Disusun Oleh:
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab
tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam
jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung
adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien
dengan penyakit jantung atherosclerotic.
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118
(2010) yaitu:
Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau nyeri
dada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang tidak nyaman,
diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum.
Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang menjalar ke
perut bagian atas. Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada
atau mengikuti adalah berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek-
pendek), kelemahan, tidak sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).
1.4 Patofisiologi cardiac arrest
1. Fibrilasi ventrikel
2. Takhikardi ventrikel
4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
1. Elektrokardiogram
2. Tes darah
b. Elektrolit Jantung
c. Test Obat
d. Test Hormon
3. Imaging tes
b. Pemeriksaan nuklir
c. Ekokardiogram
Jika diperlukan, tes ini biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai.
Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang
menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung.
Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik
melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab
yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan
untuk mengamati lokasi aritmia.
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi
dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
1.6 Komplikasi
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian
1.7 Prognosis
Pathway
Multi faktor
Perubahan Status
Suplai O2 Ke Plak pada
Kesehatan
Paru Menurun dinding arteri
Kelemahan otot
Dipsnea Suplai oksigen tubuh
ke jantung
menurun
Pola napas Resiko cidera
tidak efektif Hipoksia dan
asidosis Kerusakan otot
respiratorik jantung Resiko Perfusi
Serebral Tidak
Henti jantung Penurunan Efektif
Curah Jantung
Gangguan
sirkulasi
spontan
1.8 Penatalaksanaan
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,
sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan
prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi, akan terlihat dilatasi
pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa (Ulfah AR, 2010) :
a. Masase jantung.
Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras, kemudian dengan
telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat
di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria
pumonalis dan aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari
terabanya kembali nadi arteri-atreri besar. Sedangkan pulihnya sirkulasi ke
otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.
b. Pernapasan buatan.
1. Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat
apakah korban bergerak atau memberikan respon, jika tidak berikan stimulasi
dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan
menjawab dan bergerak. Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan
pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera dan pengobatan
yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban tidak sadar,
maka segera panggil bantuan.
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang datar
dan keras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang keras.
Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial mungkin gerakan
pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke
belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas
dengan beberapa teknik berikut :
a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas
dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan
jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan sumbatan.
Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka, dapat dilakukan teknik
Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian lakukan
hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan di antara
prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat
dikeluarkan,
Gambar: Teknik Chest Thrust Gambar: Teknik Abdominal Thrust
5. Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau
tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif. Hal itu
dapat dilihat dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak
mengembang reposisikan kepala korban agar jalan nafas dalam keadaan
terbuka. Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa alat,
yaitu pada bayi dilakukan teknikmouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada
anak menggunakan teknik mouth-to-mouth.
7. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri
brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun
femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi
> 60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka
lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas
buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif
akan tampak dada korban akan mengembang.
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik
yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari
(two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis
imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua
penolong.
9. Defibrilasi / AED (Automated External Defibrillator)
1. Pastikan anda dan korban tidak berada dalam situasi yang bisa
membahayakan hidup anda berdua seperti misalnya pada korban yang
tersengat listrik, pastikan aliran listrik yang masih menempel pada korban
telah diputuskan terlebih dahulu. Korban kecelakaan yang berada di tengah
keramaian lalu lintas harus dipinggirkan ke tempat yang aman sebelum mulai
diberikan pertolongan pertama.
4. Bila korban tidak memberikan respon periksa apakah korban yang tidak
sadarkan diri ini bernafas; dengan cara melihat pergerakan dada dan
mendengarkan suara-suara yang keluar dari mulut korban.
6. Ambil stiker pad, tempelkan pada dada korban dan pastikan pad menempel
kuat dengan kulit dada korban (alat pencukur jenggot tersedia dalam paket
plastik kecil di kotak AED, termasuk handuk kecil untuk mengeringkan dada
korban apabila basah).
7. Ikuti perintah yang diberikan AED yaitu lakukan Resusitasi Jantung Paru
atau CPR sampai selama kurang lebih 2 menit. AED kemudian akan
memeriksa kondisi detak jantung korban dan memerintahkan semua orang
yang terlibat untuk tidak menyentuh korban: “Don’t Touch Patient
Analyzing.”
8. AED akan memutuskan bila korban membutuhkan shock atau tidak dengan
menganalisa detak jantung korban. Apabila AED menemukan salah satu dari
dua jenis detak jantung ini yaitu Ventricular Febrillation (tidak teratur),
Ventricular Tachycardia (sangat cepat), AED akan memerintahkan penolong
untuk menekan tombol Shock dengan perintah: “Shocking Advised”.
11. Penolong harus terus melanjutkan set yang sama sesuai perintah AED
sampai paramedik datang memberikan bantuan tambahan dan mengambil alih
proses pertolongan pertama.
12. AED tidak akan memberikan perintah berhenti RPJ atau “Stop CPR” atau
memberitahu penolong bahwa korban sudah meninggal. AED akan terus
memerintahkan penolong untuk tetap melakukan RJP/CPR sampai korban
sadarkan diri.
Alogaritma Cardiac Arrest
Henti jantung tanpa nadi 1
3 2 9
Periksa irama jantung,
VT/VF Asistol/PEA
perlu febrilasi ?
4 1
Beri 1 kali shock Lakukan CPR segera sebanyak 5 siklus 0
ketika telah tersedia IV/IO, beri vasopresor.
Manual biphasic : dengan ukuran 0
Epinephrine 1 mg IV/IO. Ulangi setiap 3-5
khusus (120 – 200 J) menit atau beri 1 dosis vasopressin 40 unit
IV/IO untuk menggantikan epinephrine
AED dengan ukuran Khusus
dosis pertama dan kedua. Atropine 1 mg
Monophasic : 360 J IV/IO untuk asistol atau PEA dengan
5 prekuensi lambat. Ulangi tiap 3-5 mrnit
Lakukan CPR segera (sampai 3 dosis)
Periksa irama jantung,
perlu febrilasi ? 1
Periksa irama jantung, 1
6 perlu febrilasi ? 2
Lanjutkan pemberian CPR sementara defibrillator di –
charge kemudian berikan 1 kali shock. 0
Pasien Tn.H datang ke IGD RS PHC Surabaya pada pukul 18.30 WIB keluarga
klien mengatakan klien mengeluh sesak nafas serta nyeri dada hebat, kemudian
pasien tidak sadarkan diri. Pada pemeriksaan pasien tidak sadarkan diri,nadi
karotis tidak teraba, tidak ada hembusan nafas dan pergerakan dada.
Psien segera dilakukan RJP Ventilasi 30:2. Pasien diberikan epinefrin 1mg setiap
15 menit sekali EKG pasien ventrikel vibrilasi kemudian dilanjutkan EKG
defibrilasi 360 joule dan gelombang EKG menjadi asystole. RJP dilakukan
kembali hingga 3 siklus dan RJP dihentikan.
Hasil EKG
ASUHAN KEPERAWATAN IGD
1. Identitas Pasien
Nama: Tn.S
Usia: 48th
No.Rm: 0229398
Alamat: Candiroto Temanggung
2. Primary Survey
Anamnesis singkat: Pasien diantar keluarganya dengan keluhan tiba-tiba
sesak dan nyeri dada hebat kemudian tidak sadarkan diri. Tidak mual,
tidak muntah, tidak ada riwayat kejang, riwayat hipertensi dan jantung
disangkal.
Respon Kesadaran
Respon (-) GCS 1-1-1
Circulation
Nadi carotis (-), akral dingin, tekanan darah 30/40 MmHg.
Airway
Monitoring (-), gurgling (-), stridor (-)
Breathing
RR: 6X/ menit
Inspeksi: Pergerakan dada (-)
Palpasi: Tidak dilakukan
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (-)
Disabilitas
Pupil diameter 5mm/5mm
Refleks cahaya (-)
GDS: Hi
3. Diagnosis
Cardiac Arrest
4. Tata Laksana
RJP 5 siklus: Ventilasi bag-valve mask 30:2
Pasang EKG monitor: Asistole
Pasang IV line, RL 500cc
RJP 5 siklus 30:2 +Epinefrin 1 amp IV
Evaluasi monitor EKG: Asistole, nadi tidak teraba
RJP 5 siklus: asystole, nadi tidak teraba
Evaluasi monitor EKG 12 Lead: Asistole
Pupil dilatasi maksimal (+)
Reflek cahaya (-)
RJP dihentikan pasien dinyatakan meninggal.
PENUTUP
Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung
secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena
terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak henti jantung.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena
sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak.
Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus
dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang
kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik
yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang
aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung sebaiknya
dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwaresusitasi dapat
memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika
waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta:
EGC.h. 163.
Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.