Oleh :
PEMBAHASAN
2.1.3 Patofisiologi
2.1.4 Pencetus
Risiko berkembangnya asma bronkial adalah adanya suatu
interaksi antar pejamu (host faktor) dan faktor lingkungan.Berikut
merupakan beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi atau
pencetus terjadinya asma, yaitu :
1. Faktor Pejamu (host)
a. Genetik
Faktor Genetik atau hereditas dari garis keturunan
keluarga dapat menyebabkan munculnya adanya suatu
penyakit asma (Jian Zhang, 2008). Dengan seseorang yang
memiliki riwayat penyakit asma maka garis keturunannya
otomatis akan memiliki dampak risiko lebih tinggi
mengidap penyakit tersebut. Oleh karena itu, faktor genetik
sangat berperan pada asma anak terutama apabila jika ibu
mengidap penyakit asma.
b. Alergi bronkus atau atopi
Reaksi alergi terhadap pernapasan dapat memicu
timbulnya penyakit asma. Hal ini kebanyakan dialami oleh
golongan anak-anak yang masih berusia 1-3 tahun dan
sekitar usia 3 tahun alergi itu akan sembuh dengan alergi
yang disebabkan oleh makanan. Penyebab makan yang
sering adalah telur. Dermatitis atopi dengan uji kulit postif
terhadap telur pada usia diniakan meningkatkan suatu
derajat hipersensitivitas pada seorang anak untuk
mengidap asma dikemudian hari.
c. Jenis kelamin
Prevalensi asma pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan sebelum usia pubertas dan
sebaliknya, Hal ini dapat disebut dengan Reseveral
Phenomenon (Osma, 2016). Pertumbuhan paru anak laki-
laki relatif lebih lambat dibandingan pada wanita sehingga
Expiratory Air Flow Rates (EFR) laki-laki lebih rendah dari
wanita. Namun, disaat mencapai usia pubertas anak laki-
laki terjadi akselerasi dari seluruhfungsi paru sehingga
dapat menurunkan risiko munculnya penyakit asma.
d. Ras
Hal ini sering terjadi pada usia anak-anak dengan
prevalensi asma lebih tinggi pada anak ras kulit hitam
dibandingkan dengan ras kulit putih. Negara berkembang
memiliki tingkat kejadian asma lebih tinggi, karena adanya
hubungan urbanisasi dan weternisasi dengan peningkatan
prevalensi asma yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Nowak & Tokarski, 2014).
2. Faktor Lingkungan
a. Pemicu Asma ( TRIGGER)
Hal ini menyebakan terjadinya suatu penyempitan
pada saluran pernapasan ( Bronkokonstriksi). Pemicu ini
tidak menyebbakan peradangan pada saluran pernapasan
sehingga dapat menjurus pada asma jenis intrinsik. Gejala-
gejala yang diakibatkan adanya pemicu akan berlangsung
dalam waktu pendek (asma akut) dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi yaitu :
1) Perubahan cuaca dan suhu udara
2) Polusi Udara
3) Asap rokok
4) Infeksi Saluran pernapasan
5) Olahraga Berlebihan
6) Stres ( banyak pikiran, emosi, dan lain-lain)
b. Penyebab Asma ( INDUCER)
Hal ini disebabkan karena adanya suatu peradangan
(inflammation) dan respon yang berlebihan
(hiperesponsivitas) pada saluran pernapasan. Inducer
termasuk penyebab asma jenis ekstrinsik. Gejala-gejala
yang diakibatkan adanya inducer akan berlangsung lebih
lama (asma kronis) dan lebih sulit untuk diatasi. Penyebab
(inducer) terjadinya penyakit asma yaitu sebagai berikut :
1. Alergen
Suatu protein atau senyawa yang mampu
menimbulkan sesitisasi alergi pada paparan pertama dan
reaksi alergi pada paparan selanjutnya.
a. Ingestan
Alergen yang masuk kedalam tubuh manusia
melalui mulut (dimakan/diminum). Seperti makanan
dan obat-obatan.
b. Inhalan
Alergen yang dihirup masuk kedalam tubuh
manusia dengan cara melalui hidung atau mulut.
Inhalan adalah substansia atau bahan protein yang
terhirup melalui hidung atau mulut. Jenis alergen
inhalan yaitu tungau, jamur, kecoak, dan kontak
dengan kulit.
2.2 Obat Asma
2.2.1 Simpatomimetik
Mekanisme Kerja:
Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan
peningkatan tekanan darah.
Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi
peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi,
peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan
menstimulasi ototskelet.
Indikasi:
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol)
digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol
jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam
hari.Obatgolongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.Agonis β2 kerja
singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah
terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan broncos
pasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
2.2.2 Xantin
Mekanisme Kerja:
a. Kromolin Natrium
Mekanisme Kerja:
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak
mempunyai aktifitas intrinsic bronkodilator, antikolinergik,
vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid.Obat-obat ini
menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow
Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel
mast.Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
Indikasi:
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan
profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian
pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan
secara reguler. Pencegahan bronkospasma (inhalasi, larutan dan
aerosol) : untuk mencegah bronkospasma akut yang diinduksi oleh
latihan fisik, toluen diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen
yang diketahui.
b. Nedokromil Natrium
Mekanisme Kerja:
Indikasi:
2.2.5 Kortikosteroid
Mekanisme Kerja:
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik
dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid.
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel
yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik
dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme
bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung.
Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara
efektif dengan efek sistemikminimal.
Indikasi:
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang
memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan
keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan
asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8
tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat
diterapi dengan bronkodilator dan obat nonsteroid lain, pasien
yang kadang- kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau
terapi bronkhitis nonasma.
2.2.6 Antagonis ReseptorLeukotrien
a. Zafirlukast
Mekanisme Kerja:
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4
yang selektif dan kompetitif, komponenan afilaksis reaksi
lambat(SRSA- slow-reacting substances of anaphylaxis).
Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan
edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan
aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi,
yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi:
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak
diatas 5tahun.
Dosis & Cara Penggunaan:
Dewasa dan anak > 12tahun: 20mg, dua kal isehari Anak 5–
11tahun: 10mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast,
penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelumm akan
atau 2 jam setelah makan.
b. Montelukast Sodium
Mekanisme Kerja:
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan
aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor
leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk
metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast
dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor
berhubungan dengan edemasaluran pernapasan, konstriksi otot
polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan
dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala
asma.
Indikasi:
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak
>12 bulan.
c. Zilueton
Mekanisme Kerja:
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan
selanjutnya menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1,
Lte1).
Indikasi:
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak >12
tahun.
Dosis & Cara Penggunaan:
Dosis zilueton untuk terapi asma adalah 600 mg, 4 kali sehari.
Untuk memudahkan pemakaian, zilueton dapat digunakan
bersama makanan dan pada malamhari.
2.2.7 Obat-obat Penunjang
a. Ketotifen Fumarat
Mekanisme Kerja:
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis
secara non kompetitif dan relative selektif reseptor
H1,menstabilkan sel mast dan menghambat penglepasan
mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi
hipersensitivitas.
Indikasi:
Manajemen profilaksis asma.Untuk mendapatkan efek
maksimum dibutuhkan waktu beberapa minggu. Ketotifen
tidak dapat digunakan untuk mengobati serangan asma akut.
Dosis & Cara Penggunaan:
Ketotifen digunakan dalam bentuk fumarat, dosisnya
dinyatakan dalam bentuk basanya :1, 38 mg ketotifen fumarat
ekivalendengan 1 mgketotifen.
b. N-Asetilsistein
Mekanisme Kerja:
Aksimukolitikasetilsistein berhubungan dengan kelompok
sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung untuk
memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular
mukoprotein,menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan
viskositas mukus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein
meningkat seiring dengan peningkatan pH.
Indikasi:
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus
yang tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonari
kronik (emfisema kronik, emfisema pada bronkhitis, bronkhitis
asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit
bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis,
trakeobronkhitis).
Dosis & Cara Penggunaan: