Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

SKABIES

Oleh :
Hendri Wijaya
I4061152015

Pembimbing Klinik :
dr. Herni, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
SMF DERMATOVENEROLOGY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Skabies

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Dermatovenereology

Pontianak, Maret 2018

Pembimbing Disusun oleh

dr. Herni, Sp. KK Hendri Wijaya

2
BAB I
PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabieivarian hominis beserta produknya. Sinonim
atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.1
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi.Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti
Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia,
Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.2,3
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau skabies. Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar
penyakit utama di puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit
tersering di Indonesia.4
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti
keadaan penduduk dan ekologi.1
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Oleh
karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati
dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.1,5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies
2.1.1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Sinonim atau nama lain
skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, gatal agogo.1
2.1.2. Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur.
Insidens sama pada pria dan wanita. Insidens skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang
lebih 10-15 tahun. Insidensnya di Indonesia masih cukup tinggi. Amiruddin dkk.,
dalam penelitian skabies di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, menemukan
insidens penderita skabies selama 1983-1984 adalah 2,7%. Abu A dalam
penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang mendapatkan isidens skabies 0,67%.6
2.1.3. Etiologi dan Siklus Hidup
Penyebab skabies pada manusia adalah S. scabiei varietas hominis, yang
merupakan tungau dimana seluruh siklus hidupnya berada di kulit. Secara
morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron.1

4
Gambar 2.1 Sarcoptes scabiei
Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang
kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di
bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir
dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada pasang
kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki keempat.7

Gambar 2.2 Siklus Hidup


Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkan oleh setiap tungau betina selama
rentang umur 4-6 minggu. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur
setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva

5
kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka
berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina
dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari.7,8
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosabaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali
pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.
Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan
immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.7
2.1.4. Patogenesis
Infestasi tungau ini terjadi apabila seseorang tertular tungau betina yang
telah dibuahi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Penularan dapat
terjadi melalui kontak erat dan lama antara kulit dengan kulit (sekitar 20 menit),
ataupun melalui kontak seksual. Skabies juga dapat ditularkan melalui kontak
dengan tempat tidur, pakaian atau handuk dari orang yang terinfeksi.
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan
peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.
S.scabei melepaskan sustansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan
keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.9
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies. Tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi skabies berlangsung 4 - 6 minggu. Pada kasus reinfeksi,
gejala akan berkembang dalam waktu 1 sampai 2 hari. Gejala klinis utama adalah
gatal, dan lebih hebat pada malam hari atau bila cuaca panas serta berkeringat. Hal
ini karena meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh meningkat. Gatal yang

6
terjadi disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala
tungau yang bersifat antigenik. Rasa gatal mula-mula terbatas pada lesi, lama
kelamaan dapat menjadi generalisata.
Dikenal ada 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies, antara
lain:
a. Pruritus nokturnal
Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam hari
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi
gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi
paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa jam.11.
b. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga biasanya
mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang
padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun
terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi
menjadi pembawa (carier) bagi individu lain.10
c. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum korneum.
Oleh karena itu,tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela jari tangan, sela jari kaki,
telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan dan kaki, siku bagian luar, lipat
anterior aksila, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna,
yang dikenal dengan istilah “circle of Hebra”.
Lesi kulit skabies yang patognomonik yaitu berupa terowongan linier
dengan panjang 1-10 mm. Terowongan tersebut dapat terlihat jelas di daerah sela-
sela jari tangan, pergelangan tangan dan siku. Akan tetapi, terowongan tersebut
sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat. 12
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul. Erupsi

7
eritematous dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi
polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1,10

a b

c d

Gambar 2.3. Lesi skabies pada (a).sela jari-jari tangan, (b).punggung, (c).penis,
dan (d).mammae

Gambar 2.4. Tempat predileksi skabies

d. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan
besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal
pellet) yang merupakan poin diagnosis pasti. Akan tetapi, kriteria yang keempat
ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya
datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. 10 Pada kasus skabies
yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan
kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan,.13

8
Selain skabies dengan manifestasi klinis yang klasik, terdapat pula bentuk-
bentuk khusus skabies sebagai berikut:
a. Skabies pada orang bersih
Secara klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. 13
Bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit
mendapatkan terowongan tungau.12

Gambar 2.5. Skabies pada orang bersih (skabies of cultivated)


b. Skabies Nodular
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk
hipersensitivitas terhadap tungau skabies yang mana pada lesi tidak ditemukan
Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul merah kecokelatan berukuran 2-20 mm yang
gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia,
inguinal, dan ketiak. Pada nodus yang lama, tungau sukar ditemukan dan dapat
menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun sudah
mendapat pengobatan anti-skabies.11,12

Gambar 2.6 Skabies nodular


c. Skabies Incognito
Pada kebanyakan kasus, skabies menjadi lebih parah dan diagnosis
menjadi lebih mudah ditegakkan.Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid
membuat diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan
meluas yang sulit dibedakan dengan bentuk ekzema generalisata. Penderita ini

9
tetap infeksius, sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya anggota
keluarga lainnya.9,10,14

Gambar 2.5 Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita
dengan pengobatan regimen imunosupresan15
d. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies berkrusta memiliki karakteristik lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hiperkeratosis yang tebal. Kulit yang lain
biasanya terlihat xerotik. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut,
telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi
kuku. Bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat
banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga
sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak
dengan mudah.3,10

a b

Gambar 2.6 Skabies berkrusta pada (a).abdomen dan (b).plantar


e. Skabies pada bayi dan anak

a b

Gambar 2.6 Skabies pada anak di region (a).palmar dan (b).pedis14

10
Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi ekzema
generalisata.Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak
tangan, dan kaki. Pada anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan
gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang
menyulitkan penemuan terowongan.14,15
f. Skabies pada penderita HIV/AIDS
Ada kecenderungan bahwa penderita dengan AIDS biasanya menderita
bentuk skabies berkrusta (crusted skabies).Selain itu, skabies pada penderita
AIDS biasanya juga menyerang wajah, kulit, dan kuku.14 Pada beberapa penderita
AIDS, pruritus tidak terlalu dirasakan. Seperti pada penderita umumnya, lesi
skabies berkrusta pada penderita AIDS mengandung tungau dalam jumlah besar
dan sangat menular.
2.2. Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan dua dari empat
tanda kardinal berupa pruritus nokturna, menyerang manusia secara berkelompok,
ditemukannya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi, dan
ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei. Terowongan terkadang sulit ditemukan,
dan petunjuk yang lazim adalah penyebaran yang khas. Diagnosis definitif
bergantung pada identifikasi mikroskopis adanya tungau, telur atau fecal pellet.14
Seringkali tungau tidak dapat dapat ditemukan ditemukan walau terdapat
lesi skabies nodula yang klasik di genitalia, atau ruam yang khas dengan riwayat
gatal-gatal pada anggota keluarga yang lain. Infestasi skabies sering disertai
infeksi sekunder sehingga erupsi kulit tidak khas lagi dan menyulitkan
pemeriksaan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan
produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10%, lalu dilakukan kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap
terowongan menggunakan scalpel steril nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca
objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, lalu
diperiksa dibawah mikroskop pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau,

11
telur, atau fecal pellet. Cara ini paling mudah dilakukan dan memberikan hasil
yang paling memuaskan.

Gambar 2.8 Sarcoptes scabiei dewasa dilihat dengan mikroskop10


2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke
dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap, kecuali pada orang kulit
hitam pada titik yang putih), digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya,
kemudian dikeluarkan. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.
3. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan menjepit lesi menggunakan ibu jari dan telunjuk, puncak lesi
diiris dengan scalpel steril nomor 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superfisial. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak
papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas
objek dan ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30 menit, kemudian
dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis
gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena akumulasi tinta di dalam
terowongan.
2.3. Diagnosis Banding

12
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “the
great imitator”. Diagnosis banding skabies antara lain:1,16
1. Prurigo, berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.

Gambar 2.11 Prurigo nodularis16


2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah gigitan, efloresensia urtikaria
papuler.

Gambar 2.12 Gigitan serangga16


3. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem.

Gambar 2.13 Folikulitis16

2.4. Tatalaksana
1. Penatalaksanaan Umum

13
Penatalaksanaan umum meliputi edukasi kepada pasien sebagai berikut:14
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit, kecuali
wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130o.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid. Tidak boleh
mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu walaupun
gatal masih dirasakan sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama
dan ikut menjaga kebersihan.
2. Penatalaksanaan Khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua
umur, dan terjangkau biayanya. Pengobatan skabies dapat berupa topikal maupun
oral.3 Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal, anti histamin, maupun steroid sistemik
jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien
yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.1
a. Krim Permetrin (Elimete, Acticin)
Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan
toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan sekalipun.3, 9

Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel melalui ikatan
dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya
terjadi paralisis parasite. Obat ini ditoleransi dengan baik, diserap minimal oleh
kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan

14
kembali melalui keringat dan sebum.14,15 Oleh karena itu, obat ini merupakan
terapi pilihan lini pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh. 16
Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 5% untuk terapi
tungau tubuh. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari
leher ke bawah dan dibilas setelah 8 jam. 16 Bila diperlukan, pengobatan dapat
diulang setelah 5-7 hari kemudian. Permetrin tidak boleh untuk bayi dan untuk
wanita hamil hanya boleh kurang dari 2 jam.14
b. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.16 Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lender, kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya
lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.14
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher
ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik
terutama pada bayi, anak, dan orang dewasa dengan kerusakan kulit.
c. Presipitat Sulfur
Sulfur adalah antiskabietik tertua sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia
dalam bentuk salep (2-10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% dalam
petrolatum lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan
salep setelah mandi atau malam hari ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama
tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan.14,14 Keuntungan penggunaan obat
ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di
negara yang membutuhkan terapi massal.14
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan asam pentationida(CH2S5O6) yang bersifat germisida dan fungisida.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian

15
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, meninggalkan noda yang berminyak,
mewarnai pakaian, dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.14
d. Benzil benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam Peru.11 Benzil benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies, efektif untuk semua stadium, digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Efek samping dari benzil benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, sehingga penderita harus
diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Kontraindikasi obat ini
yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi
benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted skabies.
e. Krim Crotamiton (Eurax)
Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidinedigunakan sebagai krim 10%
atau lotion.Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50-70%. Hasil terbaik telah
diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah
mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian
dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang. Tdak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan
pada wanita hamil, bayi, dan anak kecil.14
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Diberikan
secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies,
digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Ivermectin merupakan pilihan terapi lini
ketiga rekomendari CDC. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis dan
nekrolisis epidermal toksik. Penggunaan ivermectin tidak boleh pada wanita hamil
dan menyusui.10

g. Monosulfiram

16
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.10
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfa dengan dasar air digunakan
selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.10 Namun saat ini
tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang
buruk.14
Tabel 1. Pengobatan Topikal Skabies 1
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permetrin Dioleskan selama 8-14 Terapi lini pertama di US dan kehamilan
5% krim jam, diulangi selama 7 kategori B.
hari.
Lindane Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak umur 2
1% lotion setelah itu dibersihkan, tahun kebawah, wanita selama masa
olesan kedua diberikan 1 kehamilan, dan laktasi.
minggu kemudian.
Crotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi efektifitas
10% krim berturut-turut, diulangi tidak sebaik topikal lainnya.
dalam 5 hari.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari
Aman untuk anak <2 bulan dan wanita
precipitat lalu dibersihkan. hamil dan laktasi, tetapi tampak kotor
5-10% dalam pemakaiannya dan data efisiensi
obat in masih kurang.
Benzyl Dioleskan selama 24 Efektif namun dapat menyebabkan
benzoat jam lalu dibersihkan. dermatitis pada wajah.
10% lotion
Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan aman.
200 diulangi selama 10-14 Dapat digunakan bersama bahan topikal
ug/kgBB hari. lainnya. Digunakan pada kasus-kasus
skabies berkrusta dan skabies resisten.

3. Penatalaksanaan Simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti
skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang
sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1%.8 Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih
terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal,

17
dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada
kulit yang gatal.10
2.5. Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri
atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi
merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder
dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat
muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai
respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah
yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla.3
Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau
antibiotik oral, tergantung tingkat piodermanya. Dapat timbul infeksi sekunder
sistemik yang memperberat perjalanan penyakit seperti pielonefritis, abses,
internal, pneumonia piogenik, dan septikemia.16
2.6. Prognosis
Infestasi skabies dapat disembuhkan dengan memperhatikan pemilihan dan
cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan
memberikan prognosis yang baik.14 Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Pada individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan
berkurang seiring waktu.1

18
BAB III
PENYAJIAN KASUS

A. Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama : Sdr. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 15 tahun
Alamat : Jl. Serda Usman Nomor 5
Agama : Buddha
Pekerjaan : Siswa
Tanggal Pemeriksaan : 22 Maret 2018
b. Keluhan Utama
Gatal-gatal di seluruh tubuh
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal-gatal di seluruh tubuh sejak 7 bulan terakhir. Keluhan gatal
dirasakan lebih kuat pada saat malam hari bahkan mengganggu tidur.
Gatal awalnya dirasakan pada lipat paha, kemudian menjalar hingga ke
perut, dada, lengan, sela-sela jari tangan dan kaki. Keluhan gatal tidak
berkurang dengan garukan. Keluhan gatal disertai munculnya bintik
kecil kemerahan.
Selama 7 bulan pasien baru memeriksakan dirinya ke dokter umum
1 bulan terakhir. Awalnya pasien hanya diberikan salep hidrokortison,
dan obat minum. Pasien diduga mengalami alergi. Akan tetapi keluhan
gatal masih terus dirasakan meskipun sudah diobati. Setelah 2 minggu
berobat dengan keluhan yang sama pasien baru diberikan salep skabisid
dari dokter umum. Setelah 1 minggu, keluhan mulai berkurang sedikit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa, atopi dan alergi disangkal.

19
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien memiliki keluhan serupa. Adik pasien mulai ada keluhan
sejak 4 bulan terakhir setelah pasien sudah terlebih dahulu mengeluhkan
gatal.
f. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Keluarga yang memiliki keluhan serupa
: Tinggal serumah
g. Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan, dan Lingkungan
Pasien mengatakan bahwa ia mandi 2 kali sehari menggunakan air
ledeng PDAM dan menggunakan sabun cair. Pasien mengatakan bahwa
menggunakan handuk sendiri. Sehari-hari pasien tidur menggunakan
kasur berisi kapuk. Keluarga pasien memiliki kebiasaan mencuci dan
menjemur perlengkapan tidur (seperti kasur, sprei dan sarung bantal)
pasien saat tampak kotor saja. Pasien tidur satu kasur dengan adiknya.
Tempat tinggal sekitar rumah pasien merupakan daerah perumahan yang
padat. Pasien menyatakan pernah menginap di rumah paman sebelum
adanya keluhan ini.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

20
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,5 0C
2. Status Generalis
a. Kulit : warna kulit kuning pucat, tidak ada kelainan kulit bawaan
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), strabismus (-)
c. THT :
 Telinga : deformitas (-), sekret (-)
 Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
 Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
d. Paru
 Inspeksi : Simetris , retraksi (-)
 Palpasi : fremitus taktil simetris kanan-kiri
 Perkusi : sonor di semua lapang paru
 Auskultasi : SND: ves (-/-), SNT: Rh (-), Wh (-)
e. Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), Murmur (-)
f. Abdomen :
 Inspeksi : perut datar, simteris kanan-kiri, distensi (-),venektasi (-)
 Auskultasi : suara bising usus dalam batas normal (<8x per menit)
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani seluruh kuadran, shifting dullness (-)
g. Punggung : deformitas (-)
h. Ekstremitas :
Papul pada keempat ekstremitas

21
3. Status Lokalis

Palmar dekstra et
sinistra

Thorax et Abdomen Antebrachii Antebrachii


dekstra sinistra
Regio interdigiti dorsum manus bilateral, antebrachii et brachii bilateral, Thorax
anterior et abdomen, lipatan paha, interdigiti dorsum pedis bilateral tampak papul
eritema. milier hingga lentikuler, bentuk bulat, multipel, sirkumskripta,
penyebaran diskret dengan ekskoriasi,
C. Pemeriksaan Penunjang
Saran pemeriksaan : kerokan kulit

D. Diagnosis
Skabies

22
E. Tatalaksana
a. Non-medikamentosa
1) Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien bahwa penyakit ini disebabkan
oleh infestasi parasit di mana penyakit ini berhubungan dengan higienitas
yang rendah. Diterangkan juga bahwa penyakit ini sangat menular.
2) Dalam pengobatan, pasien mandi sore dengan air hangat dan keringkan
badan. Aplikasikan permetrin (scabimite) sekali pakai dioleskan malam hari
sebelum tidur, dibiarkan pada kulit sekitar 8-10 jam, kemudian dibilas pada
keesokan paginya.
3) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang telah pasien gunakan, cuci terlebih dahulu
dengan direndam dengan air panas.
4) Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
5) Adik pasien juga harus berobat agar tidak menularkan kembali ke pasien
6) Kontrol berobat setelah 7 hari kemudian.
b. Kuratif
 Topikal
1. Permethrin 5% zalf, dipakai 1 kali saja, pemakaian pada malam hari,
dioleskan pada seluruh tubuh, dan dibiarkan pada kulit selama 8-10 jam
2. Salep momethasone furoate 2 kali sehari pada kulit berbintik kemerahan
(pagi setelah mandi dan sebelum tidur)
 Sistemik
1. Antihistamin : Cetirizine 1x 10 mg (malam)
2. Steroid : Metil prednisolone 2 x 8 mg
F. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda


kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community
infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau
Sarcoptes scabiei. Pada pasien ini didapatkan tanda kardinal skabies diantaranya
pruritus nokturna dan community infection dimana 2 dari 4 tanda kardinal sudah
terpenuhi. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya lesi
pada tempat predileksi skabies yaitu sela-sela jari tangan, kedua pergelangan
tangan hingga ke lengan atas, umbilicus hingga ke dada dan, lipatan paha hingga
ke sela jari kaki

Gambar 3.1 Daerah Predileksi pada Pasien


Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada pasien didapatkan efloresensi
berupa papul eritema berukuran milier hingga lentikuler, bentuk bulat, multipel,
berbatas tegas, penyebaran diskret dengan ekskoriasi di regio interdigiti dorsum
manus bilateral,brachii dan antebrachii bilateral, abdomen dan thoraks anterior,
lipatan paha bilateral dan interdigiti dorsum pedis bilateral.
Pasien diterapi secara medikamentosa maupun non-medikamentosa. Pada
tatalaksana medikamentosa pasien diberikan pengobatan topikal dengan Permetrin
krim 5%, dipakai dengan cara mengoleskannya keseluruh tubuh dan digunakan
hanya 1 kali pemakaian. Dianjurkan digunakan pada malam hari, dan dibiarkan
pada kulit selama 8-10 jam kemudian setelah itu pasien dianjurkan mandi.
Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel melalui ikatan
dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya

24
terjadi paralisis parasit. Obat ini ditoleransi dengan baik, diserap minimal oleh
kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan
kembali melalui keringat dan sebum. Tidak boleh mengulangi penggunaan
skabisid yang berlebihan setelah seminggu walaupun gatal masih dirasakan
sampai 4 minggu kemudian. Selain itu pasien juga diberikan Momethasone
Furoate cream dioles 2 kali sehari pada bintik kemerahan untuk mengurangi reaksi
inflamasi pada pasien. Pengobatan sistemik untuk mengurangi keluhan gatalnya
dengan menggunakan Cetirizine 1x10 mg dan Metilprednisolon 2x8 mg.
Pada terapi non-medikamentosa, pasien dan keluarga serumah diedukasi
untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimtomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya
reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari
terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau
skabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet, dan kain pelapis lainnya.
Mandi dengan air hangat dan keringkan badan. Hindari penggunaan pakaian,
handuk, sprei bersama anggota keluarga serumah. Hal terpenting dalam
penatalaksanaan skabies adalah pemberantasan tuntas. Untuk itu dianjurkan istri
pasien dengan keluhan serupa juga diobati. Sebaiknya seluruh anggota keluarga
juga diobati. Upaya preventif lain yang dapat dilakukan yaitu menjaga kebersihan
individu dan lingkungan. Apabila pemberantasan tuntas dapat dilakukan maka
akan memberikan prognosis yang baik.

25
BAB V
PENUTUP

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Lesi kulit skabies yang
patognomonik yaitu berupa terowongan linier dengan panjang 1-10 mm.
Terowongan tersebut dapat terlihat jelas di daerah sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan dan siku. Manifestasi kulit lain berupa papul, vesikel atau
nodul yang timbul pada ujung terowongan. Rasa gatal mula-mula terbatas pada
lesi, lama kelamaan dapat menjadi generalisata.
Predileksi skabies antara lain pada sela jari tangan dan kaki, permukaan
fleksor pergelangan tangan dan kaki, siku, lekukan anterior aksila, penis, skrotum,
labia, daerah bokong, periumbilikal, dan areola mamae. Diagnosis skabies
ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal kriteria diagnosis
pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community infection, menemukan
terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau Sarcoptes scabiei. Hal
terpenting dalam penatalaksanaan skabies adalah pemberantasan tuntas. Untuk itu
diupayakan ibu pasien yang menderita penyakit yang sama juga diobati.
Sebaiknya seluruh anggota keluarga juga diobati. Upaya preventif lain yang dapat
dilakukan yaitu menjaga kebersihan individu dan lingkungan. Dengan
memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberikan prognosis yang baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R. Skabies. Dalam: Djuanda dkk, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi ke-6, cetakan ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009: 122-25.
2. Binic dkk. Crusted (Norwegian) Scabies Following Systemic And Topikal
Corticosteroid Therapy.J Korean Med Sci. 2010: (25) 88-91.
3. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: 268-79.
4. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. 2013: 109-113
5. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals. In:
Burns et al. Rooks Textbook of Dermatology. USA: Blackwell publishing.
2004: 2. 37-47.
6. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.
J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140
7. Hicks MI, Elston DM. Scabies.DermatologicTherapy. 2009: (22) 279-92.
8. Department Of Public Health. Scabies. USA: Department Of Public Health
Division Of Communicable Disease Control. 2008: 1-3
9. Miltoin O, Maibach HL. Scabies and Pediculosis.In: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008: 2029-31.
10. Ulrich dkk. Scabies: A Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed J. 2006:
(6) 769-77.
11. Murtiastutik D. Skabies. Dalam: Buku Ajar Infeksi Menular Seksual, edisi ke-
1. Surabaya: Airlangga University Press. 2005: 202-8.
12. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006: 354; 1718-27.
13. Beggs J. dkk. Scabies Prevention And Control Manual. USA: Michigan
Department Of Community Health. 2005: 4-6, 10.
14. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med
J. 2005: (951)7-11.
15. Cox N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion: Important of Correct
Formulation. British Medical J. 2000: (320) 37-8.
16. Fox G. Itching And Rash In A Boy And His Grandmother. The Journal Of
Family Practice. 2006:(55) 26-7, 30.

27

Anda mungkin juga menyukai