ASMA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Rerpiratori, dan
Hematologi
Dosen Pengampu
Ibu Eliza Zihni, S.Kep.,Ns,Mm.Kep
1. Maulidhea 2021030003
2. Alfi Ramdani 2021030011
3. Sitti Sofiyah 2021030017
4. Samba Widiatmoko 2021030039
5. Aisyah laraswati 2021030041
6. Yana talapessy 2021030047
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Data umum
3.1.2 Data dasar
3.1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik
3.1.4 Pemeriksaan penunjang
3.1.5 Terapi obat
3.2 Analisa data
3.3 Diagnosa keperawatan
3.4 Intervensi keperawatan
3.5 Implementasi dan evaluasi keperawatan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala
asma yang inflamasi dan respon saluran nafas berlebihan, Sebagai pemicu
timbulnya serangan-serangan dapat berupa (Nurarif, 2015):
1. infeksi (infeksi virus RSV)
2. iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara)
3. inhalan (debu, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, bau asap)
4. kegiatan fisik (olahraga berat, kecapekan, tertawa terbahak-bahak)
5. emosi.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Naga (2014) serangan asma sering terjadi pada tengah
malam dengan batuk-batuk kering tanpa sputum. Penderita serta orang
disekitarnya akan mendengar suara napas mengi. Penderita juga
merasakan adanya kontriksi di dalam dadanya. Setelah beberapa jam
kemudian, meskipun tanpa pengobatan, penderita akan mengeluarkan
sputum dan serangan akan berhenti. Warna sputum tampak keputih-
putihan dengan bentuk spiral yang bercabang-cabang dan banyak
mengandung eosinofil. Salah satu komplikasi asma adalah adanya
pneumonia. Pneumonia akan cepat diketahui jika asma tersebut disertai
dengan adanya demam tinggi. Gejala-gejala seperti ini tidak akan
menghilang begitu saja, bahkan bisa jadi tambah parah. Pada kondisi
seperti ini, penderita menjadi sangat gelisah, napas sangat sesak, pucat dan
sianosis. Nadi juga berdenyut cepat dan dapat hilang saat inspirasi. Saat
asma menyerang, otot pernapasan pembantu juga akan terasa lebih aktif,
dan penderita merasakan sesak. Apabila dilakukan pemeriksaan, dada
tampak mengembang, perkusi paru hipersonor, diafragma terletak sangat
rendah dan hampir tidak bergerak saat terjadi pernafasan. Pada penderita
asma yang sangat berat, bising napas tidak terdengar. Ini merupakan satu
tanda bahaya karena penderita telah sampai pada kondisi yang disebut
status asmatikus.
2.1.4 Patofisiologi
Proses terjadinya asma diawali dengan berbagai faktor pencetus
seperti allergen, stress, cuaca, dan berbagai macam faktor pencetus lain.
Adanya faktor pencetus menyebabkan antigen yang terikat Imunoglobulin
E pada permukaan sel basofil mengeluarkan mediator berupa histamin
sehingga terjadi peningkatan permiabilitas kapiler dan terjadinya edema
mukosa. Adanya edema menyebabkan produksi sekret meningkat dan
terjadi kontriksi otot polos. Adanya obstruksi pada 4 jalan nafas
menyebabkan respon tubuh berupa spasme otot polos dan peningkatan
sekresi kelenjar bronkus. Otot polos yang spasme menyebabkan terjadi
penyempitan proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi
sehingga timbul adanya tanda dan gejala berupa mukus berlebih, batuk,
wheezing, dan sesak nafas. Keluhan tersebut merupakan bentuk adanya
hambatan dalam proses respirasi sehingga tekanan partial oksigen di
alveoli menurun. Adanya penyempitan atau obstruksi jalan nafas
meningkatkan kerja otot pernafasan sehingga penderita asma mengalami
masalah ketidakefektifan pola nafas. Peningkatan kerja otot pernafasan
menurunkan nafsu makan sehingga memunculkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Asma di akibatkan oleh
beberapafaktor pencetus yang berikatan dengan Imunoglobulin E (IgE)
pada permukaan sel basofil yang menyebabkan degranulasi sel mastocyte.
Akibat degranulasi tersebut mediator mengeluarkan histamin yang
menyebabkan kontriksi otot polos meningkat dan juga konsentrasi O2
dalam darah menurun, Apabila konsentrasi O2 dalam darah menurun maka
terjadi hipoksemia. Adanya hipoksemia juga menyebabkan gangguan
pertukaran gas dan gelisah yang menyebabkan ansietas. Selain itu, akibat
berkurangnya suplai darah dan oksigen ke jantung terjadi penurunan
cardiac output yang menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan
cardiac output tersebut dapat menurunkan tekanan darah dan menimbulkan
gejala kelemahan dan keletihan sehingga timbul intoleransi aktivitas
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.1.5 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pola nafas tidak
efektif menurut Bararah & Jauhar (2013), yaitu :
1. Hipoksemia adalah kondisi di mana kadar oksigen di dalam darah di
bawah batas normal. Padahal, oksigen sangat diperlukan untuk menjaga
organ dan jaringan tubuh, termasuk jantung, otak, ginjal, dan lainnya,
agar tetap berfungsi dengan baik.
2. Hipoksia adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen dalam sel dan jaringan tubuh, sehingga fungsi normalnya
mengalami gangguan.
3. Gagal Nafas adalah kondisi kegawatan medis akibat gangguan serius
pada sistem pernapasan yang membuat tubuh kekurangan oksigen.
4. Perubahan pola napas perubahan pola napas dapat berupa hal – hal
sebagai berikut:
1) Dispneu, yaitu kesulitan bernapas.
2) Apneu, yaitu tidak bernapas atau berhenti bernapas.
3) Takipneu, pernapasan yang lebih cepat dari normal.
Selain faal paru, ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu
dokter menegakkan diagnosisnya. Berikut ini pemeriksaan penunjang
untuk penyakit asma lainnya:
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien asma dibagi menjadi penatalaksanaan
farmakologis dan nonfarmakologis.
2.1.8 Pencegahan
Pencegahan datangnya serangan Asma adalah dengan sbb :
Menghindari paparan faktor pencetus asma
Konsultasi lebih lanjut ke dokter terkait obat-obatan pengontrol asma
Menggunakan obat secara teratur; harus minum obat sebagaimana
diresepkan dan beristirahat secukupnya.
Meningkatkan Kebugaran Jasmani
Olahraga yang teratur : jalan sehat, bersepeda, renang
Latihan otot pernapasan, dengan senam asma.
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi
dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan
masa perkembangan bayi/anak
Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet terse but
tidak mengganggu asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak
yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok,
serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada
anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah
penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early
treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah
menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa
pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma
(controller).
2.1.9 Pathway Pneumonia
Adapun diagnose yang diangkat dalam kasus ini berdasarkan SDKI adalah
sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret meningkat d.d
mengi, wheezing dan ronkhi kering (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler d.d
PCO2 meningkat, PO2 menurun, bunyi nafas tambahan (D.0003)
2.2.4 Perencanaan/ Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (PPNI T. P., 2017)
Intervensi keperawatan pada kasus Asma berdasarkan buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret meningkat d.d
mengi, wheezing dan ronkhi kering D.0001
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam
diharapkan kebersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil: L.010001
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dispnea menurun
6. Pola nafas membaik
Intervensi keperawatan:
Latihan Batuk Efektif I.01006 dan Manajemen Jalan Nafas I.01011
1.1 Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
c. Monitor pola nafas
d. Monitor adanya retensi sputum
e. Monitor bunyi nafas tambahan
f. Monitor sputum
1.2 Terapeutik
a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c. Buang secret pada tempat sputum
d. Berikan minum hangat
1.3 Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan mulu
mecucu (dibulatkan) selam 8 detik
c. Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik nafas dalam
yang ketiga
1.4 Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian ekspektoran atau mukolitik, jika perlu
TINJAUAN KASUS
Pada suatu hari ada klien baru masuk Rumah Sakit yang bernama Tn. Yudha
berusia 39 tahun, dengan diagnosa medis ASMA. Klien mengatakan sejak 3 hari
yang lalu mengalami batuk dan disertai dengan sesak nafas, demam naik turun,
serta nafsu makan menurun. lalu keluarga pasien membawa pasien berobat ke
rumah sakit pada tanggal 2 februari 2016 pukul 11.00 WIB. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital diperoleh hasil TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 36,5C, dan
RR: 30x/menit.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat asma jangka panjang yang dianggap paling
efektif untuk mengontrol gejala dan mengurangi frekuensi munculnya
serangan asma. Obat asma ini bekerja dengan cara mengurangi
peradangan di saluran pernapasan.
2. Agonis beta kerja lambat (long-acting beta-agonist)
Agonis beta kerja lambat adalah obat bronkodilator yang dapat
mencegah munculnya gejala asma dengan cara menjaga saluran
pernapas tetap terbuka, setidaknya selama 12 jam. Meski dapat
membantu mencegah terjadinya serangan asma, agonis beta kerja
lambat tidak dapat meredakan peradangan pada saluran pernapasan
layaknya obat kortikosteroid.
3. Pengubah leukotrien (leukotriene modifiers)
Obat asma ini mampu mengurangi frekuensi munculnya gejala asma
dengan cara menghambat kinerja leukotrien, yaitu senyawa kimia di
dalam sistem imun tubuh yang dapat menimbulkan peradangan dan
penyempitan saluran pernapasan.
2. DS : Ketidakseimbangan Gangguan
klien ventilasi-perfusi, Pertukaran Gas
mengatakan perubahan membran (D0003)
sesak alveolus-kapiler
DO :
Sesak nafas dan
batuk disertai secret
susah keluar
Terdengar suara
Wheezing
Nafas cuping
hidung
Tanda-tanda vital :
TD: 110/70 mmHg
N: 80×/menit
S: 36,5C
RR: 30×/menit
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien
asma yang mengalami masalah keperawatan intoleransi aktivitas penulis
memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata tentang bagaimana
pemenuhan intoleransi aktivitas pada pasien asma. Dimana proses perawatan
intoleransi aktivitas tersebut melalui suatu proses asuhan keperawatan yang
meliputi kegiatan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan
keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka beberapa upaya perlu diperhatikan
yaitu:
1. Klien
a. Bagi klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas diharapkan mau
menghindari factor yang memungkinkan menyebabkan asma kambuh
seperti debu, asap rokok, bulu binatang, serbuk, aktivitas dan olahraga
yang berlebihan.
b. Mengurangi dan mengontrol aktivitas sesuai batas kemampuan yang
dimiliki oleh klien
2. Keluarga klien
a. Keluarga diharapkan berpartisipasi untuk mengingatkan tentang hal
yang harus dipatuhi oleh klien seperti menganjurkan klien untuk
mengurangi dan mengontrol aktivitas berlebihan.
b. Memberikan motivasi dan dukungan pada klien agar klien optimis
dalam menjalani pengobatan atau perawatan yang diberikan.
3. Institusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk
mengembangkan bahan pembelajaran khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas dan
diharapkan dapat menjadi bahan kajian diperpustakaan.
REFERENSI
Buku Nanda Nic Noc Jilid 1 Halaman 65
Supartini NI, Santoso DI, Kardjito T. Konsep Baru Patogenesis Asma Bronkial.
Paru 1995; 15 : 156 – 61.