Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ASMA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Rerpiratori, dan
Hematologi

Dosen Pengampu
Ibu Eliza Zihni, S.Kep.,Ns,Mm.Kep

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Maulidhea 2021030003
2. Alfi Ramdani 2021030011
3. Sitti Sofiyah 2021030017
4. Samba Widiatmoko 2021030039
5. Aisyah laraswati 2021030041
6. Yana talapessy 2021030047

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya makalah ini dapat
terselesaikan, dimana makalah ini disusun sebagai pemenuhan  tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respratori, dan Hematologi. Dan
tentunya apabila dalam penulisan makalah ini masih ada yang kurang sesuai
dengan apa yang diharapkan, kritik dan saran yang tentunya bersifat membangun
sangat diharapkan untuk memperbaiki tugas dalam penyusunan makalah di waktu
selanjutnya. Susunan dalam pembuatan makalah ini berdasarkan penyusunan
makalah yang dalam hal ini membahas tentang suatu penyakit yaitu pneumonia.
Oleh karena itu saya sebagai penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang mendukung atas terselesaikannya makalah ini atas segala
bantuannya yang diberikan terutama Ibu pengampu Mata Kuliah Keperawatan
Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Resspiratori, dan Hematologi Ibu Eliza Zihni,
S.Kep.,Ns,Mm.Kep yang mengajar mata kuliah ini.
Kemudian penyusun berharap semoga mahasiswa ini dapat bermanfaat
bagi kalangan mahasiswa secara umum dan sesuai dengan apa yang di harapkan
oleh Ibu yang mengampu mata kuliah ini.

Jombang, 18 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 konsep teori penyakit


2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Manifestasi klinis
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Komplikasi
2.1.6 Pemeriksaan diagnostic
2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.8 Pencegahan
2.1.9 Pathway asma
2.2 konsep asuhan keperawatan asma
2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Data focus
2.2.3 Diagnosa keperawatan
2.2.4 Intervensi keperawatan
2.2.5 Implementasi keperawatan
2.2.6 Evaluasi keperawatan

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Data umum
3.1.2 Data dasar
3.1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik
3.1.4 Pemeriksaan penunjang
3.1.5 Terapi obat
3.2 Analisa data
3.3 Diagnosa keperawatan
3.4 Intervensi keperawatan
3.5 Implementasi dan evaluasi keperawatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya


terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data
laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan
bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta
orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang
per tahun (GINA,2012). Data WHO juga menunjukkan data yang serupa
bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir
terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah
dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat
setiap tahunnya (Rengganis, 2008) Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pada tahun 2005 Survei
Kesehatan Rumah Tangga mencatat 225.000 orang meninggal karena asma
(Dinkes Jogja, 2011). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000
total populasi nasional, sedangkan di Sumatera Barat Departemen Kesehatan
menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita asma yang ditemukan
sebesar 3,58% (Zara, 2011).

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diteliti beberapa


masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan :
a) Apa Saja Konsep Dasar Penyakit Asma?
b) Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Asma?
c) Bagaimana Konsep Kasus Asuhan Keperawan Asma?

1.3 Tujuan masalah

1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian asma


2. Agar mahasiswa mengetahui apa saja penyebab terjadinya serangan asma
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma
5. Agar mahasiswa mengetahui cara penanganan atau pengendalian penyakit
asma
6. Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan asma
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Penyakit


2.1.1 Definisi
Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan
kesulitan bernapas. Ini sering dimulai pada masa kanak-kanak, meskipun
juga dapat berkembang pada orang dewasa, dan mempengaruhi orang-
orang dari segala usia. Asma disebabkan oleh pembengkakan dan
penyempitan tabung yang membawa udara ke dan dari paru-paru (WHO,
2020). Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan
saluran pernapasan yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot polos dan
inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan dan
inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan (Alsagaff, 2017
dikutip dari Danusantoso, 2018). Dengan demikian penulis menyimpulkan
bahwa asma adalah suatu penyakit sistem pernafasan yang disebabkan
karena adanya penyempitan pada saluran pernafasan sehingga
menyebabkan terjadinya kesulitan saat bernafas.

2.1.2 Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma diketahui
dengan pasti penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukkan dasar gejala
asma yang inflamasi dan respon saluran nafas berlebihan, Sebagai pemicu
timbulnya serangan-serangan dapat berupa (Nurarif, 2015):
1. infeksi (infeksi virus RSV)
2. iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara)
3. inhalan (debu, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, bau asap)
4. kegiatan fisik (olahraga berat, kecapekan, tertawa terbahak-bahak)
5. emosi.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Naga (2014) serangan asma sering terjadi pada tengah
malam dengan batuk-batuk kering tanpa sputum. Penderita serta orang
disekitarnya akan mendengar suara napas mengi. Penderita juga
merasakan adanya kontriksi di dalam dadanya. Setelah beberapa jam
kemudian, meskipun tanpa pengobatan, penderita akan mengeluarkan
sputum dan serangan akan berhenti. Warna sputum tampak keputih-
putihan dengan bentuk spiral yang bercabang-cabang dan banyak
mengandung eosinofil. Salah satu komplikasi asma adalah adanya
pneumonia. Pneumonia akan cepat diketahui jika asma tersebut disertai
dengan adanya demam tinggi. Gejala-gejala seperti ini tidak akan
menghilang begitu saja, bahkan bisa jadi tambah parah. Pada kondisi
seperti ini, penderita menjadi sangat gelisah, napas sangat sesak, pucat dan
sianosis. Nadi juga berdenyut cepat dan dapat hilang saat inspirasi. Saat
asma menyerang, otot pernapasan pembantu juga akan terasa lebih aktif,
dan penderita merasakan sesak. Apabila dilakukan pemeriksaan, dada
tampak mengembang, perkusi paru hipersonor, diafragma terletak sangat
rendah dan hampir tidak bergerak saat terjadi pernafasan. Pada penderita
asma yang sangat berat, bising napas tidak terdengar. Ini merupakan satu
tanda bahaya karena penderita telah sampai pada kondisi yang disebut
status asmatikus.

2.1.4 Patofisiologi
Proses terjadinya asma diawali dengan berbagai faktor pencetus
seperti allergen, stress, cuaca, dan berbagai macam faktor pencetus lain.
Adanya faktor pencetus menyebabkan antigen yang terikat Imunoglobulin
E pada permukaan sel basofil mengeluarkan mediator berupa histamin
sehingga terjadi peningkatan permiabilitas kapiler dan terjadinya edema
mukosa. Adanya edema menyebabkan produksi sekret meningkat dan
terjadi kontriksi otot polos. Adanya obstruksi pada 4 jalan nafas
menyebabkan respon tubuh berupa spasme otot polos dan peningkatan
sekresi kelenjar bronkus. Otot polos yang spasme menyebabkan terjadi
penyempitan proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan inspirasi
sehingga timbul adanya tanda dan gejala berupa mukus berlebih, batuk,
wheezing, dan sesak nafas. Keluhan tersebut merupakan bentuk adanya
hambatan dalam proses respirasi sehingga tekanan partial oksigen di
alveoli menurun. Adanya penyempitan atau obstruksi jalan nafas
meningkatkan kerja otot pernafasan sehingga penderita asma mengalami
masalah ketidakefektifan pola nafas. Peningkatan kerja otot pernafasan
menurunkan nafsu makan sehingga memunculkan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Asma di akibatkan oleh
beberapafaktor pencetus yang berikatan dengan Imunoglobulin E (IgE)
pada permukaan sel basofil yang menyebabkan degranulasi sel mastocyte.
Akibat degranulasi tersebut mediator mengeluarkan histamin yang
menyebabkan kontriksi otot polos meningkat dan juga konsentrasi O2
dalam darah menurun, Apabila konsentrasi O2 dalam darah menurun maka
terjadi hipoksemia. Adanya hipoksemia juga menyebabkan gangguan
pertukaran gas dan gelisah yang menyebabkan ansietas. Selain itu, akibat
berkurangnya suplai darah dan oksigen ke jantung terjadi penurunan
cardiac output yang menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan
cardiac output tersebut dapat menurunkan tekanan darah dan menimbulkan
gejala kelemahan dan keletihan sehingga timbul intoleransi aktivitas
(Nurarif dan Kusuma, 2015).

2.1.5 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pola nafas tidak
efektif menurut Bararah & Jauhar (2013), yaitu :
1. Hipoksemia adalah kondisi di mana kadar oksigen di dalam darah di
bawah batas normal. Padahal, oksigen sangat diperlukan untuk menjaga
organ dan jaringan tubuh, termasuk jantung, otak, ginjal, dan lainnya,
agar tetap berfungsi dengan baik.
2. Hipoksia adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen dalam sel dan jaringan tubuh, sehingga fungsi normalnya
mengalami gangguan.
3. Gagal Nafas adalah kondisi kegawatan medis akibat gangguan serius
pada sistem pernapasan yang membuat tubuh kekurangan oksigen.
4. Perubahan pola napas perubahan pola napas dapat berupa hal – hal
sebagai berikut:
1) Dispneu, yaitu kesulitan bernapas.
2) Apneu, yaitu tidak bernapas atau berhenti bernapas.
3) Takipneu, pernapasan yang lebih cepat dari normal.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Terdapat beragam tes atau pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan dokter untuk mendiagnosis asma pada pasien. Salah satu tesnya
bernama faal paru dengan alat spirometer, pengukuran faal paru digunakan
untuk menilai: 

 obstruksi jalan napas.


 reversibility kelainan faal paru.
 variability faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperresponsif
jalan napas.

Selain faal paru, ada pula beberapa tes lainnya untuk membantu
dokter menegakkan diagnosisnya. Berikut ini pemeriksaan penunjang
untuk penyakit asma lainnya:

 Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.

 Uji reversibilitas (dengan bronkodilator).


 Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas
bronkus.

 Uji alergi untuk menilai ada/tidaknya alergi.

 Foto torak, untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien asma dibagi menjadi penatalaksanaan
farmakologis dan nonfarmakologis.

1. Terapi farmakologis : Berdasarkan penggunaannya, maka obat asma


di bagi menjadi 2 golongan yaitu pengobatan jangka panjang untuk
mengontrol gejala asma, dan pengobatan cepat (quick-relief
medication) untuk mengatasi serangan akut asma. Beberapa obat yang
digunakan untuk pengobatan jangka panjang antara lain : inhalasi
steroid, β2 agonis aksi panjang. Sedangkan untuk pengobatan cepat
sering digunakan suatu bronkodilator β2 agonis aksi cepat,
antikolinergik, Kortikosteroid oral.
2. Terapi Nonfarmakologi
1) Penyuluhan Penyuluhan ini untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara
benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari Faktor Pencetus Klien perlu dibantu
mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada.

2.1.8 Pencegahan
Pencegahan datangnya serangan Asma adalah dengan sbb :
 Menghindari paparan faktor pencetus asma
 Konsultasi lebih lanjut ke dokter terkait obat-obatan pengontrol asma
 Menggunakan obat secara teratur; harus minum obat sebagaimana
diresepkan dan beristirahat secukupnya.
 Meningkatkan Kebugaran Jasmani
 Olahraga yang teratur : jalan sehat, bersepeda, renang
 Latihan otot pernapasan, dengan senam asma.
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi
dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
 Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan
masa perkembangan bayi/anak
 Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet terse but
tidak mengganggu asupan janin
 Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
 Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak
yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok,
serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada
anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah
penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early
treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin
selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah
menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa
pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma
(controller).
2.1.9 Pathway Pneumonia

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pneumonia


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien asma menggunakan pengkajian mendalam
mengenai kesiapan manajemen kesehatan, dengan kategori perilaku dan
subkategori penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian disesuaikan dengan
tanda mayor kesiapan peningkatan manajemen kesehatan yaitu dari data
subjektifnya pasien mengeksperesikan keinginannya untuk mengelola
masalah kesehatan dan pencegahanya dan data objektifnya pilihan hidup
sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan.

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan


dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan.
Dalam proses pemberian asauhan keperawatan hal yang paling penting
dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian mendalam dan
pengkajian skrining. Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan
data dengan tujuan yang berbeda (NANDA, 2015).

Sebenarnya, pengkajian tersebut ialah proses berkesinambungan yang


dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase
evaluasi, pengkajian dilakukan untuk menentukan hasil strategi
keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase proses
keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang lengkap dan akurat.
Pengkajian meliputi:
1. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku, nama orangtua, pekerjaan orang tua, tanggal masuk
rumah sakit, nomor medree, tanggal Pengkajian Identitas, diagnose
medis.
 Usia :
pada asma pada umumnya dapat menyerang disegala usia (anak,
remaja, dan dewasa), bahkan pada orang tua sekalipun, tetapi sering
dijumpai pada usia dini, separuh dari penderita asma berada diusia
sebelum 10 tahun.
 Jenis kelamin :
laki-laki perempuan diusia dini sebesar 2;1 yang kemudian sampai usia
30 ---tahun - Tempat tungggal
 jenis pekerjaan :
lingkungan kerja diperkirakan merupakan factor prncrtus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkal (Muttaqin, 2012).
Kondisi rumah juga berpengaruh terhadap penderita asma dimana
rumah yang lembab, berdebu bisa mempengaruhi terjadinya
kekambuhan pada penderita asma.

2.3 Identita penanggung jawab


Biodata penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kealmin, agama,
hubungan dengan klien dan alamat.

2.4 Keluhan Utama


Keluhan utama yang timbul pada klien asma bronkial adalah dispneu
atau sesak nafas (bisa sampai berhari-hari atau sampai berbulan-bulan, batuk
dan mengi).

2.5 Riwayat Kesehatan Saat Ini


P :Pada umumnya penderita asma mengalami sesak nafas disebabkan
karena alegei, polusi udara, infeksi saluran pernafasan, asap roko
Q :Biasanya sesak disertai wheezing dan ronchi.
R :Rasa sesak pada bagian dada dan tidak menjalar.
S :Tingkat keparahan sesak terdapat 3 kategori tergantung tingkat
keparahannya yaitu asma berat, asma ringan dan asma sedang.
T : Dan biasanya sesak dirasakan pada saat perubahan cuaca terhadap
alergi dingin, atau pada malam hari

2.6 Riwaya Penyakit Dahulu


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya
infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip
hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan allergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan, serta Riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asma (Muttaqin,2012)
2.7 Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang Riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic
dan lingkungan (Muttaqin,2012)

2.8 Aktivitas / istirahat


Akan timbul gejala seperti kelemahan, kelelahan, dan insomnia yang ditandai
dengan penurunan intoleransi terhadap aktivitas.
a. Sirkulasi
Memiliki riwayat gagal jantung serta ditandai dengan takikardi, tampak pucat.
b. Makanan / cairan
Akan timbul gejala seperti kehilangan nafsu makan, mual / muntah serta
ditandai dengan distensi abdomen, hiperaktif bunyi bisingusus, kulit kering
dan tugor kulit buruk serta penampilan malnutrisi.
c. Kenyamanan
Akan timbul gejala seperti sakit kepala, nyeri dada meningkat disertai batuk,
myalgia, dan atralgia.
d. Keamanan
Memiliki riwayat gangguan system imun, mengalami demam yang ditandai
dengan berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan.
2.9 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Kesehatan pada gangguan system pernafasan: Asma
meliputi pemeriksaan fisik umum secara persistem berdasarkan hasil
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, dan pengkajian
psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus pada dengan pemeriksaan
penyeluruh pada system pernafasan yang dialami klien.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan data-data berupa keadaan


umum pasien lemah dan tingkat kesadaran compos mentis.

- Tanda-tanda vital pasien dengan hasil pemeriksaan tekanan Darah 110/70


mmHg, nadi 80x/mnt, suhu 36C dan pernafasan 30x/mnt.
- Pada kepala pasien didapatkan bentuk kepala mesochepal (sedang), warna
rambut hitam, bersih, tidak ada massa, dan tidak ada nyeri tekan.
- Pada pemeriksaan mata keduanya simestris, pupil isokor, seklera tidak
ikterik(mata kuning), konjungtiva tidak anemis, dan tidak ada nyeri tekan
- Pada hidung tidak ada polip, tidak ada pembengkakan, terpasang nasal
kanul.
- Pada mulut pasien didapati mukosa mulut dalam keadaan kering, tidak
terjadi sianosis, lidah tidak sulit untuk digerakan, dan dalam kemampuan
menelan tidak ada gangguan.
- Pada telinga didapatkan letak yang simestris, tidak ada serumen, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada masa dan pasien tidak perlu disentuh Ketika
dipanggil, pada leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
- Pada dada terdapat pemeriksaan paru dan didapatkan hasilnya :
a. Inspeksi : perkembangan dada kanan kiri simetris tidak ada retraksi
b. Palpasi : fremitus raba kanan kiri sama
c. Perkusi : terdengar bunyi sonor
d. Auskultasi : terdengar bunyi tambahan wheezing
- Pada pemeriksaan jantung didaptkan hasil :
a. Inspeksi : ictus cordic tidak Nampak
b. Palpasi : ictus cordic kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung tidak melebar
d. Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni
- Pada pemeriksaan abdomen terdapat
a. Inspeksi : dinding perut cekung dari dada, tidak ada lesi
b. Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltic usus 15x/mnt
c. Perkusi : terdengar suara tympani
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada penumpukan cairan
- Pada ekstremitas atas pada tangan kiri terpasang infus dan ekstremitas
bagian kanan bisa digerakan, tidak ada luka maupun edema. Pada
ekstremitas bawah tidak ada odem, tidak ada gangguan gerak hanya saja
terlihat lemas.
2.2.2 Data focus
1) DS :
1. pasien mengatakan sesak nafas dan sulit mengeluarkan dahak
2. pasien mengatakan cemas saat mengalami sesak nafas
3. pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga selama
sakit
2) DO :
1. TD : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt, S : 36C, RR : 30x/mnt,
terdengar bunyi wheezing saat di auskultasi paru
2. Pasien tampak cemas, gelisah, dan tidak tenang
3. Pasien tampak lemas dan dibantu keluarga dalam beraktivitas

2.2.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan merupakan suatu penilain klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara actual
maupun potensial. Diagnose keperawatan bertujuan untuk dapat
menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Adapun diagnose yang diangkat dalam kasus ini berdasarkan SDKI adalah
sebagai berikut :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret meningkat d.d
mengi, wheezing dan ronkhi kering (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler d.d
PCO2 meningkat, PO2 menurun, bunyi nafas tambahan (D.0003)
2.2.4 Perencanaan/ Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (PPNI T. P., 2017)
Intervensi keperawatan pada kasus Asma berdasarkan buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret meningkat d.d
mengi, wheezing dan ronkhi kering D.0001
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam
diharapkan kebersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil: L.010001
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dispnea menurun
6. Pola nafas membaik
Intervensi keperawatan:
Latihan Batuk Efektif I.01006 dan Manajemen Jalan Nafas I.01011
1.1 Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
c. Monitor pola nafas
d. Monitor adanya retensi sputum
e. Monitor bunyi nafas tambahan
f. Monitor sputum
1.2 Terapeutik
a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c. Buang secret pada tempat sputum
d. Berikan minum hangat
1.3 Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan mulu
mecucu (dibulatkan) selam 8 detik
c. Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik nafas dalam
yang ketiga
1.4 Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian ekspektoran atau mukolitik, jika perlu

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler


d.d PCO2 meningkat, PO2 menurun pH arteri menurun, bunyi nafas
tambahan D.0003
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam
diharapkan pola nafas pasien meningkat
Kriteria hasil: L.01003
1. Bunyi nafas tambahan menurun
2. Nafas cuping hidung menurun
3. PCO2 membaik
4. PO2 membaik
5. pH arteri membaik
6. Pola nafas membaik
Intervensi keperawatan:
Pemantauan Respirasi I.01014
1.1 Observasi
a. Monitor pola nafas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot ataksik)
b. Monitor kemampuan batuk efektif
c. Monitor adanya produksi sputum
d. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
e. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
1.2 Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
1.3 Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informaskan hasil pemantauan, jika perlu
2.2.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien. Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
2.2.6 Evaluasi Keperawatan
Tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi formatif harus
dilaksanakan segra setelah perencanaan keperawatan telah
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi
tersebut. Evaluasi formatif harus dilaksanakan terus menerus hingga
tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data
dalam evaluasi formatif terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien, dan
menggunakan from evaluasi. Ditulis dalam catatan perawatan.
b. Evaluasi Sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Fokus evaluasi sumatif adalah perubahan prilaku atau
setatus kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah tujuan
tercapai/masalah teratasi: jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi
sebagian: jika klien menunjukan perubahan sebagian dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan, dan tujuan tidak tercapai/ masalah tidak
teratasi : jika klien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali
dan bahkan timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data
dan perencanaan.
1. S (subjektif)
Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2. O (objektif)
Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3. A (analisis)
Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji
dari data subjektif dan data objektif.
4. P (perencanaan)
Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan pasien.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada suatu hari ada klien baru masuk Rumah Sakit yang bernama Tn. Yudha
berusia 39 tahun, dengan diagnosa medis ASMA. Klien mengatakan sejak 3 hari
yang lalu mengalami batuk dan disertai dengan sesak nafas, demam naik turun,
serta nafsu makan menurun. lalu keluarga pasien membawa pasien berobat ke
rumah sakit pada tanggal 2 februari 2016 pukul 11.00 WIB. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital diperoleh hasil TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 36,5C, dan
RR: 30x/menit.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
3.1.1 Data umum
Nama : Tn.Y
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 02-09-1979
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terkahir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sanrangan
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Golongan darah :O
Tanggal MRS : 02 februari 20016 / 11.00
Tanggal pengkajian : 02 februari 20216 / 12.00
Diagnosa medis : asma
- Penanggung jawab / pengantar
Nama : Ny.S
Pendidikan terakhir : SMP
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : Sanrangan
Umur : 36
Pekerjaan : IRT

3.1.2 Data Dasar


 Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak Nafas, Batuk sulit
menegeluarkan dahak, Demam naik turun, Nafsu makan menurun
sejak 3 hari yang lalu disertai dengan kepala pusing.
 Keluhan Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan sebelum dirawat
dirumah sakit sejak 3 hari yang lalu pasien batuk sulit megeluarkan
dahak disertai dengan sesak nafas, demam naik turun, serta nafsu
makan menurun. lalu keluarga pasien membawa pasien berobat ke
rumah sakit pada tanggal 2 februari 2016 pukul 11.00 WIB. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh hasil TD: 110/70 mmHg, N:
80x/menit, S: 36,5C, dan RR: 30x/menit.
 Riwayat Penyakit Sebelumnya : Pasien mengatakan tidak pernah
menderita penyakit Asma dan baru pertama kali di rawat di Rumah
sakit. Dan pasien tidak memiliki penyakit kronik dan menular, pasien
tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat, serta pasien tidak
ada riwayat oprasi.
 Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan anggota
keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang seperti
dideritanya.
 Perilaku yang mempengaruhi Kesehatan : Pasien mengatakan
bahwa dirinya perokok aktif dalam sehari pasien menghabiskan satu
bungkus rokok.
3.1.1 Observasi dan Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : KU sedang
2. Kesadaran : Kes. Composmentis (GCS 15: E4V5M6)
 E4: Pasien membuka mata spontan
 V5: Pasien mampu menjawab dengan benar dan orientasi
sempurna
 M6: Pasien melakukan gerakan sesuai instruksi
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
 TD: 110/70 mmHg
 N: 80x/menit teraba lemah
 S: 36,5C, akral teraba hangat
 RR: 30x/menit
4. Pemeriksaan system pencernaan dan status nutrisi : Pasien
memiliki BB yaitu 50 kg dan TB yaitu 160 cm. Dengan IMT yaitu
19,53 kg m2 masuk dalam kategori berat badan normal. Sebelum
sakit porsi makan Pasien dalam sehari 4x dengan nasi, sayur, telur,
dan kadang daging. Setelah sakit Pasien mengalami penurunan
nafsu makan. Porsi makan Pasien dalam sehari 2x dengan nasi,
sayur, dan ikan. Setiap makan Pasien hanya menghabiskan ¼ porsi
makanan yang diberikan. Pasien dalam sehari minum air putih
sebanyak 1.200cc. Sebelum sakit Pasien BAK sebanyak 3x/hari
dengan produksi urine ≤1500cc/jam. sedangkan untuk BAB dalam
sehari sebanyak 2x dengan konsistensi lembek dan berwarna
kuning. Setelah sakit Pasien dalam sehari BAK sebanyak 3x
dengan produksi urine 1.100cc/jam. Dan BAB dalam sehari
sebanyak 1-2x dengan konsistensi lembek bewarna coklat.
5. Personal hygiene dan kebiasaan : Kebersihan diri Pasien sebelum
sakit mandi 3x/hari, keramas 3x/minggu, sikat gigi 2x/hari, dan
potong kuku 1x/minggu. Sedangkan pada saat sakit mandi 2x/hari,
keramas tidak pernah, sikat gigi 2x/hari, dan potong kuku tidak
pernah. Kuku tampak kebiruan dan kulit terlihat kering.
6. Istirahat dan tidur : Istirahat dan tidur Pasien sebelum sakit
biasanya tidur malam 7 jam, tidur siang 1-2 jam. Setelah sakit
Pasien mengatakan pola istirahat terganggu karena batuk dan
sesak napas. Pasien hanya bisa tidur malam 3-4 jam, sedangkan
tidur siang kurang dari 1 jam
7. Psikososial dan spiritual : Hubungan sosial baik, dukungan
keluarga aktif, dukungan teman serta masyarakat aktif, reaksi saat
interaksi kooperatif. Spiritual keyakinan akan penguasa kehidupan
yaitu Tuhan, Sumber kekuatan saat sakit hanya pada Tuhan. Ritual
agama yang sering dilakukan yaitu ibadah.
 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan rambut : Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan
tidak ada lesi, penyebaran rambut merata dan berwarna hitam
campur dengan putih, tidak mudah patah, tidak bercabang dan
tidak ada kelainan
2. Mata : Mata lengkap simetris kanan dan kiri, kornea mata jernih,
konjungtiva merah muda, sklera tidak ikterik, tidak ada
pembengkakan pada kelopak mata, adanya reflek cahaya pada
pupil dan bentuk isokor, iris berwarna hitam
3. Hidung : Pernafasan cuping hidung, posis septum nasi ditengah,
lubang hidung bersih, penciuman baik, tidak ada kelainan
4. Mulut dan lidah : Keadaan mukosa bibir berwarna pucat dan
kering, gigi tunggal 2 bagian bawah, tidak ada karies, lidah
berwarna merah dengan permukaan putih, dan uvula terletak
simetris di tengah.
5. Telinga : Pinna telinga elastis, kanalis telinga bersih, membrane
timpani dengan cahaya politser (+), dan pasien dapat mendengar
dengan baik
6. Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
teraba, posisi trakea terletak ditengah, dan tidak ada kelainan
7. Pemeriksaan thorak : pasien mengeluh sesak
8. Sistem pernafasan :
 Inspeksi: Bentuk dada simetris, frekuensi pernafasan
30x/menit, tidak ada jejas, irama nafas tampak tidak teratur,
tampak adanya retraksi otot pernafasan, dipsnea, tampak
batuk disertai lendir berwarna kuning yang sulit dikeluarkan
 Palpasi: Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, vokal
fremitus normal teraba simetris, adanya retraksi otot
pernafasaan
 Perkusi : Suara perkusi redup
 Auskultasi: Terdengar suara nafas tambahan wheezing
9. Pemeriksaan jantung :
 Inspeksi: CRT < 2 detik, tidak ada sianosis
 Palpasi: Iktus kordis teraba, akral hangat
 Auskultasi:
- BJ II Aorta: dup, reguler dan intensitas kuat
- BJ II Pulmonal: dup, reguler, dan intensitas kuat
- BJ I Trikuspid: lup, reguler dan intensitas kuat
- BJ I Mitral: lup, reguler dan intensitas kuat
Tidak ada bunyi jantung tambahan

10. Pemeriksaan abdomen :


 Inspeksi: Bentuk abdomen datar, tidak terlihat bayangan vena,
tidak ada benjolan atau masa, tidak ada luka operasi
 Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, dan ginjal tidak teraba
 Perkusi: Tidak ada asites
 Auskultasi: Bising usus 15x/menit
11. Pemeriksaan Neurologi : Pemeriksaan saraf cranial:
 N I (olfaktorius): penciuman baik
 N II (optikus): jarak pandang baik
 N III (okulomotorius): adanya reflek rangsangan pada pupil
 N IV (troklearis): dapat menggerakkan bola mata keatas dan
bawah
 N V (trigeminus): tidak ada kesulitan mengunyah
 N VI (abdusen): dapat menggerakkan mata kekanan dan kiri
 N VII (facialis): pengecapan baik
 N VIII (vestibulo troklearis): pendengaran baik
 N IX (glosofaringeus): tidak ada nyeri telan
 N X (vagus): pasien mampu menelan
 N XI (accesoris): pasien mampu menggerakkan bahu dan
melawan tekanan
 N XII (hypoglosus): pasien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkan lidah
12. Pemeriksaan muskuluskeletal (ekstremitas) dan integument :
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstermitas, tidak
ada fraktur, dan tidak ada luka.
3.1.2 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL


Hb 14.0 g/dL 10.8-15.6
hematokrit 39.9 % 33.0-45.0
eosinofil 0.9 % 1.0-5.0
basofil 0.1 % 0-1
neutrofil 84.3 % 25.0-60.0
limfosit 7.5 % 25.0-50.0
monosit 7.2 % 1.0-6.0

Neutrophil 20.15 % 1.50-7.00


Monosit 1.72 10^3ul 0.00-0.70 10^3ul
Trombosit 527 10^3ul 184-488 10^3ul
PDW 8.7 fL 9.0-17.0
MPV 8.8 fL 9.0-13.0
PCT 0.46 % 0.17-0.35

3.1.3 Terapi Obat


Pengobatan asma jangka panjang :

1. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat asma jangka panjang yang dianggap paling
efektif untuk mengontrol gejala dan mengurangi frekuensi munculnya
serangan asma. Obat asma ini bekerja dengan cara mengurangi
peradangan di saluran pernapasan.
2. Agonis beta kerja lambat (long-acting beta-agonist)
Agonis beta kerja lambat adalah obat bronkodilator yang dapat
mencegah munculnya gejala asma dengan cara menjaga saluran
pernapas tetap terbuka, setidaknya selama 12 jam. Meski dapat
membantu mencegah terjadinya serangan asma, agonis beta kerja
lambat tidak dapat meredakan peradangan pada saluran pernapasan
layaknya obat kortikosteroid.
3. Pengubah leukotrien (leukotriene modifiers)
Obat asma ini mampu mengurangi frekuensi munculnya gejala asma
dengan cara menghambat kinerja leukotrien, yaitu senyawa kimia di
dalam sistem imun tubuh yang dapat menimbulkan peradangan dan
penyempitan saluran pernapasan.

Pengobatan asma reaksi cepat :

1. Agonis beta kerja cepat (short-acting beta-agonist)


Seperti agonis beta yang digunakan dalam jangka panjang, agonis beta
kerja cepat juga termasuk ke dalam golongan obat bronkodilator.
2. Ipratropium
Ipratropium adalah obat yang sering diresepkan untuk penderita
bronkitis kronis dan emfisema. Namun, obat ini juga dapat digunakan
untuk meredakan gejala serangan asma. Ipratropium mampu
melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang mengencang
saat asma kambuh, sehingga penderita asma pun dapat kembali
bernapas dengan lancar.
3. Kortikosteroid
Selain mengurangi frekuensi munculnya serangan asma, obat
kortikosteroid juga dapat digunakan untuk mengobati asma yang
sedang kambuh dengan cepat. Perbedaan di antara keduanya terletak
pada bentuk obat kortikosteroid dan dosis yang diberikan.
3.2 Analisa Data

No DATA KEMUNGKINAN DIAGNOSA


. PENYEBAB KEPERAWATAN

1. DS : Spasme jalan nafas, Bersihan Jalan


 Klien mengatakan hipersekresi jalan Napas Tidak
bahwa batuk sulit nafas / Efektif (D.0001)
mengeluarkan ketidakmampuan
dahak dan sesak mengeluarkan secret
sudah sejak 3 hari pada jalan nafas
yang lalu
DO :
 Sesak nafas dan
batuk disertai secret
susah keluar
 Terdengar suara
Wheezing
 Tampak adanya
retraksi otot
pernafasan
Tanda-tanda vital :
TD: 110/70 mmHg
N: 80×/menit
S: 36,5C
RR: 30×/menit
 Sesak (+)
 Terpasang O2 kanul
nasal 3 liter / menit.

2. DS : Ketidakseimbangan Gangguan
 klien ventilasi-perfusi, Pertukaran Gas
mengatakan perubahan membran (D0003)
sesak alveolus-kapiler
DO :
 Sesak nafas dan
batuk disertai secret
susah keluar
 Terdengar suara
Wheezing
 Nafas cuping
hidung
Tanda-tanda vital :
TD: 110/70 mmHg
N: 80×/menit
S: 36,5C
RR: 30×/menit

3.3 Diagnosa keperawatan

Hari/tanggal No. Diagnosa keperawatan


Diagnosa
Selasa, 2 februari D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
2016 produksi secret meningkat d.d mengi,
wheezing dan ronkhi kering

Selasa, 2 februari D.0003 Gangguan pertukaran gas b.d


2016 perubahan membrane alveolus-kapiler
d.d PCO2 meningkat, PO2 menurun,
bunyi nafas tambahan
3.4 intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. (D.0001) (L.01001) (I.01006)


Bersihan jalan  Tujuan : Latihan batuk efektif
nafas tidak efektif Setelah diberikan  Observasi :
b.d spasme jalan tindakan 1. Identifikasi
nafas d.d batuk keperawatan 3 x kemampuan
tidak efektif, 24 jam batuk batuk
mengi/ wheezing, pada pasien 2. Monitor
dispnea. berkurang adanya retensi
 Kriteria hasil : spuntum
1. Batuk efektif 3. Monitor tanda
meningkat dan gejala
2. Produksi infeksi saluran
spuntum napas
menurun  Terapeutik :
3. Mengi menurun 1. Atur posisi
4. Wheezing semi-fowler
menurun 2. Pasang perlak
5. Mekonium dan bengkok
menurun dipangkuan
pasien
3. Buang sekret
pada tempat
spuntum
 Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif
2. Anjurkan tarik
nafas dalam
melalui hidung
selama 4detik,
ditahan selama
2 detik,
kemudian
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu
selama 8 detik
3. Anjurkan
mengulangi
tarik napas
dalam hingga
3 kali
4. Anjurkan
batuk dengan
kuat langsung
setelah tarik
nafas dalam
yang ke 3
 Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran,
jika perlu
2. (D.0003) (L.01003) (I.01014)
Gangguan  Tujuan : Pemantauan
pertukaran gas Setelah diberikan Respirasi
b.d ketidak tindakan  Observasi :
seimbangan keperawatan 3 x 1. Memonitor
ventilasi ferkusi 24 jam tingkat frekuernsi,
d.d PCO2 kesadaran irama,
meningkat atau meningkat kedalaman dan
menurun, PO2  Kriteria hasil : upaya napas
menurun, 1. Dispnea menurun 2. Monitor pola
takikardia 2. Bunyi napas napas
tambahan 3. Monitor
menurun kemampuan
3. Pusing menurun batuk efektif
4. Penglihatan 4. Monitor adanya
kabur menurun produksi
5. Diaforesis sputum
menurun 5. Monitor adanya
6. Gelisah menurun sumbatan jalan
7. Napas cuping napas
hidung mennurun 6. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi
bunyi napas
8. Monitor
sarturasi
oksigen
9. Monitor nilai
AGD
10. Monitor hasil x-
ray toraks
 Terapeutik :
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasi
hasil
pemantauan
 Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu

3.5 implementasi dan evaluasi keperawatan

N TANG DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUAS


O GAL KEPERAWATAN I
1. 02  Bersihan jalan 12.00  Melakukan
februa WIB
nafas tidak efektif pengkajian dan
ri (shif
2016 b.d spasme jalan pagi) pemeriksaan
nafas d.d batuk tanda-tanda
tidak efektif, vital
mengi/ wheezing,  Melakukan
dispnea. pemasangan
SDKI (D.0001) selang
 Gangguan oksigen /nasal
pertukaran gas kanul
b.d ketidak
seimbangan
ventilasi ferkusi
d.d PCO2
meningkat atau
menurun, PO2
menurun,
takikardia.
SDKI (D.0003)

2. 02  Bersihan jalan 16.30 Latihan batuk Subjektif:


februa WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan sore) 1. Identifikasi mengataka
nafas d.d batuk kemampuan n batuk
batuk
tidak efektif, sejak 4 hari
2. Atur posisi
mengi/ wheezing, semi-fowler yang lalu
dispnea. 3. Jelaskan tujuan Objektif:
dan prosedur
SDKI (D.0001) wheezing,
batuk efekti
 Gangguan 4. Kolaborasi RR
pertukaran gas pemberian 24x/menit,
mukolitik atau
b.d ketidak pasien
ekspektoran,
seimbangan jika perlu mengguna
ventilasi ferkusi Pemantauan kan selang
d.d PCO2 Respirasi oksigen
meningkat atau (I.01014) Assessme
menurun, PO2 1. Memonitor nt:
frekuernsi, masalah
menurun,
irama,
takikardia. kedalaman belum
SDKI (D.0003) dan upaya teratasi
napas Planning:
2. Monitor lanjutkan
kemampuan intervensi
batuk efektif
3. Atur interval
pemantauan
respirasi
sesuai kondisi
pasien
4. Dokumentasi
hasil
pemantauan
5. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
6. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu

3. 02  Bersihan jalan 20.00 Latihan batuk Subjektif:


ferbua WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan malam) 1. Identifikasi mengataka
nafas d.d batuk kemampuan n bila
tidak efektif, batuk batuknya
mengi/ wheezing, 2. Atur posisi sudah
dispnea. semi-fowler mulai agak
SDKI (D.0001) 3. Jelaskan menurun
 Gangguan tujuan dan Objektif:
pertukaran gas prosedur batuk wheezing,
b.d ketidak efekti RR
seimbangan 4. Monitor 24x/menit,
ventilasi ferkusi adanya retensi pasien
d.d PCO2 spuntum mengguna
meningkat atau 5. Pasang perlak kan selang
menurun, PO2 dan bengkok oksigen
menurun, dipangkuan Assessme
takikardia. pasien nt:
SDKI (D.0003) 6. Buang sekret masalah
pada tempat belum
spuntum teratasi
7. Anjurkan tarik Planning:
lanjutkan
napas dalam
intervensi
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama
2 detik,
kemudian
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mecucu
selama 8 detik
Pemantauan
Respirasi
(I.01014)
1. Memonitor
frekuernsi,
irama,
kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor
kemampuan
batuk efektif
3. Monitor
adanya
produksi
spuntum
4. Monitor
saturasi
oksigen
5. Dokumentasi
hasil
pemantauan
6. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
7. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika
4. 03  Bersihan jalan 7.30 Latihan batuk Subjektif:
ferbua WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan pagi) 1. Monitor mengataka
nafas d.d batuk adanya retensi n bahwa
tidak efektif, spuntum batuknya
mengi/ wheezing, 2. Monitor tanda sudah
dispnea. dan gejala menurun
SDKI (D.0001) infeksi saluran Objektif:
 Gangguan napas wheezing,
pertukaran gas 3. Monitor input RR
b.d ketidak dan outpun 24x/menit,
seimbangan cairan pasien
ventilasi ferkusi 4. Atur posisi mengguna
d.d PCO2 semi-semi kan selang
meningkat atau fowler atau oksigen
menurun, PO2 fowler Assessme
menurun, 5. Pasang perlak nt:
dan bengkok
takikardia. masalah
di
SDKI (D.0003) belum
teratasi
Planning:
lanjutkan
intervensi
5. 03  Bersihan jalan 17.00 Latihan batuk Subjektif:
ferbua WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan sore) 1. Identifikasi mengataka
nafas d.d batuk kemampuan n bahwa
tidak efektif, batuk sudah
mengi/ wheezing, 2. Memonitor tidak
dispnea. adanya retensi batuk lagi
SDKI (D.0001) sputum Objektif:
 Gangguan 3. Atur posisi RR
pertukaran gas semi fowler 24x/menit,
b.d ketidak atau fowler pasien
seimbangan 4. pasang perlak masi
ventilasi ferkusi dan bengkok di mengguna
d.d PCO2 pangkuan kan selang
meningkat atau pasien oksigen
menurun, PO2 5. Buang sekret Assessme
menurun, pada tempat nt:
takikardia. sputum masalah
SDKI (D.0003) 6. Jelaskan tujuan teratasi
dan prosedur sebagian
batuk efektif Planning:
lanjutkan
7. 7. Anjurkan
intervensi
tarik napas
dalam melalui
hidung selama
4 detik, di
tahan selama 2
detik,
kemudian
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu
selama 8 detik
8. Anjurkan
mengulang
tarik napas
dalam hingga 3
kali
9. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke 3
10. Kolaborasi
pemberian
mukolitk atau
ekspektoran,
jika perlu
Pemantauan
Respirasi
(I.01014)
1. Monitor
frekuensi, irama
kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor pola
napas
3. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
4. auskultasi bunyi
napas
5. atur interfal
memantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
6. dokumentasikan
hasil
pemantauan
7. jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu
6. 03  Bersihan jalan 20.30 Latihan batuk Subjektif:
ferbua WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan malam) 1. Identifikasi mengataka
nafas d.d batuk kemampuan n bahwa
tidak efektif, batuk sudah
mengi/ wheezing, 2. Kolaborasi tidak
dispnea. pemberian batuk lagi
SDKI (D.0001) mokolitik atau pasien
 Gangguan ekspektoran, mengataka
pertukaran gas jika perlu n sesak
b.d ketidak Pemantauan napas
seimbangan Respirasi secara
ventilasi ferkusi (I.01014) hilang
d.d PCO2 1. Monitor timbul
meningkat atau frekuensi, Objektif:
menurun, PO2 irama, RR
menurun, kedalaman dan 22x/menit,
takikardia. upaya napas selang
SDKI (D.0003) 2. Monitor pola oksigen
napas yang di
3. Auskultasi gukan
bunyi napas pasien
4. Atur interfal sudah di
pemantauan lepas
respirasi sesuai Assessme
kondisi pasien nt:
5. Dokumentasi masalah
hasil teratasi
pemantauan sebagian
6. Informasikan Planning:
lanjutkan
hasil
intervensi
pemantauan,
jika perlu
7. 04  Bersihan jalan 08.00 Latihan batuk Subjektif:
ferbua WIB
nafas tidak efektif efektif (I.01006) pasien
ri (shif
2016 b.d spasme jalan pagi) 1. Identifikasi mengataka
nafas d.d batuk kemampuan n bahwa
tidak efektif, batuk sudah
mengi/ wheezing, 2. Kolaborasi tidak
dispnea. pemberian batuk lagi
SDKI (D.0001) mokolitik atau pasien
 Gangguan ekspektoran, mengataka
pertukaran gas jika perlu n sudah
b.d ketidak Pemantauan tidak
seimbangan Respirasi merasakan
ventilasi ferkusi (I.01014) sesak
d.d PCO2 1. monitor pola napas
meningkat atau napas Objektif:
menurun, PO2 2. aukultasi bunyi RR
menurun, napas 20x/menit,
takikardia. 3. dokumentasika selang
SDKI (D.0003) n hasil oksigen
pemantauan yang di
gukan
pasien
sudah di
lepas
Assessme
nt:
masalah
teratasi
Planning:
-

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien
asma yang mengalami masalah keperawatan intoleransi aktivitas penulis
memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata tentang bagaimana
pemenuhan intoleransi aktivitas pada pasien asma. Dimana proses perawatan
intoleransi aktivitas tersebut melalui suatu proses asuhan keperawatan yang
meliputi kegiatan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan
keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka beberapa upaya perlu diperhatikan
yaitu:
1. Klien
a. Bagi klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas diharapkan mau
menghindari factor yang memungkinkan menyebabkan asma kambuh
seperti debu, asap rokok, bulu binatang, serbuk, aktivitas dan olahraga
yang berlebihan.
b. Mengurangi dan mengontrol aktivitas sesuai batas kemampuan yang
dimiliki oleh klien
2. Keluarga klien
a. Keluarga diharapkan berpartisipasi untuk mengingatkan tentang hal
yang harus dipatuhi oleh klien seperti menganjurkan klien untuk
mengurangi dan mengontrol aktivitas berlebihan.
b. Memberikan motivasi dan dukungan pada klien agar klien optimis
dalam menjalani pengobatan atau perawatan yang diberikan.
3. Institusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk
mengembangkan bahan pembelajaran khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien asma dengan masalah intoleransi aktivitas dan
diharapkan dapat menjadi bahan kajian diperpustakaan.

REFERENSI
Buku Nanda Nic Noc Jilid 1 Halaman 65

Supartini NI, Santoso DI, Kardjito T. Konsep Baru Patogenesis Asma Bronkial.
Paru 1995; 15 : 156 – 61.

O’Byrne P. Pathoogenesis. In : O’Byrompson NC. Ed. Manual Of Asthma


Management. 2nd ed. Lomdon: WB Saunders; 2001. P. 27 – 40.

Anda mungkin juga menyukai