. Fibrosis kistik 1=Meningkat diprogramkan
2=cukup meningkat 7. Kolaborasi
3= sedang 41. Kolaborasi pemberian medikasi
4=cukup menurun sebelum makan (mis. Pereda
5=Menurun nyeri, antiemetik), jika perlu
Indikator 1 2 3 4 42. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
Perasaan cepat kenyang
dan jenis nutrien yang
Nyeri abdomen
dibutuhkan, jika perlu
Sariawan
Rambut rontok
Diare
Keterangan :
1= menurun
2=cukup menurun
3= sedang
4=cukup meningkat
5=meningkat
Indikator 1 2 3 4
Berat badan
Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Frekuensi makan
Nafsu makan
Bising usus
Tebal lipatan kulit
30
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
trisep
Keterangan :
1= Memburuk
2= Cukup Memburuk
3= Sedang
4= Cukup Membaik
5= Membaik
4. Defisit Nutrisi
31
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
tidak mencukupi) sehat 9. Observasi
38. Faktor psikologis (mis. Stres, Pengetahuan tentang 51. Lakukan oral hygiene sebelum
keengganan untuk makan) pilihan minuman yang makan, jika perlu
sehat 52. Fasilitasi menentukan pedoman
Gejala dan tanda mayor Pengetahuan tentang diet (mis. Piramida makanan)
Subyektif Obyektif standar asupan nutrisi 53. Sajikan makanan secara
1. (tidak 1. Berat badanyang tepat menarik dan suhu yang sesuai
tersedia) menurun Penyiapan 54. Berikan makanan tinggi serat
minimal 10%penyimpanan makanan untuk mencegah konstipasi
dibawah rentangyang aman 55. Berikan makanan tinggi kalori
normal. Penyiapan dan tinggi protein
penyimpanan minuman 56. Berikan suplemen makanan,
Gejala dan tanda minor yang aman jika perlu
Subyektif Obyektif Sikap terhadap 57. Hentikan pemberian makanan
1. Cepat 1. Bising usus makanan/minuman melaui selang nasogastrik jika
kenyang hiperaktif sesuai dengan tujuan asupan oral dapat ditoleransi
setelah makan 2. Otot penguyahkesehatan 10. Edukasi
2. Kram/ny lemah Keterangan : 58. Anjurkan posisi duduk, jika
eri abdomen 3. Otot menelan
1=Meningkat mampu
3. Nafsu lemah 2=cukup meningkat 59. Anjurkan diet yang
makan 4. Membran 3= sedang diprogramkan
menurun mukosa pucat 4=cukup menurun 11. Kolaborasi
5. Sariawan 5=Menurun 60. Kolaborasi pemberian medikasi
6. Serum albuminIndikator 1 2 3 4 sebelum makan (mis. Pereda
menurun nyeri, antiemetik), jika perlu
7. Rambut rontokPerasaan cepat kenyang 61. Kolaborasi dengan ahli gizi
berlebihan Nyeri abdomen untuk menentukan jumlah kalori
8. Diare Sariawan dan jenis nutrien yang
Kondisi klinis terkait: Rambut rontok dibutuhkan, jika perlu
32
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
36. Stroke Diare
37. Parkinson Keterangan :
38. Mobius syndrome 1= menurun
39. Cerebral palsy 2=cukup menurun
40. Cleft lip 3= sedang
41. Cleft palate 4=cukup meningkat
42. Amyotropic lateral sclerosis 5=meningkat
43. Kerusakan neuromuskular Indikator 1 2 3 4
44. Luka bakar
45. Kanker Berat badan
46. Infeksi Indeks Massa Tubuh
47. AIDS (IMT)
48. Penyakit Crohn’s Frekuensi makan
49. Enterokolitis Nafsu makan
50. Fibrosis kistik Bising usus
Tebal lipatan kulit
trisep
Keterangan :
1= Memburuk
2= Cukup Memburuk
3= Sedang
4= Cukup Membaik
5= Membaik
33
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
Diagnosis keperawatan: Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Eliminasi Urine
Gangguan Eliminasi Urine ………………., maka Eliminasi 5. Observasi
Definisi: Urine membaik dengan kriteria hasil: 15. Identifikasi tanda san gejala
Disfungsi eliminasi urine Indikator 1 2 3 4 retensi atau eliminasi urine
Penyebab : 16. Identifikasi faktor yang
8. Penurunan kapasitas kandung Sensasi berkemih menyebabkan retensi atau
kemih Keterangan : inkonensia urine
9. Iritasi kandung kemih 1= Menurun 17. Monitor eliminasi urine (mis.
10. Penurunan kemampuan 2= Cukup menurun Frekuensi, konsistensi, aroma,
menyadari tanda-tanda gangguan 3= Sedang volume, dan warna)
kandung kemih 4= Cukup Meningkat 6. Terapeutik
11. Efek tindakan medis dan 5= Meningkat 18. Catat waktu-waktu dan haluaran
diagnostik (mis. Operasi ginjal, Indikator 1 2 3 4 berkemih
operasi saluran kemih, dan obat- Desakan berkemih 19. Bartasi asupan cairan, bila perlu
obatan) (urgensi) 20. Ambil sampel urine tengah
12. Kelemahan otot pelvis Distensi Kandung (midstream) atau kultur
13. Ketidakmampuan mengakses kemih 7. Edukasi
toilet (mis. Imobilisasi) Berkemih tidak 21. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
14. Hambatan lingkungan tuntas (hesitancy) saluran kemih
15. Ketidakmampuan Volume residu urine 22. Ajarkan mengukur asupan cairan
mengkomunikasikan kebutuhan Urine menetes dan haluaran urine
eliminasi. (dribbling) 23. Ajarkan mengambil spesimen
16. Outlet kandung kemih tidak Nokturia urine maidstream
lengkap (mis. Anomali saluran Mengompol 24. Ajarkan mengenali tanda
kemih kongenital. Enuresis berkemih dan waktu yang tepat
17. Imaturitas (pada anak usia < 3 Disuria untuk berkemih
tahun) Anuria 25. Anjurkan minum yang cukup,
Keterangan : jika tidak ada kontaindikasi
Gejala dan tanda mayor 1= Meningkat 26. Anjurkan mengurangi minum
34
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
Subyektif Obyektif 2= Cukup Meningkat menjelang tidur
2. Desakan 4. Distensi 3= Sedang
kemih kandung 4= Cukup Menurun 8. Kolaborasi
(urgensi) kemih 5= Menurun 27. Kolaborasi pemberian obat
3. Urine 5. Berkemih tidak Indikator 1 2 3 4 supositoria uretra, jika perlu
menetes tuntas
Frekuensi BAK
(dribbling) (hesitancy)
Karakteristik urine
4. Sering buang 6. Voleme residu
air kecil urin Keterangan :
5. Nokturia meningkat 1= Memburuk
6. Mengompol 2= Cukup Memburuk
7. Enuresis 3= Sedang
4= Cukup Membaik
Gejala dan tanda minor 5= Membaik
Subyektif Obyektif
4. Tidak 6. Tidak tersedia
tersedia
Kondisi klinis terkait:
12. Infeksi ginjal dan saluran kemih
13. Hiperglikemia
14. Trauma
15. Kanker
16. Cedera/tumor/infeksi medula
spinalis
17. Neuropati diabetikum
18. Neuropati alkoholik
19. Stroke
20. Parkinson
21. Sklerosis multipel
35
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
22. Obat alpha adrenergik
6. Nyeri Akut
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
Diagnosis keperawatan: Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Nyeri
Definisi: ………………., maka Tingkat 9. Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional nyeri menurun dengan kriteria hasil: 28. Identifikasi lokasi, karakteristik,
yang berkaitan dengan kerusakan Indikator 1 2 3 4 durasi, frekwensi, kualitas,
jaringan aktual atau fungsional, intensitas nyeri
dengan onset mendadak atau lambat Kemampuan 29. Identifikasi skala nyeri
dan berintensitas ringan hingga berat menuntaskan 30. Identifikasi respons nyeri non
yang berlangsung kurang dari 3 aktivitas verbal
bulan Keterangan : 31. Identifikasi faktor yang
Penyebab : 1=Meningkat memperberat dan memperingan
18. Agen pencedera fisologis (mis. 2=cukup meningkat nyeri
Inflamasi, iskemia, neoplasma) 3= sedang 32. Identifikasi pengetahuan dan
19. Agen pencedera kimiawi (mis. 4=cukup menurun keyakinan tentang nyeri
Terbakar, bahan kimia iritan) 5=Menurun 33. Identifikasi pengaruh budaya
20. Agen pencedera fisik (mis. terhadap nyeri
Abses, amputasi, terbakar, Indikator 1 2 3 4 34. Identifikasi pengaruh nyeri pada
terpotong, mengangkat berat, Keluhan nyeri kualitas hidup
36
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
prosedur operasi, trauma, Sikap protektif 35. Monitor keberhasilan terapi
latuhan fisik berlebihan Gelisah komplementer yang sudah diberikan
Kesulitan tidur 36. Monitor efek samping penggunaan
Gejala dan tanda mayor Menarik diri analgetik
Subyektif Obyektif Berfokus pada diri 10. Terapeutik
8. Tidak 7. Tampak meringis sendiri 37. Berikan teknik nonfarmakologis
tersedia 8. Bersikap Diaforesis untuk mengurangi nyeri (mis.
protektif (mis. Perasaan depresi TENS, hipnosis, akupresur, terapi
Waspada, posisi (tertekan) musik, biofeedback, terapi pijat,
menghindari Anoreksia teknik imajinasi terbimbing,
nyeri) Perineum terasa kompres hangat/dingin, terapi
9. Gelisah tertekan bermain)
10. Frekwensi Uterus teraba 38. Kontrol lingkungan yang
nadi meningkat membualat memperberat nyeri (mis. Suhu
11. Sulit tidur Ketegangan otot ruangan, pencahayaan, kebisingan)
39. Fasilitasi istirahat dan tidur
Pupil dilatasi
Gejala dan tanda minor 40. Pertimbangkan jenis dan sumber
Muntah
Subyektif Obyektif nyeri dalam pemilihan strategi
Mual
5. Tidak 7. Tekanan darah meredakan nyeri
Keterangan :
tersedia meningkat 11. Edukasi
1= menurun
8. Pola nafas 41. Jelaskan penyebab, periode, dan
2=cukup menurun
berubah pemicu nyeri
3= sedang
9. Nafsu makan 42. Jelaskan strategi meredakan nyeri
4=cukup meningkat
berubah 43. Anjurkan memonitor nyeri secara
5=meningkat
10. Proses berfikir mandiri
terganggu Indikator 1 2 3 4 5 44. Anjurkan menggunakan analgesik
11. Menarik diri Frekwensi nadi secara tepat
12. Befokus pada Pola nafas 45. Anjurkan teknik nonfarmakologis
diri sendiri Tekanan darah untuk mengurangi nyeri
37
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
13. Diaforesis Proses berpikir 12. Kolaborasi
Kondisi klinis terkait: Fokus 46. Kolaborasi pemberian analgetik,
23. Kondisi pembedahan Funsi berkemih jika perlu
24. Cedera traumatis Perilaku
25. Infeksi Nafsu makan
26. Sindrom koroner akut Pola tidur
27. Glaukoma Keterangan :
1= Memburuk
2= Cukup Memburuk
3= Sedang
4= Cukup Membaik
5= Membaik
7. Hipertermi
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
Diagnosis keperawatan: Hipertermi Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Hipertermia
Definisi: ………………., maka Termoregulasi 1. Observasi
Suhu tubuh meningkat di atas membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
rentang normal Indikator 1 2 3 4 5 hipertermia (mis. Dehidrasi,
Penyebab : Menggigil terpapar lingkungan panas,
1. Dehidrasi penggunaan inkubator)
Kulit merah
2. Terpapar lingkungan panas 2. Monitor suhu tubuh
Kejang
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, 3. Monitor kadar elektrolit
Akrosianosis
kanker) 4. Monitor keluaran urine
Konsumsi oksigen
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan 5. Monitor komplikasi akibat
suhu lingkungan Piloereksi hipertermia
38
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
5. Respon trauma Vasokontriksi 2. Terapeutik
6. Aktivitas berlebihan perifer 6. Sediakan lingkungan yang
7. Penggunaan inkubator Kutis memorata dingin
Pucat 7. Longgarkan atau lepaskan
Gejala dan tanda mayor Takikardia pakaian
Subyektif Obyektif Takipnea 8. Basahi dan kipasi permukaan
1. Tidak 1. Suhu tubuh Bradikardia tubuh
tersedia diatas normal Dasar kuku 9. Berikan cairan oral
sianotik 10. Ganti linen setiap hari atau
Gejala dan tanda minor Hipoksia lebih sering jika mengalami
Subyektif Obyektif Keterangan : hiperhidrosis (keringat berlebih)
1. Tidak 1. Kulit merah 1= menurun 11. Lakukan pendinginan eksternal
tersedia 2. Kejang 2=cukup menurun (mis. Selimut hipotermia atau
3. Takikardia 3= sedang kompres dingin pada dahi,
4. Takipnea 4=cukup meningkat leher, dada, abdomen, aksila)
5. Kulit terasa 5=meningkat 12. Hindari pemberian antipiretik
hangat atau aspirin
Indikator 1 2 3 4 5 13. Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Kondisi klinis terkait: Suhu tubuh 14. Anjurkan tirah baring
1. Proses infeksi Suhu kulit
2. Hipertiroid Kadar glukosa darah 4. Kolaborasi
3. Stroke Pengisisan kapiler 15. Kolaborasi pemberian cairan
4. Dehidrasi Ventilasi dan elektrolit intravena, jika
5. Trauma
Tekanan darah perlu
6. Prematuritas
Keterangan :
1= Memburuk
2= Cukup Memburuk
3= Sedang
39
Diagnosis keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi
4= Cukup Membaik
5= Membaik
40
4. Konsep Tindakan /Implementasi Keperawatan
a. Definisi Tidakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP-PPNI, 2017)
Fokus dan tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan
implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Pendekatan asuhan keperawatan meliputi
intervensi independen, dependen dan interdependen menurut
Ardiansyah (2012):
a. Independen
Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau profesi
kesehatan lainnya. Tipe dari aktivitas yang dilaksanakan perawat
secara independen didefinisikan berdasarkan diagnosis
keperawatan.
b. Dependen
Asuhan keperawatan dependen berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara
di mana tindakan medis dilaksanakan.
c. Interdependen
Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatan yang
memerlukan kerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, seperti
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter
5. Konsep Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan
mengukur pencapaian tujuan pasien dan menentukan keputusan
40
dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan menurut Ardiansyah (2012):
a. Evaluasi Proses
Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut.
b. Evaluasi Hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna
41
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen,
yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit.
Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak.
Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo
virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran
darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis
seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya
amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui
kulit yang terluka.( Dewanto, 2007).
b. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan
bakteriologik dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah
ataupun cairan serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama.
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
c. Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat
melalui peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan
berkembang biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada
myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan
42
juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya dapat
terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena
adanya herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto
Wartonah, 2007).
d. Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku
kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
e. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-
tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya.
Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk
mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna
dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal
penanganan dan antisipasi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan enchepalitis, serta meningkatkan pengetahuan
dengan membaca buku-buku dan mengikuti seminar serta
menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
43
2. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terapeutik dalam
melakukan pengupulan data maupun dalam melakukan setiap
tindakan keperawatan agar kualitas pengumpulan data dapat lebih
baik sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.
3. Untuk Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat menjaga gaya hidup yang bersih / kebiasaan
agar tidak terkena komplikasi dan jika ada keluhan-keluhan segera
menghubungi petugas kesehatan, puskesmas maupun rumah sakit
terdekat.
4. Untuk Institusi
Diharapkan kepada institusi khususnya keperawatan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita
sebagai tenaga perawat dan sebagai tambahan informasi bagi kita
semua
44
DAFTAR PUSTAKA
45