Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

SKABIES

Disusun Oleh :

Wina Nafullani

2015730132

Pembimbing :

dr. Hj. Rani Megawati

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
TINJAUAN PUSTAKA
SKABIES

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh
tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia.
Adanya rasa gatal pada malam hari merupakan gejala utama yang
mengganggu aktivitas dan produktivitas. Penyakit scabies banyak
berjangkit di : (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan
kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Skabies
cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah,remaja bahkan orang
dewasa.

B. Etiologi
Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili
Sarcoptes.

Gambar 1. Siklus hidup Sarcoptes scabiei


Keterangan Gambar :
Siklus hidup S. scabiei memerlukan waktu 10-14 hari, terdiri dari 4
stadium yaitu telur, larva, nimpa dan dewasa. Tungau betina yang
telah dibuahi bertelur sambil menggali terowongan di kulit dan
meletakkan telurnya. Telur berbentuk oval. Setelah telur menetas,
larva membuat terowongan baru yang merupakan cabang dari terowongan
utama, larva berganti kulit dan hanya mempunyai 3 pasang kaki. Setelah
larva berganti kulit, menghasilkan nimpa yang mempunyai 4 pasang kaki,
selanjutnya menjadi dewasa.

Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna


putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong
dibandingkan perut, tidak berwarna.
Bentuk telur berbentuk oval dengan panjang 0,10–0,15 mm.
Stadium larva mempunyai 3 pasang kaki sedangkan stadium nimpa
dan dewasa mempunyai 4 pasang kaki. Stadium dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki
belakang. Tungau dewasa berukuran 0,30-0,45 mm, bentuk bulat, pipih,
berwarna putih keabu-abuan. Tungau betina berukuran 2 kali tungau
jantan, jenis kelamin dapat dibedakan dengan melihat ujung-ujung kaki.
Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan.
Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-
4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada
pasangan kaki ke-3 saja. Permukaan badan atas bergaris-garis melintang,
di bagian tengahnya terdapat deretan duri – duri pendek yang mengarah
ke belakang. Bagian-bagian mulut terletak di ujung depan badan, seperti
bentuk kerucut.
C. Epidemiologi
Diperkirakan setiap saat ada kurang lebih 130 juta orang diseluruh
dunia yang terjangkit skabies. Hal ini terlihat dari tingginya kasus scabies
yang dilaporkan diseluruh dunia setiap tahunnya yaitu ±300 juta kasus.
Kasus scabies dapat dijumpai disemua Negara dengan prevalensi
bervariasi, antara 0,3 hingga 46%.
Kejadian skabies di negara berkembang termasuk Indonesia
terkait dengan kemiskinan dengan tingkat kebersihan yang rendah,
keterbatasan akses air bersih, kepadatan hunian dan kontak fisik antar
individu memudahkan transmisi dan infentasi tungau skabies. Salah
satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah sanitasi yang
buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup berkelompok, tinggal di
asrama, barak-barak tentara, rumah tahanan dan pesantren maupun
panti asuhan serta tempat-tempat yang lembab dan kurang mendapat
sinar matahari.

D. Patogenesis
Gejala pruritus, eritema, papul, dan nodul disebabkan oleh respon
imun (hipersensitivitas tipe I & IV) terhadap tungau. Tungau
mempengaruhi imunitas, menghasilkan pembentukan infiltrat inflamasi
yang terdiri dari limfosit, histiosit, dan eosinophil pada permukaan dan
bagian dalam kulit, serta perivaskuler. Titer antibodi yang spesifik
terhadap antigen tungau meningkat secara bertahap. Keratinosit epidermis
pada gilirannya menghasilkan interleukin‐6 (IL – 6 ) dan faktor
pertumbuhan endothelial vaskuler serta granulocyte – colony stimulating
factor (G‐CSF). IL‐6 menstimulasi proliferasi keratinosit, aktivasi sel
CD4+ dan Th1 menyebabkan peningkatan produksi IL – 2. Hal ini
mengaktivasi sel‐sel CD4+ untuk menghasilkan IL – 4, sehingga
meningkatkan produksi antibodi. IL‐8 dan G‐CSF meningkatkan
diferensiasi monosit menjadi sel – sel dendritic dan proliferasi neutrofil.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel,
urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta
dan infeksi sekunder.

E. Cara Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung, adapun cara penularannya adalah:
 Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
 Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis scabies meliputi 4 tanda cardinal/klasik yaitu :
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas
tungau yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi,yang seluruh anggota keluarganya
terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang
dicurigai berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus
atau berkelok,rata-rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan
papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder,timbul polimorf(gelembung leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang
hebat terutama pada malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula
(bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
Selain pruritus, adakalanya didapati ruam berupa erupsi
papul, pustul, dan nodul. Papul eritematosa diakibatkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe IV terhadap tungau dewasa, telur tungau,
dan/atau eksreta tungau.
Pada bayi dan anak kecil, ruam timbul dikepala, wajah,
leher, telapak tangan, dan telapak kaki, dan adakalanya ditemukan
lesi yang menyerupai vesikel. Tempat predileksi yang khas dari
kunikulus yaitu pada area kulit dengan stratum korneum yang tipis,
seperti sela ‐ sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
aksila, umbulikus, abdomen bagian bawah, areola mamae, bokong,
dan genitalia eksterna (pria).
Garukan seringkali mengakibatkan skabies mengalami
infeksi sekunder oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus dan
Streptococcus grup A. Infeksi sekunder pada bayi dapat
mengakibatkan septikemia, bahkan kematian.

G. Diagnosis
Skabies didiagnosis secara klinis yaitu berdasarkan tanda – tanda cardinal
skabies. Diagnosis pasti scabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau
dewasa, telur, atau larva melalui pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Carilah terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca obyek
lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop
cahaya
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian diiris dengan irisan tipis dengan pisau dan diperiksa
dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E

H. Diagnosis Banding
Karena menyerupai berbagai penyakit kulit lainnya dengan gejala gatal,
scabies juga dinamakan the great imitator disease. Diagnosis banding
scabies yaitu dermatitis atopik, reaksi kulit akibat gigitan serangga (insect
bites), dermatitis herpetiformis, eksema dishidrotik, dan psoriasis.

I. Penatalaksanaan Skabies
Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan
air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko
tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harusdijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan
maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat
pengobatan yang harus diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus
diberi pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi
pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei,
bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah
sinar matahari selama beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus


Pemilihan obat untuk scabies dilakukan berdasarkan efektivitas obat,
potensi toksisitas, jenis skabies, dan usia penderita. Pengobatan scabies
meliputi pemberian obat skabisidal topical (misalnya permethrin,
lindane, atau ivermectin) dan antihistamin oral (misalnya
diphenhydramine HCl atau cyproheptadine HCl) sebagai terapi
simtomatis untuk mengurangi gatal (pruritus). Pada scabies dengan
pruritus berat dapat digunakan prednisone (oral).
Antibiotik diindikasikan untuk scabies yang mengalami infeksi
sekunder. Penggunaan antibiotic diteruskan hingga infeksi sekunder
teratasi, yang kemudian dilanjutkan dengan obat scabies topikal.
Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4 – 20 %
dalam bentuk salep atau krim. Obat ini mampu membunuh
larva, nimfa, dan tungau dewasa tetapi tidak halnya dengan
telur (nonovisidal). Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai
pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua
stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit
diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah dipakai.
3) Lindane atau Gama benzena heksaklorida (gameksan =
gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio. Dapat
digunakan sebagai alternative jika permethrin 5% tidak
tersedia. Obat ini termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium S. scabiei (mulai dari telur hingga tungau
dewasa), mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian. Karena memiliki efek
neurotoksik, obat ini tidak direkomendasikan pada anak usia
kurang dari 2 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti
gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya
sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi
setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12
bulan.
6) Ivermectine digunakan sebagai terapi oral skabies, baik sebagai
monoterapi maupun kombinasi dengan obat topikal. Karena
menghasilkan efek terapeutik sistemik dalam waktu relative
cepat,
Ivermectine oral dapat digunakan untuk mengatasi wabah
scabies dan menghasilkan angka kesembuhan yang setara
dengan terapi konvensional dengan obat topical untuk scabies
klasik. Efikasi ivermectine sebesar 76 hingga 100%
diperlihatkan oleh beberapa studi open‐label. Ivermectin dapat
membunuh larva, nimfa, dan tungau dewasa, kecuali telur
(nonovisidal) sehingga perlu dikombinasi dengan obat lainnya.
Tidak direkomendasikan untuk anak berusia dibawah 5 tahun,
ibu hamil, atau menyusui karena keterbatasan data mengenai
keamanan obat ini.
I. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene),
maka penyakit ini memberikan prognosis yang baik

J. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara
teratur minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mading Majematang. 2015. Kajian Aspek Epidemiologi Skabies Pada Manusia.

Jurnal Penyakit Bersumber Binatang. 2(2): 9 – 15.

Widaty Sandra.2015. Dimensi Baru dalam Tatalaksana dan Strategi Pengendalian

Skabies

http://akreditasi.idionline.org/data/articleApp/13/art_file_13_1491364055.pdf

(Diakses 4 Maret 2019)

Anda mungkin juga menyukai