DisusunOleh :
Reguler3. A2
A. DEFENISI
Henti jantung adalah penghentian aktivitas pompa jantung efektif yang
mengakibatkan penghentian sirkulasi. Terdapat hanya dua tipe henti jantung ,
yaitu : cardiac standstill ( asisitol ) dan fibrilisasi ventrikel (plus format lain dari
kontraksi ventrikel tak efektif, seperti flutter ventrikel, dan yang jarang terjadi
takikardia ventrikel) (Arif muttaqin, 2012).
Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit
jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan
sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,
2010).Jameson, 2005),menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksisecara efektif.
Cardiac Arrest adalah jantung tidak cukup memompa darah ke otak, Cardiac Output
<20%, dan nadi carotis tidak teraba.Gejala dan tanda yang tampak, antara lain
hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak
bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi
yang dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung, (Eliastam, 2010).
Henti Jantung adalah terhentinya denyut jantung dan sirkulasi darah
secara tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya tidak mengalami gangguan apa -
apa. Henti jantung merupakan keadaan kegawat daruratan kardiovaskuler. Keadaan
ini kemudian diikuti dengan berhentinya fungsi pernafasan dan hilangnya
kesadaran secara reflex (Susilowati, 2015).
D. Manifestasi Klinis
1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen termasuk otak
2. Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan
kesadaran (collapse)
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
4. Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang
dapat terasa pada arteri
6. Tidak ada denyut jantung
7. Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%
1. Danger
Memastikan keselamatan penolong, amankan lingkungan dan amankan
penderita
2. Respon
Periksa ketiadaan respon dengan suara, jika tidak merespon lakukan tepukan
pada bahu penderita, jika tetap tidak berespon berikan rangsangan nyeri.
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang
sebenarnya masih dalam keadaan sadar.
3. Shout for Help
Apabila pasien tidak berespon segera menelfon Emergency Medical
Service (EMS)
4. Circulation
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi
pasien, tangan yang lain meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral
selama 5 sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan
kompresi dada.Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian
pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari
ke arah cranial dari procecus xyphoideus). Jari-jari bisa saling menjalin atau
dikeataskan menjauhi dada.
Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum, sehingga
tekanan yang diberikan akan terpusat di sternum, yang mana akan mengurangi
resiko patah tulang rusuk.
Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak
lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah
bawah dari sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5 cm)
Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal.
Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan.
Tangan jangan diangkat dari dada pasien atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah
mengalir ke jantung.
Lakukan CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) dengan rasio = 30 kali
kompresi dada : 2 nafas buatan. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit).
Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada
dihentikan jika:
a. Telah tersedia AED (Automated External Defibrillator).
b. Korban menunjukkan tanda kehidupan.
c. Tugas diambil alih oleh tenaga terlatih.
Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa
nadi di arteri carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan
kompresi dada.
Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan
perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan perawatan definitive.
Rasionalisasi: perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian
defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan
asam-basa, monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatih di ICU.
CPR yang diberikan pada anak hanya menggunakan satu tangan,sedangkan
untuk bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan
anak terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dibagian
tengah tulang dada.
5. Airway
Buka jalan nafas
a. Head-tilt chin-lift maneuver : letakkan salah satu tangan di kening pasien,
tekan kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk
mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang
lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang dan angkat rahang ke
depan sampai gigi mengatub.
Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan
oleh lidah.
b. Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing-
masing sisinya dengan kedua tangan,angkat mandibula ke atas sehingga
kepala mendongak.
Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka
jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher.
6. Breathing
Lakukan LDR (Lihat Dengar Rasakan) dekatkan telinga ke mulut dan
hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke dada pasien, perhatikan
apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara yang
berhembus selama ekspirasi.
Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan.
Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to
mouth atau dengan menggunakan BPM. Selama memberikan bantuan
pernafasan pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang
terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-
masing selama 2-4 detik).
Rasionalisasi: pemberian bantuan pernafasan yang adekuat
diindikasikan dengan dada terlihat mengembang dan mengempis, terasa adanya
udara yang keluar dari jalan nafas dan terdengar adanya udara yang keluar saat
ekspirasi.
Jika pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery (posisi
tengkurap, kepala menoleh ke samping).
2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden
cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini
sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang
ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit
adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu
menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat
memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
3. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah.
Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama
tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat,
elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien.
Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang
jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau
menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi
aritmia.
5. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac
arrest adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan
fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari
ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai
70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden
cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti
dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung
Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized
tomography (CT) scan jantung.
6. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh
darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest.
Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui
tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki,
untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi
terlihat pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan.
Selain itu, sementara kateter diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan
dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri
terbuka.
PENGKAJIAN
DIAGNOSA
a. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
otak
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung
menurun
INTERVENSI
a Dx 1 Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
Tujuan : Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
Kriteria Hasil : Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Warna dan suhu kulit normal.CRT < 2 detik.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau adanya pucat, sianosis dan kulit Sirkulasi yang terhenti menyebabkan
dingin atau lembab transport O2 ke seluruh tubuh juga terhenti
sehingga akral sebagai bagian yang paling jauh
dengan jantung menjadi pucat dan dingin.
Mempercepat pengosongan vena superficial,
Posisikan kaki lebih tinggi dari jantung
mencegah distensi berlebihan dan
meningkatkan aliran balik vena
Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi
Berikan vasodilator misal nitrogliserin,
miokardia.
nifedipin sesuai indikasi
INTERVENSI RASIONAL
Pantau pernapasan klien Untuk evaluasi distress pernapasan
Pantau GDA Pasien Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas
semakin membaik
Berikan O2 sesuai
Peningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat
indikasi
memperbaiki hipoksemia jaringan
IMPLEMENTASI
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan
pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.
EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA