Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SISTEM PERSARAFAN (PENYAKIT ENSEFALITIS)

Oleh kelompok :

Nama NIM
1. Hendrika Febriana 225202000450
2. Maria Sonia Putri Kekang 225202000480
3. Risanti Roja 225202000494

YAYASAN ST LUKAS KEUSKUPAN MAUMERE


AKADEMIK KEPERAWATAN ST.ELISABETH LELA
TAHUN AKADEMIK : 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
yang telah dikaruniakan, serta bantuan dari semua pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT ENSEFALITIS’
Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini, penulis banyak menemukan kesulitan dan
rintangan, tetap berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
menyelesaikannya. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan :
1. Ibu Emirensiana Watu, S.Kep .Ns,M Kep selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta arahan awal penulisan sehingga
terselesainya Asuhan Keperawatan ini.
2. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi dan
masukan terkait dengan penyusunan Asuhan Keperawatan ini dan juga untuk
kebersamaan kita
Penulis menyadari bahwa penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kata
sempurna baik isi maupun penulisannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis menyampaikan terima
kasih dan semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Maumere, 9 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
BAB II TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLIGI SISTEM PERSARAFAN
B. KONSEP TEORI PENYAKIT
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
3. PATOFISOLOGI
4. MANIFESTASI KLINIS
5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
7. PELAKSANAAN
8. KOMPLIKASI
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit
kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang. termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus
(Arif Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20% di USA, persentase
lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari
ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-
virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala,
muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran,
bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah
masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa
cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis.
Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi
enam tipe, yaitu: ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena
fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Encephalitis Herpes Simplek
merupakan komplikasi dari infeksi HSV (Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai
mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes
Simplek) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan
meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan
mortalitas menjadi 28%.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian
juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala
sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000). Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan
komplikasi dari infeksi HSV (Herpes Simplek Virus) yang mempunyai mortalitas dan
morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek) yang
tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi
90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi
28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian
juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala
sisa yang berat
Data statistik di RSUD koja jakarta pada bulan januari sampai April 2009, didapat pasien
yang dirawat diruang anak berjumlah 9 orang pasien.dengan angka insident infant 6 orang
pasien,toddler 2 orang pasein, I pre sekolah pasien. Berdasarkan hal tersebut di atas maka
penulis tertarik memilih judul "Asuhan Keperawatan Anak Dengan Ensefalitis".

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Enchepalitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Enchepalitis.
b) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Enchepalitis.
c) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Enchepalitis.
d) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Enchcpalits.
e) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Enchepalitis.
f) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic Enchepalitis.
g) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Enchepalitis.
h) Mahasiswa dapat menjelaskan teori Asuhan Keperawatan. Enchepalitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


Sistem saraf adalah sistem kompleks yang berperan dalam mengatur dan
mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh. Sistem ini memungkinkan seseorang untuk
melakukan berbagai kegiatan, seperti berajar berbicara, menelan, bernapas, serta semua
aktivitas mental, termasuk berpikir, belajar, dan mengingat. Anatomi dan bagian sistem
saraf terdiri dari 3 bagian yaitu :
1. Otak

Otak adalah mesin pengendali utama dari segala fungsi tubuh. Seperti yang
disebutkan di atas, organ ini merupakan bagian dalam sistem saraf pusat manusia. Jika
saraf pusat merupakan pusat kontrol tubuh, maka otak adalah markas besarnya.
Otak terbagi ke dalam beberapa bagian dengan fungsinya masing-masing. Secara
umum, bagian otak terdiri dari otak besar, otak kecil, batang otak, serta bagian-bagian
otak lainnya. Bagian ini dilindungi oleh tengkorak dan selaput otak (meninges) dar
kelilingi oleh cairan otak (meninges) dan dikelilingi oleh cairan serebrospinal untuk
menghindari terjadinya cedera otak.
2. Sumsum tulang belakang

Sama dengan otak, sumsum tulang belakang juga merupakan bagian dari susunan
saraf pusat. Sumsum tulang belakang langsung terhubung ke otak melalui batang otak
dan kemudian mengalir sepanjang ruas tulang belakang. Saraf tulang belakang
berperan dalam aktivitas sehari-hari dengan mengirimkan sinyal dari otak ke bagian
lain dari tubuh dan memerintahkan otot untuk bergerak. Selain itu, sumsum tulang
belakang juga menerima masukan sensorik dari tubuh, memprosesnya, dan
mengirimkan informasi tersebut ke otak.
3. Sel saraf atau neuron

bagian tang tak kalah penting dari anatomi sistem saraf adalah sel saraf itu sendiri
atau disebut neuron. Fungsi sel saraf atau neuron adalah menghantarkan implus saraf.
Berdasarkan fungsinya, neuron terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu neuron sensorik yang
pesan ke saraf pusat, neuron motorik membawa yang membawa pesan dari saraf
pusat, serta interneuron yang menghantarkan pesan di antara neuron sensorik dan
motorik di saraf pusat. Setiap neuron atau sel saraf tersebut terdiri dari tiga bagian
atau struktur dasar. Anatomi neuron tersebut, yaitu:
a. Badan sel, yang memiliki inti.
b. Dendrit, yang berbentuk seperti cabang dan berfungsi menerima situmulus dan
membawa impuls ke badan sel.
c. Akson, yaitu bagian dari sel saraf yang membawa impuls keluar dari badan
sel. Akson umumnya dikelilingi oleh mielin, yaitu lapisan padat berlemak
yang melindungi saraf dan membantu pesan untuk keluar. Pada saraf tepi,
mielin ini diproduksi oleh sel Schwann.
Sel-sel saraf ini dapat ditemukan di seluruh tubuh dan berkomunikasi satu sama lain
untuk menghasilkan respons dan tindakan fisik.
Fungsi sistem saraf
Secara umum, sistem saraf pada manusia memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut
adalah:
1. Mengumpulkan informasi dari dalam dan luar tubuh (fungsi sensorik).
2. Mengirimkan informasi ke otak dan sumsum tulang belakang.
3. Memproses informasi di otak dan sumsum tulang belakang (fungsi integrasi).
4. Mengirimkan informasi ke otot, kelenjar, dan organ sehingga dapat merespon
dengan tepat

B. Konsep Teori
1. Pengertian
Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relatif lazim dan dapat disebabkan oleh
sejumlah agen yang berbeda (Donna. L. Wong, 2000).
Enchepalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis
seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena diantaranya amuba Naegleria
fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto,
2007).

2. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis
yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochacta, dan
virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aurcus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga.
Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus
disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan penyakit
mumps (gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di
Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan Acanthamoeba,
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi
yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces
dermatitis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat
masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.

3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran
darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan
proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula
terjadi. Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan, edema, nekrosis yang
selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi
karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah,
2007). Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. Lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau
organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di perukaan selaput
lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa
prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah
nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat,
fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila
infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan
tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang.
Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.

4. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit
kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen, dapat terjadi
gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer 2000).
Menurut (Hassan, 1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang-kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan
asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus,
kelemahan otot-otot wajah.

5. Pathway

Infeksi virus atau bakteri

Menyebar melalui ekstraseluler

Peradangan supuratif pada jaringan otak


ENSEFALITIS

Tekanan darah intrakranial


Meningkatnya tekanan Kerusakan atau cedera
meningkat
cairan serebrospinal neuron

Kerusakan cairan otak


Edema pada lempeng optik Pelepasan mediator kimia

Risiko tinggi kejang dan


penurunan kesadaran Gangguan Persepsi Nyeri kepala
sensori

Kerusakan perfusi jaringan


Gangguan rasa
nyaman : nyeri

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Dari darah: viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
2) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika
3) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
4) ari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM
dapat dijumpai pada awal gejala.penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. EEG Electroencephalography, sering menunjukkan aktifitas.listrik yang merendah
sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem
saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002). f. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat
hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada
kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001)
a. Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan antara lain :
sebagai tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter:
1) Ampicillin: 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
2) Kemicetin: 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial: manajemen edema otak

8. Komplikasi
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Meliputi identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin. agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan
penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai
dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah,
irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia dan paralisis saraf otak.
2) Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah hari lahir dalam
usia kehamilan atur atau tidak perkembangan selanjutnya.
3) Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak.
Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk
keadaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui,
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada
hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
d. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan
neural akibat prosses peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan
(F. Sri Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial
yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan perfusi jaringan serebri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
b. Gangguan Persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan menerima
rangsangan sensorik
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan sakit kepala

3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil

Kerusakan perfusi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Untuk


jaringan serebri tindakan tanda mendeteksi
berhubungan dengan keperawatan ...x24 intrakranial tanda -tanda
peningkatan tekanan jam diharapakan selama sakit syok
intrakranial perfusi jaringan otak 2. Hindari posisi 2. Untuk
meningkat dengan tungkai di mencegah
kriteria hasil : tekuk dan peningkatan
 Tingkat menganjurkan tekanan
kesadaran pada klien intrakranial
meningkat untuk tirah 3. Untuk
lebih sadar baring mengurangi
 Konsentrasi 3. Tinggikan tekanan
baik sedikit kepala intrakranial
 Perfusi klien dengan
jaringan dan hati-hati,
oksigen baik cegah gerakan
 Tanda- tanda tidak perlu dari
vital dalam kepala ke leher
batas normal
Gangguan Persepsi Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk
sensori yang tindakan tingkat/derajat menentukan
berhubungan dengan keperawatan ...x24 serta tipe tingkat
kerusakan menerima jam di harapkan gangguan pada gangguan pada
rangsangan sensorik gangguan persepsi persepsi klien serta
sensori teratasi dengan sensori untuk
kriteria hasil : 2. Manajemen menentukan
1. Menunjukkan lingkungan perawatan yang
tanda dan 3. Pemantauan tepat
gejala persepsi neurologis 2. Manipulasi
dan sensori lingkungan
baik dapat
(penglihatan, dilakukan
pendengaran, sebagai sarana
makan dan terapeutik bagi
minum baik) klien
2. Mampu 3. Mengumpulkan
mengungkap dan
fungsi persepsi menganalisis
dan sensori data pasien
dengan tepat untuk
mencegah atau
meminimalkan
komplikasi
neurologis
Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji intensitas 1. Untuk
nyaman : nyeri tindakan nyeri menentukan
berhubungan dengan keperawatan ...x24 2. Tingkatkan tindakan yang
sakit kepala jam diharapkan nyeri tirah baring, akan dilakukan
dapat teratasi dengan bantu selanjutnya
kriteria hasil : kebutuhan 2. Menurunkan
1. Melaporkan perawatan diri gerakan yang
nyeri hilang klien dapat
atau terkontrol 3. Berikan latihan meningkatkan
2. Klien tampak rentang gerak nyeri
rileks dan aktif/pasif 3. Dapat
dapat tidur secara tepat membantu
atau dan masase merelaksasikan
beristirahat otot daerah ketegangan
dengan tepat leher atau bahu otot yang
meningkatkan
reduksi nyeri
atau rasa tidak
nyaman
tersebut

4. Implementasi
Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan spesifik. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi secara singkat apakah tindakan masih sesuia dengan kondisi
saat ini. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada
nursing order untuk membantu klien mendapatkan tujuan yang diharapkan. Karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
memahami respon terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan dalam kriteria hasil, evaluasi yang dilakukan dengan SOAP.
S : Respon subjektif pasien terhadapa tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
O : Respon objektif pasien terhadapa tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang antara data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apa
masih muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah
yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjud berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan
karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo
virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian
imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio.
Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni
yang masuk melalui kulit yang terluka.(Dewanto, 2007).
Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan virulogik
pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis yang harus
diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan
ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochacta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan
T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer.
2000).
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,
saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi. Reaksi
peradangan juga mengakibatkan perdarahan, edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi
peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan
peningkatan tekanan intracranial. (TarwotoWartonah, 2007). Meskipun penyebabnya
berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan
sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kudu apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer
2000).

B. Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa Keperawatan) atau pembaca. disarankan agar
dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala
penyakit ensefalitis dalam masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar
penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk. Makalah ini juga dapat dijadikan
referensi awal untuk bahan belajar dan tugas.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansur. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2.


Jakarta : Media Aesculapius
Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,
Jakarta : EGC
Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Sagung Seto
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online).
http://bkp2011. blogspot. com/2011/03/asuhan-keperawatan-pada-
pasien_24.html, diakses tanggal 23 April 2014 pukul 10.00.

Anda mungkin juga menyukai