Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN ENSEPHALITIS

DOSEN PENGAMPU : Fitri Romadika Ners S.kep

DISUSUN OLEH : Kelompok 11

Ahmad Rizwandi 006STYC21


Ahmad Yusril Habibi 007STYC21
Elmi Nafisa 037STYC21
Citra Anora Badriah 029STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T.A 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang ini
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak Ssehat dan Sakit
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis
hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Fitri Romadika Ners S.kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak
Ssehat dan Sakit
2. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih
banyak kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki
oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Mataram, 3 Juni 2023

Penyusun

Kelompok 3
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI .........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4
1.3 Tujuan ..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................5
2.1 Konsep Teori ...................................................................................5
A. Definisi .......................................................................................5
B. Etiologi .......................................................................................5
C. Manifestasi Klinis ........................................................................6
D. Klasifikasi ....................................................................................9
E. Pathofisiologi................................................................................11
F. Pathway ........................................................................................12
G. Komplikasi ..................................................................................13
H. Penatalaksanaan ...........................................................................15
I. Pemeriksaan Penunjang ................................................................16
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan...............................................20
A. Pengkajian ...................................................................................20
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................23
C. Intervensi Keperawatan ...............................................................24
D. Implementasi Keperawatan .........................................................33
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................33
F. Analisa Jurnal................................................................................34
BAB IV PENUTUP ..............................................................................36
3.1 Kesimpulan .......................................................................................38
Daftar Pustaka ......................................................................................39
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya
bibit penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati
urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif
Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 %
di USA, persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum
berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya
disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis
dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan
dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala,
muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada
penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar
ke seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan
otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor
penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam
tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus,
ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri.
Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV
( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang
tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang
tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan
meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan
dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang
lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien
yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa
yang berat. (Arif Mansjur, 2000).
Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari
infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes
Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30
hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan
asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering
ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan
pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian
juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh
sengan gejala sisa yang berat.
Data statistik di RSUD koja jakarta pada bulan januari sampai April
2009,didapat pasien yang dirawat diruang anak berjumlah 9 orang
pasien,dengan angka insident infant 6 orang pasien,toddler 2 orang
pasein,1pre sekolah pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi dari penyakit ensephalitis!
2. Bagaimana penatalaksanaan penyakit ensephalitis?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit ensephalitis?
1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami konsep penyakit ensephalitis serta


mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit ensephalitis
BAB II

TINAJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Pengertian

Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan


meningen dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan
dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000).
Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang
dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena
bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus
disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian
masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah.
Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis
seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba
Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang
terluka.( Dewanto, 2007). Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif
Mansur : 2000).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh
virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa
seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah,
2007). Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa
ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen
yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.
2.1.2 Etiologi
Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan
bakteriologik dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah
ataupun cairan serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama.
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus.

Bakteri penyebab  ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok,


E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering
disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).

Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi


toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab
encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi
karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi
sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Encephalitis dapat disebabkan karena:

a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk dan serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15
hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster.
Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat
pula mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat
mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan
Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk
melalui mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies
setelah masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu
atau berbulan-bulan.
f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus
Blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang
bekerja di luar rumah. Tempat masuknya melalui paru-paru
atau lesi pada kulit.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang
dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai
berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal  paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam
kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma,
aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski,
gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

2.1.4 Klasifikasi
a. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : Staphylococcus aureus,


Streptococcus, E. Coli dan M. Tuberculosa,

 Manifestasi klinis

Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis : demam, kejang


danpenurunan kesadaran. Bila berkembang menjadi abses serebri
akantimbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya
tekananintrakranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progrexif,
muntah,penglihatan kabur, kejang. kesadaran menurun, pada
pemeriksaanmungkin terdapat edema papil.

1) Gejala-gejala neurologis, kejang-kejang yang datang


dalamserangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia,
penurununkesadarun, sering dijumpai pupil Agryll-
Robertson, neryus opticusdapat mengalami atrofi. Pada
stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang
progresif.

2) Gejala-gejala mental, timbulnya proses dimensia yang


progresif,intelgensia yang mundur perlahan-lahan yung mula-
mula tampakpada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi
mundur, daya ingat berkurang. daya pengkajian terganggu.

b. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

1. Virus RNA
• Paramikso virus : virus yang menyebabkan parotitis, morbili

• Rabdovirus : virus rabies

• Tugavirus : virus rubella flavivirus (virus Ensefalitis Jepang B,

• Picornavirus : enterovirus (virus polio, cockscakie A dan B.

echovirus)

• Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoriab.

2. Vius DNA

• Herpes virus : herpes zoster - varisella, herpes simpleks, sitomegali


virus, virus Epstein – barr Poxvirus: variola, vaksinia. Retrovirus:
AIDS

 Manifestasi klinis : Dimulai dengan demam, nyeri kepala,


vertigo,nyeri badan, nausea, penurunan kesadaran, timbul serangan
kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis bulbaris.

c. Ensefalitis Karena Parasit

1. Malaria Serebral

Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gejala-


gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

2. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan


gejala- gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.

3. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan Meningo-
Ensefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah,
nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun. virus dengue)

4. Sistiserkosis
Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
a. Ensefalitis Karena Fungus (Jamur)

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida albicans,


Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah Meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

b. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menycbabkan Ensefalitis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-
mula sukar tidur, kemudian kesadaran menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukan lesi yang tersebar.

2.1.5 Patofisiologi

Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan
white matter dapat pula terjadi .
Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis
yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian
dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan intracranial.
(Tarwoto Wartonah, 2007).
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
a) Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender
permukaan atau organ tertentu.
b) Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah,
kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ
tersebut.
c) Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
perukaan selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.


Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu
badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang
disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen.
Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang.
Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran,
kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia,
hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001)
antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14
hari untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen
edema otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan
dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2
sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada
kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis
dan di atas kepala.  Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2
mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila
keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi),
akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur
positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi
hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis
dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada
awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal  Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,
kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar
protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography  EEG sering menunjukkan aktifitas
listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun.
Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah,
abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan  Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil
normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada
kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan
selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan
kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk,
gangguan kesadaran, demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah
dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4
hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung
dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah,
irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah
diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui
apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena
mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma
persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak
setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan
meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan
otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana
kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan
karena dapat memperburuk keadaan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga
perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien
(Soemarno marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit
sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat
dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan
maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan
sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual
muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan
intrakranial.
Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat
mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat
tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada
orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk
mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad
apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara
umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).

j. Pertumbuhan dan perkembangan.


Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun
pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan
atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –
tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan
anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke otakkomplikasi
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi yang tertahan
c. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
d. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik
e. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan
status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
f. Resiko kejang berulang
g. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
h. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran,
kerusakan persepsi/kognitif
i. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan
penerima rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
j. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
k. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Risiko Perfusi Selebral Ttidak Efektif

Tujuan : perfusi jaringan otak meningkat

Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat lebih sadar,


disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan
oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal dan syok
dapat dihindari.

Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Monitor klien dengan ketat terutama 1. Untuk mencegah nyeri kepala


setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien yang menyertai perubahan
berbaring minimal 4- 6 jam setelah tekanan intrakranial
lumbal pungsi.

2. Untuk mendeteksi tanda-


2. Monitor tanda-tanda peningkatan tanda syok, yang harus
intrakranial selama perjalanan dilaporkan ke dokter untuk
penyakit (nadi lambat, tekanan darah intervensi awal
meningkat, kesadaran menurun, napas
irreguler, refleks pupil menurun,
kelemahan)
3. Monitor tanda-tanda vital dan 3. Perubahan-perubahan ini
neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan menandakan ada perubahan
laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial dan
tekanan intrakranial ke dokter. penting untuk intervensi awal

4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau 4. Untuk mencegah peningkatan


gerakan-gerakan klien, anjurkan tekanan intrakranial
untuk tirah baring. 5. Untuk mengurangi tekanan
5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan intrakranial
hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba
dan tidak perlu dari kepala dan leher,
hindari fleksi leher
6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-
6. Untuk mencegah keregangan
gerakan klien.
otot yang dapat menimbulkan
peningkatan tekanan
intrakranial

7. Beri penjelasan keadaan lingkungan 7. Untuk mengurangi

pada klien disoreintasi dan untuk


klarifikasi persepsi sensorik
yang terganggu

8. Evaluasi selama masa penyembuhan 8. Untuk merujuk ke rehabilitasi


terhadap gangguan motorik, sensorik,
dan intelektual
9. Untuk menurunkan tekanan
9. Kolaborasi pemberian steroid intrakranial.
osmotik.

b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Tujuan : jalan napas kembali efektif

Kriteria Hasil : sesak napas negatif, frekuensi napas 16-20x/menit


tidak menggunakan otot bantu napas, dapat mendemontrasikan
cara batuk efektif.

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Memantau dan mengatasi


napas tambahan, perubahan komplikasi potensial.
irama dan kedalaman, Pengkajian fungsi pernapasan
penggunaan otot-otot aksesori, dengan interval yang teratur
warna dan kekentalan sputum. adalah penting karena
pernapasan yang tidak efektif
dan adanya kegagalan, akibat
adanya kelemahan atau
paralisis pada otot-otot
interkostal dan diafragma
berkembang dengan cepat
2. Atur posisi fowler dan
2. Peninggian kepala tempat
semifowler
tidur memudahkan
pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada, meningkatkan
batuk lebih efektif
3. Ajarkan cara batuk efektif 3. Klien berada pada resiko
tinggi bila tidak dapat batuk
dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas
dan mengalami kesulitan
dalam menelan sehingga
menyebabkan aspirasi saliva
dan mencetus gagal napas
4. Lakukan fisioterapi dada: akut
vibrasi dada 4. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih
5. Penuhi hidrasi cairan via oral efektif
seperti minum air putih dan 5. Pemenuhan cairan dapat
pertahankan asupan cairan 2500 mengencerkan mukus yang
ml/hari kental, dan dapat membantu
pemenuhan cairan yang
6. Lakukan pengisapan lendir banyak keluar dari tubuh
dijalan napas 6. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan
jalan napas menjadi bersih

c. Resiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5x24
jam.
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan,
terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan
meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal.

Intervensi Rasional

1. Observasi tekstur dan turgo kulit. 1. Mengetahui status nutrisi


klien
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut
merangsang nafsu makan.
3. Mengetahui keseimbangan
3. Observasi asupan dan nutrisi klien
pengeluaran. 4. Untuk menghindari resiko
infeksi/ iritasi
5. Untuk menetapkan jenis
4. Observasi posisi dan keberhasilan makanan yang akan
sonde diberikan pada klien.
6. Dengan mengkaji faktor-
faktor dapat menentukan
5. Tentukan kemampuan klien dalam
kemampuan menelan klien
mengunyah, menelan, dan refleks
dan mencegah resiko
batuk.
aspirasi.
7. Fungsi gastrointestinal
bergantung pada kerusakan
6. Kaji kememuan klien dalam
otak. Bising usus
menelan, batuk, dan adanya
menentukan respon
sekret.
pemberian makan atau
terjadinya komplikasi
misalnya pada ileus.
7. Auskultrasi bising usus, amati 8. Untuk menevaluasi
penurunan atau hiperaktivitas efektivitas dari asupan
bising usus. makanan.
9. Menurunkan resiko
regurgitasi atau aspirasi
10.Untuk klien lebih mudah
untuk menelan karena gaya
8. Timbang berat badan sesuai
gravitasi.
indikasi.
11.Membantu dalam melatih
kembali sensorik dan
9. Beri makan dengan cara
meningkatkan kontrol
meninggikan kepala.
muskular.
10.Letakkan posis kepala lebih tinggi
pada waktu, selama dan sesudah
12. Memberi stimulus sensorik
makan
(termasuk rasa kecap) yang
11.Stimulasi bibir untuk menutup dan
dapat mencetuskan usaha
membuka mulut secara manual
untuk menelan dan
dengan menekan ringan di atas
meningkatkan masukan.
bibir/ di bawah dagu jika
13.Klien dapat berkonsentrasi
dibutuhkan.
pada mekanisme makan
12.Letakkan makanan pada area
tanpa adanya distraksi dari
mulut tang tidak terganggu.
luar.
14.Makan lunak/ cair mudah
untuk dikendalikan di dalam

13.Beri makan dengan perlahan pada mulut dan menurunkan

lingkungan yang tenang. terjadinya aspirasi.


15.Menguatkan otot fasial dan
otot menelan dan
14.Mulailah untuk memberi makan menurunkan resiko
per oral setengah cair dan terjadinya terdesak.
makanan lunak ketika klien dapat 16.Dapat meningkatkan pelesan
menelan air. endofin dalam otak yang
15.Anjurkan klien menggunakan meningkatkan nafsu makan.
sedotan untuk minum. 17.Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan
pengganti dan juga makan
16.Anjurkan klien untuk berpatisipasi jika klien tidak mampu
dalam program latihan/ kegiatan untuk memasukan segala
17.Kolaborasi dengan tim dokter sesuatu melalui mulut.
untuk memberikan cairan melalui
IV atau makanan melalui slang.

d. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang,


perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari
cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteri hasil : klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang
berulang.

Intervensi Rasional

1. Monitor kejang pada tangan, kaki, 1. Gambaran iritabilitas sistem


mulut, dan otot-otot muka lainnya. saraf pusat memerlukan
evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadi nya
2. Persiapkan lingkungan yang aman komplikasi
seperti batasan ranjang, papan 2. Melindungi klien bila
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien kejang terjadi
3. Pertahankan bedrest total selama
fase akut

4. Kolaborasi pemberian terapi: 3. Mengurangi resiko

diazepam, fenobarbital jatuh/cedera jika terjadi


vertigo dan ataksia
4. Untuk mencegah atau
mengurangi kejang. Catatan:
fenobarbital dapat
menyebabkan depresi
pernapasan dan sedasi.

e. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi lapisan otak


Tujuan : keluahan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenaang, wajah rileks, dan
klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit

Intervensi Rasional

1. Usahakan membuat lingkungan 1. Menurunkan reaksi terhadap


yang aman dan tenang. rangsangan eksternal atau
kesensitifan terhadap
cahaya dan menganjurkan
klien untuk beristirahat
2. Kompres dingin (es) pada
kepala 2. Dapat menyebabkan
vasokontriksi pembuluh
3. Lakukan penatalaksanaan nyeri darah otak
dengan metode distraksi dan 3. Membantu menurunkan
relaksasi napas dalam (memutuskan) stimulasi
4. Lakukan latihan gerak aktif atau sensasi nyeri
pasif sesuai kondisi dengan 4. Dapat membantu relaksasi
lembut dan hati-hati otot-otot yang tegang dan
dapat menurunkan
5. Kolaborasi pemberian analgesik nyeri/rasa tidak nyaman
5. Mungkin diperlukan untuk
menurunkan rasa sakit.

f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif.

Tujuan : tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas


kulit, fungsi pencernaan dan kandung kemih optimal, serta
peningkatan kemampuan fisik

Kriteria Hasil: skala ketergantungan klien meningkat menjadi


bantuan minimal

Intervensi Rasional

1. Tinjau kemampuan fisik dan 1. Mengidentifikasi kerusakan


kerusakan yang terjadi fungsi dan menentukan
pilihan intervensi
2. Kaji tingkat imobilisasi, 2. Tingkat ketergantungan
gunakan skala ketergantungan minimal care (hanya
memerlukan bantuan
minimal)
3. Perubahan posisi teratur
3. Berikan perubahan posisi yang dapat mendistribusikan berat
teratur pada klien badan secara menyeluruh dan
memfasilitasi peredaran
darah serta mencegah
dekubitus
4. Mencegah terjadinya
4. Pertahankan kesejajaran tubuh kontraktur atau footdrop,
yang adekuat, berikan latihan serta dapat mempercepat
ROM pasif jika klien sudah pengembalian fungsi tubuh
bebas panas dan kejang nantinya.
5. Memfasilitasi sirkulasi dan
5. Berikan perawatan kulit secara mencegah gangguan
adekuat, lakukan masase, ganti integritas kulit
pakaian klien dengan bahan
linen dan pertahankan tempat
tidur dalam keadaan kering 6. Melindungi mata dari
6. Berikan perawatan mata, kerusakan akibat terbukanya
bersihkan mata, dan tutup mata terus menerus
dengan kapas yang basah
sesekali 7. Indikasi adanya kerusakan

7. Kaji adanya nyeri, kemerahan, kulit

bengkak pada area kulit

g. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan


perubahan kesehatan.
Tujuan : mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan
melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat
ansietas dari pasien/keluarga. kesadaran dapat
Catat adanya tanda-tanda mempengaruhi ekspresi
verbal atau non verbal. rasa takut tetapi tidak
menyangkal
keberadaannya. Derajat
ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi
tersebut diterima oleh
2. Berikan penjelasan hubungan individu.
antara proses penyakit dan 2. Meningkatkan pemahaman,
gejalanya. mengurangi resa takut
karena ketidaktahuan dan
dapat membantu
3. Jawab setiap pertanyaan menurunkan ansietas.
dengan penuh perhatian dan 3. Penting untuk menciptakan
berikan informasi tentang kepercayaan karena
prognosa penyakit diagnosa enfeksi otak
mungkin menakutkan,
ketulusan dan informasi
yang akurat dapat
4. Jelaskan dan persiapkan untuk memberikan keyakinan
tindakan prosedur sebelum pada pasien dan juga
duilakukan. keluarga.
5. Berikan kesempatan 4. Dapat meringankan
pasien/keluarga untuik ansietas terutama ketika
mengumgkapkan isi pikiran pemeriksaan tersebut
dan perasaan takutnya. melibatkan otak.
6. Libatkan pasien/keluarga dalam 5. Mengungkap ,rasa takut
perawatan. secara terbuka di mana rasa
takut dapat ditunjukkan.
7. Berikan petunjuk mengenai
sumber-sumbner penyokong 6. Meningkatkan perasaan
yang ada, seperti keluarga, control terhadap diri dan
konselor professional dan meningkatkan kemandirian.
sebagainya 7. Memberikan jaminan
bahwa bantuan yang
diperlukan adalah penting
untuk
peningkatan/menyokong
mekanisme koping pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik
Tahapan pelaksanaan terdiri dari :
a. Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan.
c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang
mungkin
timbul.
d) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
e) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan
tindakan yang dilakukan.
f) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari
potensial tindakan.
b. Implementasi adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan
tanggung jawab secara profesional sebagaimana terdapat dalam
standar praktek keperawatan meliputi :
a) Independent
Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b) Interdependent
Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu
kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli gizi fisioterapi
dan dokter.
c) Dependent
Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana
medis.
c. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap kejadian dalam proses
keperawatan.
5. Evaluasi
a. Pengertian
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksananya sudah berhasil
dicapai.
b. Tujuan evaluasi
Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, perawat
dapat mengambil keputusan berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan yakni :
a) Meyakini rencana tindakan keperawatan klien, tujuan yang
ditetapkan.
b) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien menemui
kesulitan untuk mencapai tujuan ).
c. Proses Evaluasi
a) Mengukur pencapaian tujuan.
b) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan (penentuan keputusan pada tahap evaluasi)
pada tahap ini ada 3 kemungkinan keputusan yakni :
1) Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam
tujuan.
2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan
ada dua komponen untuk mengevaluasi kwalitas tindakan
keperawatan yaitu :
(a) Proses (Formatif)
Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan kuantitas pelayanan tindakan
keperawatan sistem penulisan pada tahap evaluasi ini
dapat menggunakan sistem subjektif, objektif, analisa
perencanaan (SOAP) atau model dokumentasi lainnya.
(b) Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan
klien-tife ini dilaksanakan secara paripurna pada akhir
tindakan keperawatan, sumatif valuasi adalah objektif,
fleksibel dan efisien.
d. Komponen Evaluasi
Dibagi menjadi 5 komponen yaitu
a) Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b) Mengungkapkan data menyertai keadaan klien terbaru.
c) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan
standar.
d) Merangkum hasil dan membuat kumpulan.
e) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah
di capai oleh klien setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan.
Evaluasi yang dapat di gunakan yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif,
evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh proses asuhan keperawatan
yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan menilai respon
terhadap tindakan yang di lakukan.
ANALISA JURNAL

Judul : Kajian Penggunaan Antibiotik pada Pasien Meningitis dan Ensefalitis


Bakteri di Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Rujukan Pertama

Tahun : 2021

Penulis : Diyan Ajeng Rossetyowati, Ika Puspitasari, Tri Murti Andayani, Titik
Nuryastuti

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi profil


penggunaan dan beban biaya antibiotik pada pasien meningitis dan ensefalitis
bakteri termasuk membandingkan lama rawat inap pasien dengan pemberian
antibiotic yang digunakan dalam terapi.

Metode penelitian: Penelitian dilakukan dengan melakukan pencatatan data yang


terdapat dalam rekam medis pasien dengan dasar pengambilan sesuai dan
memenuhi etika yang ditetapkan MHREC Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada dengan No. KE/FK/0066/EC/2018

Hasil penelitian : Terdapat 83 pasien dari rumah sakit rujukan di Yogyakarta dan
81 pasien dari rumah sakit rujukan di Semarang dengan diagnosis meningitis dan
ensefalitis bakteri tanpa penyakit penyerta.

Kesimpulan : Seluruh pasien meningitis dan ensefalitis bakteri dalam penelitian


ini mendapatkan anti biotik selama menjalani perawatan di top raferral hospital
yang berada di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Golongan antibiotik yang
paling sering digunakan dalam penelitian ini adalah sefalosporin generasi 3
(49,375%) dengan sefriakson sebagai jenis antibiotik yang paling sering
digunakan dan diberikan secara tunggal.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang


dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena
bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus
disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian
masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi
juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio.
Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba
culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007).

Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik


dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab  ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,
2000).
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansur.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius
Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC

Doengoes, Marilynn.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Persarafan . Jakarta: Sagung Seto

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). http://bkp2011. blogspot.


com /2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html, diakses tanggal
23 April 2014 pukul 10.00.

Anda mungkin juga menyukai