Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular. Orang jawa sering
menyebutnya gudig. Penyebabnya adalah Sarcoptes scabei. Cara penularan penyakit ini
adalah melalui kontak langsung dengan penderita atau tidak langsung melalui alat-alat
yang dipakai penderita, misal : baju, handuk, dll.
Gejala klinis yang sering menyertai penderita adalah : Gatal yang hebat terutama
pada malam hari sebelum tidur, Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah),
ekskoriasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam, Dengan bantuan loup
(kaca pembesar), bisa dilihat adanya kunikulus atau lorong di atas papula (vesikel atau
plenthing/pustula)
Predileksi atau lokasi tersering adalah pada sela-sela jari tangan, bagian fleksor
pergelangan tangan, siku bagian dalam, lipat ketiak bagian depan, perut bagian bawah,
pantat, paha bagian dalam, daerah mammae/payudara, genital, dan pinggang. Pada pria
khas ditemukan pada penis sedangkan pada wanita di aerola mammae. Pada bayi bisa
dijumpai pada daerah kepala, muka, leher, kaki dan telapaknya
Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit ditemukan laporan terbaru tentang
kasus skabies diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor penyebabnya), namun
tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit yang
sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan dunia,
laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat
penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis
pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama
waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup
masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan
dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama,
maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup masyarakat. (Kenneth, F,1995).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
integumen yang diberikan oleh dosen pengajar.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian dari skabies
b. Mengetahui etiologi dari penyakit skabies
c. Mengetahui patofisiologi serta nursing pathway dari skabies
d. Mengetahui manifestasi klinis dari skabies
e. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit skabies
f. Mengetahui asuhan keperawatan pada penderita skabies

C. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari skabies ?
b. Apa etiologi dari penyakit skabies ?
c. Apa patofisiologi serta nursing pathway dari skabies ?
d. Apa manifestasi klinis dari skabies ?
e. Apa komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit skabies ?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita skabies ?

D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode literatur, yaitu dengan cara
membaca, mengamati dan menganalisis dari buku dan internet.
Data yang penulis dapatkan tidak langsung ditulis begitu saja tetapi melalui suatu
proses pengolahan data. Penulis melakukan penelitian dan pengamatan yang khusus agar
dapat menciptakan makalah yang berkualitas dari segi isi dan bermanfaat bagi yang
membaca dan juga bagi penulis sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes
scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan
hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabakan oleh infestasi hama anthropod
yang disebut Sarcoptes scabie. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan yang
berkepanjangan ke mereka yang mengidap scabies ini.
Scabies, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite)
yang bernama Sarcoptes scabei. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi
oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S.
scabiei var ovis. Kecil ukurannya, hanya bisa dilihat dibawah lensa mikroskop, yang
hidup didalam jaringan kulit penderita, hidup membuat terowongan yang bentuknya
memanjang dimalam hari. Itu sebabnya rasa gatal makin menjadi-jadi dimalam hari,
sehingga membuat orang sulit tidur.

B. Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar
antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-
240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2pasang
longlegs di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang longlegs kedua pada
betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan longlegs ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara
8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei
betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari. Yang diserang
adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.
Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang
penyakit skabies ini.

Predisposisi (faktor penunjang lainnya) dari penyakit scabies disebabkan oleh
kemiskinan, higiene yang jelek, seksual Promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi,
ekologi, serta derajat sensitasi individual.
C. Patofisiologi



Nursing Pathway


D. Manifestasi Klinis
Adanya terowongan yang se`dikit meninggi, berbantuk garis lurus atau berkelok-
kelok, panjangnya beberapa milimeter sampai satu centimeter, dan pada ujungnya
tampak vesikula, papula, atau pustula.
Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-
sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan,
areola mammae dalam kurung wanita, umbilikus, abdomen bagian bawah,
bokong, genetalia eksterna ( pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan
kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat
terjadi di seluruh permukaan kulit.
Pruritus nokturna, yakni gatal- gatal hebat pada malam h ari. Terjadi karena
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas, dan saat hospes
dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.
Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. Misalnya, dalam sebuah
keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula
pada sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama atau
penjara.
Ditemukannya tungau yang merupakan penentu utama diagnosis.

E. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain
(Sungkar, S, 1995):
a. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
b. Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala
dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi.
Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi
atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
c. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus
ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang
berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap
selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies
dan kortikosteroid.
d. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk
binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek
dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat
sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.
e. Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya
kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang
dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita
skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau
yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat
berkembangbiak dengan mudah.
f. Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo,
ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M,
2000).
g. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain.
Skabies ini sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain seperti
gonore sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lainnya.

F. KOMPLIKASI
1. Impetigo
2. Edema
3. Dermatitis
4. Limfangitis (biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak)
5. Ektima
6. Kerusakan ginjal (biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik (WENDEL dan ROMPALO, 2002).
Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru.
Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian
ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Diagnosis skabies
positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei (ROBERT
dan FAWCETT, 2003).
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula
menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta
didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus
dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke
dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag (HoEDOJO,
1989).
Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.

H. PENATALAKSANAAN
a. Non Farmakologi.
Mandi dengan air hangat dan menggunakan sabun (menghilangkan debris)
Kompres menggunakan air dingin atau air hangat untuk menurunkan rasa gatal.
Menjaga lingkungan dan pola hidup sehat.

b. Terapi Farmakologi (kolaborasi)
A. Topikal
1. Benzene heksaklorida (lindane)
Tersedian dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau tidak berwarna. Obat ini
membunuh kutu dan nimfa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan ke seluruh
tubuh dari leher ke bawah, dan setelah 12-24 jam dicuci bersih-bersih. Pengobatan
diulang selama 3 hari. Pengobatan diulang maks. 2 kali dengan interval 1 minggu.
Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan berlebihan dapat menimbulkan
neurotoksisitas. Obat initidak aman digunakan untuk ibu menyusui dan wanita hamil.
2. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum dan efektif digunakan. Dalam
konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari
selama 3 malam.
3. Benzilbenzoat (crotamiton)
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 25%. Sebaiknya obat ini digunakan selama 24
jam, kemudian digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat inii disapukan ke badan dari
leher ke bawah. Bila digunakan untuk bayi dan anak-anak, harus ditambahkan air 2-3
bagian.
4. Monosulfiran
Terseedia dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan, harus ditambah 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah
pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan
keringat yang berlebihan dan takikardi.
5. Malathion
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya
diberikan beberapa hari kemudian.
6. Permethrin
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 8-12 jam dan
kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk scabies.
7. Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di
area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan
8. Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan
antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif
pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan
setelah 24 jam pemakaian terakhir.
(Marwali H 2000 hal 112-113)
B. Oral
1. Ivermectin; dosis tunggal Ivermectin dilaporkan dapat mengurangi parasit dalam
jumlah banyak pada tubuh, namun dosis tunggal tambahan diperlukan 2 minggu
setelahnya untuk eradikasi penuh. Pada tahun 1999, sebuah studi perbandingan antara
agen topikal Lindane dan agen oral Ivermectin membuktikan tidak adanya perbedaan
secara statistik antara dua jenis obat tersebut. Karena Ivermectin lebih mudah
digunakan (tidak perlu pengolesan pada seluruh tubuh), maka tingkat kepatuhan
pasien lebih baik. Efek samping dari Ivermectin antara lain nyeri abdomen ringan,
mual, muntah, mialgia, atralgia. Ivermectin aman digunakan untuk anak usia lebih
dari 5 bulan.
2. Antihistamin; digunakan untuk menanggulangi sensasi gatal






BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai