Anda di halaman 1dari 13

Aku cinta sekali univkuu heheee

Hehee

Bayak sekali rumah di gunung Sinai hehehee

Hohoo kamu kenyang sekali kan yaa?

Pembahasan

Observasi Sepintas

Saat pasien datang, sebaiknya perlu melakukan pengkajian primer, yaitu :2

1. Airway
 Apakah ada peningkatan sekret ?
 Adakah suara nafas : krekels ?
2. Breathing
 Adakah distress pernafasan ?
 Adakah hipoksemia berat ?
 Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
 Apakah ada bunyi whezing ?
3. Circulation
 Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
 Apakah ada takikardi ?
 Apakah ada takipnoe ?
 Apakah keluaran urin menurun ?
 Apakah terjadi penurunan TD ?
 Bagaimana capillary refill ?
 Apakah ada sianosis ?
Penanganan Kegawatdaruratan

Kasus henti jantung (cardiac arrest) dapat terjadi pada siapapun, kapanpun, dan
dimanapun. Dari beberapa laporan, kasus henti jantung masih merupakan penyebab kematian

1
terbanyak didunia. Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya kompetensi pelayan kesehatan
(dokter, paramedis, serta team bantuan medis lainnya) harus lebih ditingkatkan terutama
dalam pertolongan kasus henti jantung.3

Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada Advanced Cardio-vascular


Life Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac Arrest, dikemukakan bahwa kunci bertahan
hidup pada cardiac arrest adalah Basic Live Support (BLS) dan sistem ACLS yang
terintegrasi dengan baik. Dasar berhasilnya ACLS adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang
berkualitas, dan untuk VF/ pulseless VT diperlukan defibrilasi yang cepat dan tepat. 3

1. CPR (Cardiopulmonal Resuscitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP)

2
Gambar 1. Penanganan Fibrilasi Ventrikel menurut ACLS.3

2. Terapi Listrik (Defibrilasi)

3
Defibrilasi adalah pengobatan yang menggunakan aliran listrik dalam waktu yang
singkat secara asinkron.4

Indikasi

 VF

 VT tanpa nadi

 VT polymorphyc yang tidak stabil

Defibrilasi harus dilakukan sedini mungkin dengan alasan:

 Irama yang didapat pada permulaan henti jantung umumnya adalah ventrikel fibrilasi
(VF).

 Pengobatan yang paling efektif untuk ventrikel fibrilasi adalah defibrilasi.

 Makin lambat defibrilasi dilakukan, makin kurang kemungkinan keberhasilannya.

 Ventrikel fibrilasi cenderung untuk berubah menjadi asistol dalam waktu beberapa
menit.

Alat yang dipergunakan

1. Defibrilator
Defibrilator adalah alat yang dapat memberikan shock listrik dan dapat
menyebabkan depolarisasi sementara dari jantung yang denyutnya tidak teratur,
sehingga memungkinkan timbulnya kembali aktifitas listrik jantung yang
terkoordinir. Energi dialirkan melalui suatu elektrode yang disebut paddle.
Defibrilator diklasifikasikan menurut 2 tipe bentuk gelombangnya yaitu monophasic
dan biphasic. Defibrilator monophasic adalah tipe defibrilator yang pertama kali
diperkenalkan, defibrilator biphasic adalah defibrilator yang digunakan pada
defibrilator manual yang banyak dipasarkan saat ini. 4

2. Jeli
Jeli digunakan untuk mengurangi tahanan dada dan membantu menghantarkan
aliran listrik ke jantung, jeli dioleskan pada kedua paddle. 4

4
3. Energi
Untuk Ventrikel Fibrilasi (VF) dan Ventrikel Takikardi (VT) tanpa nadi, energi
awal 360 joule dengan menggunakan monophasic deflbrilator, dapat diulang tiap 2
menit dengan energi yang sama, jika menggunakan biphasic deflbrilator energi yang
diperlukan berkisar antara 120 - 200 joule. 4

3. AED (Automated External Defibrilator)

AED adalah sebuah defibrilator yang bekerja secara komputer yang dapat: 4

 Menganalisa irama jantung seorang korban yang mengalami henti jantung.

 Mengenal irama yang dapat dilakukan tindakan defibrilasi (shock)

 Memberikan petunjuk pada operator ( dengan memperdengarkan suara atau dengan


indikator cahaya)

AED digunakan jika korban mengalami henti jantung:

1. Tidak berespon

2. Tidak bernafas

3. Nadi tidak teraba atau tanda - tanda sirkulasi lain

Elektroda adhesif ditempatkan pada dada korban dan disambungkan ke mesin


AED, paddle elektroda mempunyai 2 fungsi yaitu : 4

 Menangkap sinyal listrik jantung dan mengirimkan sinyal tersebut ke komputer.

 Memberikan shock melalui elektroda jika terdapat indikasi.

Anamnesis

Pada umumnya kontak pertama antara seorang dokter dan pasien dimulai dari
anamnesis. Dari sini hubungan terbangun sehingga akan memudahkan kerjasama dalam
memulai tahap-tahap pemeriksaan berikutnya. Anamnesis dapat langsung di lakukan kepada
pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila
keadan pasien tidak memungkinkan untuk di wawancara, misalnya keadaan gawat darurat,
afasia akibat stroke dan lain sebagainya.5

5
Anamnesis umum yang harus dilakukan untuk mengetahui riwayat penyakit sekarang
yang dialami pasien, yaitu:6

 Jelaskan palpitasi dengan rinci?

 Apa yang memicunya (misalnya ketakutan, nyeri dada)?

 Bagaimana awalnya (onset mendadak lebih sering terjadi pada takiaritmia sedangkan
onset beberapa menit bisa terjadi saat menyadari adanya takikardia sinus)?

 Berlangsung berapa lama ? Apa yang menghilangkannya (misalnya obat, spontan)?

 Apa gejala penyerta yang ada: pingsan. berkeringat, sesak napas, nyeri dada, rasa ada
yang memukul di dada atau leher, penurunan kesadaran?

 Adakah poliuria pasca kejadian (menunjukkan takikardia dapat menyebabkan pelepasan


faktor natriuretik atrium)?

 Bagaimana kecepatan palpitasi? Apakah regular atau iregular (ketukan tidak teratur)?

 Adakah gejala penyakit jantung lainnya (misalnya nyeri dada, sesak saat aktivitas,
ortopnea)?

 Adakah gejala tirotoksikosis (misalnya tremor, berkeringat,struma, tanda pada mata)?

 Penjelasan dari saksi mata dan EKG selama serangan sangat membantu.

 Riwayat penyakit

 Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi


 Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, penyakit katup jantung,
hipertensi
 Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan
untuk terjadinya intoksikasi
 Kondisi psikososial
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan dengan perhatian khusus pada denyut
nadi, tanda-tanda vital (tekan darah, denyut nadi, frekuensi napas, suhu) termasuk
pengukuran postural, adanya murmur jantung, dan setiap tanda neurologis.2
6
Pada awalnya dilakukan inspeksi pada lokasi umum. Dalam arti kata dilihat seluruh
tubuh pasien dan dinilai. Pada inspeksi dilihat seluruh struktur abdomen, jantung, dan paru.
Setelah itu dilakukan palpasi. Pada kasus ini palpasi dilakukan seiringan dengan kondisi
pasien yaitu pasien datang dengan gangguan jantung. Setelah itu dilakukan perkusi dan
auskultasi sesuai dengan keadaan dan keluhan pasien
Pemeriksaan Penunjang 7

1. Elektrokardiografi (EKG) untuk membantu mengidentifikasi kondisi iskemik atau


proaritmia.7

Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai
oleh kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit
dikenali.VF merupakan penyebab utama kematian mendadak. 7

Gambar 2. Hasil EKG Fibrilasi Ventrikel.7

7
Kadar elektrolit serum, termasuk kalsium dan magnesium.
Enzim jantung untuk mengidentifikasi cedera miokard
Hitung darah lengkap (CBC) untuk mendeteksi kontribusi anemia
Gas darah arteri (GDA) untuk menilai derajat asidosis atau hipoksemia.
Screening toksikologi dan tingkat sebagai indikasi klinis
Radiografi dada dapat mengidentifikasi aspirasi pneumonia, edema paru, kardiomegali, dan
cedera (misalnya, sekunder resusitasi cardiopulmonary [CPR])
Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel adalah
keadaan irama jantung yang sangat kacau, yang biasanya berakhir dengan kematian dalam
waktu beberapa menit, kecuali jika tindakan penanganan tepat segera dilakukan. Fibrilasi
ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tidak efektif. Pada disritmia ini denyut
jantung tidak terdengar dan tidak teraba dan tidak ada respirasi. Ventrikel vibrilasi merupakan
kejadian preterminal. Vibrilasi ini hampir selalu tampak pada jantung yang sekarat. Fibrilasi
ini adalah aritmia yang paling sering ditemukan pada orang dewasa yang mengalami
kematian mendadak.1

Epidemiologi
Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika
serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh kanker
paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda
dari penyakit jantung koroner (PJK) dan bertanggung jawab dari sekitar 50% kematian akibat
PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih sama dengan frekuensinya di
Amerika Serikat.8

Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1).
Rasio ini merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita.
Insiden fibrilasi ventrikel sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-
75 tahun. 8

Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi, yaitu iskemia dan infark miokard,
manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan
interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada
8
kejadian takikardi ventrikel yang memburuk. Penyebab yang paling umum dari fibrilasi
ventrikel adalah heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak
8
memperoleh oksigen yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain.
Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain gangguan jantung struktural (iskemik
atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner, dan kardiomiopati), gangguan jantung
nonstruktural (mekanik (commotio cordis), luka atau sengatan listrik, pre-eksitasi (termasuk
Wolf-Parkinson-White syndrome), heart block, QT syndrome, brugada syndrome),
noncardiac respiratory (bronchospasm, aspirasi, hipertensi pulmonal primer, emboli
pulmonal, tension pneumotoraks, metabolik atau toksik), gangguan elektrolit dan asidosis
(obat-obatan, keracunan, sepsis), dan neurologik (kejang, perdarahan intrakranial atau stroke
iskemik, dan tenggelam). 8

Patofisiologi
Aktivitas listrik pada fibrilasi ventrikel ditandai oleh depolarisasi sel yang tidak
beraturan melalui otot jantung ventrikel. Berkurangnya depolarisasi yang terkoordinasi
mencegah terjadinya kontraksi yang efektif dari otot jantung dan pengeluaran darah dari
jantung. Pada pemeriksaan EKG tidak ditemukan kompleks QRS walaupun jarak amplitudo
yang melebar pada aktivitas listrik ditemukan, dari gelombang sinus di ventrikel
8
menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel yang mungin sulit dibedakan dengan asistol.
Aritmia ini dipertahankan oleh adanya jalur masuk yang berulang-ulang karena
bagian dari otot jantung mengalami depolarisasi secara konstan. Fibrilasi ventrikel dimulai
ketika daerah pada miokard memiliki bagian refraksi dan bagian konduksi pada jalur masuk.
Adanya kombinasi ini menghasilkan irama sendiri. 8

Fibrilasi ventrikel terjadi pada situasi klinis yang bervariasi, namun lebih sering
dihubungkan dengan penyakit jantung koroner (PJK) dan sebagai kondisi terminal. Fibrilasi
ventrikel dapat disebabkan oleh infark miokard akut atau iskemik, atau dapat pula disebabkan
oleh skar infark yang kronik. Akumulasi kalsium intraseluler, aktivitas radikal bebas,
gangguan metabolik, dan modulasi autonom memiliki pengaruh yang besar pada
perkembangan fibrilasi ventrikel pada iskemik. 8

Penatalaksanaan

9
Pada umumnya terapi aritmia adalah : 9

 Mengembalikan irama jantung yang normal (rhytm control).

 Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate contol).

 Mencegah terbentuknya bekuan darah

Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular Tachycardia

Ketika monitor menampilkan irama VF/Pulseless VT maka sebaiknya langsung


charge defibrillator, kemudian amankan sekitar supaya tidak terkena shock dengan
mengucapkan “clear”, segera berikan sebuah shock, semua ini dilakukan secepat mungkin.
RJP kemudian kembali dilanjutkan selama 2 menit setelah dilakukan shock, sebelum
memeriksaan irama jantung dan nadi berikutnya.10

Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap melakukan RJP
ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika sudah siap, RJP dihentikan dan shock
kembali dilakukan. Setelah itu RJP langsung dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai
irama dan nadi kembali. Penolong yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya
digantikan setiap 2 menit untuk mengurangi kelelahan. Kualitas RJP sebaiknya dimonitor
berdasarkan parameter mekanis dan fisiologi.10

Medikamentosa pada VF/VT mengunakan amiodarone. Amiodarone merupakan agen


antiaritmia lapis pertama (first-line antiarrhythmic) pada cardiac arrest, karena secara kinis
telah terbukti meningkatkan tercapainya Return of Spontaneous Circulation (ROSC) pasien
VF dan Pulseless VT. Amiodarone harus dipertimbangkan ketika VF/VT yang tidak
memberikan respon pada RJP, defibrillasi, dan terapi vasopressor. Jika tidak terdapat
amiodarone, lidocaine dapat dipertimbangkan sebagai pengganti, tetapi dari beberapa study
klinis, efek lidocaine tidak sebaik amiodarone dalam meningkatkan ROSC. Magnesium sulfat
hanya dapat diberikan pada Torsades de pointes dengan interval QT yang memanjang.10

Diagnosis dan terapi pada penyakit dasar dari VF/VT adalah fundamental pada
algoritma ini. Sering disebut 5H dan 5T yang sebenarnya merupakan penyebab reversibel dan
dapat dikoreksi segera untuk mengembalikan irama jantung pada irama sinus. Pada VF/VT
refrakter, ACS atau infark miokardium harus dipertimbangkan sebagai penyebab, reperfusi

10
seperti coronary angiography dan PCI selama RJP, atau emergency cardiopulmonary bypass
dapat dilakukan pada kasus ini. Jika pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-
cardiac arrest dapat segera dimulai.10

Pulseless Electrical Activity (PEA)/Asistole

Ketika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus segera dilakukan,


dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2 menit sebelum kembali menilai irama
jantung. Jika setelah penilaian irama jantung didapatkan an organized rhythm, penilaian nadi
harus dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan post-cardiac arrest harus segera dilakukan. Jika
irama tetap asistole atau nadi tidak teraba (PEA), RJP harus kembali dilajutkan, kompresi
jantung selama 2 menit, dan setelah itu nilai kembali irama jantung.10

Vasopressor dapat diberikan secepat mungkin dengan maksud untuk meningkatkan


aliran darah miokardium dan cerebral (myocardial and cerebral blood flow) selama RJP dan
pencapaian ROSC. Berdasarkan evidence yang ada, atropine selama PEA atau asistole, tidak
memberikan efek terapeutik untuk ROSC. Karena alasan inilah, atropine tidak dipakai lagi
pada algoritma cardiac arrest.10

PEA sering disebabkan oleh kondisi reversibel yang dapat di koreksi jika dapat
teridentifikasi penyebabnya. Oleh karena itu, setiap 2 menit periode dari RJP sebaiknya
penolong melakukan penilain terhadap 5H dan 5T untuk menyelidiki kemungkinan
penyebabnya. PEA dengan hipoksia, dapat dipasang segera advanced airway untuk mencapai
oksigensi atau ventilasi yang adekuat. PEA yang disebabkan oleh severe volume loss atau
sepsis dapat dikoreksi dengan kristaloid IV. PEA oleh kehilangan banyak darah, dapat
dilakukan transfusi darah. Jika emboli paru dicurigai sebagai penyebab cardiac arrest, terapi
fibrinolitik emperis dapat dilakukan. PEA oleh tension pneumothorax, needle decompression
dapat dilakukan untuk terapi awal.10

Jika mungkin dapat dilakukan echocardiografi untuk mengetahui intravascular


volume status, cardiac temponade, mass lesion (tumor, klot darah), kontraktilitas ventrikel
kiri, dan pergerakan regional wall. Asistole biasanya merupakan end-stage rhythm yang
terjadi setelah VF atau PEA, dengan prognosis yang buruk. Pada pasien yang telah
menunjukkan ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai.10

11
Prognosis

Cardiac arrest dengan penatalaksanaan awal yang baik, dilakukan oleh penolong
berpengalaman dan terampil, angka survival dapat meningkat dari 7,5% menjadi 22,4%. Pada
cardiac arrest arrhythmia, insiden berulangnya mencapai 36,0%, dengan angka survival yang
tentunya akan menurun jika dibandingkan dengan serangan pertama (23,1%).9

Kesimpulan

Fibrilasi ventrikel adalah aritmia yang paling sering ditemukan dan sering mengalami
kematian mendadak. Gejala yang sering dialami yaitu denyut nadi cepat, bisa lemah, atau
tidak teraba. Oleh karena itu diperlukan penangan khusus untuk mengatasi keadaan darurat
tersebut. Fibrilasi ventrikel memerlukan alat defibrilator supaya bisa pulih dengan cepat.
Selain itu CPR atau RJP, serta obat-obatan juga diperlukan.

12
Daftar Pustaka

1. Corwin J. Buku saku patofisiolgi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009. Hal 447-54.


2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2005.h.29.
3. ACLS Algorithms 2010. VF/Pulseless VT. Diunduh dari https://acls-
algorithms.com/vfpulseless-vt , 20 November 2014.
4. Boswick JA. Perawatan gawat darurat. Jakarta: EGC; 2006.h.65-70.
5. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.
Jakarta: EGC; 2008. h.3.
6. Hudak CM, Gallo BM. Keperawatan kritis : pendekatan holistik. Jakarta : EGC.2004.
h. 40.
7. Goyal SK. Ventricular Fibrillation .Update : 29 April 2014. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/, 20 November 2014.
8. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga Mecical Series; 2009.h. 421-3.
9. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta : EGC;
2003.h. 8-20.
10. Neumar RW, Otto CW, Link MS et al. Part 8: Adult Advanced Cardiovascular Life
Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation: Journal of the
American Heart Association. 2010; 122: S729-67.

13

Anda mungkin juga menyukai