Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS PENYAKIT KULIT SKABIES

Dosen Pembimbing:
Dra.Dw.Ayu Kt. Surinati.,S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun oleh :
KOMANG ARHYA DUTA MARTHA
P07120221033
1A/STr.Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


KEMENTRIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
Laporan Pendahuluan

a. Definisi
Skabies pada manusia adalah infestasi parasit yang disebabkan
oleh Sarcoptes scabiei var hominis. Tungau mikroskopis menggali ke
dalam kulit dan bertelur, akhirnya memicu respons imun inang yang
menyebabkan rasa gatal dan ruam yang hebat. Infestasi skabies dapat
diperumit oleh infeksi bakteri, yang mengarah pada perkembangan luka
kulit yang, pada gilirannya, dapat menyebabkan perkembangan
konsekuensi yang lebih serius seperti septikemia, penyakit jantung, dan
penyakit ginjal kronis.

b. Klasifikasi Scabies
Menurut Kamal, A., (2019) skabies dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)
Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular
lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan
terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak kecil
Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan
namun vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki.
c. Skabies noduler (Nodular Scabies)
Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah
tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun
walaupun telah diberikan obat anti skabies.
d. Skabies in cognito
Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki
gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular.
e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
f. Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik )
Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi
keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.
g. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
terbaring di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan
penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan
biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.
i. Skabies dan Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang
penderita.
j. Skabies dishidrosiform
Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan
pustula pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh
dengan obat antiskabies (Kamal, A., 2019).

c. Etiologi Skabies

Etiologi penyakit skabies/kudis adalah infestasi tungau Sarcoptes


scabiei. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Parasit skabies yang menginfeksi
manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Terdapat pula varian yang
hidup pada hewan seperti anjing dan babi. Varian hewan ini bisa saja
berpindah ke manusia melalui kontak langsung dengan hewan dan
menyebabkan gejala gatal, tetapi tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.
Secara morfologi, tungau berukuran kecil dengan panjang sekitar 0,5
mm dan berbentuk oval, punggung cembung, dan bagian perutnya rata.
Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Tungau
betina berukuran lebih besar, berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sementara tungau jantan berukuran 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa memiliki 4 pasang kaki. Baik tungau maupun
produk sekresi dan ekskresi tungau dapat menyebabkan sensitisasi dan
gejala pada kulit manusia.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya skabies meliputi :


 Masyarakat yang hidup dalam kelompok padat seperti tinggal di
asrama
 Tingkat sosioekonomi rendah dan tingkat kepadatan tinggi: skabies
bisa terjadi pada segala tingkat sosioekonomi tapi sering kali terjadi
pada tingkat sosio ekonomi rendah dan daerah dengan tingkat
kepadatan tinggi
 Usia muda
 Keadaan rumah yang kurang baik
 Kebiasaan berganti-ganti pakaian tanpa dicuci, bertukar benda
pribadi seperti handuk dan sabun mandi (hanya menjadi faktor risiko
pada skabies berkrusta / skabies Norwegia)
 Jarang mandi

d. Tanda dan Gejala Scabies


Tanda gejala cardinal : Adapun empat tanda kardinal gejala
penyakit skabies yakni pruritus nokturna, menyerang manusia secara
berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempattempat
predileksi, dan ditemukannya tungau. Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. Effluoresensinya berupa
papula atau vesikel dimana puncaknya terdapat gambaran yang
sebenarnya merupakan lorong-lorong rumah sarcoptes yang biasanya
disebut kunikulus Pada populasi yang memiliki imunitas yang rendah atau
pada usia tua akan lebih mudah terjadi bentuk yang lebih berat dari
skabies yang disebut Norwegian skabies atau skabies berkrusta yang lebih
menular dan susah untuk diobati.

e. Patofisiologi Scabies
Penularan dari Sarcoptes scabies terjadi saat tungau betina yang
telah dibuahi menembus kulit dan masuk ke epidermis. Tungau akan
mengeluarkan sekret berupa cairan bening yang membentuk kolam di
sekitar tubuhnya. Kondisi pada stratum corneum lisis dan tungau bergerak
masuk ke dalam kulit, adanya gerakan mendorong masuk ke dalam
tersebut menyebabkan terbentuknya terowongan tungau di stratum
korneum (Arlian, 2017; Widasmara, 2020).
Apabila tungau dewasa tersebut berhasil untuk menggali sampai di
stratum korneum, maka tungau tersebut akan mulai bertelur dengan jumlah
rata-rata 0-4 telur perhari. Akibatnya, telur yang menetas akan
berkembang. Seluruh siklus hidup menuju dewasa memerlukan waktu
sekitar 2 minggu (Shimose, et all, 2013; Widasmara, 2020). Setelah tungau
menjadi dewasa, maka mereka akan meninggalkan terowongan dan naik
ke permukaan kulit untuk bereproduksi dan mengulang siklus hidup yang
sebelumnya. Pada tungau jantan tidak membentuk terowongan tetapi tetap
berada di atas permukaan kulit untuk bereproduksi dan akan mati
setelahnya. Jumlah rata-rata tungau di tubuh inang yang terinfeksi berkisar
antara 10-12, tetapi jumlah tungau yang relatif rendah mungkin
disebabkan adanya mekanisme menggaruk dan respons imun dari
inangnya (Shimose, et all, 2013; Widasmara, 2020).
Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak kulit ke kulit
dengan indivvidu yang terinfeksi, sanitasi yang buruk, dan kurangnya
menjaga kebersihan. Tungau tidak bisa loncat atau terbang, melainkan
merangkak dengan kecepatan 25 cm/menit pada kulit yang hangat, dan
tungau dapat bertahan 24-36 jam pada suhu kamar dengan kelembapan
rata-rata (Shimose, et all, 2013; Widasmara, 2020). Berikut merupakan
WOC dari Scabies :
f. Pemeriksaan Fisik Scabies
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik,
kesadaran compos mentis . Tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80x/menit,
laju respirasi 20x/menit. Status generalis didapatkan kepala normocephali,
tidak didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan ikterus pada kedua mata,
tidak terdapat hiperemia pada konjungtiva, kornea, serta lensa mata
bening. Pada pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan tidak
ditemukan kelainan dan pada leher tidak ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax didapatkan suara jantung
dan paru dalam batas normal. Pada abdomen tidak didapatkan adanya
distensi, bising usus terdengar dalam batas normal, hepar dan lien tidak
teraba. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat edema dan teraba
hangat
g. Pemeriksaan Penunjang Scabies
Pemeriksaan penunjang skabies dapat dilakukan dengan
menggunakan gelas mikroskop cahaya untuk menemukan dan
mengidentifikasi Sarcoptes Scabiei, telur, dan tinjanya. Adapun cara
yang dilakukan dalam pengambilan sampel untuk Skabies yaitu :
 Menentukan lokasi lesi kanakuli (terowongan) yang digunakan
sebagai sampel.
 Meneteskan minyak di lokasi lesi yang sudah ditentukan. Minyak
mineral yang diteteskan ini bertujuan agar hasil kerokan kulit tetap
baik, tinja tetap baik, dan kutu tetap hidup.
 Melakukan pengerokan pada kulit dengan menggunakan pisau
skalpek no.15 sepanjang lesi kanakuli, atau bisa dengan
menggunakan gelas objek yang diposisikan 900 dari permukaan
kulit.
 Hasil kerokan kulit dipindahkan ke gelas objek dan ditutup dengan
gelas penutupnya. Tidak dianjurkan untuk menggunakan KOH
sebagai pengganti minyak mineral karena KOH dapat melarutkan
tinja dari Sarcopes Scabiei sehingga menyulitkan identidikasi.

Skabies secara klasik didiagnosis dengan visualisasi ruam serta


riwayat pasien. Cara visualisasi juga digunakan untuk
mmemvisualisasikan tungau pada kerokan kulit di stratum korneum.
Namun metode ini kurang efektif untuk menegakkan diagnosa scabies
karena kemungkinan kesalahan sampling yang tinggi.
Videodermatoskopi adalah metode non-invasif, yang dapat
digunakan selama pemeriksaan fisik. Videodermatoscopy menggunakan
kamera video yang terhubung dengan sistem digital yang dilengkapi
dengan serat optik, dan lensa dengan pembesaran hingga 1000x, serta
sumber cahaya atau cairan imersi. Videodermatoscopy digunakan untuk
memeriksa permukaan kulit hingga dermis superfisial sehingga dapat
mengidentifikasi liang, tungau, telur, larva, dan feses. Jika dibandingkan
dengan kerokan kulit, videodermatoscopy memiliki beberapa
keunggulan diantaranya sifatnya yang non-invasif lebih baik diterima
oleh anak-anak, pasien yang sensitif, dan mereka yang mungkin
menolak kerokan kulit. Metode ini juga mudah dan cepat dilakukan
dibandingkan dengan metode mikroskop tradisional. Selain itu, teknik
non-invasif meminimalkan risiko infeksi yang tidak disengaja dari agen
yang menular melalui darah seperti HIV, atau virus hepatitis C (HCV).
Videodermatoskopi juga berguna dalam mengevaluasi pasien untuk
ditindaklanjuti setelah terapi selesai, menunjukkan adanya tungau yang
hidup dalam kasus infeksi persisten atau pengobatan yang tidak berhasil.
Dermoskopi, metodenya mirip dengan videodermatoskopi tetapi
penggunaannya dengan cara dipegang dengan tangan dan tidak
memerlukan koneksi ke komputer. Dermoskopi memiliki lensa dengan
perbesaran hingga 10x. Dermatoskop, digunakan untuk mengamati
struktur liang pada kudis. Liang juga kurang divisualisasikan di kulit
gelap atau area berbulu.
Jika diagnosis tidak jelas, biopsi kulit dapat digunakan untuk
memastikan diagnosis. Selain biopsi, tes serologi juga dapat membantu
dalam diagnosis skabies.
h. Pencegahan Penyakit Scabies
Untuk mencegah terjadinya scabies diperlukan pengetahuan dan
pemahaman mengenai penyakit skabies. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya skabies yaitu :
1. Menjaga personal hyiege dengan mandi secara teratur
menggunakan sabun.
2. Selalu mencuci pakaian
3. Selalu mengganganti dan mencuci seprai, sarung bantal,
selimut, secara teratur minimal 2 kali seminggu.
4. Menjemur bantal dan kasur minimal 2 kali seminggu.
5. Menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah
penggunaan penggunaan barang-barang secara bersama-sama
dengan penderita seperti pakaian, handuk, dan barang-barang
lainnya.
6. Kebersihan rumah selalu dijaga dan rumah berventilasi cukup.
i. Tata Laksana Scabies
Penatalaksaan utama pada skabies dapat dilakukan dengan
pengaplikasian medikasi jenis topikal, yaitu:
a. Permetrin 5%
b. Malathion 0,5%
c. Emulsi bezil benzoat 10% hingga 25 %
d. Salep belerang 5% hingga 10%
Penggunaan ivermektin oral juga efektif dan sudah disetujui pada
beberapa negara, namun penggunaan ivermektin pada ibu hamil dan anak
dengan berat badan dibawah 15 kg belum ditetapkan. Pada saat
penggunaan medikasi secara rutin, maka akan terjadi peningkatan rasa
gatal pada individu yang menunjukkan pengobatan berjalan dengan efektif
selama 1 hingga 2 minggu (WHO, 2020)
j. Prognosis Scabies
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
serta syarat pengobatan dapat menghilangkan factor predisposisi (antara
lain hygiene), serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien
harus diobati,maka penyakit scabies dapat memberikan prognosis yang
baik (Djuanda, 2010 dalam Nandira, 2018).
k. Komplikasi Scabies
Menurut Harahap, 2008 (dalam Nadya, 2019) menyebutkan
komplikasi bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu dapat
menimbulkan :
a. Dermatitis akibat garukan.
b. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
c. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulofritis.
d. Dermatitis irita dapat timbul karena penggunaan antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi atau pemakaian yang terlalu sering.
e. Furunkel atau bisul yaitu infeksi yang meliputi seluruh folikel
rambut dan jaringan subkutan disekitarnya.
f. Foliklitis yaitu peradangan pada selubung akar rambut.

1. Pengkajian Asuhan Keperawatan


A. Biodata
Nama : Tn Handika
Umur : 20 thn
Agama : Hindu
Suku : Bali
Alamat : Jl. Imam Bonjol, Denpasar
Pekerjaan : Notaris
No. RM : 1234
Tanggal masuk : 14 November 2021
Tanggal pengkajian : 14 November 2021
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sering gatal-gatal pada area ketiak dan lipatan
paha, gatal-gatal semakin memberat pada malam hari sehingga mereka
sering terbangun.

C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn Handika datang ke rumah sakit pada tanggal 14
November 2021 pukul 10.00 WITA. Tn Handika sering menggaruk
hingga kulit tampak kemerahan, muncul ekskoriasi, dan koreng pada
area-area yang berisi papula ia mengatakan sangat tidak nyaman dan
tidak tahu harus bagaimana mengatasi keluhan tersebut.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Tn Handika mengatakan ia tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tn Handika mengatakan keluarganya tidak memiliki
riwayat penyakit menular dan tidak pernah mengalami penyakit gatal-
gatal seperti yang dialaminya.
D. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Keadaan umum :
Kesadaran : Composmentis
TTV TD : 110/70 mmHg
Nadi : tidak dikaji
Suhu : 36,5 derajat C
RR : tidak dikaji
BB : 70 Kg
TB : 160 Cm
a. Kepala:
 Inspeksi : Warna rambut hitam, tidak terdapat kutu ataupun lesi pada
kulit kepala , tidak terlihat adanya kerondokan dan tidak terlihat
adanya benjolan.
 Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan edema
b. Mata
 Inspeksi : Pandangan tidak kabur, kunjungtiva enemis, skela putih,
reflek pupil normal.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan sekitar mata.
c. Telinga
 Inspeksi : Telinga simetris dan tidak terdapat lesi dan terlihat sedikit
serumen.
 Palpasi : tidak adanya nyeri tekanan sekitar telinga.

d. Hidung
 Inspeksi : Tidak ada lesi, sekret dan tidak terdapat pernafasan
cuping hidung
 Palpasi : -
e. Mulut
 Inspeksi : Warna mukosa mulut merah muda dan bibir tampak
sedikit kering.
 Palpasi : tidak terlihat adanya nyeri tekan.
f. Leher
 Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid tidak terlihat
adanya pembengkakan.
 Palpasi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar
limfe dan tidak ada nyeri tekan.
g. Dada
1) Paru-paru
 Inspeksi : Gerakan dada kanan dan kiri simetris
 Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan atau teraba massa
 Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan
2) Jantung
 Inspeksi : Bentuk dada simetris
 Palpasi : Iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V
 Auskultasi : Tidak terdapat suara jantung tambahan
3) Abdomen
 Inspeksi : Terlihat adanya kunikulus pada bagian umbilicus
sepanjang 1 cm
 Auskultasi : bising usus terdengar normal 3 kali/mnt
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi : Suara perkusi pekak pada kuadran kanan atas
4) Ekstremitas
1) Atas
 Inspeksi : tidak terlihat adanya bekas luka, terlihat adanya
kemerahan pada kulit, ekskoriasi, dan koreng pada tangan,
area ketiak dan kunikulus berwarna putih keabuan pada
sela-sela tangan dan lipatan ketiak. Terlihat adanya papula
berair pada sela-sela jari.
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2) Bawah
 Inspeksi : tidak terlihat adanya bekas luka, terlihat adanya
kemerahan pada kulit.
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5) Genetalia
 Inspeksi : tidak dikaji
6) Anus dan rectum
 Inspeksi : Tidak dikaji
7) Muskuloskeletal
 Reflek tendon normal
8) Neurologi
 Composmentis

E. Data BioPsikoSosialSpiritual

a. Bernafas
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal
Sesudah sakit : Pasien mengatakan dapat bernafas dengan normal
b. Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan nafsu makannya baik dan tidak
ada mual muntah
Sesudah sakit : Pasien mengatakan nafsu makannya masih baik dan
tidak ada mual muntah
c. Eliminasi
Sebelum sakit : BAB dan BAK klien normal, BAB 2x sehari dan
BAK 4-5x sehari
Sesudah sakit : BAB dan BAK klien normal, BAB 2x sehari dan BAK
4-5x sehari
d. Gerak badan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat bergerak dengan bebas
Sesudah sakit : Pasien mengatakan Gerakan badan sedikit terganggu
karena rasa gatal
e. Istirahat tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa dirinya dapat tidur dengan
baik tanpa adanya gangguan
Sesudah sakit : Gatal-gatal semakin memberat pada malam hari
sehingga Pasien sering terbangun.
f. Berpakaian
Sebelum sakit : Pasien mengatakan berganti pakaian 1x sehari karena
kesibukannya
Sesudah sakit : Pasien mengatakan berganti pakaian 2x sehari
g. Rasa Nyaman
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien merasa
nyaman dan tidak mengalami keluhan
Sesudah sakit : Pasien mengatakan bahwa dirinya merasa tidak
nyaman karena luka pada tubuhnya dan terasa gatal
h. Kebersihan diri
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dirinya hanya mandi 1x sehari
Sesudah sakit : Pasien mengatakan dirinya mandi 2x sehari
i. Rasa Aman
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak
mengalami rasa cemas dan merasa aman.
Sesudah sakit : Pasien mengatakan bahwa merasa cemas dengan
kondisinya. Namun Pasien yakin ia akan sembuh jika mengikuti
pengobatan dengan disiplin
F. Pola Komunikasi/Hubungan Dengan Orang Lain
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan orang
lain secara normal
Sesudah sakit : Pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan orang
lain secara normal
G. Ibadah
Sebelum sakit : Pasien beragama hindu. Klien dapat beribadah dengan
normal
Sesudah sakit : Pasien beragama hindu. Klien dapat beribadah
walaupun sedang sakit.
H. Produktivitas
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa dirinya dapat mengerjakan
pekerjaannya sebagai notaris dan aktifitas sehari hari dengan baik
Sesudah sakit : Pasien mengatakan bahwa dirinya sulit untuk
mengerjakan pekerjaannya karena luka pada tubuhnya dan terasa gatal
I. Rekreasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat berekreasi dengan normal
dan hanya terganggu oleh pekerjaanya
Sesudah sakit : Pasien mengatakan bahwa dirinya jarang berekreasi
karena pekerjaanya dan gatal gatal yang dialaminya sangat
mengganggunya.
J. Kebutuhan belajar
Sebelum sakit : -
Sesudah sakit : -

2. Diagnosis Keperawatan, Klasifikasi Data dan Analisis Data


a. Diagnosis Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tungau scabies
ditandai dengan kulit tampak kemerahan, muncul ekskoriasi, dan
koreng pada area-area yang berisi papula.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respons inflamasi ditandai
dengan gangguan integritas kulit dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen
3. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai
dengan pasien dan keluarga mengatakan merasa tidak nyaman dan
tidak tahu harus bagaimana untuk mengatasi keluhan pasien. Pasien
dan keluarga terlihat tidak mengetahui harus melakukan apa.
b. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Ds: Scabies Kerusakan Integritas
- mengeluh sering ↓ Kulit
gatal-gatal pada area Tungau berada pada kulit
ketiak dan lipatan ↓
paha, gatal-gatal Masuk ke dalam stratum
semakin memberat korneum
pada malam hari ↓
sehingga mereka Membentuk kanali
sering terbangun. kulit/kunikulus
Do: ↓
- Pasien sering Tungau mengeluarkan
menggaruk hingga cairan
kulit tampak ↓
kemerahan, muncul Reaksi inflamasi
ekskoriasi, dan ↓
koreng pada area-area Papula
yang berisi papula. ↓
- Tampak papula berair Terasa gatal
pada sela-sela jari dan ↓
ketiak. Garukan
- Hasil pemeriksaan ↓
didapatkan kunikulus Timbul erosi, ekskoriasi,
berwarna putih dan koreng
keabuan pada sela- ↓
sela jari tangan, Kerusakan integritas
lipatan ketiak bagian kulit
depan serta pada
bagian umbilicus
panjang rata-rata 1
cm.
Ds: Reaksi inflamasi Risiko infeksi
- Pasien mengeluh sering 
gatal-gatal pada area Pelepasan mediator
ketiak dan lipatan paha, kimia (histamin, kinin,
gatal-gatal semakin protaglandin)
memberat pada malam 
hari Vasodilatasi pembuluh
- Pasien mengatakan darah
sangat tidak nyaman 
dan tidak tahu harus Permeabilitas kapiler
bagaimana mengatasi meningkat
keluhan tersebut 
Do: Papula
- Pasien sering

menggaruk hingga
Rasa gatal, menggaruk
kulit tampak

kemerahan, muncul
Kulit kemerahan,
ekskoriasi, dan
ekskoriasi, koreng pada
koreng pada area-area
area yang berisi papula
yang berisi papula

Risiko infeksi
Ds: Terpapar pajanan Defisien Pengetahuan
- Pasien mengatakan ↓
merasa tidak nyaman Panajan menginfeksi
dan tidak tahu harus kulit
bagaimana untuk ↓
mengatasi keluhan Respon gatal
pasien.
Do: ↓
- Pasien terlihat tidak Timbul papula, kunikulus
mengetahui harus dan bekas luka garukan
melakukan apa. ↓
Kurangnya terpajan
informasi

Kebingungan terhadap
tindakan yang dilakukan

Defisien pengetahuan

VALIDASI DATA :
 Penyebab

Penyebab penyakit skabies/kudis adalah infestasi tungau Sarcoptes


scabiei. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Parasit skabies yang menginfeksi
manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Terdapat pula varian yang
hidup pada hewan seperti anjing dan babi. Varian hewan ini bisa saja
berpindah ke manusia melalui kontak langsung dengan hewan dan
menyebabkan gejala gatal, tetapi tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.

 Akibat

Akibat bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu dapat


menimbulkan :
g. Dermatitis akibat garukan.
h. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
i. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulofritis.
j. Dermatitis irita dapat timbul karena penggunaan antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi atau pemakaian yang terlalu sering.
k. Furunkel atau bisul yaitu infeksi yang meliputi seluruh folikel
rambut dan jaringan subkutan disekitarnya.
l. Foliklitis yaitu peradangan pada selubung akar rambut.
RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Terdiri dari : PES (Problem Etiologi Signtom)
3. Interversi Keperawatan
TGL/jam No. Kriteria Rencana Rasional
DX Hasil tindakan
14/11/21 I - Setelah dilakukan tindakan - Menentukan penyebab - Untuk mengendalikan
10.00
keperawatan 2x24 jam, pruritus penyebab pruritus
WITA
keutuhan struktur dan fungsi - Lakukan pemeriksaan - Untuk mengetahui lokasi
fisiologis kulit tidak terganggu, fisik untuk kerusakan kulit
dengan kriteria hasil: mengidentifikasi - untuk membatasi gerakan
1. Integritas kulit tidak kerusakan kulit menggaruk yang tidak
terganggu - Pasang perban atau terkontrol
2. Tidak ada pigmentasi yang balutan pada tangan atau - untuk mengobati rasa gatal
abnormal siku untuk membatasi
- untuk mengurangi iritasi
3. Lesi pada kulit ringan gerakan menggaruk yang
Tidak terjadi penebalan kulit tidak terkontrol
- Berikan antipruritic,
sesuai indikasi
- Berikan kompres dingin
untuk mengurangi iritasi
14/11/21 II Setelah dilakukan asuhan -Berikan kompres dingin - Memberikan lingkungan
10.00 keperawatan selama 2x24 jam, untuk mengurangi iritasi yang bersih untuk
WITA
diharapkan dapat mengurangi -Bersihkan lingkungan mengurangi risiko infeksi
risiko infeksi dengan kriteria dengan baik setelah - Agar penyebaran infeksi
hasil : digunakan untuk setiap tidak meluas
1. Pasien menggunakan strategi pasien - Sabun anti mikroba lebih
mencegah komplikasi - Pertahankan teknik efektif membunuh
2. Pasien menggunakan strategi isolasi yang sesuai pathogen pada tangan
menghindari transmisi infeksi - Gunakan sabun anti - Mencuci tangan sebelum
pada orang lain mikroba untuk mencuci dan sesudah melakukan
3. Pasien melakukan praktik tangan tindakan, dapat
kebersihan badan - Cuci tangan sebelum dan meminimalkan timbulnya
4. Pasien menggunakan sesudah kegiatan infeksi pada pasien
pengobatan sesuai yang perawatan pasien - Untuk mengurangi risiko
diresepkan - Gosok kulit pasien infeksi
dengan agen antibakteri - Untuk meningkatkan imun
yang sesuai tubuh pasien
- Tingkatkan intake nutrisi -Mencegah terjadinya
- Berikan terapi antibiotik infeksi yang lebih parah
bila perlu - Mencegah terjadinya
infeksi yang lebih parah

4. Implementasi Keperawatan
TGL/ NO. DX Implementasi Evaluasi Proses Paraf
JAM
14/11/21 Kerusakan - Melakukan pemeriksaan fisik - Pasien sudah mengetahui dan
13.00 Integritas untuk mengidentifikasi memahami lokasi kerusakan
WITA Kulit
kerusakan kulit kulit
SDKI - Pasang perban atau balutan - Pasien dapat untuk membatasi
D.0129 TTD/DUTA
pada tangan atau siku untuk gerakan menggaruk yang
membatasi gerakan tidak terkontrol
menggaruk yang tidak - Pasien dapat mengobati rasa
terkontrol gatal
- Berikan antipruritic, sesuai - Pasien dapat meminimaliris
indikasi iritasi yang dialami
- Memberikan kompres dingin
- Pasien paham bagaimana
untuk mengurangi iritasi
lingkungan yang bersih untuk
-Membersihkan lingkungan
mengurangi risiko infeksi
dengan baik setelah
- Pasien paham cara mencegah
digunakan untuk setiap pasien
penyebaran infeksi agar tidak
- Mempertahankan teknik
meluas
isolasi yang sesuai
- Pasien mengetahui Sabun anti
- Mengunakan sabun anti
mikroba agar lebih efektif
mikroba untuk mencuci
membunuh pathogen pada
tangan tangan
- Meningkatkan intake nutrisi - Pasien paham cara Mencuci
Berikan terapi antibiotik bila tangan sebelum dan sesudah
perlu melakukan tindakan, dapat
meminimalkan timbulnya
infeksi pada pasien
- Pasien paham cara untuk
mengurangi risiko infeksi
- Pasien paham cara untuk
mencegah terjadinya infeksi
yang lebih parah

5. EVALUASI
TGL/ No.DX Evaluasi
JAM
16/11/21 S: Pasien mengatakan gatal gatal yang dialami sudah mulai
10.00 Kerusakan berkurang
WITA Integritas
Kulit O: Tampak sudah tidak terlihat adanya kemerahan dan Ekskoriasi, dan
Koreng pada area area yang berisi papula.
SDKI D.0129
A: masalah teratasi, gatal gatal yang dialami teratasi , kemerahan dan
ekskoriasi teratasi serta koreng pada area area yang berisi papula
sudah sembuh

P: pasien sudah diperbolehkan pulang, namun harus tetap dikaji agar


tidak terdapat komplikasi tambahan

Denpasar, 17 November 2021


Mengetahui
Pembimbing Klinik/ CI Mahasiswa

(……………………….) ( Komang Arhya Duta Martha )

NIP: NIM: P07120221033

Clinical Teacher/CT

( ....................)
NIP
DAFTAR PUSTAKA

Barkah Alamiah, D. I. N. A. R. (2020). Gambaran Pengetahuan Santri Tentang


Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Sirojul Huda Pasir Biru
Kecamatan Cibiru Kota Bandung Jawa Barat Tahun 2020.
Centers of Disease Control and Prevention. (2017). Scabies. Parasites. Retrieved
from https://www.cdc.gov/parasites/scabies/fact_sheet.html
Dewi, M. K., & Wathoni, N. (2017). Artikel review: diagnosis dan regimen
pengobatan skabies. Farmaka, 15(1), 122-33.
Gilson, R. L., & Crane, J. S. (2021). Scabies. StatPearls [Internet].
Kamal, A. (2019). Prevalensi Kejadian Skabies dan Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya Pada Anak Di Panti Asuhan An-Nashr Makassar
Tahun 2019 (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Mulyani, S., & Novitayanti, E. (2020). Pentingnya Pendidikan Kesehatan Tentang
Phbs Terhadap Pencegahan Penularan Skabies Di Pondok Pesantren.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(2), 20-25.
Nadya, R. H. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku
Pencegahan Skabies Di Pondok Pesantren Nurul Amanah Neglasari
Kec. Salawu Kab. Tasikmalaya (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Tasikmalaya).
Nandira, A. A. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Personal Hygiene
dengan Kejadian Penyakit Skabies di Lingkungan Pondok Pesantren
Kabupaten Jember.
Solihat, S. (2021). Hubungan Pengetahuan Tentang Skabies Dan Perilaku
Kesehatan Lingkungan Dengan Upaya Pencegahan Skabies Pada
Santri Putra. Healthy Journal| Jurnal Ilmiah Kesehatan Ilmu
Keperawatan, 9(1), 1-10.
Widasmara, D., 2020. E-book Konsep Baru Skabies. Malang; Universitas
Brawijaya Press. ISBN: 978-602-432-943-3
Wijaya, L., Fernando, R., & Lembar, S. (Eds.). (2019). Pemeriksaan Penunjang
dan Laboratorium Pada Penyakit Kulit dan Kelamin. Penerbit
Unika Atma Jaya Jakarta.
WHO. (2020). Scabies. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/scabies

https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/skabies/etiologi

Anda mungkin juga menyukai