Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang
ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat
adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara
total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan
lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor
alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu
serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan
profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai
pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus
selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan
edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan
yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya
mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti
Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat
insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak
buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun,
ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit
dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007).
Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017 dinyatakan bahwa angka kejadian
asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di
dunia menderita asma. Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat

1
kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan
ini obat-obatan Asma banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di
Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu
mengidap bronkhitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya
6,5 juta orang menderita salah satu bentuk asma. Laporan organisa kesehatan dunia
(WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama
merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru
7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker
paru/trakea/bronkus 2,1%, dan asma 0,3%.
Saat ini asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data dari
WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang
menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta.
Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma.
Berdasarkan laporan WHO Desember 2016, tercatat pada tahun 2015 sebanyak
383.000 orang meninggal karena asma. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar
Nasional pada tahun 2018 jumlah pasien asma di Indonesia sebesar 2,4 % (Balitbangkes
2018). Tingginya angka kasus penyakit asma dan tingginya angka kematian penderita
asma sehingga kelompok ingin mengetahui dan membahas penyakit asma secara
keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah apa itu penyakit Asma secara
teoritis?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui cara kerja paru-paru
2. Agar mengetahui definisi asma
3. Agar mengetahui jenis-jenis Penyakit Asma
4. Agar mengetahui penyebab terjadinya Asma
5. Agar mengetahui gejala Asma
6. Agar mengetahui klasifikasi asma
7. Agar mengetahui patofisiologi asma

2
8. Agar mengetahui diagnosis asma
9. Agar mengetahui pengendalian asma
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk membantu peneliti-peneliti lain
2. Menambah literatur pengetahuan
3. Untuk melatih diri agar terampil dalam menulis
4. Untuk menambah wawasan

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. CARA KERJA PARU-PARU

GAMBAR 1. Cara kerja Paru

Paru-paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru


paru ini mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Paru-paru merupakan organ dalam sistem pernafasan dan
termasuk dalam sistem kitaran vertebrata yang bernafas. Ini berfungsi untuk
menukar oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah dengan bantuan
hemoglobin. Proses ini dikenali sebagai respirasi atau pernafasan. Paru-paru
terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh struktur tulang
selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura. Kedua lapisan ini
dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai rongga pleura yang berisi
cairan pleura.
Manusia menghirup udara untuk mendapatkan oksigen, namun tidak semua
yang dihirup dapat digunakan oleh tubuh, karena udara tercampur dengan
berbagai jenis gas. Pada waktu kita bernafas, paru-paru menarik udara dari ruang
tenggorokan. Saat dihembuskan, rangka tulang rusuk tertarik ke arah dalam, dan
diafragma di bawah tulang rusuk bergerak ke atas. Ketika paru-paru mengecil,

4
udara yang ada di dalam kantung udara sedikit demi sedikit terdorong ke luar
melalui batang tenggorokan.
Cara kerja paru-paru, jika oksigen sudah sampai pada bronkus, maka
oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru. Oksigen berdifusi lewat
pembuluh darah berupa kapiler-kapiler arteri dengan cara difusi. Kapiler-kapiler
ini terdapat pada alveolus yang merupakan cabang dari bronkiolus. Pada alveolus
ini akan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida. Oksigen diikat
oleh hemoglobin dalam sel-sel darah merah (eritrosit), lalu diedarkan ke seluruh
sel-sel tubuh yang nantinya akan digunakan oleh mitokondria alam respirasi
tingkat seluler untuk menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Triphospat).
Karbondiaoksida akan di bawa oleh kapiler vena untuk di bawa ke alveolus dan
akan dikeluarkan di alveolus melalui proses respirasi.
B. DEFINISI
Penyakit dengan manifestasi yang heterogen yang dicirikan dengan inflamasi
kronik saluran napas. Asma umumnya ditandai dengan gejala saluran napas seperti sesak,
napas pendek, bunyi napas mengi (wheezing), batuk yang timbul dengan intensitas yang
berbeda pada waktu yang berbeda, serta adanya keterbatasan saat ekspirasi. (GINA, 2017)
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas,
batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau dengan kata lain
asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga
menyebabkan diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh
reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes
terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat
obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang
(Brunner & Suddarth, 2011).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang
biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan penyakit
menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di sini.

5
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang
sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran pernafasan tersebut
bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau
hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai
dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”
(Hadibroto et al, 2006).
C. JENIS-JENIS PENYAKIT ASMA
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak
dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan
karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem imunitas
bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini disebabkan oleh
alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari serbuk bunga, tanaman,
pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga zat/bahan makanan. Ketika alergen
memasuki tubuh pengidap alergi, sistem imunitasnya memproduksi antibodi
khusus yang disebut IgE. Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-
sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat
kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir yang
dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut. 
2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.
Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga yang
berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-

6
paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru
(pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma
intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah
untuk mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian
asma yang akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun dalam
prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu
dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita
seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi
ada pada satu orang.
D. PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT ASMA
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma, yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernafasan (bronkokonstriksi).
Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang
menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang
belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila
sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan suhu
udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi, dan
olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernafasan.
Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan (inflammation) dan
sekaligushiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernafasan. Oleh
kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer) dengan
demikian mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama

7
(kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang diakibatkan
oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma (inducer) adalah alergen, yang
tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak dengan kulit. Ingestan yang
utama ialah makanan dan obat-obatan. Sedangkan alergen inhalan yang utama
adalah tepung sari (serbuk) bunga, tungau, serpih dan kotoran binatang, serta
jamur.
E. GEJALA PENYAKIT ASMA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat
dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami
batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu
infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau
tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk
berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang
berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika
penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara
perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan
tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas,
batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa
berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk
kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya
gejala. Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan
banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan
oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah
mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,

8
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara
terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh
penderita.
Terapi penanganan terhadap gejala ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi
ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma,
dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
F. KLASIFIKASI ASMA
1. Klasifikasi asma berdasarkan derajat serangannya
Tabel1. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangannya
Kriteria Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan, Jalan terbatas, Sukar berjalan,
dapat berbaring lebih suka duduk duduk
membungkuk ke
depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
terganggu terganggu terganggu
Retraksi otot Tidak ada Kadang kala ada Ada
nafas
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi < 100 100-200 >200
Pulsus paradoksus Tidak ada Mungkin ada (10- Sering ada
(<10mmhg) 20mmhg) (25mmhg)
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
PaCO2 <45mmhg <45mmhg >45 mmhg
SaO2 >95% 91-95% <90%
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering >
30x/menit

9
2. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya
a. Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan
derajat asma ini, serangannya biasanya berlangsung secara singkat. Dan
gejala ini juga bisa muncul di malam hari dengan intensitas sangat rendah
yaitu ≤ 2x sebulan.
b. Persisten Ringan
Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada
tingkatan derajat asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih dari 1
kali seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari dan
serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
c. Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat.
Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x
seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat mengganggu
aktifitas tidur di malam hari.
d. Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat
keparahannya. Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya
hampir setiap hari, terus menerus, dan sering kambuh. Membutuhkan
bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya dapat mengganggu
aktifitas tidur di malam hari.
G. PATOFISIOLOGI ASMA
Abnormalitas imunologis utama pada asthma adalah respon imun tipe 2 yaitu
sekresi sitokin tipe 2. Kelebihan sekresi sitokin tipe 2 pada saluran napas bagian bawah
akan merangsang hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.
Bagaimana mekanisme atopi maupun infeksi virus pada saluran napas menginisiasi
respon imun tipe 2 belum sepenuhnya dipahami. Stimulus ekternal seperti oksidan (asap
rokok, polutan), aeroalergen, dan infeksi terutama virus dapat mengaktifkan sel epitel.
Aktivasi sel epitel memicu pelepasan sitokin, kemokin, mediator lipid, nitrit oksida, dan

10
oksigen reaktif. Sitokin utama yang dilepaskan adalah IL-25, IL-33, dan thymic stromal
lymphopoietin (TSLP) yang menginisiasi respon imun tipe 2.
IL-25, IL-33, dan TSLP yang dilepaskan oleh sel epitel menginduksi sel inflamasi
masuk saluran napas dan mengaktifkan dan memobilisasi sel dendritik. Sel dendritik
merupakan sel imun yang khusus menggunakan MHC (Major Histocompatibility
Complex) kelas II untuk memediasi sel T-helper berespon terhadap protein asing seperti
alergen.
Secara singkat kaskade abnormalitasnya adalah:
1. Aktivasi sel epitel
2. Sel inflamasi masuk ke saluran napas
3. Terjadi respon remodelling pada epitel dan matriks subepitelial
Pada asthma persisten diduga terjadi fiksasi sistem imun aberan dalam bentuk
epigenetik yakni metilasi DNA atau modifikasi asam amino post translasional. Perilaku
sel tersebut menurun ke sel berikutnya. Akibat perubahan epigenetik menetap pada sel-sel
yang membelah, sel-sel tersebut mengalami perubahan yang stabil dalam bentuk fenotip
tanpa disertai perubahan pada genotip. Perubahan epigenetik biasanya terjadi pada masa
pre natal atau segera saat setelah kelahiran.
Mekanisme eksaserbasi akut pada asthma merupakan perburukan oleh obstruksi
saluran napas akibat spasme otot saluran napas, edem saluran napas, dan obstruksi
luminal oleh mukus. Virus terutama rhinovirus merupakan faktor penyebab eksaserbasi
yang paling sering. Pada eksaserbasi akan terjadi perubahan lapisan epitel yang
meningkatkan penyimpanan musin, dan otot polos saluran napas menjadi
hipereaktif sehingga terjadi edem dan spasme.
Gambar 2: Patofisiologi eksaserbasi asthma.

11
Patofisiologi eksaserbasi asthma. Sumber: Openi, 2012.

Saluran nafas yang sudah mengalami remodelling mengalami inflamasi dan reaksi
hiperresponsif akibat pemicu (terutama virus). Inflamasi dan reaksi hiperresponsif ini
kemudian menyebabkan obstruksi yang umumnya hanya akan pulih secara parsial.

H. DIAGNOSIS ASMA
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
1. Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.-gejala
timbul/memburuk di malam hari.
3. Respons terhadap pemberian bronkodilator. Selain itu melalui anamnesis dapat
ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain
yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan.
Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap
asma adalah :
1. Di dengarkan suara mengi (wheezing) yang sering pada anak-anak. Apabila
didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis
sama, apabila terdapat :
Memiliki riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang

12
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau
penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperatur
d. Debu tungau
e. Obat-obatan (aspirin,beta bloker)
f. Beraktivitas
g. Serbuk tepung sari
h. Infeksi saluran pernafasan
i. Rokok
j. Ekspresi emosi yang kuat
6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan
tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita
dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal
paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti
kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif
jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak
expiratory flow meter(arus puncak ekspirasi).Pemeriksaan lain yang berperan untuk
diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi
bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi
pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE
spesifikserum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya
membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus.
I. PENGENDALIAN ASMA

13
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 7 (tujuh) tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan
penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA,
2005).
2.      Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit
asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi
terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor
perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).

3.      Menghindari Faktor Resiko


Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala
asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya
(GINA, 2005).
4.      Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh
Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,
menggunakan pilihan obat β.
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk
mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru,
mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan
kualitas hidup (GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan
kandidiasisorofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas
dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau
mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).

14
b. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat
kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,
penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma,
obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).
c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma.
Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive
pada imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat
pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah
pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam,
meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada
bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia
(GINA, 2005).
e. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja
jantung, dan menimbulkan tremor pada bagianmuskuloskeletal (GINA,
2005).
f. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan
asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan
pembuluh darahpulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa
mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia daniritabilitas. Pada level yang
lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung,
takikardi, kerusakan otak dan kematian.
g. Leukotriens

15
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan
menurunkan gejala asma (GINA, 2005).
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:
a. β2-Agonist Inhalasi
Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk
mengontrol gejala asma,variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas.
Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor ototskeletal dan
hipokalemia (GINA, 2005).
b. β2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja
jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

c. Antikolinergic
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi
paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus
(GINA, 2005).
5.      Metode Pengobatan Alternative
Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian.
Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat
menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain
itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik
bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan
tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).
6.             Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada
pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam
kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita asma
dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).
7.      Pemeriksaan Teratur

16
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur
kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan
kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola
hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan
pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang
biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation of
Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga
penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma
dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma
Foundation of Victoria, 2002).

Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh
tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang
beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat
memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik, kesehatan
tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan dengan
peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

17
BAB  III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
       Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan
batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik
berulang.
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak
dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni: asma ekstrinsik, asma
intrinsik.
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma, yaitu: pemicu (trigger) dan penyebab (inducer).
Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma)
yaitu:  intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
pengetahuan, monitor, menghindari faktor resiko, pengobatan medis jangka panjang,

18
metode pengobatan alternative, terapi penanganan terhadap gejala dan pemeriksaan
teratur.
B. SARAN
       Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada
makalah kami selanjutnya.

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
“ASMA”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASMA” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

    
                                                                                     

19
Mempawah, September 2021

Penulis

20
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ..................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ........................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN............................................... 2
D. MANFAAT PENULISAN .......................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................... 4
A. CARA KERJA PARU-PARU ..................................... 4
B. DEFINISI..................................................................... 5
C. JENIS-JENIS PENYAKIT ASMA ............................. 6
D. PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT ASMA ..... 7
E. GEJALA PENYAKIT ASMA ..................................... 8
F. KLASIFIKASI ASMA................................................ 9
G. PATOFISIOLOGI ASMA........................................... 10
H. DIAGNOSIS ASMA .................................................. 12
I. PENGENDALIAN ASMA .......................................... 13

BAB III PENUTUP ....................................................................... 18


A. KESIMPULAN ........................................................... 18
B. SARAN ....................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. iii

21
DAFTAR PUSTAKA

Hamid Q. Pathogenesis of Small Airways in Asthma. Respiration. 2012;84(1):4–11. Available


from: http://www.karger.com/DOI/10.1159/000339550
Holgate ST. Pathophysiology of asthma: What has our current understanding taught us about
new therapeutic approaches? J Allergy Clin Immunol. 2011 Apr 13;128(3):495–505.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2011.06.052
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Diakses 12 September 2021 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/
Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 12 September 2021
dari USU digital library:
Woodruff PG, Bhakta NR, Fahy J V. Asthma: Pathogenesis and Phenotypes. In: Broaddus VC,
Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray JF, et al., editors. Murray &
Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2016. p. 713–30.

22
MAKALAH
KEGAWATDARURATAN RESPIRATORI “ASMA”

DISUSUN OLEH:
ANSOR FATONI (21112204)
LIDYA PUSPITA (211122020)
NOVRIDA BR SINULINGGA (211122023)
URAY RIRIN INDAH. F (211122037)
YULITA (211122038)

PROGRAM STUDI DIV NERS JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN 2021

23

Anda mungkin juga menyukai