1) ASTUTI
2) FINA FAUZIAH
3) SINTA NUR SIAMITA
4) SITA NURALISA
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Cardiovasculer". Makalah ini masih jauh dari
sempurna dan memerlukan perbaikan tetapi dapat dijadikan salah satu referensi bagi
pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Demi kesempurnaan makalah ini penulis mengajak pembaca memberikan kritik
dan saran yang membangun. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan kegawatdaruratan merupakan keadaan yang tidak dapat diperkirakan
kejadianya dan sangat mendesak sampai mengancam nyawa sehingga diperlukan
penanganan atau pertolongan yang cepat dan tepat. Kasus kegawatdaruratan yang tidak
mendapat penanganan dengan segera akan mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf
pusat, kardiovaskuler dan pernapasan yang bersifat permanen yang berakibat pada
kecatatan bahkan kematian (Pigoga, et al ., 2017). Peran dari petugas kesehatan dan peran
masyarakat sangat diperlukan dalam kasus seperti ini. Pernyataan tersebut disebabkan
oleh keadaan kegawatdaruratan juga sering terjadi pada daerah yang tidak dapat
dijangkau oleh petugas kesehatan.
Salah satu kasus kegawatdaruratan yang dapat mengancam dan menyebabkan
kematian adalah cardiac arrest atau henti jantung. Henti jantung merupakan kondisi
jantung tiba tiba berhenti berdetak. Kejadian henti jantung dapat terjadi baik di Rumah
Sakit atau di luar Rumah Sakit. Out-of-hospital Cardiac Arrest (OHCA) merupakan
kejadian henti jantung yang terjadi di luar Rumah Sakit (Berdowski et al., 2015).
Pertolongan pertama pada pasien dengan henti jantung yang terjadi di luar Rumah Sakit
tidak dapat terjadi dengan maksimal dikarenakan jarak menuju fasilitas kesehatan yang
jauh. Angka kejadian OHCA di dunia terjadi sebanyak 50 hingga 60 per 100.000 orang
per tahun (Berdowski et al., 2010).
Cardiac arrest jika tidak ditangani dengan cepat, tepat dan cermat dapat
mengakibatkan kehilangan nyawa atau kematian. Kematian terjadi karena terlambatnya
penanganan oleh petugas kesehatan pada fase gawatdarurat (gold period). Pada saat
jantung berhenti berdetak menandakan bahwa tidak adanya aliran darah yang artinya
tidak adanya aliran oksigen ke seluruh tubuh. Sehingga dari proses tersebut menyebabkan
kerusakan pada otak.
Masyarakat awam terkadang tidak mau untuk memberikan pertolongan pertama pada
kasus dengan henti jantung. Mereka merasa tidak siap dan tidak mengetahui. Selain itu
terlambat dalam menghubungi fasilitas kesehatan juga menjadi pemicu kegagalan
pertolongan pertama pada kasus henti jantung. Setiap individu dapat melakukan
pertolongan pertama jika diberdayakan melalui kegiatan pelatihan.
Pertolongan pertama pada pasien dengan henti jantung dengan melakukan resusitasi
jantung paru (RJP). Menurut Travers(2010)Cardio pulmonary resuscitation (CPR) atau
resusitasi jantung paru adalah serangkaian tindakan penyelamatan jiwa yang
meningkatkan kemungkinan bertahan hidup setelah henti jantung. Pendekatan optimal
terhadap RJP dapat bervariasi, tergantung pada penyelamat, korban, dan sumber daya
yang tersedia dapat menjadi tantangan mendasar untuk mencapai keadaan yang kembali
normal dan melakukan RJP yang efektif. RJP dapat menjaga agar aliran darah tetap aktif
bahkan memperluas kesempatan untuk keberhasilan resusitasi begitu staf medis yang
terlatih tiba di lokasi. Masyarakat atau orang awam perlu melakukan pelatihan tentang
RJP.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Nn “X” dengan
gangguan sistem cardiovaskuler di RSUD S.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Nn “X” dengan kasus : cardiovaskuler di RSUD S.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Nn “X” dengan kasus : cardiovaskuler di
RSUD S.
c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan pada Nn “X” dengan kasus:
cardiovaskuler di RSUD S.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Nn “X” dengan kasus :
cardiovaskuler di RSUD S.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan pada Nn “X” dengan
kasus: cardiovaskuler di RSUD S.
C. Manfaat penulisan
a) Penulis memahami tentang cardiovaskuler beratbaik secara teoritis maupun secara
klinis
b) Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang
cardiovaskuler
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Seperti yang didefinisikan oleh American Heart Association dan American
College of Cardiology, "serangan jantung (mendadak) adalah penghentian aktivitas
jantung secara tiba-tiba sehingga korban menjadi tidak responsif, tanpa pernapasan
normal dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Jika tindakan korektif tidak dilakukan
dengan cepat, kondisi ini berkembang menjadi kematian mendadak. Henti jantung
harus digunakan untuk menandakan peristiwa seperti dijelaskan di atas, yang
dibalik, biasanya dengan CPR dan / atau defibrilasi atau kardioversi, atau pacu
jantung. Kematian jantung mendadak tidak boleh digunakan untuk menggambarkan
peristiwa itu tidak fatal. " [1] Setiap tahun lebih dari 400.000 orang Amerika
meninggal karena kematian jantung mendadak. [2]Mereka yang menderita serangan
jantung mungkin atau mungkin belum pernah didiagnosis dengan penyakit jantung.
Penyebab henti jantung bervariasi menurut populasi dan usia, paling sering terjadi
pada mereka yang pernah didiagnosis penyakit jantung sebelumnya. Kebanyakan
dari semua kematian jantung terjadi secara tiba-tiba dan biasanya tidak terduga,
yang telah terbukti berakibat fatal di masa lalu. Namun, pengamat resusitasi
kardiopulmoner (CPR) dan kemajuan dalam layanan medis darurat (EMS) telah
membuktikan intervensi yang menyelamatkan jiwa. Meskipun demikian, sekitar
10% dari mereka yang menderita serangan jantung meninggalkan rumah sakit
hidup-hidup, yang sebagian besar mengalami gangguan neurologis. (Ncbi 2019).
Cardiac Arrest atau henti jantung adalah penghentian aktifitas pompa jantung
efektif yang mengakibatkan penghentian sirkulasi. Terdapat hanyadua tipe henti
jantung, yaitu cardiac standstill (asistol) dan fibrilasi ventrikel plus format lain dari
kontraksi ventrikel tak efektif, seperti flutter ventrikel, dan yang jarang terjadi
takikardia ventrikel ( Muttaqin, 2015).
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks
(superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis ( anterior-inferior ICS – V)
berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh
balik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri
yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum.
Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla
mamae 2 jari setelahnya. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram.
Hubungan jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
a) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi
kosta III-I.
b) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta
pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes, vena
azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma. Jantung difiksasi pada
tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama
adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari
bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak
mudah berpindah.
Factor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
a. Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak
turun kebawah
b. Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap (TBC) menahun
batas jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar dan membulat
c. Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan mendorong
bagian bawah jantung ke atas
d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh posisi
tubuh.
Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
a). Luar/pericardium Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan
kantong pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di
belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa
dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini
terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak
mengganggu jantung.
b) Tengah/ miokardium Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri
koronaria.
Susunan miokardium yaitu:
i. Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan.
Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan
lapisan luar mencakup kedua atria.
ii. Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
iii. Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik( atrium
dan ventrikel). a) Dalam / Endokardium Dinding dalam atrium yang
diliputi oleh membrane yang mengilat yang terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lender endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus
vena kava.
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bawah
muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis.
C. ETIOLOGI
Henti jantung biasanya disebabkan oleh penyakit jantung struktural yang
mendasari. Tujuh puluh persen kasus henti jantung diperkirakan disebabkan oleh
penyakit koroner iskemik penyebab utama henti jantung.
Penyebab struktural lainnya termasuk gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, kelainan arteri koroner kongenital, displasia ventrikel kanan
aritmogenik, kardiomiopati obstruktif hipertrofik, dan tamponade jantung.
Penyebab jantung nonstruktural termasuk sindrom Brugada, sindrom Wolf-
Parkinson-White dan sindrom QT panjang bawaan.
Ada banyak penyebab non-jantung termasuk perdarahan intrakranial, emboli
paru, pneumotoraks, henti napas primer, konsumsi racun termasuk overdosis obat,
kelainan elektrolit, infeksi parah (sepsis), hipotermia.
Cardiac arrest dapat terjadi ketika adanya disfungsi dari sistem listrik jantung,
sehingga menyebabkan terjadinya aritmia. Aritmia yang paling umum terjadi pada
cardiac arrest adalah ventrikel fibrilasi. Cardiac arrest dapat diubah apabila jika
CPR (Cardiopulmonary resucitation) dilakukan dan defibrilasi digunakan untuk
mengejutkan jnatung dan mengembalikan irama jantung yang normal dalam
beberapa menit. Cardiac arrest dapat disebabkan oleh semua hampir gangguan
pada jantung yang dikenal. Penyebab yang paling umum adalah : Jaringan parut
yang terjadi karena serangan jantung sebelumnya atau penyebab lain. Jantung yang
terdapat bekas luka atau membesar karena sebab apapun rentan untuk terjadi
arirmia ventrikel yang mengancam. Enam bulan pertama setelah serangan jantung
adalah resiko periode yang sangat tinggi untuk menderita cardiac 13 arrest pada
pasien dengan penyakit jantung aterosklerotik. Penebalan otot jantung
(cardiomyopathy) dari setiap penyebab (tekanan darah tinggi atau penyakit katup
jantung) apalagi ditambah dengan gagal jantung. Obat jantung, dalam kondisi
tertentu beberapa obat jantung dapat menyebabkan aritmia yang selanjutnya dapat
menyebabkan cardiac arrest. Kelainan listrik tertentu seperti sindrom
wolffparkinson- white dan sindrom QT panjang dapat menyebabkan serangan
jantung mendadak pada anak-anak dan orang muda. Penggunaan narkoba, pada
orang tanpa penyakit jantung organik, penggunaan narkoba merupakan penyebab
penting dari serangan jantung mendadak. Sedangkan penelitian lain menyatakan
penyebab cardiac arrest dapat terjadi oleh banyak kondisi yang mendasarinya yang
meliputi infark miokard, overdosis obat, trauma, dan ganguan impuls yang meliputi
ventrikel fibrilasi.
D. PATOFISIOLOGI
Henti jantung mendadak adalah terjadinya gangguan kelistrikan jantung yang
menyebabkan denyut jantung tidak beraturan (aritmia) dan selanjutnya akan
menyebabkan gangguan pompa jantung, sehingga jantung tidak dapat memompa
darah ke otak, paru-paru dan organ tubuh lainnya. Akibatnya, organ-organ tersebut
akan mulai berhenti berfungsi. Hipoksia serebral akan menyebabkan pasien
kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas secara normal. Kerusakan otak
mungkin terjadi jika henti jantung tidak ditangani dalam 4 menit dan selanjutnya
akan terjadi kematian dalam 10 menit.
Awalnya Ventricular Tachycardia/VT dan Ventricular Fibrillation/VF diduga
merupakan penyebab utama dari henti jantung mendadak, namun dari studi terkini,
aktivitas listrik tanpa nadi (Pulseless Electrical Activity/PEA) dan asistol lebih
sering dijumpai sebagai penyebab henti jantung mendadak. Diperkirakan 50%
pasien awalnya teridentifikasi sebagai asistol, sementara 23% pasien teridentifikasi
dengan PEA.
Fibrilasi Ventrikular
Takikardi Ventrikular
Takikardi Ventrikular (Ventricular Tachycardia/VT) dipicu oleh gangguan
konduksi impuls di jantung. Normalnya, depolarisasi kedua ventrikel jantung terjadi
secara simultan dan cepat melalui berkas His dan serat Purkinje. Adanya aktivasi
miokardium di ventrikel secara langsung akan membuat depolarisasi melambat dan
tampak sebagai QRS yang melebar. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan
fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. Salah satu
penyebab tersering dari VT adalah oklusi arteri koroner.
Pada VT dengan keadaan hemodinamik yang stabil, pemilihan terapi
medikamentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik
sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan RJP adalah pilihan utama.
Asistol
Asistol ditandai dengan tidak terdapatnya aktivitas listrik pada ventrikel dan/atau
atrium, dimana pada monitor, irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
E. PATHFLOW
F. MANIFESTASI KLINIK
Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan
aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tidak menimbulkan keluhan. Makin lama
sesak makin bertambah, sekalipun melakukan akivitas ringan.
Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah,
terjadi selama atau setelah olah raga peka terhadap rasa dingin.
- Perubahan warna kulit
- Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar kelengan kiri.
- Keringat dingin dan berdebar-debar
- Dada rasa tertekn seperti di tindih benda berat, leher rasa tercekik
- Denyut jantung lebih cepat
- Mual dan muntah
- Kelemahan yang luar biasa
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ECG
Adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi
atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya nekrosis. Enzym dan isoenzym pada jantung .
CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
2. Elektrolit
Ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi
jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hyperkalemia.
3. Whole blood cell
Leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
4. Analisa gas darah : menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis atau akut.
5. Kolestrol atau trigliseid
Mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arterioskleorosis.
6. Chest X ray
Mungkin normal atau adanya cardiomegaly, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
7. Echocardiogram
Mungkin harus dilakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-
masing ruang pada jantung
8. Exercise stress test
Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologi
- Analgetik Morfin
- Antikoagulan
- Antilipemik : Cholestyramin, lovastatin, simvastatin, asam nikotinik,
gemfibrozil, colestipol
- Betha bloker adrenergic
- Calcium channel bloker
- Therapi aspirin dosis rendah
- Nitrates
2. Non Farmakologi
- Perubahan aktivitas : penurunan BB jika perlu
- Atherectomy
- Pembedahan bypass arteri coroner
- Coronary artery stent placement
- Perubahan diet :rendah garam, kolestrol, lemak, peningkatan diet serat
rendah kalori
- Mengganti etrogen pad wanita post menopause
- Pla hidp : berhenti merokok
- Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTSA)
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Kasus
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi, mual dan muntah,
sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang
keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bisa beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecan dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efekif b/d gangguan neurologis kerusakan neurovaskuler
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan sirkulasi darah ke otak,
penurunan kesadaran peningkatan tekanan intrakranial
3. Resiko hipovolemia b/d penurunan volume cairan intravaskuler, pendarahan
4. Nyeri akut b/d adanya pencedera fisik dan peningkatan tekanan intrakranial
5. Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan, mencerna, mengecap
makanan
6. Gangguan mobilitas fisik b/d spastisitas kontraktur dan gangguan neuromuskular
C. Intervensi Keperawatan