Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

STEMI (ST elevation myocardial infarction)

Disusun Sebagai Salah Satu Penugasan Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns.Cipto Susilo, M.Kep.,

Disusun oleh : Kelompok 1

1. Savira nurfitasari (1911011003)


2. Nadiatul Uzhma (1911011004)
3. Lailatul Magfiroh (1911011014)
4. Sofiana Jamilia (1911011017)
5. Vyana Rysha (1911011025)
6. Riskiah Arifi Putri (1911011027)
7. Mohammad Zulkifli (1911011029)
8. Moch. Foedail (1911011031)
9. Dina Aulia Safira (1911011045)

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Jantung berfungsi
sebagai alat pompa darah sehingga darah dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Sebagai salah satu
organ penting dalam tubuh manusia, jantung sangat perlu untuk diperhatikan sehingga bisa
terhindar dari penyakitnya .
Angka kematian akibat serangan jantung pada umumnya masih tinggi di dunia, termasuk
di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari
17 juta orang di dunia meniggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Sekitar 31%
dari seluruh kematian di dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan oleh penyakit
jantung koroner. Lebih dari 75% kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang (Posumah, 2019).
STEMI erat kaitannya dengan tingginya morbiditas dan mortalitas. Meskipun beberapa
dekade telah dilakukan penelitian dan clinical trial, namun masih juga dijumpai 500.000 ST
Elevasi Miokardial Infark (STEMI) setiap tahun di Amerika. Data menunjukkan bahwa
mortalitas akibat STEMI paling sering terjadi dalam 24 - 48 jam. pasca onset dan laju
mortalitas awal 30 hari setelah serangan adalah 30% .
Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI dalam rilis yang
diterbitkan 10 November 2018 menyebut, di Indonesia hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 menunjukkan bahwa sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita
penyakit jantung koroner .
1.2. Tujuan Penulisan .
Mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien STEMI (ST Elevasi Miokard Infark).
1.3. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan pengkajian
keperawatan gawat darurat pada Tn. W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
2. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan analisa data pada
Tn.W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
3. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan perumusan
diagnosa keperawatan gawat darurat pada Tn.W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard
Infark)
4. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan perencanaan
tindakan keperawatan gawat darurat pada Tn.W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard
Infark)
5. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan implementasi
keperawatan gawat darurat pada Tn.W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
6. Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan evaluasi
keperawatan gawat darurat pada Tn.W dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
7. Memperoleh gambaran tentang kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek dalam
asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan STEMI (ST Elevasi Miokard
Infark)
1.4. Manfaat
1. Bagi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber informasi dalam penerapan asuhan
keperawatan pada klien dengan kasus STEMI (ST Elevasi Miokard Infark).
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan sebagai masukan pada perawat khususnya yang bertugas di ruangan
gawat darurat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan kasus STEMI (ST Elevasi
Miokard Infark).
3. Bagi Klien / Keluarga Klien
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah pengetahuan tentang STEMI
(ST Elevasi Miokard Infark) dan menambah pengalaman dalam menangani STEMI (ST
Elevasi Miokard Infark).
4. Bagi Penulis
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung dalam memberikan asuhan
keperawatan gawat darurat serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama di
bangku pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Stemi Inferior


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Jantung
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,
komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan
suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses
metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang
bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah
meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan
berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada organ-organ vital seperti
jantung dan otak yang berfungsi memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu
sendiri

2.1.2. Anatomi Jantung


Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks
(superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis ( anterior-inferior ICS –V) berada di
atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah
dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah
rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada
mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla
mamae 2 jari setelahnya. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan
jantung dengan alat sekitarnya yaitu :
a. Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi
kosta III-I.
b. Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c. Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta pulmonalis,
brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d. Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes, vena
azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e. Bagian bawah berhubungan dengan diafragma (Syaifuddin, 2016).
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong
jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong
dari bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak
mudah berpindah
3.1.3. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1. Penyempitan arteri koroner nonsklerotik
2. Penyempitan aterosklerotik
3. Trombus
4. Plak aterosklerotik
5. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
3.1.4. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histology menunjukkan plak koroner cendereung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Infark Miokard yang
disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,
disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,
disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi
infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

Gambar Fase Miokard Infark


2.1.5. Penatalaksanaan
Tata laksana awal adalah dengan pemberian oksigen dan mengamankan jalan
napas. Akses intravena dan pemeriksaan darah juga harus dilakukan secepatnya. Semua
pasien dengan gejala sindroma koroner akut harus dipantau dengan pemasangan monitor
tanda vital dan jantung. Bila terjadi henti jantung maka lakukan resusitasi dan defibrilasi.
Oksigen
Oksigen bersifat vasoaktif sehingga hanya diberikan apabila ada indikasi.
Pemberian oksigen bila terjadi penurunan saturasi oksigen arteri dan dipertahankan pada
kadar saturasi 93-96%. Pemberikan oksigen yang berlebihan dapat menyebabkan
hiperoksemia sehingga dapat terjadi vasokonstriksi.[18] Hasil penelitian menunjukkan
pemberian oksigen pada pasien STEMI tanpa hipoksia dapat meningkatkan kerusakan
pada miokardium.[19]
Analgesik
Nyeri pada sindroma koroner akut harus ditangani agar nyeri tidak menginduksi
pelepasan katekolamin yang memperberat beban jantung. Analgesik yang dapat diberikan
adalah:
Nitrat atau Nitrogliserin
Nitrat, misalnya isosorbide dinitrate, dapat diberikan secara sublingual apabila
tidak ada hipotensi. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,4 mg, sebanyak 3 kali
dengan interval 3-5 menit. Pemberian nitrat secara intravena diberikan bolus inisial 12,5-
25 mikrogram dan rumatan 5-10 mikrogram per menit. Dosis rumatan dapat dinaikkan 10
mikrogram per menit sesuai kondisi pasien dan tekanan darah. Kontraindikasi pemberian
nitrat pada pasien yang menggunakan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya.
Morfin
Morfin pada non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) diberikan 1-5 mg
melalui intravena. Pemberian dapat diulang 5-30 menit sesuai dengan kondisi nyeri
pasien, namun hati-hati terhapat overdosis yang dapat menyebabkan depresi pernapasan
dan hipotensi. Naloxon 0,4-2,0 mg intravena diberikan apabila terjadi overdosis morfin.
Pemberian morfin pada STEMI diberikan 2-4 mg secara intravena.[11]
Antiplatelet
Antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat digunakan sebagai tata laksana
sindrom koroner akut.
Aspirin
Aspirin diberikan 160-320 mg, dikunyah untuk dosis awal. Selanjutnya diberikan
dosis rumatan sebesar 80 mg tiap per hari.
Clopidogrel
Pemberian clopidogrel sebagai penatalaksanaan sindrom koroner akut dimulai
dengan dosis awal 300-600 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis rumatan 75 mg per hari.
Penurun Kolesterol
Pasien dengan sindroma koroner akut juga dapat memiliki kelainan metabolisme
seperti diabetes maupun dislipidemia. Dislipidemia ditatalaksana dengan pemberian obat
penurun kolesterol yang pilihan utamanya golongan HMG co-A reductase inhibitor.[2]
Sediaan yang banyak tersedia adalah simvastatin 40 mg per hari atau atorvastatin 10-20
mg per hari.
Stratifikasi Risiko
Sebelum terapi reperfusi pasien dengan NSTEMI harus dilakukan penilaian
stratifikasi risiko. Hal ini agar mencegah dilakukannya prosedur yang tidak perlu dalam
pemilihan strategi invasif. Stratifikasi risiko dilakukan dengan sistem skoring
menggunakan salah satu dari 2 sistem skoring di bawah ini.
TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction)
Fibrinolisis
Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan agen
farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting terutama
bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk
pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini tidak umum dilakukan.
Fibrinolisis dianjurkan dilakukan dalam kurang dari 12 jam setelah onset, jika
primary PCI tidak dapat dilakukan dalam 90 menit di awal sejak onset gejala. Selain itu
fibrinolisis hanya dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi absolut. Fibrinolisis
dikontraindikasikan secara absolut pada kondisi berikut:
Rujukan
Bila pada fasilitas kesehatan tidak mampu untuk melakukan terapi reperfusi,
maka pasien harus dirujuk ke fasilitas yang memadai. Hitungan onset serangan hingga
terapi reperfusi dapat berpengaruh terhadap strategi reperfusi.[1]
Bila waktu kurang dari 3 jam sejak onset hingga dapat fasilitas dengan terapi
fibrinolisis, maka terapi fibrinolisis dapat dilakukan. Bila waktu kurang dari 12 jam sejak
onset, maka pertimbangkan langsung dirujuk ke fasilitas yang mampu melaksanakan
primary PCI. Pasien dengan stratifikasi risiko tinggi segera dilakukan revaskularisasi
dengan intervensi, dan dalam kondisi tertentu atau left main artery coronary disease perlu
dilakukan CABG.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG 12 sandapan umumnya pada IMA terdapat gambaran
iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan tertentu sesuai dengan
perubahan-perubahan pada miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri
dari fase-fase sebagai berikut:
1. Fase awal atau fase hiperaktif.
Terdiri dari:
a) Elevasi ST yang non spesifik
b) T yang tinggi dan melebar.
2. Fase evolusi lengkap.
Terdiri dari:
a) Elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas
b) T yang negatif dan simetris
c) Q patologis
3. Fase infark lama
Terdiri dari:
a) Q patologis, bisa QS atau Qr
b) ST yang kembali iso-elektrik
c) T bisa normal atau negatif.
Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada IMA bisa terlambat, sehingga
untuk menyingkirkan diagnosis IMA membutuhkan EKG serial. Fase evolusi
yang terjadi bisa sangat bervariasi, bisa beberapa jam hingga 2 minggu. Selama
evolusi atau sesudahnya, gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark
miokard non-Q. Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG tidak begitu
jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris, pada umumnya terdapat
depresi segmen ST yang disertai inversi segmen T yang bertahan beberapa hari.
Pada infark miokard pada umumnya dianggap bahwa Q menunjukkan nekrosis
miokard, sedangkan R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga bentuk
QR menunjukkan infark non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan
2.1.7. Pengobatan ( Tindakan Kolaboratif )
1. Pemberian Oksigen
Dokter akan memberikan oksigen kepada pasien yang mengalami
gangguan pernapasan atau berpotensi mengalami gangguan pernapasan.
2. Pemberian Obat
Dokter kemudian juga akan memberikan obat kepada pasien. Biasanya,
ada beberapa obat yang paling umum untuk mengatasi STEMI, yaitu:
- Antiplatelet
- Antikoagulan
- Beta blocker
- Statin
- ACE inhibitor dan nitrat
3. Prosedur PCI atau CABG
Rumah sakit yang menyediakan layanan PCI harus melakukan PCI
primer dalam waktu kurang dari 60 menit.Jika rumah sakit tidak memiliki
layanan PCI, pasien harus ditransfer ke rumah sakit lain yang memiliki alat PCI
dalam waktu kurang dari 30 menit.Apabila waktu untuk menerima PCI lebih dari
120 menit, maka pasien STEMI harus segera diberikan terapi fibrinolitik.Dokter
juga dapat menganjurkan prosedur Coronary Artery Bypass Graft (CABG), yaitu
operasi untuk membuat rute aliran darah baru.
4. Pemberian Antiplatelet
Pasien yang menjalani PCI primer harus mendapatkan Dual Antiplatelet
Therapy (DAPT). DAPT merupakan kombinasi aspirin dan inhibitor P2Y12
disertai antikoagulan parenteral. Antiplatelet yang direkomendasikan, adalah:
Aspirin
Aspirin berfungsi untuk menghambat agregasi platelet melalui
penghambatan thromboxane A2.Pemberian aspirin salut non enterik secara oral
(dikunyah) dengan dosis muatan 150-300 mg, diikuti dengan dosis pemeliharaan
75-150 mg/hari. Dengan dosis yang sama, aspirin juga diberikan pada pasien
STEMI yang tidak mendapatkan terapi reperfusi.
Inhibitor Reseptor P2Y12
Prasugrel dan Ticagrelor merupakan agen inhibitor reseptor P2Y12 yang
memiliki onset yang lebih cepat serta outcome klinis yang lebih baik daripada
Clopidogrel.Akan tetapi, jika tidak tersedia, maka dokter dapat memberikan
Clopidogrel.

5. Terapi Fibrinolitik
Jika pasien STEMI belum mendapatkan PCI lebih dari 120 menit,
pemberian terapi reperfusi dengan fibrinolitik harus segera dilakukan.Fibrinolitik
harus diberikan dalam waktu kurang dari 10 menit sejak pasien didiagnosis
STEMI.Setelah itu pasien dipersiapkan untuk mendapatkan PCI.Terapi
fibrinolitik masih menjadi pilihan dalam waktu 12 jam sejak onset gejala pada
pasien STEMI tanpa kontraindikasi dan tidak dapat melakukan PCI sesuai target
waktu yang disarankan.Namun, manfaat dan efektivitas fibrinolisis menurun
seiring dengan meningkatnya waktu dari onset gejala.
ASUHAN KEPERAWATAN STEMI

A. Identitas Klien
Nama :Tn.W Suami / Istri /Orang Tua :
Umur : 30 th Nama :
Jenir kelamin: laki-laki Pekerjaan :
Agama : islam Alamat :
Suku/Bangsa: Jawa
Bahasa :Indonesia
Pendidikan: SMK Penanggung Jawab :
Pekerjaan : Sopir Travel Nama :
Status : Menikah Alamat : wirolegi
Alamat: Wirolegi
B. Keluhan Utama : -
C. Riwayat Penyakit Sekarang:
- Alergi
- Medikasi
D. Riwayat Kesehatan Sebelumnya :
Keluarga mengatakan pasien memang memiliki riwayat penyakit jantung
E. Riwayat Kesehatan Keluarga :

F. Genogram
G. Pola Fungsi Kesehatan
H. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum
- Keadaan /penapilan umum :
- Kesadaran :
- Tensi : 120/80 mmHg
- Nadi :110 x/menit
- Suhu : 38,70C(axilla)
- RR :35x/menit
2. Kepala –Leher
- Inpeksi : Dstribusi rambut baik bentuk kepala simetris , bentuk leher simetris , tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid , tidak dicurigai fraktur cervical
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan ,tidak ada pembekakan
3. Dada :
I : bentuk tidak simetris , terdapat jejas dan bengkak , pergerakan dinding dada tidak
simetris , terdapat otot bantu pernapasan
P : terdapat nyeri tekan da nada pembengkakan
A : bunyi napas ronchi , suara ngorok , frekuensi napas 35x/mnt
P : snoring
4. Abdomen :
I : bentuk simetris , tidak ada jejas
P : ada nyeri tekan pada supra pubrik
A : bising usus normal 12x/mnt
P : tympani
5. Ekstermitas ( atas / bawah )
Atas : Inspeksi: simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada jejas ditangan
kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Bawah : Inspeksi: simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6. Tulang belakang / punggung – pinggang :
7. Anus – genetalia :
I : bersih , tidak ada kelainan , terpasang kateter spool blasé
8. Pemeriksaan neurologi
ANALISA DATA

No DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

1. S: Penurunan curah
Infark miokard jantung
- pasien mengeluh nyeri dada
sebelah kiri tembus sampai Aliran darah ke jantung ↓
punggung skala 3
- Pasien mengeluh sesak Edema sekitar miokard
napas
Jalur hantaran listrik
O:
terganggu
- takipnea
- CRT > 3dtk Pompa jantung menurun
- warna kulit tubuh
pucat/sianosis ↓ Vol. sekuncup
- TTV
Curah jantung ↓
TD 120/80 mmHg,

nadi 104x/menit,

RR 25X/menit

suhu 36,5o C

SpO2 98% (dengan nasal


kanul 3 lpm)

2. S: Pola napas tidak


Faktor risiko (obesitas, efektif
Pasien mengatakan sesak nafas hipertensi, pola hidup,
sejak 1 minggu lalu merokok)
Pasien mengatakan jika dirinya Infark miokard
merasa lemas
Aliran darah ke jantung ↓
O:
Terganggunya aliran darah
-Pola napas pasien abnormal
ke paru
(dipsnea) RR 25x/menit

-pasien menggunakan napas cuping Suplai O2 tidak adekuat


hidung
Kebutuhan O2 px ↑
-Pemeriksaan fisik paru: palpasi
No DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

pekak, suara napas ronchi


Takipnea
- SpO2 98%, (dengan nasal kanul 3
lpm) Pola napas tidak efektif

3. S: Nyeri Akut
Infark miokard
-pasien mengeluh nyeri dada
sebelah kiri menjalar ke punggung Metabolisme anaerob pada
sel
O
↑ asam laktat
-pasien tampak meringis & gelisah
Nyeri akut
-pengkajian PQRST: P: nyeri tiba-
tiba saat selesai beraktivitas, Q:
seperti diremas dan tertekan, R:
dada kiri tembus belakang
punggung, S: skala nyeri 3, T: nyeri
tidak hilang padahal sudah istirahat

-Nadi meningkat (N: 104x/menit)


DIAGNOSA KEPERAWATAN

(Sesuai Prioritas)

No Diagnosis Keperawatan

1. Penurunan curah jantung (D0008) b.d perubahan kontraktilitas d.d takikardia, keletihan,
dyspnea, nadi perifer teraba lemah, CRT > 3dtk, sianosis

2. Pola napas tidak efektif (D.0005) b.d menurunnya aliran darah ke jantung d.d dyspnea,
RR 25x/menit

3. Nyeri akut (D.0077) b.d agen cedera biologis (naiknya asam laktat) d.d ekspresi wajah
menunjukkan nyeri, sikap melindungi area nyeri, dan keluhan tentang karakteristik nyeri
dengan menggunakan standar instrumen nyeri
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATA

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL
1. Penurunan curah Setelah Perawatan 1. Penurunan curah
jantung (D0008) dilakukan Jantung jantung dapat diidentifikasi
b.d perubahan tindakan (D0008) melalui gejala yang meliputi
kontraktilitas d.d keperawatan Observasi dyspnea,kelelahan,edema
takikardia, selama 1x30 a. 2. Untuk membantu
keletihan, dyspnea, menit curah penegakan diagnostic
nadi perifer teraba jantung Identifikasi 3. Posisi fowler dan
lemah, CRT > meningkat tanda/gejala semi-fowler meembuat
3dtk, sianosis dengan kriteria primer sirkulasi darah berjalan
hasil : penurunan curah dengan baik
a.Kekuatan nadi jantung
perifer b.
meningkat
b.Tekanan darah Identifikasi
membaik tanda/gejala
c.Lelah menurun sekunder
penurunan curah
jantung
c. Monitor
tekanan darah
d. Monitor
saturasi oksigen
e. Periksa
tekanan darah
dan frekuensi
nadi sebelum
dan sesudah
aktivitas
Terapeutik
a.

Posisikan pasien
semi-Fowler
atau Fowler
dengan kaki ke
bawah atau
posisi nyaman
b. Berikan
okesigen untuk
mempertahanka
n saturasi
oksigen kurang
dari 94%
Edukasi
a.

Anjurkan
beraktivitas fisik
secara bertahap
2. Pola napas tidak Tujuan : setelah Observasi : 1.memantau pola nafas
efektif (D.0005) dilakukan -Monitor pola 2.frekuensi ,
b.d menurunnya tindakan nafas , monitor 3.hambatan jalan nafas
aliran darah ke keperawatan saturasi oksigen 4. menganjarkan pola nafas
jantung d.d 1x30 menit -Monitor efektif
dyspnea, RR inspirasi dan frekuensi , irama ,
25x/menit atau ekspirasi kedalaman dan
yang tidak upaya napas
memberikan -Monitor adanya
ventilasi adekuat sumbatan jalan
membaik . nafas
Kriteria hasil : Terapeutik :
a.sedang -Atur interval
b.cukup pemantauan
meningkat respirasi sesuai
c. meningkat kondisi pasien
Ekukasi
-Jelaskan tujuan
dan produser
pemantauan
-Informasikan
hasil pemantauan
jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi :
-Monitor kecepan
aliran oksigen
-Monitor posisi
alat terapi
oksigen
-Monitor tanda –
tanda
hipoventilasi
-Monitor
integrasi mukosa
hidung akibat
pemasangan
oksigen
Terapeutik :
-Bersihakan
secret pada
mulut , hidung
dan trekea jika
perlu
-Pertahankan
kepatenan jalan
napas
-Berikan oksigen
jika perlu
Edukasi :
-Ajarkan keluarga
cara
menggunakan O2
di rumah
3. Nyeri akut Tujuan : setelah Observasi : 1.mengindentifikasi
(D.0077) b.d agen dilakukan -indetifikasi karakteristik , lokasi ,
cedera biologis tindakan lokasi , respons nyeri
(naiknya asam keperawatan karakteristik , 2.mengajarkan teknik
laktat) d.d ekspresi 1x30menit durasi , farmokologi
wajah diharapkan frekuensi , 3. memberikan informasi
menunjukkan tingkat nyeri kualitas , penyebab , periode , stategi
nyeri, menurun intervensi nyeri nyeri .
Kriteria Hasil : -identifikasi
a.memburuk skala nyeri
b.cukup -indentifikasi
memburuk respons nyeri
c.sedang non verbal
d.cukup Identifikasi
membaik faktor yang
e.membaik memperberat
dan
memperingan
nyeri
-indentifikasi
pengaruh nyeri
pada keyakinan
tentang nyeri
-identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
-monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :
-berikan teknik
nondarmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
-kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
-fasilitasi
istirahat dan
tidur
-pertimbangan
jenis dan
sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
-jelaskan
penyebab ,
periode , dan
pemicu nyeri
-jelaskan
strategi
merendahkan
nyeri
-ajarkan teknik
nonfarmologis
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
teori dan kasus. Karena ada beberapa gejala yang muncul pada teori tetapi tidak
ditemukan pada kasus Tn.W. Dimana jika dikaji berdasarkan teori mengatakan pada
pasien STEMI terjadi edema, gelisah, sianosis, sementara saat dilakukan pengkajian pada
Tn.WW tidak mengalami edema, gelisah dan sianosis. Pada diagnosa menurut teori,
diagnosa yang bisa muncul pada kasus ST elevasi miokard infark yaitu nyeri akut,
penurunan curah jantung, perfusi jaringan perifer tidak efektif, pola nafas tidak efektif,
ansietas, intoleransi aktivitas dan kurang pengetahuan. Didapatkan kesenjangan antara
kasus dan teori dimana di kasus tidak didapatkan diagnosa, perfusi jaringan tidak efektif,
pola nafas tidak efektif, ansietas, intoleransi aktivitas dan kurang pengetahuan.
Sedangkan diagnosa yang muncul pada kasus Tn.W yaitu, penurunan curah jantung dan
nyeri akut.
3.2 Saran
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka penulis
mengemukakan saran yang mungkin bermanfaat untuk penanganan khususnya terhadap
pasien dengan gangguan system kardiovaskuler STEMI sebagai berikut :
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawat dengan
cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah.
2. Bagi Rumah Sakit
Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien secara
komperhensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia sebagai satu kesatuan
yang utuh yang meliputi bio-psiko-sosial- kultural-spiritual.
3. Bagi Klien/Keluarga Klien
Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang dijalaninya agar tidak
mengalami hal yang tidak diinginkan.Dan tetap mencari informasi yang
mendukung kesembuhannya.
4. Bagi Penulis
Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya tentang asuhan
keperawaratan kegawatdaruratan pada system kardiovaskuler khususnya pada
kasus STEMI.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai