Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN CARDIAC ARREST

OLEH :

Nama : Aura Anastasia Angelica


NIM : P07120221103
Kelas : 3C Sarjana Terapan Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2024
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut,


mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat
terhenti,atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi
ventrikel). (Hackley, Baughman, 2009)

Henti jantung adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan


jantung dalam mencapai curah Jantung yang adekuat akibat terjadinya
asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi ventrikel). (Blogg Boulton, 2014)

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan


mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang di diagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat begitu tanda dan gejala tampak (American Heart
Association, 2010).

2. Penyebab/factor predisposisi

Penyebab utama terjadinya Cardiac arrest karena aritmia, Menurut


American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko
tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :
a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh
sebablain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena
sebabtertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang
mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami
serangan jantungadalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac
arrest pada pasiendengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai
sebab(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub
jantung)membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena
beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung
(antiaritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan
berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect.
Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar
potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik)
juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac
arrest.

d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak


normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan
sindromagelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac
arrest padaanak dan dewasa muda.

e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di


arterikoronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada
dewasamuda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan
aktifitasfisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest
apabiladijumpai kelainan tadi.

f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor


utamaterjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak
mempunyai kelainan pada organ jantung.

3. Pohon masalah (dalam bentuk bagan berdasarkan Patofisiologi)

PATHWAY ETIOLOGI

Aritmia

Cardiac Arrest/ Henti Jantung Penurunan Curah


Jantung

Peredaran Darah Berhenti

Gangguan
Suplai O2 di Otak Menurun Sirkulasi Spontan

Kehilangan Kesadaran Henti Napas Pola Nafas


Tidak Efektif

Kematian
Risiko Aspirasi
Patofisiologis cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai
akibat dari henti jantung,peredaran darah akan terhenti. Berhentinya
peredaran darah akan mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh.
Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal.
Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit(sudden cardiac
dearh).
4. Klasifikasi Cardiac Arrest
Henti jantung dibedakan berdasarkan aktivitas listrik jantung
(elektrokardiogram) dan berdasarkan shockabledan nonshockable yaitu:
1. Nonshockable : asistol dan aktivitas elektrik tanpa nadi (pulseless
elestrical activity, PEA)
2. Shockable: fibrilasi ventrikel (VF), dan trikardia ventrikel tanpa
nadi (pulseless VT). Fibrilasi adalah masalah irama jantung yang
terjadi ketika jantung berdetak cepat dengan impuls listrik yang
tidak menentu.
Pada VF terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang cepat dan tidak
teratur dimana jantung kehilangan fungsi koordinasi dan tidak dapat
memompa darah secara tidak efektif (Hardisman, 2014).

5. Gejala klinis
- Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat
118 (2010) yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan
suara,tepukan di pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan
normalketika jalan pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis,
radialis).
- Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau n
yeridada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang
tidak nyaman,diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah
dada di belakang sternum. Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau
kedua lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas.
Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin adaatau
mengikuti adalah berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas
pendek- pendek), kelemahan, tidak sadar (Suharsono & Ningsih,
2012).

6. Pemeriksaan diagnostic / penunjang


Menurut Blogg Boulton, 2014 tes diagnostik pada cardiac arrest
dapat dilakukandengan :
1. Elektrokardiogram Biasanya tes yang diberikan ialah dengan
elektrokardiogram (EKG). EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap
fase listrik jantung dan dapatmenggambarkan gangguan pada irama
jantung. Karena cedera otot jantungtidak melakukan impuls listrik
normal, EKG bisa menunjukkan bahwaserangan jantung telah terjadi.
ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risikokematian mendadak.
2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim
Jantung Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah
jika jantungterkena serangan jantung. Karena serangan jantung
dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk
mengetahui enzim-enzim inisangat penting apakah benar-benar
terjadi serangan jantung atau tidak.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-
elektrolit yangada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium,
magnesium. Elektrolitadalah mineral dalam darah kita dan cairan
tubuh yang membantumenghasilkan impuls listrik.
Ketidakseimbangan pada elektrolit dapatmemicu terjadinya aritmia
dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan
tersebutmerupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini
sebagai pemicu cardiac arrest.
3. Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta
pembuluhdarah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang
terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu
mengidentifikasimasalah aliran darah ke jantung. Radioaktif dalam
jumlah yang kecil,seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khususdapat mendeteksi bahan radioaktif
mengalir melalui jantung dan paru- paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac
arrest dan tidak memompa secara normalatau pada kapasitas puncak
(fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
4. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Jika diperlukan, tes ini biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudahsembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung
belumditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk
menyebabkanaritmia, Tes ini dapat membantu menemukan tempat
aritmia dimulai.Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan
electrode yangmenjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung.Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran
impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat
menggunakanelektroda untuk merangsang jantung pasien untuk
mengalahkan penyebabyang mungkin memicu atau menghentikan
aritmia. Hal ini memungkinkanuntuk mengamati lokasi aritmia.
5. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac
arrestadalah seberapa baik jantung mampu memompa darah. Ini
dapatmenentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa
yangdinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah
yangdipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi
ejeksinormal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40
persenmeningkatkan risiko sudden cardiac arrest. Ini dapat mengukur
fraksi ejeksidalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram,
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan
nuklir scan dari jantungAnda atau computerized tomography (CT) scan
jantung.
6. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi
penyempitanatau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah
pembuluh darahyang tersumbat merupakan prediktor penting sudden
cardiac arrest.Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam
arteri hati Andamelalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui
arteri, biasanyamelalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai
pewarna mengisiarteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman
video, menunjukkandaerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan,mungkinmengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkanstent untuk menahan arteri terbuka.

7. Penatalaksanaan medis
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah
sakit,sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan
menentukan prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi, akan
terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa (Ulfah
AR, 2010) :
1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang
mengandungoksigen dngan melakukan:
a. Masase jantung
Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras, kemudian
dengantelapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung
yang terdapatdi antara sternum dan tulang belakang tertekan dan
darah mengalir ke arteria pumonalis dan aorta. Masase jantung yang
baik terlihat hasilnya dariterabanya kembali nadi arteri-atreri besar.
Sedangkan pulihnya sirkulasi keotak dapat terlihat pada pupil yang
menjadi normal kembali.
b. Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di
perbaikidengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara
endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian
tampak ekspansi dindingthoraks pada setiap kali inflasi di lakukan
dan kemudian juga warna kulitakan menjadi normal kembali.

2. Memperbaiki irama jantung

a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel


b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau
vasopresor danepinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara
intra kardial (pada bayi disela iga IV kiri dan pada anak dibagian
yang lebih bawah) untuk meninggikantonus jantung,sedangkan
asidosis metabolik diatasi dengan pemberiansodium bikarbonat.bila
di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,makapemberianlignokain 1%
dan kalium klorida dapat menekan miokard yang
mudahterangsang.Bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka
perlu di berikanisoproterenol.
3. Perawatan dan pengobatan komplikasia. Perawatan: Pengawasan
tekanan darah, nadi, jantung : menghindari terjadinya aspirasi (dipasang
pipa lambung); mengetahui adanya anuriyang dini (di pasang kateter
kandung kemih). b .Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal
ginjal (yang di sebabkannekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi
dengan pemberian ionexchange resins, dialisis peritoneal serta
pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak di atasi dengan
pemberian obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak
serta pemberian oksigen yang adekuat. Langkah – langkah Resusitasi
Jantung Paru menurut AHA (2010) :

1. Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama
korban, lihatapakah korban bergerak atau memberikan respon, jika
tidak berikan stimulasidengan menggerakkan bahu korban. Pada
korban yang sadar, dia akanmenjawab dan bergerak. Setelah tindakan
identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk mencari
kemungkinan adanya cedera dan pengobatanyang diperlukan, namun
jika tidak ada respon, artinya korban tidak sadar,maka segera panggil
bantuan.
2. Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang
datar dan keras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja
yang keras.Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial
mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
3. Evaluasi jalan nafas
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah
jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera
membebaskan jalan nafasdengan beberapa teknik berikut :
a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka
jalan nafas dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi
jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan
menyebabkan sumbatan.Caranya adalah satu tangan diletakkan pada
bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-
jari tangan lainnyadiletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas
terbuka.

Gambar : Teknik head tilt and chin lift


b. Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik
jaw-thrustManeuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara
meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus mandibula kemudian
angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang
satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal

Gambar Teknik Jaw Thrust


4. Mengeluarkan benda asing
Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan
sumbatanringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban
masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat
berat maka korbantidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat
sumbatan karena bendaasing maka pada bayi < 1 tahun dapat
dilakukan teknik 5 kali back blows(back slaps) di interskapula,
namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan
teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner
intermamae (seperti melakukan kompresi jantungluar untuk bayi
usia< 1 tahun).
Gambar : Teknik Back Blow
Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka, dapat dilakukan teknik
Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian
lakukanhentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan di
antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat
dapat di keluarkan,

Gambar: Teknik Chest Thrust Gambar: Teknik Abdominal Thrust


5. Periksa nafasJika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban
bernafas atautidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:a. Lihat
gerakan dinding dada dan perut ( look ) b. Dengarkan suara nafas pada
hidung dan mulut korban ( listen )c. Rasakan hembusan udara pada pipi (
feel )Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal
atau nafasyang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak
bernafas.
6. Berikan bantuan nafasLakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2
kali nafas efektif. Hal itudapat dilihat dengan adanya pengembangan
dinding dada. Bila dada tidak mengembang reposisikan kepala korban agar
jalan nafas dalam keadaanterbuka. Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak
berbeda, hal ini dapatdilakukan dengan menggunakan bag valve mask
ventilation atau tanpa alat,yaitu pada bayi dilakukan teknikmouth-to-mouth-
and-nose, sedangkan padaanak menggunakan teknik mouth-to-mouth.
7. Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri
brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis
ataupunfemoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik.
Jika nadi> 60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak
efektif, makalakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit,
sekali nafas buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas
yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.
8. Kompresi Jantung luar

Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat
makalakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat
perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di
sternum dengan dua jari(two finger chest compression technique ). Selain
itu, dapat juga dilakukandengan menggunakan kedua tangan pada posisi
satu jari di bawah garisimajiner intermamae (two thumb-encircling hands)
jika didapatkan dua penolong.
9. Defibrilasi / AED (Automated External Defibrillator)

Langkah - langkah penggunaan AED, (AHA, 2015) :


1. Pastikan anda dan korban tidak berada dalam situasi yang
bisamembahayakan hidup anda berdua seperti misalnya pada korban
yangtersengat listrik, pastikan aliran listrik yang masih menempel pada
korbantelah diputuskan terlebih dahulu. Korban kecelakaan yang
berada di tengahkeramaian lalu lintas harus dipinggirkan ke tempat
yang aman sebelum mulaidiberikan pertolongan pertama.
2. Cek respon dengan menepuk-nepuk bahu korban sambil berteriak
apakahkorban baik-baik saja.
3. Mintalah bantuan dengan meminta tolong dan perintahkan pada
seeoranguntuk menghubungi ambulan maupun paramedik serta
mengambil AED.
4. Bila korban tidak memberikan respon periksa apakah korban yang tidak
sadarkan diri ini bernafas; dengan cara melihat pergerakan dada
danmendengarkan suara-suara yang keluar dari mulut korban.
5. Aktifkan AED dengan menekan tombol ON.
6. Ambil stiker pad, tempelkan pada dada korban dan pastikan pad
menempelkuat dengan kulit dada korban (alat pencukur jenggot
tersedia dalam paket plastik kecil di kotak AED, termasuk handuk kecil
untuk mengeringkan dadakorban apabila basah).
7. Ikuti perintah yang diberikan AED yaitu lakukan Resusitasi Jantung
Paruatau CPR sampai selama kurang lebih 2 menit. AED kemudian
akanmemeriksa kondisi detak jantung korban dan memerintahkan
semua orangyang terlibat untuk tidak menyentuh korban: “Don’t
Touch PatientAnalyzing.”
8. AED akan memutuskan bila korban membutuhkan shock atau tidak
denganmenganalisa detak jantung korban. Apabila AED menemukan
salah satu daridua jenis detak jantung ini yaitu Ventricular Febrillation
(tidak teratur),Ventricular Tachycardia (sangat cepat), AED akan
memerintahkan penolonguntuk menekan tombol Shock dengan
perintah: “Shocking Advised”.
9. Saat penolong menekan tombol Shock, AED akan memberikan
sengatanlistrik ke jantung korban dan penolong tidak boleh menyentuh
korban saat pemberian sengatan berlangsung.
10. Bila belum berhasil membuat korban bernafas/sadarkan diri
(biasanyaditandai dengan pergerakan pada tangan dan mata korban,
AED akanmemerintahkan penolong untuk kembali melanjutkan
RJP/CPR dengan perintah: “Continue CPR”.
11. Penolong harus terus melanjutkan set yang sama sesuai perintah
AEDsampai paramedik datang memberikan bantuan tambahan dan
mengambil alih proses pertolongan pertama.
12. AED tidak akan memberikan perintah berhenti RPJ atau “Stop CPR”
ataumemberitahu penolong bahwa korban sudah meninggal. AED akan
terusmemerintahkan penolong untuk tetap melakukan RJP/CPR
sampai korbansadarkan diri.
8. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah :
1. Hipoksia jaringan ferifer
2. Hipoksia Cerebral
3. Kematian.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan Gadar

a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat, tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak
nafsu makan, dan anemia.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut (Diananda,2008) biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau
busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri
disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya mengalami keluhan mual muntah
berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan dahulu
seperti riwayat penyakit keputihan, Riwayat penyakit HIV/AIDS
(Ariani,2015).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya
lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluarga yang
tidak ada riwayat di dalam keluarganya (Diananda, 2008).
f. Pengkajian Primer
Untuk menentukan apakah pasien responsif atau tidak responsif.
Menggunakan metode AVPU.
▪ A – Alert: Pasien terjaga, responsif, berorientasi, dan berbicara
dengan petugas.
▪ V – Verbal: Petugas memberikan rangsangan berupa suara
(memanggil pasien). Pasien akan memberikan respon berupa
mengerang, mendengus, berbicara atau hanya melihat petugas.
▪ P – Painful: Jika pasien tidak memberikan respon dengan suara,
maka anda perlu melakukan pemberian rangsangan nyeri dengan
cara menggosok sternum atau sedikit cubitan pada bahu.
▪ U – Unresponsive: Tidak ada respon apapun dengan suara atau
dengan nyeri.
Airway/jalan napas
1. Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Benda
asing seperti darah, muntahan, permen, gigi palsu, atau tulang.
Obstruksi juga dapat disebabkan oleh lidah atau edema karena
trauma jaringan.
2. Jika pasien tidak sadar, selalui curigai adanya fraktur spinal
servikal dan jangan melakukan hiperekstensi leher sampai spinal
dipastikan tidak ada kerusakan.
3. Gunakan tindakan jaw thrust secara manual untuk membuka jalan
napas.
Breathing/pernapasan
1. Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernfasan dan observasi
untuk ekspansi bilateral pada dada.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya krekels, wheezing, atau
tidak adanya bunyi nafas.
3. Jika pernafasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernafasan
pasien dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai
Circulation/Sirkulasi
1. Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatata irama
dan ritmenya dan mengkaji warna kulit.
2. Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompenssasi dada tertutup.
3. Kaji tekanan darah
4. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum
besar (16-18). Mulai pergantian volume per protokol. Cairan
kristaloid seimbang (0.9% normal salin atau RL) biasanya yang
digunakan
5. Kaji adanya bukti perdasarahan dan kontrol perdarahan dengan
penekanan langsung.
6. Jika pasien tidak bernafasa periksa denyut nadi di leher (karotis)
7. Jika pasien bernafas, periksa denyut nadi pada karotis atau pada
pergelangan tangan (radial)
8. Jika nadi katoris pasien teraba, tapi nadi radialis tidak maka ini
tanda dari syok.
9. Jika ditemuka darah berwarna cerah dan muncrat kemungkinan
berasal dari arteri, sebaliknya bila berwarna gelap dan mengalir
biasanya berasal dari vena
10. Kaji juga warna kulit, suhu tubuh dan kelembaban. Jika ditemukan
kulit pucat dan dingin menjadi indikasi syok.
2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan) dibuktikan
dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes), ortopnea, pernapasan pursed-
lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior
meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan
ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah.
2. Risiko aspirasi d.d penurunan tingkat kesadaran
3. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan abnormalitas
kelistrikan jantung dibuktikan dengan frekuensi nadi <50 kali/menit
atau >150 kali/menit, tekanan darah sistolik <60 mmHg atau >200
mmHg, frekuensi napas <6 kali/menit atau >30 kali/menit, kesadaran
menurun atau tidak sadar, suhu tubuh <34,5 "C, tidak ada produksi urin
dalam 6 jam, saturasi oksigen <85%, gambaran EKG menunjukkan
aritmia letal (mis. ventricular tachycardia [VT], ventricular fibrillation
[VF], asistol, pulseless electrical activity [PEA] ), gambaran EKG
menunjukkan aritmia mayor (mis. AV block derajat 2 tipe 2, AV block
total, takiaritmia/bradiaritmia, supraventriculer tachycardia [SVT],
ventricular extrasystole [VES] simptomatik) ETCO2 <35 mmHg.
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung dibuktikan dengan perubahan irama jantung (palpitasi,
bradikardia atau takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan
konduksi), perubahan preload ( lelah, edema, distensi venajugularis,
central venous pressure (CVP) meningkat atau menurun, hepatomegali
), perubahan afterload ( dispnea, tekanan darah meningkat atau
menurun, nadi perifer teraba lemah, capillary refill time >3 detik,
oliguria, warna kulit pucat dan atau sianosis, perubahan kontraktilitas
(paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ortopnea, batuk, terdengar suara
jantung, S3 dan/atau S4, ejection fraction (EF) menurun, perubahan
preload (murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery
wedge pressure (PAWP) menurun, perubahan afterload (pulmonary
vascular resistance (PVR) meningkat atau menurun, systemic vascular
resitance (SVR) meningkat atau menurun, perubahan kontraktilitas (
Cardiac index (Cl) menurun, left ventricular stroke work index (LVSW)
menurun, stroke volume index (SVI) menurun ), perilaku atau
emosional ( cemas, gelisah ).
3. Rencana asuhan keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI) Rasional
(SLKI)
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama: 1. Untuk mengetahui pola
berhubungan dengan keperawatan ..x.. jam Manajemen Jalan Napas (I.01011) nafas (frekuensi,
hambatan upaya napas (mis. diharapkan Pola Napas Observasi kedalaman, usaha nafas)
nyeri saat bernapas, (L.01004) membaik dengan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Untuk mengetahui bunyi
kelemahan otot pernapasan) kriteria hasil: kedalaman, usaha nafas) nafas tambahan (mis.
dibuktikan dengan dyspnea, 2. Monitor bunyi nafas Gurgling, mengi
1. Ventilasi semenit
penggunaan otot bantu tambahan (mis. Gurgling, wheezing, ronkhi kering)
meningakat
pernapasan, fase ekspirasi mengi wheezing, ronkhi 3. Untuk memonitor sputum
2. Kapasitas vital
memanjang, pola napas kering) (jumlah warna aroma)
meningkat
abnormal (mis. takipnea, 3. Monitor sputum (jumlah 4. Untuk mempertahankan
3. Diameter thoraks
bradipnea, hiperventilasi, warna aroma) kepatenan jalan nafas
anterior-posteruor
kussmaul, cheyne-strokes), Terapeutik dengan head tilt chin lift
meningkat
ortopnea, pernapasan 4. Pertahankan kepatenan jalan (jawthrust jika curiga
4. Tekanan ekspirasi
pursed-lip, pernapasan nafas dengan head tilt chin lift trauma servical)
meningkat
cuping hidung, diameter (jawthrust jika curiga trauma 5. Untuk mwmposisikan
thoraks anterior-posterior servical) semi-fowler atau fowler
meningkat, ventilasi semenit 5. Tekanan inspirasi 5. Posisikan semi-fowler atau 6. Untuk memberikan
menurun, kapasitas vital meningkat fowler minum hangat
menurun, tekanan ekspirasi 6. Dispnea menurun 6. Berikan minum hangat 7. Untuk melakukan
menurun, tekanan inspirasi 7. Penggunakan otot 7. Lakukan fisioterapi dada, jika fisioterapi dada, jika
menurun, ekskursi dada bantu nafas menurun perlu perlu
berubah 8. Pemanjangan fase 8. Lakukan penghisapan lender 8. Untuk melakukan
ekspirasi menurun kurang dari 15 detik penghisapan lender
9. Ortopnea menurun 9. Lakukan hiperoksigenasi kurang dari 15 detik
10. Pernapasan pursed-lip sebelum penghisapan 9. Untuk melakukan
menurun endotrakeal hiperoksigenasi sebelum
11. Pernapasan cuping 10. Keluarkan sumbatan benda penghisapan endotrakeal
hidung menurun padat dengan forsep mcgill 10. Untuk mengeluarkan
12. Frekuensi napas 11. Berikan oksigen bila perlu sumbatan benda padat
membaik Edukasi dengan forsep mcgill
13. Kedalaman napas 12. Anjurkan asupan 2000ml 11. Untuk memberikan
membaik perhari, jika tidak oksigen bila perlu
14. Ekskursi dada kontraindikasi 12. Untuk memberikan
membaik 13. Ajarkan teknik batuk efektif anjuran asupan 2000ml
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian perhari, jika tidak
bronkodilator, ekspektoran, kontraindikasi
mukolitik, jika perlu 13. Untuk mengjarkan teknik
batuk efektif
14. Untuk melakukan
kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014) Pemantauan Respirasi


Observasi : ( I.01014)
1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mengetahui adanya
kedalaman, dan upaya napas frekuensi irama,
2. Monitor pola napas (seperti kedalaman dan upaya
bradipnea, takipnea, napas.
hiperventilasi, kussmaul, 2. Mengetahui adanya pola
cheyne-stokes, biot, ataksik) napas (seperti bradikardi
takipnea, hiperventilasi,
3. Monitor kemampuan batuk kussmul, cheyne-stokes,
efektif biot, ataksik).
4. Monitor adanya produksi 3. Memantau kemampuan
sputum batuk efektif
5. Monitor adanya sumbatan 4. Memantau adanya
jalan napas produksi sputum.
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi 5. Memantau adanya
paru sumbatan jalan napas.
7. Auskultasi bunyi napas 6. Memantau kesimetrisan
8. Monitor saturasi oksigen ekspansi paru
9. Monitor nilai AGD 7. Mengetahui aulkutasi
10. Monitor hasil x-ray toraks bunyi napas.
Terapeutik : 8. Memantau saturasi
11. Aturan interval pemantauan oksigen
respirasi sesuai kondisi pasien 9. Memantau nilai AGD
12. Dokumentasikan hasil 10. Mengetahui hasil x-ray
pemantauan toraks
Edukasi : 11. Memanatau respirasi
sesuai kondisi pasien
13. Jelaskan tujuan dan prosedur 12. Agar mengetahui data
pemantauan pasien
14. Informasikan hasil 13. Agar pasien dapat
pemantauan , jika perlu mengetahui tujuan dan
prosedur.
14. Agar pasien dapat
mengetahui informasi
hasil pemantauan
2. Risiko aspirasi d.d Setelah diberikan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
penurunan tingkat kesadaran tindakan keperawatan (I.01011) (I.01011)
selama…x…diharapakan Observasi
Tingkat Aspirasi (L. 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Agar mengetahui
01006) menurun dengan kedalaman, usaha napas) monitoring pola napas
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan (frekuensi, kedalaman,
1. Tingkat kesadaran (mis. Gurgling, mengi, usaha napas)
meningkat weezing, ronkhi kering) 2. Agar mengetahui
2. Kemampuan menelan 3. Monitor sputum (jumlah, monitoring bunyi napas
meningkat warna, aroma) tambahan (mis. Gurgling,
3. Dypsnea menurun mengi, weezing, ronkhi
4. Kelemahan otot Terapeutik kering)
menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan 3. Agar mengetahui
napas dengan head-tilt dan monitoring sputum
chin-lift (jaw-thrust jika curiga (jumlah, warna, aroma)
trauma cervical) 4. Untuk mempertahankan
5. Posisikan semi-Fowler atau kepatenan jalan napas
Fowler dengan head-tilt dan chin-
6. Lakukan fisioterapi dada, jika lift (jaw-thrust jika curiga
perlu trauma cervical)
7. Berikan oksigen, jika perlu 5. Agar posisikan pasien
semi-Fowler atau Fowler
Edukasi 6. Untuk melakukan
8. Anjurkan asupan cairan 2000 fisioterapi dada, jika perlu
ml/hari, jika tidak 7. Untuk memberikan
kontraindikasi. oksigen, agar melancarakan
pernafasan pasien
Kolaborasi 8. Untuk menganjurkan
memberi asupan cairan
2000 ml/hari, jika pasien
9. Kolaborasi pemberian tidak kontraindikasi.
bronkodilator, ekspektoran, 9. Untuk berkolaborasi
mukolitik, jika perlu. pemberian bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Gangguan sirkulasi spontan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Defibrilasi Manajemen Defibrilasi
berhubungan dengan keperawatan ...x… jam (I.02038) Observasi
(I.02038)
abnormalitas kelistrikan diharapkan Sirkulasi 1. Meantau Periksa
Obsarvasi :
jantung dibuktikan dengan Spontan (L. L.02015) irama pada monitor
frekuensi nadi <50 menigkat dengan kreteria 1. Periksa irama pada monitor setelah RJP 2 menit
kali/menit atau >150 hasil : setelah RJP 2 menit Terapeutik :
kali/menit, tekanan darah 1. Tingkat Terapeutik : 2. Memantau resusitas
sistolik <60 mmHg atau kesadaran 2. Lakukan resusitas jartung jartung paru (RJP;
>200 mmHg, frekuensi meningkat paru (RJP; hingga mesin hingga mesin defibrilator
napas <6 kali/menit atau 2. Frekuensi nadi defibrilator siap siap
>30 kali/menit, kesadaran menurun 3. Siapkan dan hidupkan mesin 3. Memntau Siapkan dan
menurun atau tidak sadar, 3. Tekanan darah defibrilator hidupkan mesin
suhu tubuh <34,5 "C, tidak menurun 4. Pasang monitor EKG defibrilator
ada produksi urin dalam 6
jam, saturasi oksigen <85%, 4. Frekuensi napas 5. Pastikan irama 4. Mengetahui
gambaran EKG menurun EKG henti jantung memasang
menunjukkan aritmia letal 5. Suhu tubuh menurun (VF atau IT tanpa nadi) monitor EKG
(mis. ventricular Saturasi 6. Atur jumlah 5. Memantau irama EKG
tachycardia [VT], oksigen enargi dengan mode henti jantung (VF atau IT
ventricular fibrillation menurun asynchronized (360 joule tanpa nadi)
[VF], asistol, pulseless untuk monofasik dan
7. Gambaran EKG 6. Memantau Atur
electrical activity [PEA] ), 120-200 Joule untuk bifasik)
aritmia menurun jumlah enargi dengan
gambaran EKG 7. Angkat paddle dan mesien
8. ETCO2 menurun mode asynchronized
menunjukkan aritmia dan oleskan jeli peda paddle (360 joule untuk
mayor (mis. AV block 9. Produksi urine
8. Tempelkan paddle sternum monofasik dan 120-200
derajat 2 tipe 2, AV block menurun
(kanan) pada sisi kanan 7. Mengetahui Angkat
total, sternum di bawah klavikula paddle dan mesien dan
takiaritmia/bradiaritmia, dan paddle apeks (kiri) pada oleskan jeli peda paddle
supraventriculer garis midaksilaris setinggi 8. Memantau paddle
tachycardia elektroda V6 sternum (kanan) pada
[SVT], ventricular 9. isi energi dengan menekan sisi kanan sternum di
extrasystole [VES] tombol charge pada paddle bawah klavikula dan
simptomatik) ETCO2 <35 atau tombcl change pada paddle apeks (kiri) pada
mmHg. mesin deifbrilator dan garis midaksilaris
menunggu hingga energi yang setinggi elektroda V6
dinginkan tercapai 9. Memantau energi
10. Hentikan RJP saat dengan menekan tombol
defibrillator siap charge pada paddle atau
11. Teriak bahwa defibrillator tombcl change pada
telah siap (mis. "I'm claer, mesin deifbrilator dan
you're clear, everybody's menunggu hingga energi
clear) yang dinginkan tercapai
12. Berikan syok dengan 10. Agar pasien tidak
menekan tombol pada kedua mengalami syok
paddle bersamaan.
11. Agar tenaga medis
13. Angkat paddle dan langsung mendengar infomasi
lanjutkan RJP tanpa tersebut
menunggu hesll Irama yang 12. Memberikan syok tidak
muncul pada monitor setelah terlalu tinggi
pembertian defibrilasi
14. Lanjutkan RJP sampai 2 13. Agar pasien dapat
menit diselamatkan

14. Lakukan pemberiaan RJP


sampai 2 jam

4 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru Resusitasi Jantung Paru
berhubungan dengan keperawatan ...x… jam (L.020883)
(L.020883)
perubahan frekuensi diharapkan Sirkulasi 1. Memantau keamanan
Tindakan
jantung dibuktikan dengan Spontan (L.02015) penolong, lngkungan dan
perubahan irama jantung menigkat dengan kreteria Observasi : pasien
(palpitasi, bradikardia atau hasil : 1. Identifikasi keamanan 2. Memantau respon pasien
takikardia, gambaran EKG 1. Tingkat penolong, lngkungan dan (mis.
aritmia atau gangguan kesadaran pasien memenggil pasien,
konduksi), perubahan meningkat 2. Identifkasi respon pasien menepuk bahu pasien)
preload (lelah, edema, 2. Frekuensi nadi (mis. memenggil pasien, 3. Memantau nadi karotis
distensi venajugularis, menurun menepuk bahu pasien) dan napas seliap 2 menit
central venous pressure
(CVP) meningkat atau 3. Tekanan darah 3. Monitor nadi karotis dan atau 5 siklus RJP
menurun, hepatomegali), menurun napas seliap 2 menit atau terapiutik
perubahan afterload 4. Frekuensi napas 5 siklus RJP 4. memakai alat pelindung
(dispnea, tekanan darah menurun Terapeutik : diri
meningkat atau menurun, 5. Suhu tubuh menurun 4. Pakai alat pelindung diri 5. mengktifkan Emargency
nadi perifer teraba lemah, 6. Saturasi 5. Aktifkan Emargency Medical System atau
capillary refill time >3 oksigen Medical System berteriak meminta tolong
detik, oliguria, warna kulit menurun atau berteriak 6. Posisikan Pasien
pucat dan atau sianosis, 7. Gambaran EKG meminta tolong telentang di tempat datar
perubahan kontraktilitas aritmia menurun dan keras
6. Posisikan Pasien
(paroxysmal nocturnal 8. ETCO2 menurun telentang di tempat datar dan 7. mengatur posisi penolong
dyspnea (PND), ortopnea,
9. Produksi urin keras berlutut di samping
batuk, terdengar suara
menurun 7. Atur posisi penolong berlutut di korban
jantung, S3 dan/atau S4,
samping korban 8. meraba nadi karotis
ejection fraction (EF)
8. Raba nadi karotis dalam waktu < dalam waktu < 10 detik
menurun, perubahan
10 detik 9. memberikan rescue
preload (murmur jantung,
breathing jika ditemukan
berat badan bertambah,
pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun, 9. Berikan rescue breathing jika ada nadi tetapi tidak ada
perubahan afterload ditemukan ada nadi tetapi tidak napas
(pulmonary vascular ada napas 10. Mengompres Kompres
resistance (PVR) meningkat 10. Kompres dada 30 kali dada 30 kali
atau menurun, systemic dikombinasikan dengan bantuan dikombinasikan dengan
vascular resitance (SVR) napas (ventilasi) 2 kali jika bantuan napas (ventilasi)
meningkat atau menurun, ditemukan tidak ada nadi dan 2 kali jika ditemukan
perubahan kontraktilitas tidak ada napas tidak ada nadi dan tidak
(Cardiac index (Cl) 11. Kompresi dengan tumit ada napas
menurun, left ventricular telapak tangan menumpuk di atas 11. Mengompres dengan
stroke work index (LVSW) telapak tangan yang lain tegak tumit telapak tangan
menurun, stroke volume lurus pada pertengahan dada menumpuk di atas
index (SVI) menurun ), (seperdua bawah sternu) telapak tangan yang lain
perilaku atau emosional ( 12. Kompresi dengan tegak lurus pada
cemas, gelisah ). kedalaman kompresi 5 - 6 cm pertengahan dada
dengan kecepatan 100 - 120 (seperdua bawah
kali/menit sternun)
13. Bersihkan dan buka jalan 12. Kompresi dengan
napas dengan head tilt- chin kedalaman kompresi 5 -
lift atau jaw thrust(jika 6 cm dengan kecepatan
curiga cedera servikal) 100 - 120 kali/menit
14. .Benkan bantuan napas 13. Bersihkan dan buka jalan
dengan menggunakan Bag napas dengan head tilt-
Valve Mesk dengan teknik chin lift atau jaw
EC-Clamp thrust(jika curiga cedera
15. Kombinasikan kompresi dan servikal)
ventilasi selama 2 menit atau memberikan bantuan
sebanyak 5 siklus napas dengan
16. Hentikan RJP Jika menggunakan Bag Valve
ditemukan adanya tandatanda Mesk dengan teknik EC-
kehidupan. penolong yang Clamp
lebih mahir datang dilemukan 15. Kombinasikan kompresi
adanya tanda-tanda dan ventilasi selama 2
kematian biologis, Do Not menit atau sebanyak 5
Resuscitation (ONR) siklus
Edukasi 16. Hentikan
17. Jelaskan tujuan dan RJP Jika ditemukan
prosedur tindakan adanya tanda-tanda
kepada keluarga kehidupan. penolong
atau pengantar pasien yang lebih mahir datang
Kolaborasi dilemukan adanya tanda-
18. Kolaborasi tim medis tanda kematian biologis,
untuk bantuan hidup DoNot Resuscitation
lanjut (ONR)
17. Agar menegtahui tujuan
dan prosedur tindakan
kepada keluarga atau
pengantar pasien
18. Kolaborasi tem medis
DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2010). Heart disease & stroke statistics - 2010 Update. Dallar, Texas: American

Heart Association.

American Heart Association. (2010). Part 4: CPR overview: 2010 american hearth

association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency

cardiovaskular care.AHA Journals, 122 (4): 676-684.

Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis.Yogyakarta:Gosyen Publishing.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi

dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi

dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi

dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai