Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa Negara.Terjadi baik
di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit.Diperkirakan sekitar 350.000 orang
meninggal per tahunnya akibat henti jantung di amerika dan Kanada.Perkiraan ini tidak
termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak sempat
diresusitasi.Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi
dan anak juga mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjai penyebab
utama kematian yang premature, dan perbaikan kecil dalam usaha penyelamatannya akan
menjadi ribuan nyawa yang dapat diselamatkan setiap tahun.(Sartono, et al, 2016)
Pemberian bantuan hidup dasar bisa kita berikan seperti resusitasi jantung paru
(RJP).RJP adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada henti nafas dan henti
jantung.Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung
penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana
melakukan RJP lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif.(Sartono,et al, 2016)

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu henti jantung ?
2. Apa klasifikasi henti jantung ?
3. Apa manifestasi klinik henti jantung ?
4. Apa itu resusitasi jantung paru ?
5. Apa indikasi resusitasi jantung paru ?
6. Bagaimana indikasi dihentikannya RJP?
7. Bagaimana teknik pelaksanaan RJP ?
8. Bagaimana askep henti jantung ?
9. Bagaimana pengobatan henti jantung ?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui henti jantung
2. Untuk mengetahui klasifikasi henti jantung
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis henti jantung
4. Untuk mengetahui resusitasi jantung paru
5. Untuk mengetahui indikasi RJP
6. Untuk mengetahui indikasi dihentikanya RJP
7. Untuk mengetahui teknik penatalaksanaan RJP
8. Untuk mengetahui askep henti jantung
9. Untuk mengetahui pengobatan henti jantung

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Henti Jantung
Henti jantung primer (caardiac arrest) ialah ketiaksanggupan curah jantung untuk
memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara menadak dan dapat
balik normal, bila dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau
kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyaki kronis tentu tidak
termasuk henti jantung.henti antung disebabkan oleh ;
a) Penyakit kardiovaskular : penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut, embolus
paru, fibrosis pada system koduksi (penyakit lenegre, sindro aams-strokes, noda sinus
sakit)
b) Kekurngan oksigen akut : henti nafas, benda asing di jalan nafas sumbatan jalan nafas
oleh sekresi
c) Kelebihan dosis obat : igitalis, quinidine,antidepresan trisiklik, propoksifen,
adrenalin, isoprenalin
d) Gangguan asam basa / elektrolit : kalium serum tinggi atau rendah, magnesium serum
rendah, kalsium serum tinggi, asidosis
e) Kecelakaan, tersengat listrik, tenggelam
f) Refleks vagal : peregangan sfringter ani penekanan/penarikan bola mata
g) Anestesia dan pembedahan
h) Terapi an tindakan diagnostic medis
i) Syok (hipvolemik, euroloic, toksik, anafilaksis)

Henti jantung yang diawali dengan fibrilasi Ventrikel atau takikardi tanpa dnyut
sekitar (80-90%) kasus, kemudian disusul oleh asistol (±10%) dan terakhir oleh disosiasi
elektro-mekanik (±5%).Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi
karena akibat gangguan pacemaker jantung.Fibrilasi ventrikel terjadi karena koordinasi
aktivitasjantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraa

3
(karotis, femoralis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernafasan berhenti atau
satu-satu (gasping,apnu dilatasi pupil tak bereaksi terhadap ransang cahaya dan pasien
tidak sadar. Pengirimn O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin
(Hb),saturasi Hb terhadap O dan fungsi pernafasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu
normal akan menyebabkan korteks serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat
membuat jantung berdenyut kembali. Resusitasi jantung paru dilakukan untuk mencegah
berhentinya sirkulasi atau berhenti respirasi. (Sartono, et al, 2016)

Henti jantung atau cardiac arrest adalah keadaan dimana terjadinya penghentian
mendadak sirkulasi normal darah karena kegagalan jantung berkontraksi secara efektif
selama fase sistolik.Henti jantung ditandai dengan menghilangnya tekanan darah
arteri.Henti jantung berbeda dengan serangan jantung.Serangan jantung adalah keadaan
dimana jantung tetap berkontraksi tetapi aliran darah ke jantung tersembat. (Hardisman
2014)

2. Klasifikasi Henti Jantung


Henti jantung dibedakan bedasakan aktivitas listrik jantung(elektrokardiogram) dan
bedasarkan shockable dan nonshokabe yaitu;
a. Nonshockable : asistol dan aktivitas elektrik tanpa nadi (pulseless electrical activity,
PEA)
b. Shockable : fibrilasi ventrikel (VF),dan takikardia ventrikel tanpa nadi (pulseless
VT). Fibrilasi ventrikel adalah masalah irama jantung yang terjadi ketika jantung
berdetak cepat dengan impuls listrik yang tidak menentu. Pada VF terjadi depolarisasi
dan repolarisasi yang cepat dan tidak teratur dimana jantung kehilangan fungsi
koordinasi dan tidak dapat mempompa darah secara efektif. Hal ini menyebabkan
ventrikel berkontaksi sia-sia, bukannya memompa darah. Selama fibrilasi ventrikel,
tekanan aah menurun dan menghambat suplai darah ke organ vitl. Fibrilasi ventrikel
sering dipicu oleh serangan jantung. (Hardisman, 2014)

4
3. Manifestasi Klinis
 Denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis)
 Kebiruan (sianosis) atau pucat sekali
 Pernafasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu)
 Dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar

(Sartono, et al, 2016)

4. Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru adalah sekumpulan intervensi yng bertujuan untuk


mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan
henti nafas.(Hardisman, 2014). Resusitasi jantung paru menurut Wong 2003 adalah cara
untuk memfungsikan kembali jantung dan paru-paru (Paula Krisyanty, 2016).

A. Untuk penolong tidak terlatih


Untuk mengenali terjadinya sudden cardiac arrest adalah hal yang tidak mudah. Jika
terjadi kekeliruan dan keterlambatan untuk bertindak memulai RJP ini akan
mengurangi angkakeberhasilan hidup pasien tersebut.
 Hubungan penting dalam rantai kelangsungan hidup pasien dewasa diluar rumah
sakit. Pada 2015 algoritma BLS telah diubah untuk menunjukkan fakta bahwa
penolong dapat mengaktifkan system penanggulangan penderita gawat darurat
terpadu (SPGDT), misalnya melalui penggunaan ponsel tanpa meninggalkan
korban. Rekomendasi telah diperkuat untuk mendorong pengenalan langsug
terhadap kondisi korban yang tidak menunujukkan reaksi, pengaktifan system
tanggapan darurat, dan inisiasi RJP jika penolong tidak terlatih menemukan
korban yang tidak menunjukkan rekasi juga tidak bernafas atau tidak bernafas
dengan normal. Penekanan perihal identifiksasi cepat terhadap kemungkinan
seangan jantung oleh operator telah ditingkatkan melalui penyediaan instruksi
RJP secepatnya kepada pemanggil (misalnya RJP dipandu oleh operator.
 Urutan yang disarankan untuk satu-satunya penolong diminta untuk memulai
kompresi ada sebelum memberikan napas buatan (C-A-B, bukan A-B-C) agar

5
dapat mengurangi penundaan kompresi pertama. Ketika menemukan korban henti
janung pada orang dewasa yang bersifat mendadak,seorang penolong pertama kali
harus mengenali henti jantung itu dari unresponsiveness dan tidak adanya
pernafasan normal. Setelah mengenali penolong harus segera mengaktifkan
system respons gawat darurat (SPGDT) mengambil Automated External
Defibrilator (AED) jika ada,dan memulai RJP dengan kompresi dada. Jika AED
tidak tersedia penolong harus memulai RJP langsung.(Sartono, et al, 2016)

B. Untuk penyedia layanan kesehatan


Tim terpadu yang terdiri atas penolong yang sangat terlatih dapat menggunakan
pendekatan terncana untuk menyelesaikan beberapa langkah dan penilaian secara
bersamaan, bukan secara berurutan yang digunakan oleh masing-masing
penolong.peningkatan penekanan telah diterapkan pada RJP berkualitas tinggi
mengunakan target perfoma (kompresi kecepatan dan kedalaman yang memadai, dan
membiarkan recoil dada sepenuhnya diantara setiap kompresi, meminialkan interupsi
dalam kompresi, dan mencegah ventilasi yang berlebihan. (Sartono, et al, 2016)

Penolong harus Penolong tidak boleh


Melakukan kompresi dada pada kecepatan Mengkompresi pada kecepatan lebih
100-120/min rendah dari 100/min atau lebih cepat dari
120/min
Mengkompresi ke kedalaman minimum 2 Mengkompresi ke kedalaman kurang dari
inci (5 cm) 2 inchi (5 cm) atau lebih dai 2,4 inci (6cm)
Membolehkan recoil penuh setelah setiap Bertumpu di atas dada diantara kompresi
kali kompresi yang dilakukan
Meminimalkan jeda dalam kompresi Menghentikan kompresi dada lebih dari
10 detik
Memberikan ventilasi yang cukup (2 napas Memberikan ventilasi berlebihan misalnya
buatan setelah 30 kompresi, setiap napas terlalu banyak napas buatan atau
buatan diberikan lebih dari 1 detik, setiap memberikan napas buatan dengan
kali diberikan dada akan terangkat kekuatan berlebihan

6
C. RJP dengan 1 penolong
 Jalan nafas : penilaian, meminta pertolongan, posisi pasien, buka jalan nafas
 Pernafasan : pantau pernafasan, pertahankan pembukaan jalan nafas, aktifkan
system pelayanan medis darurat ,bila pasien tidak bernafas lakukan ventilasi 2 kali
dan lakukan ventilasi selanjutnya
 Sirkulasi : penilaian, jika denyut nadi ada lakukan pertolongan pernafasan
12x/menit, jka denyut nadi tidak ada aktifkan pelayanan medis darurat, mulai
kompresi dada luar : posisi tangan yang tepat, kompresi 15x/menit, buka jalan nafas
dan berikan 2 x ventilasi, posisi tangan yang tepat dan kompresi 15x/menit, lakukan
4 siklus, kompresi : ventilasi =15 : 2
 Penilaian ulang
(Paula Krisyanty, 2016)

D. RJP dengan 2 penolong


 Ratio kompresi : ventilasi = 5 : 1
 Penolong pertama : menentukan kesadaran, memperbaiki posisi pasien, membuka
jalan nafas, memeriksa pernafasan, jika tidak bernafas, berikan ventilasi 2 kali,
periksa denyut nadi, jika tidak ada denyut nadi maka penolong kedua mencari
lokasi untuk kompresi dada luar,menentukan posisi tangan yang tapat, memulai
kompresi dada luar sesudah penolong pertama mengatakan denyut nadi tidak ada.
(Paula Krisyanty, 2016)

7
Algoritma serangan jantung pada orang dewasa(Sartono, et al, 2016)

Amankan lokasi kejadian

Korban tidak menunjukkan reaksi, teriaklah untuk


Bernafas mendapat pertolongan terdekat, aktifkan SPGDT melalui
normal, perngkat bergerak (jika tersedia) ambil AED dan peralatan
aa denyut gawat darurat (atau minta seseorang untuk melakukannya)

Bernafas
tidak
Pantau nomal,ada
Perhatikan apakah nafas berhenti atau Berikan nafas buatan :
hingga denyut
tenaga tersenggal dan periksa denyut nadi (secara
1 nafas buatan setiap 5-6
medis bersamaan apakah denyt nadi benar-
detik/sekitar 10-12 nafas
terlatih benar teraba dalam 10 detik
buatan per menit
tiba
 Aktifkan system
tanggapan darurat
(jika belum
dilakukan) setelah 2
menit
RJP .Mulai siklus kompresi dan dua nafas
 Terus berikan nafas
buatan gunakan AED secara setelah teredia
buatan periksa
denyut kurang lebih
setiap 2 menit jika
tidak ada
AED tersedia
denyut,mulai RJP
 Jika kemungkinan
terjadi overdosis
ofoid berikan
Periksa irima denyut
nalongson sesuai
jantung,irima dapat dikejut?
protol jika berlaku
Ya, irama dapat Tidak,irama tidak
dikejut dapat dikejut

Berikan satu kejut secara lanjutkan Segera lanjutkan dengan RJP


dengan RJP kurang lebih selama 2 kurang lebih selama 2 menit (
menit sampai AED membaca irima sampai AED membaca irima 8
jantung. Lanjutkan hingga tenaga ALS jantung) lanjutkan hingga tenaga
mengambil alih atau korban mulai ALS mengambil alih atau korban
bergerak mulai bergerak
Penyedia layanan kesehatan BLS Algoritma serangan jantung pada pasien pediatric untuk 1
penolong.(Sartono, et al, 2016)

Amankan lokasi kejadian

Korban tidak menunjukkan reaksi, teriaklah untuk


Bernafas
mendapat pertolongan terdekat, aktifkan system tanggap
normal,
darurat melalui perangkat bergerak (jika tersedia)
aa denyut

Bernafas
tidak
Aktifkan Perhatikan apakah nafas berhenti atau nomal,ada
SPGDT (jika tersenggal dan periksa denyut nadi (secara denyut
Berikan nafas buatan :
belum bersamaan apakah denyt nadi benar-
dilakukan).ke benar teraba dalam 10 detik 1 nafas buatan setiap 3-
mbali pada 5detik/sekitar 12-20 nafas
korban & buatan per menit
Nafas
pantau
berhenti/tersenggal,  Tambah kompresi
hingga
tidak ada denyut nadi jika denyut tetap <
tenaga medis
60 x/menit dengan
terlatih tiba
ya tanda perfusi buruk
Korban terlihat jatuh
 Aktifkan SPGDT (jika
mendadak?
belum dilakukan)
setelah 2 menit
tidak  Teus berikan napas
buatan ;periksa
RJP
denyut nadi kurang
1 penolong ; mulai siklus 30 kompresi dan 2 lebih setiap 2
napas buatan (jika penolong kedua dating menit. Jika tidak
gunakan rasio 15:2).gunakan AE segera ada denyut,mulai
setelah tersedia RJP

Jika penolong masih sendiri kurang lebih


setelah 2 menit, aktifkan SPGDT, lalu ambil AED
9
(jika belum dilakukan)
Aktifkan system
tanggapan darurat, jika
belum dilakukan)ambil
Periksa irima denyut
AED/defrilibator
jantung,irima dapat dikejut?

Ya, irama dapat Tidak,irama tidak


dikejut dapat dikejut

Berikan satu kejut secara lanjutkan Segera lanjutkan dengan RJP


dengan RJP kurang lebih selama 2 kurang lebih selama 2 menit (
menit sampai AED membaca irima sampai AED membaca irima
jantung. Lanjutkan hingga tenaga ALS jantung) lanjutkan hingga tenaga
mengambil alih atau korban mulai ALS mengambil alih atau korban
bergerak mulai bergerak

10
Komponen Resusitasi Jantung(Sartono, et al, 2016)

Komponen Dewasa dan anak Anak-Anak Bayi


remaja (Usia 1 tahun-pubertas) (usia kurang dari 1 th,
tidk termasuk bayi bau
lahir)
Keamanan lokasi Pastikan lingkungan telah aman untuk penolong dan korban
Pengenalan Periksa apakah nafas pasien berhenti atau tersengal? (misalnya,nafas tidak
serangan jantung normal) tidak ada denyut nadi yang teraba dalam 10 detik (pemeriksaan nafas
dan denyut nadi dapat dilakukan secara bersamaan kurang dari 10 detik
Pengaktivan Jika anda sendiri tanpa Korban terlihat jantuh pingsan
SPGDT telepon seluler Ikuti langkah-langkah untuk orang dewasa dan anak
tinggalkan korban untuk remaja
untuk mengaktifkan
SPGDT dan mengambil Korban tidak terlihat jantuh pingsan
AED sebelum memulai Lakukan RJP selama 2 menit
RJP atau meminta Tinggalkan korba untuk mengaktifkan SPGDT dan
bantuan orang lain untuk mengambil AED
melakukannya dan Kembali ke anak atau bayi dan lanjutkan
mulai RJP secepatnya RJP,gunakan AED segera setelah tersedia
gunakan AED segera
setelah tersedia
Rasio kompresi 1 atau 2 penolong 1 penolong = 30:2
batuan nafas tanpa =30:2 Dua penolong atau lebih = 15:2
airway definitif
Rasio kompresi Kompresi berkelanjutan pada kecepatan 100-120/menit
batuan nafas dengan Berikan 1 napas buatan setiap 6 detik (10 napas buatan/menit)
airway definitif
Kecepatan 100-120 / menit

11
kompresi
Kedalaman Minimum 2 inci (5 cm) Minimum sepertiga dari Menimun sepetiga
kompresi diameter APE dada diameter APE dada
sekitar 2 inci sekitar 11/2 inci 4 cm
Penempatan tangan 2 tangan berada 2 tangan atau 1 tangan I penolong
disetengah bagian (oksional untuk anak yang 2 jari dibagian tengah
bawah tulang dada sangat kecil) berada dada tepat dibawah baris
(sterdum) disetangah bagian bawah putting
tulang dada atau sternum
2 penolong atau lebih
2 tangan dengan ibu jari
Bergerak melingkar
dibagian tengah
dada,tepat dibawah baris
putting
Recoil dada Lakukan recoil penuh dada setelah setiap kali kompresi,jangan bertempu diatas
dada setelah setiap kali kompresi
Meminimalkan Batasi gangguan dalam kompresi dada menjadi kurang dari 10 detik
gangguan

Keterangan ;

Kedalaman kompresi tidak boleh lebih dari 2,4 inchi (6cm)

Singkatan : AED (Defibrilator Eksternal Otomatis), AP (Anteroposterior)

5. Indikasi Resusitasi Jantung Paru


RJP harus segera dilakukan pada setiap orang yang ditemukan tidak sadarkan diri
yaitu pada orang yang tidak teraba denyut nadinya dan tidak bernafas.Henti jantung dapat
disebabkan oleh penyakit jantung, penyebab internal non jantung seperti akibat penyakit
paru, penyakit serebrovaskuler, kanker, perdarahan saluran cerna, emboli paru, epilepsy

12
dan penyebab eksternal non paru seperti akibat trauma, asfiksia, overdosis obat, uapaya
bunuh diri dan hal lainnya. (Hardisman, 2014)
Indikasi RJP pada bayi dilakukan jika jantung dan pernapasan bayi telah
berhenti.RJP pada anak dilakukan jika jantung dan pernafasan anak telah berhenti.
Sedangkan indikasi RJP pada orang dewasa dapat mengakibatkan : fibrilasi ventrikel,
takikardi ventrikel dan asistol. (Paula Krisanty, 2016)

6. Indikasi dihentikannya Resusitasi Jantung Paru


RJP dihentikan apabila :
a. Sirkulasi dan ventilasi spontan secara efektif telah membaik
b. Pelayanan dilanjutkan oleh tenaga medis ditempat rujukan atau ditingkat pelayanan
yang lebih inggi seperti di ICU
c. Ada kriteria yang jelas menunjukkan sudah terjadi kematian yang irreversible,
(seperti pupil mata dilatasi maksimal, reflex cahaya negative rigormotis atau kaku
mayat, dekapitasi, dekomposisi atau pucat) atau tidak ada manfaat fisiologis yang
dapat diharapkan karna fungsi vital telah menurun walau telah diberi terapi maksimal
d. Penolong sudah tidak bisa meneruskan tindakan karena lelah atau ada keadaan
lingkungan yang membahayakan atau meneruskan tindakan resutasi akan
menyebakan orang lain cidera
e. Pasien berada pada stadium terminal suatu penyakit atau keterangan DNAR (do not
attempt resuscitatuion) diperlihatkan kepada penolong. (Hardisman, 2014)

RJP pada bayi dapat dihentikan hanya jika ;(Paula Krisyanty, 2016)

a. Bayi mulai bernapas dan frekuensi jantung kembali normal


b. Digantikan seseorang yang dapat melakukan RJP
c. Mendapat bantuan medis dan tindakan lain dilakukan
d. Klien dinyatakan meninggal oleh tim medis

13
RJP pada anak dapat dihentikan hanya jika :(Paula Krisyanty, 2016)

a. Anak mulai bernapas dan frekuensi jantung kembali normal


b. Digantikan seseorang yang dapat melakukan RJP
c. Mendapat bantuan medis dan tindakan lain dilakukan
d. Klien menyatakan meninggal oleh tim medis

7. Teknik Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru


Bedasarkan RJP tahun 2005, ketika menemukan pasien yang tidak sadarkan diri
dan dicurigai mengalami henti nafas dan henti jantung, maka yang pertama dilakukan
adalah memanggil pertolongan jika penolong sendirian. Setelah itu periksa kesadaran
pasien dengan cara memanggil maupun memberikan rangsangan nyeri. Jika pasien tidak
merespon rangasangan yang diberikan, periksa keadaan nafas dan sirkulasi pasien.
Bantun hidup saat kegawatdaruratan terbagi dalam tiga tahap dan pada setiap tahapan
dilakukan tindakan pokok yaitu :
a. Bantuan hidup dasar (basic life support)
 Airway control dan cervical spine control : pengendalian jalan nafas dan servikal
 Breathing support dan ventilation : pemberin nafas buatan dan oksigenasi paru-
paru
 Circulation support dan hemorrhage control : pengenalan tanda-tanda henti
jantung dan mepertahankan sirkulasi dengan kompresi jantung luar, pengendalian
pendarahan dan syok
b. Pertolongan lanjut (advanced life support)
 Drugs and fluid/disability ; penggunaan obat-obatan dan cairan intravena /
penilaian status neurologis
 EKG / Exposure / Environtmental control : pengenalan gangguan irama jantung /
buka baju penderita cegah hipotermia
 Fibriltion treatment : terapi kejut listrik sesuai gangguan irama jantung
c. Pertolongan jangka panjang (prolomnged life support)
 Gauging ; menentukan penyebab dan terapi definitive serta menilai kemungkinan
keselamatan pasien

14
 Human mentation ; menyelamatkan fungsi otak dengan cara resuisitasi otak
 Intensive care : resusitasi keseluruhan fungsi tubuh dalam jangk waktu yang
panjang

Sedangkan perubahan yang terjadi dalam penatalaksanaan RJP tahun 2005 dengan
2010 adalah pda BLS (Basic Life support) yaitu ;

a. Dari urutan A-B-C menuju C-A-B


b. Pengenalan kondisi henti jantung mendadak segera berdasarkan penilaian respon
pasien dan tidak adanya nafas
c. Perintah Look, Listen dan feel dihilangkan darialgortima bantuan hidup dasar
d. Penekanan kompresi dada yang kontinu dalam melakukan resusitasi jantung paru oleh
tenaga tidak terlatih
e. Peningkatan focus metode untuk meningkatkan kualitas RJP yang baik
f. Penggunaan Automatic External Defibrilation (AED)
g. Penyederhanaan algritme bantuan hidup dasar

(Hardisman, 2014)

8. Asuhan Keperawatan Henti Jantung


A) RJP bayi dan anak
1) Pengkajian
a. Perhatikan warna bayi untuk melihat apakah warna tersebut normal
b. Perhatikan bayi untuk menentukan apakah ia masih bernafas
c. Perhatikan apakah dada bayi bergerak
d. Tempatkan telinga didekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara
e. Jentikkan kaki bayi bila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak
bernafas. Jangan mengguncang-guncangkan bayi
f. Mulailah RJP jika bayi tetap tidak bernafas setelah kakinya dijentikkan
g. Bila ada orang lain, minta orang tersebut menguhubungi nomortelepon darurat
untuk mendapatkan bantuan. Bila seorang diri lakukan RJP dengan segera

15
sebelum menghubungi nomor tersebut. Lakukan RJP selama 1 menit,
kemudian hubungi noor darurat secepat mungkin

Jalan Napas

a. Tempatkan bayi telentang diatas permukaan keras


b. Posisikan kepala dengan tepat dan buka jalan napas dengan menempatkan
tangan padadahi dan jari-jari dari tangan yang lain dibawah tulang rahang
bawah dekat bagian tengah dagu. Berhati-hatilah untuk tidak mendorong
jarinan lunak dibawah dagu atau menutup mulut bayi. Kemudian angkat dan
sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
Pemberian posisi yang tepat pentin untuk memungkinkan udara memasuki
pipa udara dan masuk kedalam paru-paru
c. Bila terjadi muntah, bersihkan mulut bayi sebelum memberikan nafas buatan
d. Hilangkan mucus atau muntah dengan cepat menggunakan jari atau spuit bulb
dengan memiringkan kepala bayi.

Pernafasan

e. Bila mulut sudah bersih,posisikan kembali kepala bayi dan observasi dada
untuk menentukan apakah bayi sudah mulai bernafas. Tempatkan telinga
didekat mulut bayi, perhatikan, dengarkan, dan rasakan napas bayi selama 3
sampai 5 detik
f. Bila pernafasan belum juga terjadi, berikan nafas buatan pada bayi
 Buka mulut dengan lebar. Tutupi hidung dan mulut bayi dengan mulut.
Bila bayi besar, tutup mulutnya dengan mulut anda dan tekan
hidungnya dengan keras dengan ibu jari dan telunjuk
 Berikan dua kali napas lambat, kira-kira 1-11/2 detik lamanya,
berhenti diantaranya untuk menghirup udara. Setiap napas yang
diberikan harus cukup untuk membuat dada bayi meninggi
g. Bila tidak terlihat adanya gerakan naik pada dada, posisikan lagi kepala bayi
dan coba lagi

16
h. Bila bayi muntah, miringkan kepalanya dan bersihkan mulut dengan jari atau
spuit bulb

Sirkulasi

i. Setelah memberikan dua kali napas buatan dan melihat adanya peninggian
dada, tetapi bayi belum juga bernapas sendiri, periksalah nadinya
j. Letakkan telunjuk dan jari tengah anda pada nadi brachialis. Rasakan ada
tidaknya nadi selama 5-10 detik. Latihlah tindakan ini sebelum keadaan
darurat yang sebenarnya terjadi, agar terbiasa mencari nadi bayi
k. Bila denyut nadi terana tetapi napas tidak ada, penyelamatan pernapasan harus
dilakukan dan dilanjutkan sampai bayi bernapas. Untuk bayi frekuensinya
harus satu napas setiap 3 detik atau 20 kali napas tiap menit.
l. Mulailah kompresi jantung bila denyut nadi tidak teraba
m. Cari posisi yang tepat untuk kompresi. Gambar garis imajinasi yang
menghubungkan kedua putting bayi sambil memegang kepala bayi pada posisi
yang tepat, tempatkan dua jari dengan jarak satu jari dibawah garis imajinasi
pada tulang dada
n. Dengan telunjuk dan jari tengah, tekan lurus kebawah pada tulang dan
dada1,25 cm sampai 2,5 cm. ulangi hal ini sebanyak 30 kali. Berhenti dan
berikan bayi dua kali napas. Ratio kompresi ; ventilasi = 30 : 2
o. Bila bayi mulai bernafas sendiri dan tidak ada cidera yang dicurigai
,tempatkan bayi pada posisi miring dengan kepala bersandar pada lengan dan
ujung kaki sedikit menekuk pada lutut dan bersandar di permukaan keras

(Paula Krisyanty, 2016)

B) RJP pada anak


1) Pengkajian
a. Perhatikan warna kulit anak untuk melihat apakah warna tersebut normal
b. Perhatikan anak untuk menentukan apakah ia masih bernafas
c. Perhatikan apakah dada anak bergerak
d. Tempatkan telinga didekat hidung dan mulut anak dan dengarkan aliran udara

17
e. Bila terdapat perubahan warna kulit atau anak tidak bernapas, tepuk anak dan
panggil namanya dengan keras
f. Mulailah RJP jika anak tetap tidak bernapas
g. Bila ada orang lain, minta tolong tersebut menghubungi nomor telepon darurat
untuk mendapatkan bantuan. Bila seorang diri lakukan dulu RJP dengan
segera sebelum menghubungi nomor tersebut. Lakukan RJP selama 1 menit,
kemudian hubungi nomor darurat seepat mungkin

Jalan Napas

a. Tempatkan anak telentang diatas permukaan keras


b. Posisikan kepala dengan tepat dan buka jalan napas dengan menempatkan
tangan pada dahi dan jari-jari dari tangan yang lain dibawah tulang rahang
bawah dekat bagian tengah dagu. Berhati-hatilah untuk tidak mendrong
jaringan lunak dibawah dagu atau menutup mulut anak. Kemudian angkat dan
sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
Pemberian posisi yang tepat penting untuk memungkinkan udara memasuki
pipa udara dan masuk kedalam paru-paru
c. Bila terjadi muntah, bersihkan mulut anak sebelum memberikan napas buatan
d. Hilangkan mucus atau muntah denga cepat menggunakan jari dengan
memiringkan kepala anak
 Bila terlihat adanya benda asing, muntahan, atau mucus masukkan jari
telunjuk kanan yang lain kebagian dalam mulut di sisi paling jauh dari
penolong
 Gerakkan jari meleati dari bagian belakang tenggrok kearah penolonh.
Tindakan penyapuan ini dilakukan untuk membantu mengeluarkan
benda asing

Pernafasan

e. Bila mulut sudah bersih, posisikan kembali kepala anak dan observasi dada
untuk menentukan apakah anak sudah mulai bernapas. Tempatkan telinga di

18
dekat mulut anak, perhatikan, dengarkan, dan rasakan napas anak selama 3
sampai 5 detik
f. Bila pernapasan belum juga terjadi, berikan napas buatan pada anak.
 Buka mulut, tutupi hidung dan mulut anak dengan mulut. Untuk anak
yang lebih besar, pijat hidung anak dengan jari dan telunjuk penolong
di tangan penolong yang ada di dahi
 Berikan dua kali napas lambat, kira-kira 1-1/12 detik lamanya,
berhenti diantaranya untuk menghirup udara. Setiap napas yang
diberikan harus cukup untuk membuat dada anak meninggi
g. Bila tidak terlihat adanya gerakan naik pada dada,posisikan lagi kepala anak
dan coba lagi
h. Bila anak muntah,miringkan kepalanya dan bersihkan mulut dengan jari

Sirkulasi

i. Setelah memberikan dua kali napas buatan dan melihat adanya peninggian
dada, tetapi anak belum juga benapas sendiri,periksalah nadinya
j. Letakkan telunjuk dan jari tengah pada nadi karotis. Rasakan ada tidaknya
denyut nadi selama 5-10 detik
k. Bila denyut nadi ada tetapi napas tidak ada, penyelamatan pernapasan harus
dilakukan dan dilanjutkan sampai anak bernafas. Untuk anak-anak frekuensi
nafas buatan yang diberikan harus satu napas tiap 3 detik atau 20 kali
napas/menit.
l. Mulai kompresi jantun bila tidak adadenyut nadi
m. Lokalisasi posisi yang tepat untuk kompresi dada
n. Dengan satu tangan beri tekanan kebawah diatas tulang dada sedala 2,5
sampai 3,75 cm. ulangi hal ini sebanyak 30 kali. Berhenti dan berikan anak
dua kali napas. Ratio kompresi : ventilasi = 30:2. Tetap tempatkan tangan
penolong yang lain di kepala anak untuk menjaga kepala agar tetap berada di
posisi yang benar

19
o. Bila anak mulai bernafas sendiri dan tidak ada cedera yang dicurgai,
tempatkan anak pada posisi miring dengan kepala bersandar pada lengan dan
ujung kaki sedikit menekuk pada lutut dan bersandar di permukaan keras.
(Paula Krisyanty, 2016)

C) RJP Dewasa
1) Pengkajian
Airway/jalan napas
a. Penilaian pastikan tidak sadar, dengan menyentuk,menggoyang dan
memanggil nama
b. Panggilan untuk petolongan. Untuk mengaktifkan system pelayanan medis
darurat
c. Posisi korban. Posisi terlentang,berada pada permukaan yang rata dank eras,
kedua lengan pasien disamping tubuhnya
d. Posisi penolng. Berlutut sejajar dengan bahu pasien, penolong dapat
melakukan nafas bantuan dan kompresi tanpa penggerakan lutut
e. Buka jalan nafas. Tengadahkan kepala, topang dagu untuk membuka jalan
napas, jari tengah, jari manis, dan kelingking bisa digunakan untuk menopang
dagu sedangkan jari telunjuk untuk mengeluarkan benda asing atau makanan
yang ada dimulut

Breathing/pernafasan

Penilaian : tentukan tidak bernapas, dengan mendekatkan telinga diatas


mulut/hidung pasien sambil mempertahankan pembukaan jalan napas, perhatikan
dada pasien, melihat gerakan naik turunnya dada pasien,mendengar udara keluar
waktu ekspirasi, merasakan adanya aliran udara.

Melakukan pertolongan pernafasan

a. Mulut ke mulut

20
Penolong emijat hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk, penolong
memberikan 2 nafas penuh, indicator ventilasi yang adekuat : observasi naik
turunnya dada, mendengar dan merasakan udara keluar pada waktu ekhalasi
b. Mulut ke hidung
Pada pasien yang tidak mungkin dilakukan ventilasi melalui mulut, penolong
menarik nafas dalam, menutup hidung pasien dengan bibir penolong dan
menghembuskan ke dalam hidung
c. Mulut ke stoma
Pada pasien yang dipasangtrecheostomi

Circulation
a. Penilaian ; tentukan denyut nadi tidak ada, pemeriksaan nadi dilakukan
pada arteri carotis selama 5-10 detik, bila denyut nadi ada, tetapi
pernapasan tidak ada maka pertolongan pernapasan dilakukan 2 kali napas
awal (1,5-2 detik setiap napas) kemudian 12x/menit pertolongan
pernapasan, bila denyut nadi tidak teraba maka dilakukan kompresi dada
luar
b. Aktifkan system pelayanan medic darurat, menghubungi system pelayanan
darurat dengan memberikan infomasi tentang :hal-hal yang terjai,
serangan jantun/kecelakaan, jumlah orang yang membutuhkan
pertolongan, kondisi pasien, bantuan yang sudah diberikan, informasi
lainnya yang dibutuhkan
c. Komresi dada luar. Kompresi dada luar akan menyebabkan sirkulasi ke
paru-paru dan diikuti dengan ventilasi
d. Posisi tangan yang tepat waktu kompresi
 Dengan jari telunjuk dan jari tengan menentukan batas bawah iga
pasien
 Jari-jari menelusuri titik dimana iga berteu dengan sternum bagian
tengah bawah
 Jari telunjuk diletakkan disebelahnya pada bagian bawah sternum

21
 Bagian telapak tangan yang dekat dengan kepala pasien diletakkan
pada bagian bawah sternum
 Tangan yang lain diletakkan diatas tangan yang berada pada
sternum sehingga kedua tangan berada pada posisi sejajar
 Jari-jari dapat diluruskan atau menyilang, tetapi tidak boleh
menyentuk dada
e. Karena berbagai bentuk dan ukuran tangan, maka posisi tangan ialah
menggunakan pergelangan tangan yang beraa pada dada Teknik kompresi
yang tepat
 dengan tangan yang berada dibagian bawah sternum
 Siku dipertahankan pada posisi lengan diluruskan dan bahu
penolong berada pada posisi langsung diatas tangan sehingga
setiap penekanan kompresi dada diluar dilakukan lurus kebawah
pada sternum
 Tekanan kompresi dilepaskan agar dapat mengalir kedalam
jantung, tekanan harus dilepaskan dan dada dibiarkan kembali ke
posisi normal, waktu yang digunakan untuk pelepasan harus sama
dengan waktu yang digunakan untuk kompresi
 Tangan tidak boleh diangkat dari dada atau diubah posisinya

(Paula Krisyanty, 2016)

9. Pengobatan
a. Epinephrine.
Epinephrine hydrochloride bermanfaat pada pasien dengan cardiac arrest, utamanya
karena memiliki efek α-adrenergic reseptor-stimulating (vasokonstriktor).Efek α-
adrenergik dari epinephrine dapat meningkatkan CPP (coronary perfusion
pressure/aortic relaxation “diastolic” pressure minus right atrial relaxation
“diastolic” pressure) dan tekanan perfusi cerebral selama RJP. Untuk efek β-
adrenergik dari epinephrine, masih kontoversi karena berefek meningkatkan kerja
miokardium dan mengurangi perfusi subendokardial.Berdasarkan kerjanya tersebut,

22
jadi cukup beralasan jika pemberian 1 mg epinephrine IV setiap 3-5 menit dianjurkan
pada cardiac arrest. Dosis lebih tinggi hanya diindikasikan pada keadaan khusus,
seperti pada overdosis β-blocker atau calcium channel blocker. Jika akses vena (IV)
terlambat atau tidak ditemukan, epinephrine dapat diberikan endotrakeal dengan dosis
2 mg sampai 2,5 mg.
b. Dapat diberikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung
lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
c. Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
d. Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
e. Antiaritmia
Amiodarone IV berefek pada channels natrium, kalium, dan kalsium dan juga
memiliki efek α- and β-adrenergic blocking.Amiodarone dapat dipertimbangkan
untuk terapi VF (fibrilsi ventrikel) atau Pulseless VT (takikardi ventrikel) yang tidak
memberikan respon terhadap shock, RJP dan vasopressor.Dosis pertama dapat
diberikan 300 mg IV, diikuti dosis tunggal 150 mg IV. Pada blinded-RCTs didapatkan
pemberian amiodarone 300 mg atau 5 mg/KgBB secara bermakna dapat memperbaiki
keadaan pasien VF atau Pulseless VT dirumah sakit, dibandingkan pemberian
placebo atau lidocaine 1,5 mg/KgBB.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Henti jantung adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan
oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal.Henti
jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa Negara. Untuk pemberian
bantuan hidup dasar sangat diperlukan pada klien yang mengalami henti jantung yaitu
dengan cara Resusitasi Jantung Paru. RJP adalah usaha penyelamatan pada henti nafas
dan henti jantung.

B. Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu semua saran yang membangun
dari semua pihak sangat kami harapkan

24
DAFTAR PUSTAKA

Sartono, dkk.2016.Basic Trauma Cardiac Life Support. GADAR Medik Indonesia : Bekasi
Krisyanty, Paula,dkk.2016.Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV Trans Info Media :
Jakarta
Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis.Pustaka Baru : Yogyakarta

25

Anda mungkin juga menyukai