Anda di halaman 1dari 15

Tinea Manus

SKABIES
Cutaneus Larva Migrans
Ptyriasis Versicolor
A. Definisi Scabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei
varian hominis dan produknya. (Handoko, R, 2001)
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabiei yang termasuk dalam
kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop.
Penyakit ini merupakan infeksi pada kulit yang disebabkan oleh kutu, penetrasi pada kulit terlihat jelas
berbentuk papula, vesikel atau berupa saluran kecil berjejer, berisi kutu dan telurnya. Jika dapat terjadi komplikasi
dengan kuman hemolytic streptococcus bisa terjadi glomerulonephritis akut.
Penyakit scabies juga sering disebut dengan kutu badan. Penyakit ini tergolong penyakit yang mudah
menular dari manusia ke manusia, hewan ke manusia, dan manusia ke hewan.
Scabies merupakan penyakit yang menyebabkan rasa gatal pada kulit seperti sela-sela jari, siku, dan perut
bagian bawah. Scabies juga identik dengan penyakit anak pondok atau asrama. Bukan bermaksud
mendiskriminasikan pondok atau asrama tetapi, melihat kondisi pondok atau asrama yang kebanyakan kondisi
kebersihannya kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan yang terlalu lembab karena
kurang mendapat sinar matahari. Penyakit scabies ini menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal
bersama sehingga dalam tindakan pengobatannya harus dilakukan dengan cepat dan secara menyeluruh individu dan
lingkungan yang terserang scabies. Dilakukan tindakan seperti itu, karena apabila pengobatan hanya dilakukan
secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies.
B. Epidemiologi Scabies
Scabies ditemukan hampir di seluruh Negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di beberapa Negara yang
sedang berkembang, prevalensi scabies sekitar 6% - 27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta
remaja.
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak faktor yang menunjang
perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang
bersifat promiskuitas atau sering bergonta-ganti pasangan, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografi serta
ekologi. Selain itu, mudahnya penyakit ini menular dari manusia ke manusia, hewan ke manusia, dan menusia ke
hewan melalui berbagai cara penularan.
Kejadian wabah disebabkan oleh buruknya sanitasi lingkungan karena peperangan, pengungsian dan krisis
ekonomi. Penyebaran scabies di Amerika Serikat dan Eropa yang terjadi ternyata terjadi pada situasi normal yaitu
tanpa peperangan, tanpa krisis, menyerang masyarakat di semua tingkat sosial tanpa melihat usia, jenis kelamin, ras
atau status kesehatan seseorang. Scabies endemis di sebagian besar negara berkembang.
C. Penularan atau Transimisi Scabies
Secara umum, cara penularan scabies dibagi menjadi 2 yang didalamnya dapat dibagi-bagi lagi, yaitu:
a. Penularan kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi akibat kontak langsung antara penderita scabies dengan
orang sehat seperti melalui: hubungan seksual antara penderita dengan orang sehat, kontak dengan hewan pembawa
tungau seperti anjing, babi, kambing, dan biri-biri, dan faktor fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama
dengan lingkungan padat penduduk, tidur bersama, dan berjabat tangan.
b. Penularan tanpa kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi melalui kontak tidak langsung antara penderita
dengan orang sehat seperti: penggunaan handuk secara bergantian, penggunaan pakaian dan tempat tidur, sprei, dan
bantal secara bersamaan.
Penularan scabies biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh
bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada
mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.
Akan tetap menular kecuali kutu dan telur sudah dihancurkan dengan pengobatan, biasanya setelah
dilakukan 1 atau 2 kali pengobatan dalam seminggu.
D. Faktor Resiko Scabies
Faktor resiko scabies adalah:
a. Sistem imun tubuh
Semakin rendah imunitas seseorang maka, akan semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk terjangkit
atau tertular penyakit scabies. Namun, diperkirakan terjadi kekebalan setelah infeksi. Orang yang pernah terinfeksi
akan lebih tahan terhadap infeksi ulang walaupun tetap masih bisa terkena infeksi dibandingkan mereka (orang-
orang) yang sebelumnya belum pernah terinfeksi scabies.
b. Lingkungan dengan hygiene sanitasi yang kurang
Lingkungan yang dimungkinkan sangat mudah terjangkiti scabies adalah lingkungan yng lembab, terlalu
padat, dan dengan sanitasi buruk.
c. Semua kelompok umur
Semua kelompok umur, baik itu anak-anak, reaja, dewasa, dan tua mempunyai resiko untuk terjangkiti
penyakit scabies.
d. Kemiskinan
e. Seksual promiskuitas (berganti-ganti pasangan)
f. Diagnosis yang salah
g. Demografi
h. Ekologi
i. Derajat sensitasi individual
E. Klasifikasi Scabies
Penyakit scabies atipik memiliki beberapa jenis, yaitu:
a. Scabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Scabies pada orang bersih ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan.
b. Scabies inconigto
Scabies inconigto biasanya muncul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan
tanda klinis membaik tetapi, tungau tetap ada dan tetap bisa terjadi penularan. Scabies inconigto sering sering juga
menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, lesi yang luas dan mirip penyakit lain.
c. Scabies nodular
Pada scabies nodular terdapat lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di
bagian tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal, dan aksila. Nodus ini timbul akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari 1 bulan tungau jarang ditemukan.
Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun sudah diberi pengobatan anti
scabies dan kortikosteroid.
d. Scabies yang ditularkan melalui hewan
Seperti di Amerika, sumber utama kejadian scabies biasanya ditularkan oleh hewan yaitu anjing. Kelainan
ini berbeda dengan scabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna. Lesi biasanya terjadi di daerah dimana orang-orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya, yaitu
perut, dada, paha, dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh karena Sarcoptes scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada tubuh manusia.
e. Scabies Norwegia
Scabies Norwegia atau biasa disebut dengan scabies krustosa ditandai dengan lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga
bokog, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Rasa gatal pada scabies Norwegia tidak
menonjol tapi scabies bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
Bentuk ini terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau
sehingga dapat berkembang biak dengan mudah.
f. Scabies pada bayi dan anak
Lesi scabies pada anak dapat terjadi di seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
Pada bayi, dapat terjadi lesi di muka.
g. Scabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Pada penderita penyakit kronis atau orang tua yang terpaksa tinggal di tempat tidur dapat menderita scabies
yang lesinya terbatas.
F. Etiologi Scabies
Scabies atau kudis disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabiei, filum
Arthopoda, kelas Aracnida, ordo Ackarina, Superfamili Sarcoptes. Jenis Sarcoptes yang menyerang pada hewan dan
manusia adalah:
a. Pada manusia : S. scabiei var homonis
b. Pada hewan : S. scabiei var animalis
c. Pada babi : S. scabiei var suis
d. Pada kambing : S. scabies var caprae
e. Pada biri-biri : S. scabiei var ovis
Secara morfologik, tungau berukuran kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya
rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar 330-450 mikron
x 250-350 mikron sedangkan yang jantan lebih kecil yakni 200-210 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasanya
memiliki 4 pasang kaki yaitu 2 pasang kaki di depan sebagai alat melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki
keempat berakhir dengan alat perekat. Tungau ini memiliki siklus hidup sebagai berikut:
Tungau berkopulasi (kawin) diatas kulit, setelah terjadi kopulasi (kawin) yang jantan akan mati, kadang-
kadang masih hidup dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi akan
menggali stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat bertahan hidup selama 1 bulan.
Biasanya dalam watu 3-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari, larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk yaitu jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, dan tungau
jantan akan mati setelah kopulasi.
Sarcoptes scabiei dapat hidup di luar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari. Yang diserang
adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh
kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat diserang oleh tungau.
G. Gejala dan Tanda Scabies
Gejala penyakit scabies pada manusia adalah:
a. Terdapat liang di permukaan kulit
b. Gatal
c. Kemerahan pada kulit
d. Biasa terjadi infeksi sekunder
e. Pada bayi, terdapat bisul pada telapak tangan dan kaki
Terdapat 4 tanda cardinal penyakit scabies pada manusia adalah:
a. Pruritus nocturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tngau akan lebih tinggi pada suhu
yang lembab dan panas
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, yaitu misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh
anggota keluarga terkena infeksi
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk
garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika
terjadi infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan statum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki.
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau
ini.
Tanda-tanda umum scabies:
a. Adanya papula (bintil)
b. Adanya pustule (bintil bernanah)
c. Adanya ekskoriasi (bekas garukan), dan
d. Bekas-bekas lesi yang berwarna hitam
H. Patogenesis Scabies
Patogenesis atau perjalanan terjadinya penyakit scabies yaitu kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya
oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-
lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
I. Diagnosis Scabies
Diagnosis scabies dapat ditegakkan melalui:
a. Ditemukannya 2 dari 4 tanda cardinal
b. Terdapat terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa
millimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya terdapat vesikula, papula atau pustule.
c. Tempat predileksi yang khas adalah sela-sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku, lipat ketiak bagian
depan, areola mammae, sekitar umbilicus, perut bagian bawah, dan genitalia eksterna pria. Pada orang dewasa
jarang terdapat di bagian muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi lesi dapat
terjadi di seluruh permukaan kulit
d. Penyembuhan terjadi dengan cepat setelah pemberian obat anti scabies topical yang efektif
e. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari 1 anggota keluarga menderita gatal, perlu diwaspadai
terjadinya scabies. Gatal meningkat pada malam hari disebabkan karena temperatur badan yang meningkat sehingga
aktivitas kutu atau tungau juga meningkat.
f. Menemukan tungau. Metode-metode penemuan tungau yang lain:
Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/KOH, kemudian dikerok dengan
scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup
dengan lensa mantap, lalu diperiksa dibawah mikroskop.
Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15
sejajar dengan permukaan kulit. Biopsy dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak
diperlukan anestesi.
Burrow ink test
Papul scabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 2 menit kemudian dihapus
dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk kedalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa
garis zig-zag.
Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada
gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop.
Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa
dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi.
J. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk penyakit scabies adalah:
a. Prurigo, biasanya berupa papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas
b. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan
c. Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eriterm
K. Penatalaksanaan Scabies
Penatalaksanaan scabies adalah secara farmakologis (pengobatan). Pengobatan untuk scabies tersedia dalam
beberapa bentuk yaitu: krim dan salep. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain: tidak berbau,
efektif terhadap semua stadium kutu (telur, larva, maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit, mudah
diperoleh, dan juga murah harganya
L. Pengobatan Scabies
Semua keluarga atau orang terdekat yang berkontak dengan penderita harus ikut serta diobati. Beberapa
macam obat yang dapat digunakan untuk mengobati scabies adalah:
a. Permetrin
Obat dengan tingkat keamanan yang cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat
digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan di tempat lesi
lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.
b. Malation
Malation 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari
kemudian.
c. Emulsi benzil-benzoas (20-25%)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering terjadi iritasi dan kadang-
kadang semakin gatal setelah memakainya.

d. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum efektif dan aman digunakan. Dalam konsentrasi 2,5%
dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam.
e. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk losion 25%, yang sebelum digunakan harus ditambah 2-3 bagian dari air dan
digunakan selama 2-3 hari.
f. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1% dalam krim atau losion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.
g. Krotamiton
Krotamiton 10% dalam krim atau losion merupakan obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan
antigatal.
M. Pencegahan Scabies
Penyakit scabies dapat dicegah melalui tindakan-tindakan:
a. Penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan
b. Diagnosis dini
c. Cara pengobatan penderita scabies dan orang-orang yang kontak
d. Pengobatan yang dilakukan secara massal jika sudah dikatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB)
e. Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum. Sabun Tetmosol jika ada sangat membantu dalam
pencegahan terjadinya infeksi
f. Tidak berganti-ganti pasangan hubungan seksual
g. Tidak berganti-ganti pakaian, handuk, sprei, dan alat atau benda-benda yang menempel pada tubuh
h. Selalu menjaga kebersihan sanitasi dan hygiene personal dan lingkungan
i. Jika ada salah satu orang terdekat yang mengalami gejala atau tanda scabies segera lakukan pemeriksaaan dan
pengobatan baik secara individu maupun serentak
j. Berikan vaksin atau obat antiscabies pada hewan peliharaan yang dekat dengan manusia, seperti anjing

N. Prognosis Scabies
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik. (Harahap, M, 2000)
Pityriasis versikolor

I. SINONIM
Penyakit ini disebut juga tinea versicolor, Kromofitosis, Dermatomikosis, Liver spots, Tines flava, panu
Tinea korporis disebut juga tinea sirsinata, tinea globrosa,Ringworm-body atau kurap.1

II. DEFINISI
Tinea korporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) di
daerah muka, lengan, badan, tungkai dan glutea.2,12

III. EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis terdapat di seluruh dunia, terutama pada daerah tropis dan insiden meningkat pada
kelembaban udara yang tinggi serta kebersihan lingkungan yang kurang baik. Penyakit ini masih banyak terdapat di
Indonesia dan masih merupakan salah satu penyakit rakyat.4
Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah lain, seperti
Padang, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Menado, keadaannya kurang lebih sama, yakni menempati urutan
kedua sampai keempat terbanyak dibandingkan golongan penyakit lainnya. 2
Tinea korporis dapat menyerang semua umur, terutama pada orang dewasa dan anak anak yang sering
kontak dengan hewan piaraan. Tinea korporis dapat terjadi pada pria dan wanita. Cara penularannya dapat langsung
dari tanah, hewan dan manusia ke manusia dan secara tidak langsung, yaitu kontak dengan benda yang sudah
terkontaminasi, misalnya dari tanaman yang terkena jamur, pakaian yang lembab, dan air. 3,4

IV. ETIOLOGI
Tinea korporis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang menyerang jaringan berkeratin. Jamur ini
bersifat keratinofilik dan keratinolisis. Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Epidermophyton, dan
Trichophyton.4
Penyebab tersering tinea korporis adalah Trichopyton rubrum, Trichopyton mentagrophytes, Microsporum
canis dan Epidermophyton floccosum. Jamur ini sering terdapat pada bulu hewan piaraan seperti anjing dan kucing
sehingga dapat tertular pada manusia yang kontak. Tinea korporis terkadang terjadi bersama tinea pedis atau tinea
cruris. 2, 3, 5

V. PATOGENESIS
Jamur dermatofita berdasarkan afinitas terhadap hospes tertentu dibagi menjadi 3 yaitu jamur zoofilik,
antropofilik, dan geofilik. Jamur zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang menginfeksi manusia,
misalnya M. canis pada anjing dan kucing. Jamur antropofilik terutama menghinggapi manusia, misalnya T. rubrum.
Sedangkan pada jamur geofilik yaitu jamur yang hidup di tanah, misalnya M. gypseum.6
Jamur dermatofita lebih sering hidup di sel-sel mati, stratum korneum kulit, rambut dan kuku serta pada
umumnya tidak menyerang lapisan di bawah epidermis. Walaupun dermatofita sudah ditangkap oleh mekanisme sel
perantara imunitas, namun dermatofita dapat berpenetrasi ke dalam lapisan dermis yang lebih dalam dan aliran
darah yang sudah dilindungi oleh mekanisme pertahanan non spesifik penjamu. Mekanisme ini meliputi faktor
serum inhibitor dan aktivitas komplemen serta aktivitas lekosit polimorfonuklear. Dermatofita memiliki keratinase
dan enzim-enzim lainnya yang memungkinkan jamur menyerang lapisan stratum korneum yang lebih dalam. Kulit
mengadakan respon atas mekanisme infeksi ini dengan meningkatkan proliferasi akibatnya kulit tampak bersisik dan
epidermis menebal.5
Pada dasarnya kemampuan jamur untuk menimbulkan suatu penyakit pada hospesnya tergantung
kemampuan jamur menyesuaikan diri dengan lingkungan hospes serta melawan mekanisme pertahanan tubuh non
spesifik dan spesifik.

VI. GEJALA KLINIS


Mula-mula timbul lesi kulit berupa bercak eritematosa yang gatal, terutama bila berkeringat. Oleh karena
gatal dan digaruk, lesi akan makin meluas, terutama pada daerah kulit yang lembab. 2
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema,
skuama, kadang-kadang papula dan vesikel di tepi. Lesi tampak seperti bentukan cincin dengan tepi aktif dan bagian
tengah tampak tenang. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan
kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik karena beberapa lesi kulit yang menjadi
satu.1
Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat kronik. Lesi tidak menunjukkan tanda-tanda radang
yang akut, kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris.2
Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan, dapat menyebar luas dan kadang berbentuk lingkaran
yang dapat diasumsikan sebagai penampakan granulomatosa.7
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis tinea korporis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya, serta pemeriksaan
kerokan kulit dari tepi lesi dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora
jamur.2 Untuk melihat elemen jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta
parker superchroom blue black.1
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sedian basah dan
untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.1
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Pitiriasis rosea: gambaran makula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada papula, skuama, diameter panjang
lesi menuruti garis kulit
2. Kandidiasis kutis: lesi relatif lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
3. Psoriasis: skuama lebih tebal dan berlapis-lapis
4. Neurodermatitis sirkumskripta: makula eritematosa berbatas tegas terutama pada daerah tengkuk, lipat lutut dan
lipat siku.3
IX. PENATALAKSAAN
1. Non medikamentosa
Selain dengan terapi dan sistemik, perlu diberikan edukasi pada pasien untuk menjaga kebersihan kulit dan
lingkungan, memakai pakaian dari katun, tidak ketat dan dianjurkan tidak bertukar pakaian dengan orang lain.
Kebersihan pribadi dengan mandi teratur menggunakan sabun ringan dan menjaga agar kulit yang sakit tetap
kering.10
2. Medikamentosa
1) Topikal golongan azol anti fungi spectrum luas yang kerjanya menghambat sintesis ergosterol pembentuk dinding
sel jamur. Pemakaian selama 2-6 minggu 2 kali sehari pada area yang terinfeksi
Clotrimazole 1% krim (Mycelex, Lotrimin)
Ketoconazole 2% krim (Nizoral)
Miconazole 2% krim atau lotion .
Oxiconazole 1% krim (Oxistat)
Sertaconazole 2% krim (Ertaczo)
2) Topikal golongan Allylamine : fungisid yang menghambat enzyme squlene 2,3 epoxidase sehingga terjadi
penurunan sterol yang mengakibatkan kematian sel. Pemakaian selama 2-4 minggu
Naftifine 1% krim or gel (Naftin)
Terbinafine 1% krim (Lamisil)
3) Terapi sistemik golongan azol
Fluconazol, dosis dewasa 150 mg/hari selama 2-4 minggu.mempunyai afinitas yang kecil terhadap sitokrom
mamalia sehingga mempunyai toksisitas yang rendah. Kontra indikasi dengan riwayat hipersensitif, penggunaan
bersama terfenadine untuk pemakaian fluconazol dosis > 400 mg.
Itraconazole dengan aktivitas fungistatik menghambat pertumbuhan sel dengan menghambat sitokrom-450 untuk
pembentukan ergosterol. Dosis untuk dewasa 100-200 mg /hari selama 1 minggu. Untuk anak-anak 3-16 tahun
sama dengan dewasa. Kontra indikasi dengan riwayat hipersensitif
Ketoconazol menghambat sintesis ergosterol dan mengakibatkan kematian sel jamur. Dosis 3,3-6,6mg/kg/hari
kontra indikasi dengan riwayat hipersensitif fan meningitis yang disebabkan jamur.
4) Terapi Allyamine Sistemik
Terbinafine suatu fungisid dengan dosis 250 mg/hari selama 1-2 minggu,untuk anak 10-20 kg: 62.5 mg/hari, 20-
40 kg: 125 mg/hari ,>40 kg: 250 mg/hari .
5) Terapik sistemik yang lain :
Griseofulvin mempunyai efek fungistatik dengan mempengaruhi mikrotubul dari sel jamur. Terikat pada sel
prekusor keratin kemudian keratin secara bertahap digantikan dengan jaringan yang tak terinfeksi dan reistan
terhadap invasi jamur dengan dosis 500 mg microsize perhari untuk anak-anak 20 mg mikrosize /kg/hari .Pasien
perlu diedukasi untuk melindungi diri dari radiasi matahari selama pengobatan. Karena ada resiko foto sensitive. 11
Terapi anti jamur topikal efektif untuk infeksi pada kulit tubuh yang tidak berambut dan membran mukosa
untuk penyakit yang belum luas dan tidak ada komplikasi.7
Biasanya dipakai salep atau krim antimikotik, seperti salep whitfield, campuran asam salisilat 5% dengan
asam benzoat 10% dan resorsinol 5% dalam spirtus, Castellanis paint, imidazol, ketokonazol, dan piroksolamin
siklik, yang digunakan selama 2-3 minggu.3
Terapi sistemik diindikasikan untuk kasus tinea korporis yang berat yang melibatkan penderita
immunocompromised, dengan lesi inflamasi atau pada kasus yang tidak responsif dengan terapi topikal. 7
Griseofulvin, terbinafin, ketokonazol, sering digunakan untuk terapi sistemik. Griseofulvin oral
meningkatkan efisiensi dari medikasi topikal. Griseofulvin bersifat fungsistatik. Secara umum, griseofulvin dapat
diberikan 0,5 1g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10 25 mg per kg berat badan.
Lama pengobatan bergantung pada beratnya penyakit. Setelah sembuh klinis, dilanjutkan 2 minggu agar tidak
residif. Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan dengan dosis 250 mg sehari selama 1 minggu. Obat
peroral lain yang dapat diberikan adalah ketokonazol yang bersifat fungisitatik, dengan dosis 100-200 mg sehari
selama 10 hari 2 minggu.1, 9
X. PROGNOSIS
Dengan terapi yang benar, menjaga kebersihan kulit, pakaian dan lingkungan, prognosis tinea korporis adalah baik.
Penting juga untuk menghilangkan sumber penularan untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih lanjut. 8
XI. Komplikasi
1. Infeksi bakter sekunder, selulitis
2. Penyebaran tinea ke kaki kulit kepala, kuku.
3.
Pyoderma, dermatophytid, 13
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, U., (2000). Mikosis. Dalam: Djuana, A., (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Hal: 90-7.
2. Harahap Marwali, (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Hal: 77-8.
3. Siregar RS., (1996). Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. hal:19-21.
4. Hartadi, Hardjono, Naoryda. (1991). Dermatomikologi. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. hal:9-11.
5. Anonymous. (2005). Tinea Korporis. http://www.Medline.com
6. Gandahusada S., (1998). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI. hal: 290.
7. Harahap Marwali. (1997). Diagnosis and Treatment of Skin Infection. London: Blackwell Science Ltd. p:339-43.
8. Budimulja, U., (2001). Dermatomikosis Superficialis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal: 7-16, 29-43.
9. Arnold, Harry, L., et al. (1990). Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Philadelphia: WB Saunders
Company. p:331-353.
10. Pendit, Brahm, U., (2001). Dermatologi Praktis. Jakarta: Penerbit Hipokrates. Hal: 102-6.
11. Elizabeth,Mary .R, (2006) . Tinea Corporis. http://www.Emidicine.com
12. Fitzpatrick, Thomas B (1993). Dermatology in general medicine ,vol II. Mc Graaw Hill. p:2433-2436
13. Kantor Jonathan,(2006). Tinea Corporis.http://www. Medline.com

Anda mungkin juga menyukai