Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

Scabies

Pembimbing : Ns. Arabta, S.Kep


Disusun Oleh : Kelompok 5
1. Dhika Ayu Pratami
2. Elsa Kristin Sebayang
3. Indra Rukmana Hamim
4. Ramdan Muri Eka Putra
5. Saulus Selamat
6. Siti Fathurohmah
7. Surya Fitri Kholillah
8. Tubertus Rebu
9. Ummy Zakiah
10. Vita Agnes Yulia Angkotasan

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia
Tahun Ajaran 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the
itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei
tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau
terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan
oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4
milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan
sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.

BAB II
TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau
(kutu/mite)

yang

bernama Sarcoptes

scabei,

filum Arthopoda ,

kelas Arachnida,

ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi
oleh S. scabiei var suis, pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S.
scabiei var ovis.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal Sarcoptes scabei,
kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus
atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Kecil ukurannya, hanya bisa dilihat dibawah lensa mikroskop, yang hidup didalam
jaringan kulit penderita, hidup membuat terowongan yang bentuknya memanjang dimalam
hari. Itu sebabnya rasa gatal makin menjadi-jadi dimalam hari, sehingga membuat orang sulit
tidur. Dibandingkan penyakit kulit gatal lainnya, scabies merupakan penyakit kulit dengan
rasa gatal yang lebih dibandingkan dengan penyakit kulit lain.
Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal
agogo. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang
disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai
0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap
dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran
setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan
dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh
sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa,
selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit
yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari longlegs dan tangan, siku, pergelangan
tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan,
kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk, sering
berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta
ekologik. Penularan penyakit skabies inidapat terjadi scara langsung maupun tidak langsung,
karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas
sekolah, di asrama, di pesantren.

2.1.1 Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain
(Sungkar, S, 1995):
1.

Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi
berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar

2.

ditemukan.
Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak

3.

biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.


Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah

diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.


4. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah
anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan,
tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah
dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.
Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S.
5.

scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang
luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak
tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa
gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat
menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal

membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.


6. Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi

sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi di muka. (Harahap. M, 2000).
7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas. (Harahap. M, 2000).
2.2 Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sercoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis. Kecuali itu terdapat S.
scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2pasang longlegs di depan sebagai
alat alat untuk melekat dan 2pasang longlegs kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan longlegs ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas
menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke
dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit
dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati
setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan
kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan
dapat terserang penyakit skabies ini.

2.3 Manifestasi Klinis


Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :
1.

Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada

2.

suhu yang lembab dan panas.


Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seliruh anggota

3.

keluarga.
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada
uung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan
stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea,
umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit.

Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau
5.

lebih stadium hidup tungau ini.


Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul
likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.

2.4 Patofisiologi
Kelainan kulit disebabkan oleh masuknya tungau Sarcoptes Scabie Var Hominis kedalam
lapisan kulit. Tungau betina yang dewasa akan membuat terowongan pada lapisan superficial
kulit dan berada di sana selama sisa hidupnya. Dengan rahang dan pinggir yang tajam dari
persendian kaki depannya, tungau tersebut akan memperluas terowongan dan mengeluarkan
telurnya 2-3 butir sehari selama 2 bulan. Kemudian kutu betina tersebut akan mati. Larva atau
telur menetas dalam waktu 3-4 hari dan berlanjut lewat stadium larva serta nimfa menjadi
bentuk tungau dewasa dalam tempo sekitar 10 hari. Sedangkan tungau jantan mati setelah
kovulasi. Kelainan yang timbul di kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau Scabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan karena merasa gatal, sehingga dapat menimbulkan
infeksi sekunder. Gatal disebabkan oleh sensitisasi terhadap cairan yang dikeluarkan oleh
tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan

kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtikaria, dll. Dengan
garukan dapat menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Cara penularan dari jenis tungau ini dapat melalui kontak langsung antara kulit
dengan kulit misalnya dengan berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual dan juga
kontak tak langsung (melalui benda seperti pakaian, handuk, seprei, bantal, dll).

Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di permukaan kulit. Dalam
waktu satu jam, tungau tersebut akan mulai menggali terowongan. Setelah tiga puluh hari,
terowongan yang awalnya hanya beberapa millimeter bertambah panjang menjadi beberapa
centimeter. Meskipun begitu, terowongan ini hanya terdapat di stratum korneum dan tidak
akan menembus lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk menyimpan
telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan skibala di dalamnya. Tungau dan produkproduknya inilah yang berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun tubuh
untuk mengerahkan komponen- komponennya (Habif, 2003).

Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya belum
memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik
yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan
pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan
darah ke tempat inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine,
triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator inflamasi
itu juga menyebabkan rasa gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin
juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi
endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas (Baratawidjaja, 2007).

Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine, leukotrien akan menarik
fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki
jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/ menyingkirkan
antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya
yang juga akan merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi. Sel mononuklear
datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan (Baratawidjaja, 2007).

Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum dapat
mengatasi infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel

limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan
komplemen (Kresno, 2007).

Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan
sel Th, kemudian akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi
dan membentuk sel B memori. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga
infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh
makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu
dengan melibatkan komplemen yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga
adhesi kompleks antigen-antibodi pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta
penghancuran antigen oleh makrofag. Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat
lebih erat karena makrofag selain mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3b yang
merupakan hasil aktivasi komplemen. Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga
mempermudah lisis oleh sel Tc yang mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa
ini disebut antibody-dependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat
pula terjadi karena aktivasi komplemen. Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi
sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya lisis antigen (Kresno,
2007).

Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang
kelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi.
Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yang
cukup tinggi akan mencapai kadar protektif yang berlangsung dalam waktu cukup lama. Hal
ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe
yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari (Kresno, 2007)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Cara menemukan tungau :
1.

Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau
vesiel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan
aca penutup dan lhat dengan mikroskop cahaya.

2.

Dengan cara menyikat dengan siat dan ditampung diatas selembar kertas putih

dan dilihat dengan kaca pembesar.


3. Dengan membuat bipsi irisan, caranya ; jepit lesidengan 2 jari kemudian buat
irisa tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.

2.6 Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan
iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
1.

Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada
bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan
efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena
tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat

menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk
obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan
wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali
dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.
4. Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan
antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif
pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan
setelah 24 jam pemakaian terakhir.
5. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat
6.

mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah
di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.

BAB III
Asuhan Keperawatan pada Ny. P
Dengan Scabies
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama

: Ny. P

Umur

: 29 tahun

Alamat

: Jl. Carita 201 kediri

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: pegawai swasta

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia

Tanggal Masuk RS

: 28 maret 2012 pukul 13.00

Nomor RM

: 0123456

Ruangan

: Kastuba

Tanggal pengkajian

: 30 maret 2012 pukul 14.00

Diagnosa Medis

: Scabies

Identitas Penanggung Jawab


Nama

: Tn. D

Umur

: 40 tahun

Alamat

: Bekasi Timur

Pekerjaan

: Wiraswasta

Hubungan dengan klien

: suami klien

Keluhan Utama
Pasien mengatakan gatal pada bagian sela-sela jari kakinya

Riwayat Kesehatan
a Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan gatal pada bagian sela-sela jari kakinya, dan akhir-akhir ini tidak
bisa tidur
b

Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit ini sebelumnya
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada yang menderita penyakit seperti ini

A Data Fokus

Data Subjektif
Pasien mengatakan gatal pada

Data Objektif
Terlihat kemerahan pada kakinya

bagian sela-sela jari kakinya


Pasien mengatakan nyeri

Pasien terlihat mengeluh kesakitan

B Analisa Data
No
1

Data Fokus
DS : Pasien mengatakan gatal
pada bagian sela-sela jari

Problem
Gangguan pola

Nyeri

Etiologi
dan gatal

tidur

yang dirasakan

kakinya
DO: Terlihat kemerahan pada
2

kakinya
DS : Pasien mengatakan nyeri
Gangguan rasa
DO: Pasien terlihat mengeluh
nyaman nyeri
kesakitan

Adanya agen injuri


(fisik)

dan

kerusakan jaringan

Diagnosa Keperawatan
Dx 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya agen injuri (fisik),
dan kerusakan jaringan
Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gatal yang dirasakan

C Intervensi

No
1

Dx. Kep
Tujuan & KH
Gangguan rasa Setelah dilakukan asuhan

Intervensi
Kaji lokasi, type dan

nyaman nyeri keperawatan selama 3x24

intensitas nyeri,

berhubungan

PQRST

jam

diharapkan

dengan adanya berkurang

nyeri

menghilang

agen

injuri dengan KH :

(fisik),

dan

kerusakan

Pertahankan
imobilisasi bagian

Nyeri pasien dapat

jaringan

yang sakit dengan

berkurang setelah

tirah baring

dilakukan tindakan

keperawatan
Skala nyeri 0

Tinggikan bagian
ekstremitas yang
terkena

Anjurkan pasien
latihan nafas dalam

Anjurkan pasien
untuk melakukan
kegiatan ringan
seperti : menonton tv,
mendengarkan musik

dan membaca buku


Kolaborasi dengan
ahli farmakologi
dengan pemberian:

Gangguan
pola

Setelah dilakukan asuhan


tidur keperawatan selama 3x24

berhubungan
dengan

jam

nyeri tidur

diharapkan

istirahat

pasien

terpenuhi

dan gatal yang dengan KH :


dirasakan

sebelum dan sesudah


masuk RS

di

malam hari
Wajah

pasien

tampak segar

Berikan kenyamanan
pada pasien, jaga

Klien tidak sering


terbangung

obat analgesik
Kaji pola tidur klien

kebersihan tempat
tidur pasien

Berikan lingkungan
yang nyaman dan
menghindari
kebisingan

Kolaborasi dengan
dokter : pemberian
obat analgetik

Anda mungkin juga menyukai