Dosen Pengajar :
Disusun Oleh :
BAB II
PENDAHULUAN
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia.
Menurt American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko
tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1. Adanya jejas di jantung
Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain,jantung yang terjejas atau
mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia
ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami
serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada
pasien dengan penyakit jantung atherosclerosis
6. Penyalahgunaan obat
Merupakan faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya
tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,pada keadaan
ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya,jantung hanya mampu beretar saja.
Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau
defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi
nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah keventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika
mentosa lebih diutamakan.Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tapa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas
atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera
dilakukan.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.
D. Patofisiologi
Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu
tidak ada lagi irama yang spontan.
a. Akibat dari ateroklerosis menimbulkan plak pada pembuluh darah.
b. Penebalan tot jantung dan fibrilasi ventrikel mengakibatkan jantung tidak dapat
berkontraksi secara optimal
c. Takikardi ventrikel teriadi karena pembentukan impuls sehingga frekuensi nadi cepat
yang mengakibatkan pengisian ventrikel menurun.
Dari ketiga penyebab diatas mengakibatkan hambatan aliran darah sehingga
Sirkulasi darah terhenti teriadilah cardiac arrest.Akibat cardiac arrest teriadi kemampuan
Pompa jantung menurun akibatnya curah jantung menurun sehingga terjadi:
• Suplai oksigen keseluruh tubuh menurun, dimana darah membawa oksigen otomatis
kebutuhan oksigen keparu-paru tidak terpenuhi terjadilah gangguan pertukaran gas
• Suplai oksigen ke otak tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi serebral
• Suplai oksigen ke jaringan tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi jaringan
F. Manfestasi klinis
1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen
termasuk otak
2. Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan
kesadaran (collapse)
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
4. Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri
6. Tidak ada denyut jantung
7. Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%
F. Test Diagnostik
1. Elektrokardio gram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang
EKG, sensor dipasang pada dada tau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya
tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera tot jantung tidak
melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah
terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan,
yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2. Tes darah
A. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel
darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi
serangan jantung.
B. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada
jantung,
di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan
cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
C.Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk rese tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
C. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi in sebagai pemicu cardiac
arrest.
3. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran
darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan
ke
dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c. Ekokardiogram
Tes in menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak
oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi
ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
G. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1. Hipoksia jaringan ferifer
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian
PENATALAKSANAAN
a. Respons awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-benar disebabkan ole henti
jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada tidakya denyut nadi pada pembuluh
darah karotis atau arteri femoralis dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan
henti jantung yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam
waktu yang singkat setelah henti jantung
b. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)
Tindakan in yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner
(RKP:CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan dasar yang
bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan intervensi yang definitive dapat
dilaksanakan.
Untuk penanganan awal henti jantung yaitu dengan CAB :
• Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau
menggoyangkan pasien sambil bersuara keras "Apakah anda baik-baik saja?" Jika tidak berespon
berikan rangsangan nyeri.
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya mash dalam
keadaan sadar.
• Apabila pasien tidak berespon segera telfone Emergency Medical Service
(EMS) Posisikan pasien supinepada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar dengan bahu
pasien. Jika pasien mempunyai trauma leher dan kepala, jangan gerakkan pasien, kecuali bila
sangat perlu saja
Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pember bantuan dapat memberikan bantuan nafas dan
kompresi dada tapa berubah posisi.
a) Circulation
Pastikan ada atau tidakya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas
dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain meraba denyut
nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5 sampai 10 etik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai
dengan kompresi dada.
• Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari salah satu tangan
pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus) . Jari-
jari bisa saling menjalin atau dikeataskan menjauhi dada.
Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum, sehingga tekanan yang
diberikan akan terpusat di sternum, yang mana akan mengurangi resiko path tulang rusuk.
• Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada teak lurus dengan
kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah bawah dari sternum pasien ke
bawah, 1 - 1,5 inch
(3.8 - 5 cm)
• Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal.
Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan
diangkat dari dada pasien atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah mengalir ke
jantung.
• Lakukan CPR (Cardio Pulmonary Resusitation) dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali
kompresi dada. Ulangi siklus in sebanyak 5 kali(2 menit).
• Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika: Telah
tersedia AED (Automated External Defibrillator), korban menunjukkan tanda kehidupan, Tugas
diambil alih oleh tenaga terlatih.
Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di arteri
carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada.
• Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan perlengkapan khusus
resusitasi untuk memberikan perawatan definitive.
Rasionalisasi: perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian defibrilasi, terapi
obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan asam-basa, monitoring dan perawatan
ole tenaga terlatih di ICU.
• CPR yang diberikan pada anak hanya menggunakan satu tangan,sedangkan untuk bay hanya
menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bay dan anak terletak lebih tinggi dalam rongga
dada, jadi tekanan harus dibagian tengah tulang dada.
b) Airway (Buka jalan nafas)
• Head-tilt/chin-lift maneuver :letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan kening ke arah
belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala pasien. Kemudian
letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang dan angkat
rahang ke depan sampai gigi mengatub.
Rasionalisasi: tindakan in akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.
• Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing-masing sisinya
dengan kedua tangan,angkat mandibula ke atas sehingga kepala mendongak.
Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka jalan nafas pada
korban yang dicurigai mengalami trauma leher.
c) Breathing
•Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke dada
pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turn dada dan rasakan adanya udara yang
berhembus selama expirasi
Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidakya pernafasan spontan.
• Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to mouthatau dengan menggunakan
amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan natas pasien terbuka dan tidak
ada udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing
selama 2-4 detik).
Rasionalisasi: pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas dan terdengar
adanya udara yang keluar saat expirasi.
• Jika pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery (posisi tengkurap, kepala menoleh ke
samping).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Prinsip penangan RJP (AHA 2015) ada 3 langkah yaitu CAB (Circulation/ membantu
memperbaiki sirkulasi), Airway/pembebasan jalan nafas,
Breathing/ usaha nafas)
a. Airway (Pembebasan jalan nafas)
Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada
permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point
penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:
1) Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi
korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
2) Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan
teknik Jaw-thrust tapa ekstensi leher.
3) Bebaskan jalan nafas dengan membersikan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger
swab atau suction jika ada.
b. Breathing (Cek pernafasan)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ek pernafasan antara lain:
1) Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen
(mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.
2) Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada
SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-
masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang).
3) Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian
bear dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).
4) Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:
• Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan
dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah mash mencukupi
kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada
penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan
rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada
• Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting sat prolonged
VE SCA
• Hindari hiperventilasi (baik pemapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan
volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
• Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dil) frekuensi nafas diberikan
8-10 nafas/menit tapa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.
5) Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban
memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan
kompresi dada.
6) Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan
mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral
jakun/tulang krikoid).
7) Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata
10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat
mengembangkan dada.
c. Circulation
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan
resusitasi jantung dan paru:
1) Kompresi yang "efektif' diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi
dilakukan.
2) Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong
berada disisi dada korban.
3) Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat
(untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan
waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya
ritmik dan rileks).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi cerebral b.d penurunan suplai 02 ke otak
2. Gangguan pertukaran gas b.d suplai 02 tidak adekuat
3. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun