Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

GANGGUAN PANIK
Pembimbing : Penyusun:
Dr. Gemah, Sp. KJ Devy Noer Khadisyah
Gina Ferina Dessyany
Wilda Meutia Khalida
DEPRESI
Definisi Depresi
◦ Depresi merupakan suatu keadaan gangguan perasaan (mood disorder), merasa
sedih, merasa sendirian, putus asa, merasa rendah diri dan ditandai dengan tanda-
tanda retardasi psikomotor atau agitasi, menarik diri, gangguan vegetatif seperti
insomnia dan anoreksia.
Epidemiologi depresi
◦ World Health Organization (WHO)
121 juta manusia didunia menderita depresi.
Insidensi laki-laki : 5,8% perempuan : 9,5% (usia produktif : 45 tahun)
◦ Data riset Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia pada
tahun 2007 : 94% penduduk Indonesia mengalami depresi dari tingkat
ringan - berat.
◦ Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan
2007  Jawa Barat merupakan provinsi dengan prevalensi gangguan
mental tertinggi se-Indonesia dengan kisaran sebesar 20%.
Insidensi 1/100 pria
3/100 wanita
Prevalensi 2-3/100 pria
5-10/100 wanita
Jenis kelamin W:P=2:1

Usia Rata-rata pada usia 40 tahun


10% pada usia setelah 60 tahun
50% pada usia sebelum 40 tahun
Kejadian kecil pada remaja
Suku bangsa Tidak ada perbedaan

Sosiokultural Risiko meningkat pada riwayat keluarga


peminum alkohol, depresi, kehilangan orangtua
pada usia sebalum 13 tahun
Risiko sedikit meningkat pada kelompok
sosioekonomi rendah
Riwayat keluarga Risiko sekitar 10-13% pada keluarga keturunan
pertama
Klasifikasi
Pembagian depresi di Indonesia sesuai dengan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan
dan Diagnosa Gangguan Jiwa) tahun 1993, antara lain depresi dibagi menjadi :
◦ Episode depresif (F32)
◦ Gangguan depresif berulang (F33).
Kriteria Diagnostik
◦Gejala utama depresi harus ada, yaitu :
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
 Berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja dan
menurunnya aktivitas
◦Ditambah gejala lainnya, yaitu dari
gejala :
◦ Konsentrasi dan perhatian berkurang
◦ Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
◦ Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna
◦ Pandangan masa depan yang suram dan
pesimistis
◦ Gagasan atau perbuatan membahayakan
diri atau bunuh diri
◦ Tidur terganggu
◦ Nafsu makan berkurang
◦ Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

◦ Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat hanya


digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresi berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang.
Pedoman diagnostik untuk Gangguan Depresif
Berulang (F33) menurut PPDGJ III :

◦ Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari:


• Episode depresi ringan (F32.0)
• Episode depresi sedang (F32.1)
• Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
◦ Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya
lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
◦ Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dengan peninggian afek dan hiperaktivitas
yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
◦ Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang
memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode
depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan
pengobatan depresi).

◦ Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun


sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini
harus tetap digunakan).

◦ Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan,


seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau
trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan
diagnosis).
Pedoman diagnostik Gangguan Depresif Berulang,
Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik (F33.2):

◦ Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik
(F32.3); dan
◦ Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
Etiologi
◦ Faktor biologis :
1. Biogenik amin
2. Faktor neurokimia lainnya :
regulasi neuroendokrin, regulasi neuroimun,
pertimbangan neuroanatomis,
◦ Faktor genetika
◦ Faktor psikososial :
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan,
faktor kepribadian, faktor psikodinamik pada
depresi
◦ Teori lain : teori kognitif, teori ketidakberdayaan
Gejala
◦ Suasana hati dan perasaan
◦ Berbicara
◦ Gangguan persepsi
◦ Pemikiran
◦ Sensoris dan kognisi
◦ Kontrol impuls
◦ Reliabilitas
Suasana hati
◦ Keluarga biasanya akan membawa pasien untuk melakukan pengobatan karena
penarikan diri dari dunia sosial (social withdrawal) serta penurunan aktivitas.

Berbicara
◦ Pada pasien-pasien depresi biasanya terjadi penurunan kecepatan dan volume suara
pada saat berbicara, mereka hanya merespon pertanyaan dengan satu jawaban
yang singkat dan lambat dalam merespon pertanyaan yaitu sekitar 2-3 menit.
◦ Gangguan persepsi
Pasien depresi terkadang disertai dengan delusi atau halusinasi.
Pasien depresi dengan delusi atau halusinasi dikatakan memiliki major
depressive episode dengan psychotic features.
◦ Pemikiran
Pasien-pasien yang mengalami depresi biasanya memiliki
pandangan yang negatif terhadap lingkungan dan dirinya. Mereka
sering berpikir tentang kehilangan, perasaan bersalah, bunuh diri dan
kematian.
◦ Sensoris dan kognisi.
Orientasi: kebanyakan pasien depresi masih memiliki orientasi terhadap orang, tempat
dan waktu, meskipun beberapa diantaranya tidak cukup memiliki energi untuk
menjawab pertanyaan tentang hal tersebut pada saat wawancara.
Kognisi: sekitar 50-75% pasien depresi mengalami penurunan kognitif, terkadang
disebut depressive pseudodementia. Beberapa pasien biasanya mengeluhkan
penurunan konsentrasi dan sering lupa.
◦ Kontrol impuls.
Sekitar 10-15% pasien depresi melakukan bunuh diri dan sekitar duapertiganya memiliki
ide untuk bunuh diri.
Pasien depresi dengan psikotik biasanya memikirkan untuk membunuh orang lain
sebagai akibat dari delusi/waham yang mereka alami, namum mereka tidak memiliki
cukup tenaga untuk melakukan kata hati mereka.
◦ Reliabilitas.
Pada saat wawancara ataupun percakapan, pasien-pasien depresi akan lebih
cenderug menekankan pada hal-hal yang buruk dan meminimalisir hal-hal yang baik.
Penatalaksanaan
PSIKOTERAPI
◦ Terapi kognitif (TK)
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang
sistematis yaitu mengubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-pasien
depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian ia harus
belajar cara merespons cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih
adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif
◦ Terapi perilaku
Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari lingkungan sosial
dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama terapi kognitif. Tujuannya
adalah meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang
dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.
◦ Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimisme. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-faktor presipitasi dan
membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misalnya masalah
pekerjaan, rumah tangga).
◦ Psikoterapi psikodinamik
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik yaitu kerentanan psikologik
terjadi akibat konflik perkembangan yang tak selesai. Perhatian pada
terapi ini adalah defisit psikologik yang menyeluruh yang diduga
mendasari gangguan depresi. Misalnya, problem yang berkaitan
dengan rasa bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan
pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi yang buruk, defisit
interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan dengan keluarga.
◦ Terapi kelompok

◦ TERAPI BIOLOGIK
Dengan anti depressan

◦ Terapi Kejut Listrik


Prognosis
◦ Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini
cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami
relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
memiliki kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama.
◦ Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun
pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih
rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi
psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua
episode depresi.
BAB I PENDAHULUAN

Gangguan panik ditandai dengan adanya


Gangguan panik sering disertai dengan
serangan panik yang tidak diduga dan
agorafobia, yaitu rasa takut sendirian di
spontan yang terdiri atas periode rasa takut
tempat umum seperti pasar, atau terutama
intens yang hati-hati dan bervariasi dari
tempat yang sulit keluar dengan cepat saat
sejumlah serangan sepanjang hari sampai
terjadi gangguan panik
hanya sedikit serangan selama satu tahun
BAB I PENDAHULUAN

Studi epidemiologis di negara barat melaporkan angka prevalensi


seumur hidup gangguan panik adalah 1.5 – 5 %, sedangkan
serangan panik sebanyak 3-5.6 %.

Gangguan panik pada perempuan 2/3 lebih banyak daripada laki-


laki. Pada umumnya terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25
tahun. 91% pasien dengan gangguan panik dan 84 % dengan
agorafobia.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI

FAKTOR BIOLOGIS
•Riset mengenai dasar biologis gangguan panik
adalah ditemukannya suatu interpretasi bahwa
gejala gangguan panik terkait dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak.
•Diperoleh data bahwa pada otak pasien
dengan gangguan panik, beberapa
neurotransmiter mengalami gangguan fungsi,
yaitu serotonin, GABA (Gama Amino Butyric
Acid), dan norepinefrin.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI

FAKTOR GENETIK
• Pada keturunan pertama pasien
dengan gangguan panik dengan
agorafobia mempunyai risiko 4-8 kali
mengalami serangan yang sama.
• Studi kembar yang telah dilakukan saat
ini umumnya melaporkan bahwa kedua
kembar monozigot lebih mudah terkena
bersamaan daripada kembar dizigot
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI
FAKTOR PSIKOSOSIAL
• Menurut teori kelekatan (attachment), pasien-
pasien dengan gangguan panik memiliki gaya
kelekatan yang salah.
• Perpisahan atau kelekatan sering dipandang
sebagai hal yang menakutkan, antara lain
kehilangan kebebasan maupun kehilangan rasa
aman dan perlindungan.
• Kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien yang
cenderung menghindari perpisahan, dan pada
saat yang bersamaan juga menghindari kelekatan
yang terlalu intens.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TANDA DAN GEJALA


• Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik
yang berulang. Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak
terduga, disertai dengan gejala otonomik, terutama sistem
kardiovaskular dan pernapasan. Serangan sering dimulai selama
10 menit, kemudian gejala meningkat dengan cepat. Serangan
cemasnya disertai dengan gejala-gejala yang mirip dengan
gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar,
keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.

• Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat,


ancaman kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung
dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah
takikardia, palpitasi, dispnoe, dan berkeringat. Serangan dapat
berlangsung 20-30 menit, jarang lebih dari 1 jam.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TANDA DAN GEJALA


• Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi,
kesulitan bicara (gagap), dan gangguan memori. Depresi,
derealisasi, dan depersonalisasi dapat dialami saat serangan.
• Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati
karena masalah jantung atau pernapasan. Pasien sering merasa
hampir-hampir menjadi gila.
• Apabila disertai dengan agorafobia, maka pasien akan menolak
untuk meninggalkan rumah ke tempat ramai yang sulit untuk
keluar. Gejala penyerta lainnya adalah depresi, obsesi kompulsif,
dan pemeriksa harus waspada terhadap tendensi bunuh diri.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA PPDGJ III F41.0 Gangguan
Panik (Anxietas
Paroksismal Episodik)
Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang
terjadi dalam periode kira-kira satu bulan.

a. Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak


ada bahaya;

b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau


yang dapat diduga sebelumnya;

c. Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode


antara serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi
ansietas antipatorik).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

DSM-IV-TR Gangguan Panik Tanpa


Agorafobia
a. Mengalami (1) dan (2)
(1) Serangan panik berulang yang tidak diduga;
(2) Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama 1 bulan (atau lebih) oleh
salah satu atau lebih hal berikut:
i. Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan;
ii. Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan (cth., hilang
kendali, serangan jantung, menjadi gila);
iii. Perubahan perilaku bermakna terkait serangan.
b. Tidak ada agorafobia;
c. Serangan panik tidak disebabkan langsung oleh efek fisiologis zat (cth.,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum (cth.,
hipertiroidisme);
d. Serangan panik tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan jiwa lain, seperti
fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca
trauma, atau gangguan cemas perpisahan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA PPDGJ III – F40.0 Agorafobia

a. Gejala psikologis, perilaku, atau otonomik yang timbul harus merupakan


manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala-
gejala lain seperti waham atau pikiran obsesif;

b. Ansietas yang timbul harus terbatas pada setidaknya dua dari situasi
berikut: banyak orang/keramaian, bepergian keluar rumah, bepergian
sendiri;

c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang


menonjol (penderita menjadi “house-bound”)
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DSM-IV-TR
Agorafobia
a. Ansietas saat berada di tempat atau situasi yang jalan keluarnya sulit
(atau memalukan) atau tidak ada pertolongan. Rasa takut agorafobik
secara khas melibatkan situasi yang mencakup berada jauh dari rumah
sendirian, berada di keramaian atau mengantri, berada di bawah
jembatan, berjalan-jalan dengan bus, kereta atau mobil;

b. Situasi tersebut dihindari, atau dijalani dengan penderitaan yang jelas


dengan ansietas akan mengalami serangan panik atau gejala mirip
panik, atau membutuhkan adanya teman;

c. Ansietas atau penghindaran fobik tidak disebabkan gangguan jiwa lain,


seperti fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stress pasca trauma, atau gangguan cemas perpisahan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA TATALAKSANA
SERANGAN PANIK
1. Terapi oksigen

2. Membaringkan pasien dalam posisi Fowler

3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG

4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan
kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami serangan
panik.

5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang
dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.

6. Memberikan injeksi lorazepam 0.5 mg IV untuk menenangkan dan mengurangi impuls


tak terkontrol pasien.
FARMAKOTERAPI TATALAKSANA
GANGGUAN PANIK
• Fluoksetin
• Paroksetin
• Setralin
SSRI
• Fluvoksamin
• Citalopram
• Escitalopram
• Imipramin (tofranil, tofranil-PM)
Trisiklik • Desipramin (Norpramin)
• Clomipramine (Anafranil)

• Phenelzine (Nardil)
MAO Inhibitor
• Tranylcypromine (Parnate)

• Lorazepam (Ativan)
• Clonazepam (Klonopin)
Benzodiazpine
• Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
• Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)

Serotonin-Norepinephrine • Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)


Reuptake Inhibitors
PSIKOTERAPI TATALAKSANA
GANGGUAN PANIK
TERAPI RELAKSASI

COGNITIVE BEHAVIORAL
THERAPY

PSIKOTERAPI DINAMIK

APLIKASI RELAKSASI

TERAPI KELUARGA

PSIKOTERAPI
BERORIENTASI TILIKAN

PSIKOTERAPI KOMBINASI
DAN FARMAKOLOGI
PROGNOSIS

Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun


penderita dengan fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan
yang singkat bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

Untuk agorafobia, dimana sebagian besar kasusnya dianggap diakibatkan oleh


gangguan panik, sering membaik seiring waktu ketika gangguan paniknya
diobati. Untuk perbaikan agorafobia yang cepat dan sempurna, kadang-
kadang diindikasikan terapi perilaku

Gangguan depresif dan


ketergantungan alkohol
mempersulit perjalanan
gangguan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai