Disusun Oleh:
Kelompok 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat karunia beliau kita semua masih
diberi kesehatan, sehingga bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam tidak
lupa tercurah limpahkan kepada jungjunan kita yakni Nabi Muhammad SAW, tidak lupa
kepada keluarga nya, sahabat nya, serta kita sebagai pengikut nya mudah-mudahan setia
sampai akhir jaman.
Kami sebagai penyusun makalah ini mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan kesehatan bagi kita semua, baik itu sehat fisik, jasmani dan rohani
dan juga kelancaran dalam menyusun makalah ini. Sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
dari Mata Kuliah AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN dengan lancar tanpa
hambatan.
Makalah ini memang jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan kesalahan di
dalam nya. Untuk itu kami sebagai penyusun makalah ini meminta saran dan kritik untuk
kami memperbaiki nya.
Terimakasih semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat untuk pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat kronis. Kondisi
ini disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan yang menyebabkan
hipersensitivitas bronkus terhadap rangsang dan obstruksi pada jalan napas. Gejala
klinis dari penyakit asma yang biasanya muncul berupa mengi (wheezing), sesak
napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi. Gejala Gejala tersebut biasanya akan
memburuk pada malam hari, terpapar alergen (seperti debu, asap rokok) atau saat
sedang mengalami sakit seperti demam (Global Initiative of Asthma 2018) Asma
merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan di masyarakat dan
memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Asma tidak hanya menyerang
anak-anak melainkan seluruh kelompok usia. Saat ini diperkirakan sebanyak 235
juta orang menderita asma didunia (WHO 2017). Berdasarkan laporan WHO
Desember 2016, tercatat pada tahun 2015 sebanyak 383.000 orang meninggal
karena asma. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional pada tahun
2018 jumlah pasien asma di Indonesia sebesar 2,4 % (Balitbangkes 2018).
Masalah yang sering dialami pada pasien asma adalah sesak napas. Sesak napas
ini terjadi karena obstruksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh menebalnya
dinding saluran napas yang ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu
oleh pengeluaran zat histamine, tersumbatnya saluran napas oleh sekresi
berlebihan mukus kental, hiperresponsitivitas saluran napas yang ditandai oleh
konstriksi hebat saluran napas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran
napas (Sherwood 2012). Obstruksi bertambah berat saat melakukan ekspirasi
karena fisiologis pernapasan menyempit pada fase tersebut. Diameter bronkiolus
lebih banyak berkurang pada saat ekspirasi daripada selama inspirasi karena
terjadi peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa sehingga menekan
bagian luar bronkiolus dan menutupnya saluran napas cenderung sangat
meningkat karena tekanan positif dalam dada selama eskpirasi. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi tidak dapat 3 diekspirasikan
sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang. Penyempitan pada
saluran napas ini akan mengakibatkan kesulitan dalam ekspirasi (Guyton and Hall
2012). Kesulitan dalam melakukan ekspirasi pada pasien asma dapat diukur
dengan tes objektif. Tes yang digunakan adalah dengan pengukuran laju arus
puncak ekspirasi (APE) (Francis 2011). Arus puncak ekspirasi (APE) adalah
kecepatan aliran eskpirasi maksimum yang dapat dicapai oleh seseorang,
dinyatakan dalam liter/menit. Pengukuran APE dapat dilakukan dengan
menggunakan peak flow meter. Penggunaan peak flow meter dapat dilakukan
dengan cara meminta pasien untuk mengambil napas dalam-dalam, lalu
melakukan suatu tiupan ekspirasi maksimal yang kuat dan cepat melalui mulut.
Nilai yang muncul pada peak flow meter bergantung pada umur, jenis kelamin,
dan tinggi badan (Muttaqin 2008). Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan penurunan arus puncak ekspirasi pada pasien dengan asma.
Penelitian yang dilakukan oleh Novarin (2015) menunjukkan nilai arus puncak
ekspirasi pasien asma sebelum diberikan perlakuan mengalami penurunan. Nilai
rata rata puncak arus ekspirasi pada 11 orang responden adalah 52,14% yang
mengindikasikan terjadinya kesulitan ekspirasi (Novarin 2015). Penelitian lain
dilakukan oleh Pangestuti dan Widayati (2015) menunjukkan nilai arus puncak
ekspirasi pasien sebelum diberikan perlakuan juga mengalami penurunan. Nilai
rata rata arus puncak ekspirasi dari 14 orang responden adalah 78,99% yang
mengindikasikan terjadinya kesulitan saat melakukan ekspirasi (Pangestuti and
Widayati 2015).
Penurunan arus puncak ekspirasi mengindikasikan adanya obstruksi pada saluran
nafas dan kesulitan dalam mengeluarkan CO2 sehingga CO2 mengalami
penumpukan dan peningkatan di dalam alveolus ( Sudoyo, 2010). Penurunan nilai
APE mengakibatkan terperangkapnya CO2 dibagian distal paru sehingga paru
menjadi kolaps dan adanya air tapping (udara terperangkap dalam alveoli) yang
mengakibatkan penurunan perbedaan tekanan parsial alveoli dan kapiler yang
berdampak pada proses difusi (Sudoyo 2010). Difusi adalah perpindahan O2 dan
CO2 yang melintasi membrane alveolus kapiler (Bararah 2013). Proses difusi
akan mengalami hambatan sehingga terjadi hipoksemia. Hipoksemia merupakan
suatu keadaan yang menggambarkan terjadinya penurunan oksigen dalam darah.
Hipoksemia akan menyebabkan hiperkapnia dan apabila hiperkapnia tidak
ditangani akan bertambah buruk dan menyebabkan asidosis respiratorik atau gagal
napas (Sudoyo 2010). Penurunan arus puncak ekspirasi memberikan dampak
serius tehadap sistem pernapasan. Penurunan terhadap APE perlu untuk
diminimalisir untuk mengurangi dampaknya. Untuk meminimalisir dampak dari
penurunan APE, diperlukan suatu upaya yang bertujuan untuk meningkatkan
volume udara saat ekspirasi. Meningkatkan volume udara ekspirasi memerlukan
kekuatan dari otot otot pernapasan terutama otototot ekspirasi untuk melakukan
ekspirasi maksimum dan mengontrol sesak napas, sehingga perlu dilakukan
latihan pernapasan (Potter and Perry 2010).
B. Rumusan masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dewasa Asma dengan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dewasa asma dengan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi dari asma beserta jenisnya
- Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari asma
- Mengerti tanda dan gejala dari asma
- Memahami nursing pathway dari asma
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA
A. Definisi Asma
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan di antar episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal ( Syilvia A.price ).
Asma dibedakan jadi dua jenis :
1. Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa dating
secara tiba-tiba. Jika tidak mendapat pertolongan secepatnya,risiko kematian bisa
dating. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang
menyebabkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini
akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan saluran selaput
lender, dan pembentukan timbunan lender yang berlebihan.
2. Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung, Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat. Kejadian ini disebut
nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur.
B. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respons saluran napas yang berlebihan yang ditandai dengan adanya kalor ( napas
karena vasolidasi ), tumor ( esudasi plasma dan edema ), dolor ( rasa sakit karena
rangsangan sensori ), dan function laesa ( fungsi yang terganggu ). Dan yang harus
disertai dengan infiltrasi sel-sel radang. ( Sudoyo Aru dkk )
Sebagai pemicu timbulnya serangan – serangan dapat berupa infeksi ( infeksi virus
RSV ), iklim ( perubahan mendadak suhu , tekanan udara ), inhalan ( debu, kapuk,
tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap,uap cat ),
makanan ( putih telur, susu sapi,kacang tanah, coklat, biji-bijian,tomat ), obat,
( aspirin ), kegiatan fisik ( olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak – bahak ) dan
emosi .
C. FAKTOR PENCETUS
Faktor Pencetus Menuurut Muttaqin (2012) faktor yang dapat menimbulkan serangan
asma bronkial adalah sebagai berikut :
1. Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah
(Dhermatophagoides pteronissynus), spora jamur kucing, bulu bianatang,
beberapa makanan laut, dan sebagainnya.
2. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh
virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asma ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan.
3. Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma
bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang
yang agak labil kepribadiannya. Hal ini telah menonjol pada wanita dan anak-
anak.
4. Olahraga/kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma bronkhial akan
mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan yang mudah
menimbulkan serangan asma serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise
induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat
dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker. Kodein, dan sebagainya.
6. Polusi udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
7. lingkungan kerja lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus
yang menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial.
D. PATOFISIOLOGI
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh liimfosit T
dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang
berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat
airborne dan agar dapat 15 menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus
tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali
sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik,
sehingga kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas. Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode
akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis betaadrenergik,
dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang
dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini
biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis
hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang
sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen
anti-inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme
karenaa penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan
dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Antagonis
β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada klien asma, sama
halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas dan
hal tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan
natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam
industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat 16
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasnya
terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti
salad, buah seger, kentang, kerang, dan anggur. Pencetus-pencetus serangan di atas
ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya
reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi
pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilaktosin.
Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus. (Soemantri,
2009).
E. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit asma meliputi:
1. Status asmatik
2. Gagal nafas (respiratory failure) (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012)
3. Pneumothorax
4. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
5. Atelektasis
6. Aspirasi
7. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
8. Asidosis (Wijaya & Putri, 2013)
F. Klasifikasi
Klasifikasi Asma Menurut GINA, tahun 2017 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat
keparahannya dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma.
Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory
Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi dinding dada ketika bernapas.
Gejala malam ≤ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF atau PEV 1 Variabel PEF ≥ 80%
atau < 20%
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan
oleh aktivitas. Exaserbasi: membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR
meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala
malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi paru PEF tau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% ATAU
20%-30%
Gejala perhari bisa setiap hari, serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:
Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit,
biasanya menggunakan retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≥ 1X dalam
12 seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60%-80% atau > 30%
Seorang laki-laki berusia 30 tahun, dirawat di ruang penyakit dalam, dengan keluhan
sesak , batuk berdahak (+) kental berwarna putih sulit dikeluarkan , hasil
pemeriksaan menunjukan ronchi (+) di lobus apeks anterior dekstra & sinistra,
wheezing (+), Ig E ↑, didapat riwayat serangan muncul setelah kontak dengan debu .
TTV menunjukan frekuensi napas 30 x/menit , irama irregular, CRT < 2”. Pasien
tampak lemas, mengeluh tidak nafsu makan, BMI : 18, kadar Hb : 11 gr/dl,
terpasang kateter (jumlah urine : 400ml), aktifitas dibantu keluarga. Perawat
merencanakan tindakan kolaborasi nebulizer, dan memberikan informed consent.
1. Sebutkan data focus pengkajian pada kasus diatas yang menjadi acuan
penegakkan diagnose medis pada kasus diatas? . Sebutkan data focus
pengkajian lain yang harus perawat lakukan /kaji untuk menegakkan secara
pasti diagnose medis pada kasus diatas!
A. Anamnesa
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Nama : Tn.C
Umur : 30 Th
Ttl : Tasikmalaya, 20 april 1991
Jenis kelamin : L.
Agama : Islam
Status perkawainan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
No CM : 103055XX
Diagnosa medis : Asma
Alamat : Kp. Cikaler, Rt. 32 Rw.08, Ds. Kondangjajar, Kec.
Cijulang
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit Umum Daerah Dokter Suekarjo bersama
keluarga melalui Instalasi Gawat Darurat ( IGD ), pada hari kamis , 15
Agustus 2021, pukul 08.00 WIB. Dengan keluhan sesak , batuk berdahak (+)
kental berwarna putih sulit dikeluarkan , hasil pemeriksaan menunjukan ronchi
(+) di lobus apeks anterior dekstra & sinistra, wheezing (+), Ig E ↑, didapat
riwayat serangan muncul setelah kontak dengan debu. Pasien tampak lemas,
mengeluh tidak nafsu makan, BMI : 18, kadar Hb : 11 gr/dl, terpasang kateter
(jumlah urine : 400ml), aktifitas dibantu keluarga
Tanda-tanda vital :
Frekuensi nafas 30x/menit irama irregular , CRT < 2”
c) Riwayat penyakit masalalu
Pasien mengatakan
d) Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya, keluarga pasien mengatakan tidak
ada keluarga yang mempunyai Riwayat penyakit yang sama seperti di alami
pasien saat ini.
B. Klinis
Dari anamnesis dapat di temukan tanda dan gejala
1. Sesak nafas
2. Batuk
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak sesak dan tampak lemas
2. Kesadaran : Composmetis
3. TTV : TD : -
: N: -
: R : 30X/menit
:S:-
4. ronchi (+) di lobus apeks anterior dekstra & sinistra,
wheezing (+), Ig E ↑, BMI : 18, kadar Hb : 11 gr/dl, terpasang kateter (jumlah
urine : 400ml), aktifitas dibantu keluarga.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. BMI : 18,
2. kadar Hb : 11 gr/dl
3. Ig E ↑,
2. Analisa Data
Sekresi mucus
meningkat,oedemamukosa,
kontraksi otot polos meningkat
asma
B1 (Breathing)
Ronchi wheezing
2. DS : B1 (Breathing) Ketidakefektifan
DO :
pola nafas
- TTV menunjukan frekuensi
napas 30 x/menit , Kontraksi otot polos
- irama irregular,
- CRT < 2
- wheezing (+), Brocncho spasme
Ventilasi terganggu
Dipsnea,tachipnea, penggunaan
otot bantu nafas
Definisi
Penyebab
Penyebab
Jurnal 2 :
5. Sebutkan terapi medis pada kasus penyakit diatas, dan jelaskan efek samping terapi
yang perlu di monitor oleh perawat !
Terapi medis
Pemberian obat kortikosteroid
Efek samping yang perlu di monitor oleh perawat :
- Inhalasi kortikosteroid mempunyai efek sistemik yang lebih ringan dibandingkan
kortikosteroid oral, tetapi telah dilaporkan adanya efek samping. Dosis inhalasi
yang lebih tinggi selama periode yang panjang dapat memacu supresi adrenal,
sehingga setiap pasien yang menggunakan dosis tinggi harus dimonitor secara
ketat penggunaan kortikosteroidnya, terutama pada kondisi yang dapat
menyebabkan stres (misal operasi).
- Monitor pemberian dosis inhalasi agar tidak melebihi dosis yang diperlukan
untuk pasien asma karena kepadatan mineral tulang menurun pada saat
penggunaan inhalasi dosis tinggi jangka lama yang menyebabkan pasien
mengalami osteoporosis
6. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
7. Isu etik :
Akibat perawat terlambat memberikan informed consent dan tindakan nebulizer sehingga pasien
tersebut memgalami sesak