BAB I
PEMERIKSAAN OBSTETRI
72
2
Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan kebidanan terbagi dalam :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan (status praesens dan status obstetri)
3. Diagnosa
4. Prognosa
5. Terapi
Anamnesa
1. Nama, umur, pekerjaan, nama suami, agama, dan alamat.
Maksud pertanyaan ini ialah : untuk identifikasi (mengenal) penderita dan
menentukan status sosial dan ekonominya yang harus kita ketahui ; misalnya
untuk menentukan anjuran apa atau pengobatan apa yang akan diberikan.
Umur penting, karena ikut menentukan prognosa kehamilan. Kalau umur
terlalu lanjut atau terlalu muda maka persalinan lebih banyak resikonya.
2. Apa yang diderita (keluhan utama).
3. Tentang haid : menarche, haid teratur atau tidak, siklus, lamanya haid,
banyaknya darah, sifatnya darah (cair atau berbeku-beku, warnanya, baunya),
nyeri haid atau tidak, haid yang terakhir. Anamnesa haid memberikan kesan
pada kita tentang faal alat kandungan. Haid terakhir, teratur tidaknya haid, dan
siklusnya dipergunakan untuk memperhitungkan tanggal persalinan. Yang
dimaksud dengan haid terakhir ialah hari pertama haid terakhir (HPHT).
4. Tentang perkawinan : kawin atau tidak, berapa kali kawin, berapa lama kawin.
5. Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
Kehamilan (adakah gangguan seperti perdarahan, muntah yang berlebihan,
dan toxaemia gravidarum), persalinan (spontan atau buatan, aterm atau
premature, perdarahan, ditolong oleh siapa (bidan, dokter), nifas (adakah
72
3
panas atau perdarahan, bagaimana laktasi), dan anak (jenis kelamin, hidup
atau tidak, kalau meninggal umur berapa dan sebabnya meninggal, berat badan
waktu lahir). Pertanyaan ini sangat mempengaruhi prognosa persalinan dan
pimpinan persalinan, karena jalannya persalinan yang lampau adalah hasil
ujian-ujian dari segala faktor yang mempengaruhi persalinan.
6. Kehamilan sekarang
Bila mulai merasa pergerakan anak, kalau kehamilan masih muda adakah
mual, muntah, sakit kepala, perdarahan, kalau kehamilan sudah tua adakah
bengkak di kaki atau muka, sakit kepala, perdarahan, sakit pinggang, dll.
7. Anamnesa keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga, anak kembar atau penyakit
menular yang dapat mempengaruhi persalinan (TBC).
8. Kesehatan badan
Pernahkah sakit keras atau dioperasi, bagaimana nafsu makan, miksi, dan
defekasi.
(Universitas Padjajaran, 1983)
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan umum (status praesens)
Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bentuk badan,
kesadaran.
Adakah anemia, sianosis, ikterus, atau dyspneu.
Keadaan jantung dan paru-paru.
Adakah edema : edema dalam kehamilan dapat disebabkan oleh toxaemia
gravidarum atau oleh tekanan rahim yang membesar pada vena-vena dalam
panggul yang mengalirkan darah dari kaki, tetapi juga oleh defisiensi vitamin
B1, hipoproteinemia, dan penyakit jantung.
Reflex patella (negative pada defisiensi vitamin B1 dan penyakit urat syaraf).
Tekanan darah : tensi pada orang hamil tidak boleh mencapai 140 sistol atau
90 diastol. Juga perubahan 30 sistol dan 15 diastol diatas tensi sebelum hamil
menandakan toxaemia gravidarum.
Berat badan : walaupun prognosa kehamilan dan persalinan bagi orang gemuk
kurang baik dibandingkan dengan orang normal beratnya, dalam menimbang
72
4
seseorang bukan beratnya saja yang penting, tapi lebih penting lagi perubahan
berat setiap kali ibu itu memeriksakan diri. Berat badan dalam trimester ke III
tak boleh tambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan. Penambahan
yang lebih dari batas-batas tersebut diatas disebabkan oleh penimbunan
(retensi) air dan disebut pra edema.
Pemeriksaan laboratorium
- Urine : terutama diperiksa atas glukosa, zat putih telur, dan sedimen.
Adanya glukosa dalam urine orang hamil harus dianggap sebagai gejala
penyakit diabetes kecuali kalau kita dapat membuktikan bahwa hal-hal lain
yang menyebabkannya. Pada akhir kehamilan dan dalam nifas reaksi
reduksi dapat menjadi positif oleh adanya laktosa dalam urine. Zat putih
telur positif dalam urine pada nefritis, toxaemia gravidarum, dan radang
dari saluran kencing.
- Darah : perlu ditentukan Hb 3 bulan sekali karena pada orang hamil sering
timbul anemia karena defisiensi Fe. Selanjutnya perlu diperiksa reaksi
serologis (WR), golongan darah, dan kadar gula darah. Golongan darah
ditentukan supaya kita cepat dapat mencarikan darah yang cocok jika
penderita memerlukannya.
- Feses : diperiksa atas telur-telur cacing.
(Universitas Padjajaran, 1983)
B. Status obstetri
Dibagi dalam : inspeksi (periksa pandang), palpasi (periksa raba), dan auskultasi
(periksa dengar).
1. Inspeksi
72
5
72
6
Leopold II
o Kedua tangan pindah ke samping.
o Tentukan dimana punggung anak. Punggung anak terdapat di fihak
yang memberikan rintangan yang terbesar, carilah bagian-bagian
kecil, yang biasanya terletak bertentangan dengan fihak yang
memberikan rintangan yang terbesar.
o Kadang-kadang disamping terdapat kepala atau bokong ialah pada
letak lintang.
Leopold III
o Dipergunakan satu tangan saja.
o Bagian bawah ditentukan antara ibu jari dan jari lainnya.
o Cobalah apakah bagian bawah masih dapat digoyangkan.
72
7
Leopold IV
o Pemeriksa berubah sikapnya ialah melihat ke arah kaki penderita.
o Dengan kedua tangan ditentukan apa yang menjadi bagian bawah.
o Ditentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga
panggul.
o Jika kita rapatkan kedua tangan pada permukaan dari bagian
terbawah dari kepala yang masih teraba dari luar dan :
a. Kedua tangan itu convergent, hanya bagian kecil dari
kepala turun ke dalam rongga.
b. Jika kedua tangan itu sejajar, maka separuh dari kepala
masuk ke dalam rongga panggul.
c. Jika kedua tangan divergent, maka bagian terbesar dari
kepala masuk ke dalam rongga panggul dan ukuran terbesar
dari kepala sudah melewati pintu atas panggul.
Kalau pada kepala yang telah masuk ke dalam p.a.p kita masukkan
tangan ke dalam rongga panggul maka satu tangan akan lebih jauh masuk,
sedangkan tangan satunya tertahan oleh tonjolan kepala. Tonjolan kepala pada
72
8
fleksi disebabkan oleh daerah dahi, sedangkan pada letak defleksi oleh
belakang kepala. Kalau tonjolan kepala bertentangan dengan bagian kecil,
maka anak dalam letak defleksi. Leopold IV tidak dilakukan, kalau kepala
masih tinggi. Palpasi secara Leopold yang lengkap ini, baru dapat dilakukan
kalau janin sudah cukup besar kira-kira dari bulan VI ke atas.
Sebelum bulan ke VI biasanya bagian-bagian anak belum jelas, jadi
kepala belum dapat ditentukan begitu pula punggung anak. Sebelum bulan ke
VI cukuplah untuk menentukan apakah ada benda (janin) yang melenting ke
seluruhannya di dalam rahim (ballottement in toto). Ballottement di dalam
rahim boleh dianggap tanda kehamilan pasti. Sebelum bulan ke III uterus tak
dapat diraba dari luar dan untuk mencari perubahan dalam besarnya,
bentuknya, dan konsistensinya dilakukan toucher atau pemeriksaan dalam.
(Universitas Padjajaran, 1983)
Perubahan yang dapat ditemukan pada kehamilan muda ialah :
Selaput lendir vulva dan vagina membiru ( Chadwick sign ).
Portio lunak.
Corpus uteri membesar dan lunak.
Kalau 2 jari dari tangan dalam diletakkan dalam fornix posterior dan
tangan satunya pada dinding perut depan diatas symphisis, maka
isthmus uteri sedemikian lunaknya, seolah-olah corpus uteri tidak
berhubungan dengan servix ( Hegar sign ).
Pada waktu pemeriksaan maka kadang-kadang corpus uteri yang lunak
itu menjadi lebih keras. Hal tersebut disebabkan karena timbulnya
kontraksi ( Braxton Hicks sign ).
Kadang-kadang teraba bahwa fundus uteri tak rata karena uterus lebih
cepat tumbuhnya di daerah implantasi telur ( Piskacek sign ).
Ballottement dari janin seluruhnya dapat dirasakan pada bulan 5 ke atas.
Selain dari palpasi Leopold selalu harus diraba juga apakah pada rahim
atau di dalam rongga perut ada pembengkakan yang abnormal
(mioma, kista, lien yang membesar, dll).
(Universitas Padjajaran, 1983)
Pemeriksaan Tinggi Fundus Unteri untuk Perkiraan Usia Kehamilan menurut Spielberg.
72
9
3. Auskultasi
Dilakukan dengan stetoskop. Biasanya dipergunakan stetoskop monoaural
tetapi dapat juga dipergunakan stetoskop kepala atau dengan Doptone. Dengan
stetoskop dapat didengar bermacam-macam bunyi yang berasal :
a. Dari anak : bunyi jantung anak, bising tali pusat, dan gerakan anak.
b. Dari ibu : bising rahim, bunyi aorta, dan bising usus.
72
10
72
11
Pada persalinan lebih baik lagi kalau sifat bunyi jantung ini
dihubungkan dengan tekanan intrauterine seperti dilakukan oleh Hon
dan Caldeyro Barcia. Yang buruk ialah decelerasi, apalagi bila
berlangsung terus. Terutama waktu persalinan penting sekali bahwa
kita tidak saja mendengarkan ada atau tidaknya bunyi jantung, tetapi
juga menentukan sifatnya (cepat, lambat, tak teratur).
Cara menghitung bunyi jantung ialah dengan mendengarkan 3x5 detik.
Kemudian jumlah bunyi jantung dalam 3x5 detik dikalikan dengan 4.
C. Pemeriksaan Dalam
Biasanya dilakukan pemeriksaan dalam pada pemeriksaan pertama pada hamil
muda dan sekali lagi pada kehamilan ± 8 bulan untuk menentukan keadaan panggul.
(Universitas Padjajaran, 1983)
72
12
D. Pemeriksaan panggul
Keadaan panggul terutama penting pada primigravida, karena panggulnya
belum pernah diuji dalam proses persalinan, sebaliknya pada multigravida anamnesa
mengenai persalinan yang gampang dapat memberikan keterangan yang berharga
mengenai keadaan panggul. (Universitas Padjajaran, 1983).
Seorang multipara yang sudah beberapa kali melahirkan anak aterm dengan
spontan dan mudah, dapat dianggap mempunyai panggul yang cukup luas. Walaupun
begitu jalan lahir seorang multipara yang dulunya tak menimbulkan kesukaran
kadang-kadang dapat menjadi sempit, misalnya kalau timbul tumor tulang (exostose,
osteoma, osteofibroma, dll) dari tulang panggul atau tumor dari bagian lunak jalan
lahir. (Universitas Padjajaran, 1983).
72
13
72
14
• Hodge 1 : Bidang yang dibentuk sejajar dengan pintu atas panggul antara bagian atas
symphysis dan promotorium.
• Hodge 2 : sejajar dengan H 1 terletak setinggi bagian bawah symphysis.
• Hodge 3 : sejajar dengan H 1 dan H 2 terletak setinggi spina ischiadica.
• Hodge 4 : sejajar dengan H 1, H 2, dan H 3 terletak setinggi os coccygis.
(Sarwono Prawirohardjo, 2006)
Pemeriksaan rontgen :
Baiknya dilakukan pada kehamilan yang sudah agak lanjut karena sebelum
bulan ke IV rangka janin belum nampak dan pada hamil muda pengaruh sinar rontgen
terhadap janin lebih besar.
Indikasi pemeriksaan rontgen :
Diperlukan tanda kehamilan pasti.
72
15
Diagnosa
Setelah pemeriksaan selesai kita tentukan diagnosa. Akan tetapi, pada pemeriksaan
kehamilan tidak cukup kita membuat diagnosa kehamilan saja, tetapi kita harus dapat
menjawab pertanyaan sebagai berikut :
I. Hamil atau tidak
Untuk menjawab pertanyaan ini kita mencari tanda-tanda kehamilan.
Tanda-tanda kehamilan dapat dibagi dalam 2 golongan :
a. Tanda-tanda pasti :
Mendengar BJ anak.
Melihat, meraba, atau mendengar pergerakan anak oleh
pemeriksa.
Melihat rangka janin dengan sinar rontgen atau dengan
ultrasound.
Jika hanya salah satu dari tanda-tanda ini ditemukan diagnosa
kehamilan dapat dibuat dengan pasti. Sayang sekali tanda-tanda pasti
baru timbul pada kehamilan yang sudah lanjut, ialah diatas 4 bulan,
tapi dengan mempergunakan ultrasound kantong kehamilan sudah
nampak pada kehamilan 10 minggu dan bunyi jantung anak sudah
dapat didengar pada kehamilan.
b. Tanda-tanda mungkin :
Tanda-tanda mungkin sudah timbul pada hamil muda, tetapi dengan
tanda-tanda mungkin kehamilan hanya boleh diduga. Makin banyak
tanda-tanda mungkin kita dapati, makin besar kemungkinan
kehamilan.
Tanda-tanda mungkin dapat dibagi lagi dalam :
72
16
72
17
72
18
Juga terkenal suatu keadaan pada wanita yang ingin sekali mempunyai
anak yang disebut pseudocyesis atau kehamilan palsu, dengan gejala-
gejala sebagai berikut :
Perut besar, tetapi karena gembung.
Pasien merasa pergerakan anak, tetapi yang dirasakan ialah
pergerakan usus.
Buah dada membesar.
Ada mual muntah.
Kadang-kadang timbul hiperpigmentasi.
Multi :
- Lembek, menggantung
- Puting susu tumpul
- Perut lembek dan tergantung
- Striae lividae dan striae albicans
- Vulva mengangah
- Carunculae myrtiformis
- Vagina longgar, selaput lendir licin
- Portio tumpul dan terbagi dalam bibir depan dan bibir belakang
72
19
72
20
1. Situs atau letak : letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang
ibu.
2. Habitus atau sikap : letak bagian-bagian anak satu terhadap yang lain.
3. Positio atau posisi : letak salah satu bagian anak yang tertentu terhadap
dinding perut atau jalan lahir.
4. Praesentatio atau presentasi : apa yang menjadi bagian yang terendah.
Sikap anak yang fisiologis ialah :
72
21
72
22
Sangat mempengaruhi prognosa persalinan, ibu yang lemah atau sakit keras
tentu dapat diharapkan menyelesaikan persalinan dengan baik. Sering kita
dapat menduga adanya penyakit pada wanita hamil dari keadaan umum atau
dari anamnesa. Misalnya : adanya anemia, sianosis, sesak nafas, ikterus,
keadaan nadi dan turgor harus membangkitkan kewaspadaan.
(Universitas Padjajaran, 1983)
Prognosa
Setelah pemeriksaan selesai maka atas dasar pemeriksaan harus dapat kita membuat
prognosa atau ramalan persalinan, artinya kita berusaha meramalkan apakah
persalinan kira-kira akan berjalan dengan biasa atau sulit dan berbahaya. Ramalan ini
perlu untuk menentukan apakah penderita harus bersalin di RSUP, RSU, atau boleh
dirumah; apakah harus dipimpin dokter ahli atau oleh bidan, apa yang harus
disediakan supaya persalinan dapat berlangsung dengan selamat untuk ibu dan anak
(misalnya darah).
(Universitas Padjajaran, 1983)
Terapi (pengobatan)
Tujuan dari terapi pada wanita hamil ialah untuk mencapai taraf kesehatan yang
setinggi-tingginya dalam kehamilan dan menjelang persalinan.
Yang paling sering memerlukan pengobatan atau perawatan ialah :
Anemia.
Penyakit defisiensi lainnya seperti hypovitaminose.
Hiperemesis gravidarum.
Perdarahan dalam kehamilan.
Kelainan letak.
Toxaemia gravidarum.
Kegelisahan menjelang persalinan.
Selanjutnya ibu harus diberi nasihat mengenai cara-cara kehidupan waktu hamil,
berapa kali sebulan ia harus memeriksa diri, apa tanda-tanda bahaya, bila ia harus
masuk rumah sakit atau apa yang harus disediakan kalau akan bersalin di rumah.
(Universitas Padjajaran, 1983)
Langkah Klinik
72
23
Palpasi
TFU
Keadaan dinding perut
Massa, cairan bebas atau nyeri tekan abdomen
3. Pada kehamilan 16-20 minggu, mulai dilakukan pemeriksaan
auskultasi. Karena pada usia kehamilan tersebut, sulit
menentukan punggung bayi, makan ujung stetoskop Laenec
diletakkan pada daerah subumbilikus.
Dengan alat fetoskop Doppler denyut jantung sudah dapat
didengar pada kehamilan 12 minggu atau lebih.
72
24
Inspekulo
Dinding vagina dan forniks
Warna dan besar porsio
Fluor albus atau sekret dalam lumen vagina
Pemeriksaan Dalam
Vagina
Besar dan konsistensi porsio
Besar dan arah korpus uteri
Tanda Hegar
Adneksa
5. Khusus Obstetri
Inspeksi
TFU, diukur dalam cm setelah kehamilan 20 minggu
Hiperpigmentasi dan striae
Jaringan parut post op
Palpasi
Leopold 1
Janin tunggal atau ganda
Leopold 2
Leopold 3
Besar janin normal, PJT atau makrosomia
Leopold 4
Auskultasi
72
25
Langkah Klinik
Persetujuan 1. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
Pemeriksaan 2. Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
3. Jelaskan jika mungkin proses pemeriksaan akan membuat
khawatir dan rasa kurang nyaman tetapi tidak akan
menimbulkan gangguan pada kandungan
4. Pastikan bahwa ibu telah mengerti prosedur dan tujuan
pemeriksaan
5. Minta persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan
Persiapan 1. Ibu
Ranjang periksa
Kapas dan larutan antiseptik
72
26
2. Pemeriksa
Sarung tangan
Sabun dan air
Apron
Pemasangan Sarung 1. Setelah cuci tangan keringkan tangan dengan handuk bersih
Tangan dan kering.
2. Lepaskan lipatan sarung tangan dan letakkan di atas meja,
ambil sarung tangan kanan dengan ibu jari dan telunjuk
tangan kiri (pada tepi atas lipatan).
3. Masukkan tangan kanan ke dalam sarung tangan dan
sesuaikan jari-jari tangan dengan alur-alur jari yang tersedia.
4. Kencangkan sarung tangan dengan jalan menarik ujung
lipatan kemudian tarik lingkaran sarung tangan ke atas.
5. Ambil sarung tangan kiro dengan menyelipkan jari-jari
tangan kanan diantara lipatan sarung tangan (tahan sarung
tangan dengan ibu jari).
6. Masukkan jari-jari tangan kiri ke dalam alur jari yang
tersedia, kencangkan dengan jalan mendorong lipatan sarung
tangan ke atas kemudian tarik lingkaran sarung tangan
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan, untuk
menghilangkan lipatannya.
Pemeriksaan 1. Setelah mengosongkan kandung kemih, persilahkan ibu
untuk berbaring di atas ranjang periksa.
2. Persiapkan ibu dalam posisi litotomi.
3. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sisihkan labium
mayus ke lateral untuk membuka vulva.
4. Masukkan telunjuk dan jari tengan tangan kanan ke dalam
lumen vagina, melalui introitus yang terbuka.
5. Pindahkan tangan kanan ke fundus uteri.
6. Arahkan bagian ventral atau palmar jari-jari tangan dalam ke
simfisis os pubis, tentukan besar sudut yang dibentuk antara
os pubis kiri dan kanan.
7. Dengan ujung bagian ventral jari-jari dalam, telusuri linea
inominata kiri sejauh mungkin, kemudian lakukan pula pada
72
27
72
28
Daftar Pustaka
J.Leveno, Kenneth. 2009. Obstetric Williams. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Prof. dr. Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Prof Sulaiman, Sastrawinata. 1983. Obstetri Fisiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Jakarta: EGC.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Sagung Seto.
72
29
BAB II
GAWAT JANIN
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar oksigen yang
rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum..
Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka waktu lama) atau akut. Janin yang sehat adalah janin
yang tumbuh normal, dengan usia gestasi aterm dan presentasi kepala. Adapun janin yang beresiko
tinggi untuk mengalami kegawatan (hipoksia) adalah :
Janin yang pertumbuhannya terhambat,
Janin preterm dan posterm,
Janin dengan kelainan letak,
Janin kelainan bawaan atau infeksi.
Wanita hamil tua >35
Wanita dengan riwayat:
- Bayi lahir mati
- Pertumbuhan janin terhambat
- Oligohidramnion atau polihidramnion
- Kehamilan ganda/ gemelli
- Sensitasi rhesus
- Hipertensi
- Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
- Berkurangnya gerakan janin
- Kehamilan serotinus
Gawat janin dalam persalinan dapat terjadi bila :
Persalinan berlangsung lama,
Induksi persalinan dengan oksitosin,
72
30
Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah insufisiensi
uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/ intrapartum adalah
kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental, perfusi uterus yang berkurang, sepsis
pada janin, pengurangan cadangan janin, dan kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah cairan ketuban,
hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai peranan.
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin dianggap
hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam
72
31
lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang
dewasa, kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan
kecepatan arus darah lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen
melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik.
Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan air
diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi
ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu
yang berakibat penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama
menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang
tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada
umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia,
karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan
vital ( otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan
jaringan perifer. Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung
bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
2. Mekoneum
Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis gawat janin.
Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal dikeluarkan oleh bayi baru lahir
mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel. Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium
dikeluarkan dalam uterus mewarnai cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih
sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda
72
32
gawat janin. Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari
mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila berwarna hijau
tua kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan
amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan
penanganan mekonium pada saluran napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen
janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada
awal persalinan/ saat bokong masih tinggi letaknya.
Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap keluarnya cairan
mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan aerasi yang kurang dari darah janin. Para
ahli obstetri sudah lama menyadari bahwa deteksi mekonium dalam persalinan merupakan suatu
hal yang problematis dalam memprediksi gawat janin atau asfiksia.
Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya mekonium:
- Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan mekonium merupakan
hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.
- Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus gastrointestinal di bawah
pengaruh persarafan yang mempersarafinya
- Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat dan gerakan
peristalsis yang meningkat
Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion selama persalinan
seringnya merupakan proses fisiologis yang normal. Meskipun normal, mekonium dapat menjadi
berbahaya bila asidemia janin. Bukti-bukti menunjukkan bahwa banyak bayi dengan sindrom
aspirasi mekonium ternyata menderita hiposia kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan kadar eritropoetin janin dan penghitungan eritrosit.
3.Asidosis Janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
Hasil sampel pH darah janin Tindakan
≥ 7.25 Ulangi pengambilan sampel darah jika
abnormalitas denyut jantung janin persisten
7.21 – 7.24 Ulangi pengambilan sampel darah dalam 30
menit atau pertimbangkan terminasi kehamilan
jika terjadi penurunan pH yang cepat
dibandingkan sampel yang terakhir
≤ 7.20 Indikasi terminasi kehamilan
Semua perkiraan hasil sampel tersebut harus diinterpretasi bersama dengan hasil
pengukuran pH terdahulu, tingkat kemajuan dalam persalinan dan gambaran klinis ibu dan
72
33
janin. Dalam interpretasi, dapat terjadi hasil yang abnormal atau normal palsu. Keadaan-
keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil abnormal palsu:
• Asidosis ibu
• Respons susunan saraf pusat janin terhadap asidosis
• Kontaminasi sampel darah
• Sampel darah terlalu lama didiamkan sebelum dianalisis
Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil normal palsu:
• Narkose
• Infeksi
• Asfiksia saat pengambilan sampel
• Prematuritas
• Obstruksi jalan nafas neonatal
• Trauma persalinan
• Anomali kongenital
• Recovery incomplete asphyxia
Komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan pemeriksaan:
• Perdarahan
• Insisi terlalu dalam
• Infeksi
Kardiotokografi
Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan memantau
atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin dalam rahim,
seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak lanjut dari hasil pemantauan
tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam
hubungan dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin dalam rahim
Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan
sebagai suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin. Meskipun
pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif palsu yang tinggi,
yaitu sekitar 64 % dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap menjadi
metode penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara pemeriksaan
lain yang lebih obyektif dan non invasif.
72
34
72
35
o Tanda infeksi ( demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik sesuai dengan
penatalaksanaan amnionitis
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina, tangani sesuai
dengan penanganan tali pusat prolaps
• Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,
rencanakan persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis
pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion 0, lahirkan dengan
ekstraksi vakum atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di atas simfisi
pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion 0, lahirkan dengan
seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arulkumaran S., Gibb. Fetal Monitoring in Practice, Oxford:
Butterworth-Heinemann Ltd, 1992.
2. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi,
dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2006.
3. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi,
dalam: Ilmu Bedah Kebidanan, edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2006.
4. Cleveland. Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient
Education and Health Information. 2007.
5. Hayley Willacy. Fetal Disress. UK: PatientPlus. 22 Juni 2007.
6. Steele, Wanda F., What are the signs of fetal distress? In:
SheKnows Pregnancy and Baby. Pennsylvania. 2007.
7. Hayley Willacy. Meconium Stained Liquor. US: PatientPlus. 7
Agustus 2006.
8. Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment,
Williams Obstetrics, 22nd ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002.
9. Wikipedia. Cardiotocography. US:Wikipedia Foundation. 20
September 2006.
10. Sofie Rifayani Krisnadi, Johanes C. Mose, Jusuf S. Effendi.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bandung: Rumah Sakit
Hasan Sadikin. 2005.
11. Sean Kavanagh. Fetal Monitoring. UK: 29 Agustus 2006.
12. Hidayat Wijayanegara. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Dasar
Ultrasonografi Kardiotokografi. Malang: RSUD DR. Saiful Anwar.2002:VIII.
13. Children’s Hospital of The King’s Daughters. Biophysical Profile.
30 September 2005.
72
36
BAB III
LETAK LINTANG
Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang janin kira-kirategak
lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus)dengan kepala
terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yanglain. Pada umumnya
bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin,sedangkan bahu berada pada
pintu atas panggul.
Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut
sebagaipresentasi bahu atau presentasi akromnion dimana arah akromion yangmenghadap
sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan.
72
37
mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga
terjadi posisi oblik atau melintang,
2. Pada janin prematur letak janin belum menetap, perputaran janin sehingga
menyebabkan letak memanjang,
3. Dengan adanya plasenta atau tumr di jalan lahir maka sumbu panjang janin menjauhi
sumbu jalan lahir,
4. Cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar,
5. Bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat masuk ke
dalam panggul (engagement) sehinggadapat mengakibatkan sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir,
6. Bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat engagement
sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
Diagnosis
Adanya letak lintang sering sudah dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus
tampak lebih melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus sehingga
lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya.
Pada palpasi fundus uteri kosong, balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaka
dan bokong pada fossa iliaka yang lain, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu
sudah turun kedalam panggul. Apabila bahu sudah masuk kedalam panggul, pada
72
38
pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila aksila dapat diraba, arah
menutupnya menunjukkan letak dimana kepala janin berada. Bila aksila menutup ke kiri,
kepala berada di sebelah kiri, sebaliknya bila aksila menutup ke kanan, kepala berada di
sebelah kanan. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus. Pada saat yang sama,
posisi punggung mudah diketahui. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan
ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya klavikula. Pada pemeriksaan dalam,
pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba, dapat dikenali dengan
adanya“rasa bergerigi” dari tulang rusuk. Bila dilatasi bertambah, skapula dan klavikula pada
sisi toraks yang lain akan dapat dibedakan. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu
dataran yang keras membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior,
teraba nodulasi irreguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat ditemukan
pada tempat yang sama. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat yang menumbung.
Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu
tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan melewati vulva.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha
untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan
segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama
makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologis (Ring Van Bandle). Keadaan demikian
dinamakan letak lintang kasep (neglected transverse lie) sedangkan janin akan meninggal.
72
39
Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptur uteri (sehingga janin yang
meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke dalam rongga perut)
atau kondisi dimana his menjadi lemah karena otot rahim kelelahan dan timbul infeksi
intrauterin sampai terjadi timponia uteri. Ibu juga berada dalam keadaan sangat berbahaya
akibat perdarahan dan infeksi, dan sering menyebabkan kematian.
Bila janin kecil (< 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan spontan dapat
terjadi meskipun kelainan letak tersebut menetap. Janin akan tertekan dengan kepala
terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang
paling bergantung dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul
secara bersamaan dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicatio corpora)
atau lahir dengan envolusio spontanea dengan dua variasi yaitu
(1) menurut Denman dan
(2) menurut Douglas.
Conduplicatio corpora
72
40
cara Denman
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian
bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan
lahir,kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
cara Douglas
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh
bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir,selanjutnya disusul oleh lahirnya
kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak
lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus
72
41
melakukan pemeriksaan dengan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul,
atau plasenta previa yang dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin
mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu dianjurkan
menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin.
Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan sehingga bila terjadi
perubahan letak dapat segeraditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang menjadi presentasi kepala bila
pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida
bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Sikap ini
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada
seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi
lengkap.
b. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada
waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks
sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli.
c. Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa
faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan panggul
sempit, dan janin tidak besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap
untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya
ketuban tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban
pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan
seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung
kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan
lancar atau tidak.Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah
bayi pertama lahir,ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep,
versi ekstraksi akan mengakibatkan ruptur uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya
dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan
pervaginam dengan dekapitasi.
Pada seksio sesarea pemilihan insisi uterus pada letak lintang tergantung dari posisi
punggung janin terhadap pintu atas panggul, insisi pada segmen bawah rahim dilakukan bila
posisi punggung janin adalah dorso superior. Bila janin dorso inferior dan pada keadaan-
72
42
keadaan lain dimana insisi segmen bawah rahim tidak dapat dilakukan, maka insisi klasik
(korporal) dapat dilakukan.
72
43
Sadikin Bandung,1996), sedangkan angka kematian janin diRumah Sakit Umum Pusat
Propinsi Medan 23,3% dan di RS Hasan Sadikin Bandung 18,3%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta: Yayasan BinaPustaka
Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C., & Wenstrom, K.
D. 2006. Obstetri William (21 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
3. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1998; Hal. 366-372.
4. Pernoll’s & ML. Transverse Lie In : Benson & Pernoll handbook of Obstetrics &
Ginecology, 10th ed. Mcgraw-Hill International Edition, America, 1994; 416-7.
5. Simon LR : Obstetrical Decision Making, 2nd ed. Huntsmen Offset Printing, Singapore,
1987; 210-211.
BAB IV
PERDARAHAN POST PARTUM
Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
pada persalinan pervaginam dan lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea.. Perdarahan dapat
terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan
yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <
90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL .
Definisi lain menyebutkan perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
72
44
a. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.
ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, faktor-
faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir,
retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.
Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol
oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium
tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama
perdarahan postpartum.
72
45
Atonia Uteri
Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir tiga puluh menit setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Retensio Plasenta
72
46
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari
kasus perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa
retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan
ataupun pada perdarahan post partum sekunder. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak
perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir :
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya.
72
47
Ruptur Uteri
b. Inversi uterus
Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba
dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversi uterus dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Klasifikasi prolapsus uteri
- Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
- Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
- Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan
inversio vagina (prosidensia uteri)
72
48
72
49
72
50
Derajat Laserasi
b. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau
vena yang besar jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau
jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan
dari laserasi ataupun episiotomy.
Episiotomi
Thrombin : Kelainan pembekuan darah
72
51
FAKTOR RESIKO
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan
untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui
karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum :
a. Grande multipara
b. Perpanjangan persalinan
c. Chorioamnionitis
d. Kehamilan multiple
e. Injeksi Magnesium sulfat
f. Perpanjangan pemberian oxytocin
DIAGNOSIS
Dapat disebut perdarahan post partum bila perdarahan terjadi sebelum, selama, setelah
plasenta lahir. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :
a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
b. Penurunan tekanan darah
c. Peningkatan detak jantung
d. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai
penyebabnya.
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga
dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan
72
52
yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak
dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,
nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum
plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena
retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang
terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau
trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui
adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum:
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.
72
53
72
54
72
55
72
56
72
57
b. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan penanganan aktif kala tiga
bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Pada retensio plasenta,
sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian
plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan
kala tiga) dan harus diantisipasi dengan melakukan plasenta manual, meskipun kala plasenta
belum lewat setengah jam.
72
58
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Mengeluarkan plasenta
c. Sisa plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut sisa plasenta. Apabila
kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase
dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal
ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan
pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan
kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.
72
59
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan manual removal.
Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk
menghentikan perdarahan selama persiapan operasi .
72
60
4. Syntometrin
Kombinasi dari oksitosin 5IU dan ergometrin 0,5 mg. pemberian IM
5. Carbetocin
100 mikrogram IM atau IV
6. Carboprost
0,25 mg IM setiap 15 menit (maksimum 2 mg per hari)
72
61
72
62
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H.Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat cetakan Kedua. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
2. JR Smith, BG Brennan. Postpartum Hemorrhage. http://www.emedicine.com diunduh
tanggal 19 Oktober 2015
3. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2011
4. Gabbe. Obstretics – Normal and Problem Pregnancies. 4th ed. London: Churchil
Livingstone, Inc. 2002
5. Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua Jilid Satu. Jakarta: EGC. 1998
6. Mansjoer, A, et all. Perdarahan Pasca Persalinan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke tiga
Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. 2002.
72
63
Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM)
merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-
tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan
menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila
satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan
pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban
pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.
Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan
72
64
penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin.
Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan
kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator
terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir
menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam
pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput
ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda
tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
72
65
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya selaput
ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa
prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko terjadinya ketuban
pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini
terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering
disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain,
seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas
stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah
dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi
multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk
pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif
palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan
seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti
72
66
akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat.
72
67
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas
berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
Penatalaksanaan KPD
Konservatif
Rawat di rumah sakit.
Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
72
68
72
69
Komplikasi KPD
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder
pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
72
70
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasia pulmonal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
3. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal :
218-220.
72