Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT SESSION

Kejang Demam pada Anak

Disusun oleh:

Nopi Indrianisa

Osler Sutanto

Preseptor:

Dr. Tetty Yuniati, dr., Sp. A(K), M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019

1
IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. MR
• Jenis Kelamin :L
• Tanggal lahir : 02/10/2017
• Usia : 14 bulan
• Alamat : Komp.bumi cibiru raya blok E21 RT 04/15, cibiru
wetan, cileunyi, Bandung
• Agama : Islam
• Informant : Mother
• Tgl masuk RS : 11 Oktober 2018
• Tgl pemeriksaan : 11 Oktober 2018

ANAMNESIS
Keluhan umum: Kejang

Pasien datang dengan keluhan kejang 1 jam SMRS. Kejang ini sudah
terjadi kedua kali, yang pertama terjadi pada pukul 01.30 dini hari, setiap kejang
lamanya ± 10 menit. Kejang hanya terjadi pada mata dan bagian tubuh kiri. Mata
mengedip-ngedip disertai tangan kiri kaku. Selama kejang pasien tidak sadar.
Sebelum dan sesudah kejang pasien sadar. Keluhan kejang didahului oleh panas
badan sejak 12 jam smrs, mendadak tinggi, siang sama dengan malam. Keluhan
muntah 1 kali saat kejang. Keluhan kejang disertai batuk sejak 12 jam SMRS.
Keluhan kejang tidak disertai pilek, mencret, maupun penurunan kesadaran. BAB
dan BAK tidak ada keluhan. Sebelum masuk rumah sakit pasien belum diberikan
pengobatan apapun. Atas keluhannya pasien dibawa ke IGD RSUD Kota
Bandung.

Saat pasien masuk rumah sakit, pasien dalam kondisi kejang dan disertai
dengan keluhan batuk. Terapi yang diberikan beberapa jam setelah perawatan
adalah diazepam pulvus 3x3 mg selama panas, diazepam IV 3 mg bila kejang,

2
paracetamol syrup 3x1 cth, dumin suppository 125 mg bila kejang dan amoxicilin
syrup 3x1 cth. Pemeriksaan yang dilakukan adalah hematologi rutin.

Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti ini. Riwayat kejang
demam atau tanpa demam sebelumnya tidak ada. Riwayat kejang dengan atau
tanpa demam dalam keluarga tidak ada. Riwayat sakit kuning tidak ada. Riwayat
trauma kepala tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita dewasa batuk-batuk
lama atau berdarah tidak ada. Hari ini pasien memasuki hari ke 1 perawatan di
Ruang Sakura.

Pasien merupakan anak pertama dari ibu G2P1A0. selama kehamilan ibu
pasien tidak pernah sakit dan rutin melakukan pemeriksaan ke bidan. Pasien lahir
cukup bulan secara spontan, ditolong oleh dokter di RS Hermina, menangis
langsung dengan BBL 2380 gram dengan SC a/i gawat janin dan KPD.

Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, neneknya, dan tantenya. Pasien
sudah bisa duduk, berjalan dan memasukan benda atau makanan ke mulutnya.
Pasien baru bisa bicara 1 suku kata.

Pasien diberikan ASI ekslusif 5-7 kali sehari sampai usia 9 bulan, disertai
susu formula SGM dan MPASI seperti bubur, biskuit, buah dan nasi tim sejak 6
bulan. Pasien memiliki 2 dot yang dibersihkan menggunakan sabun dan air panas.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sampai dengan campak.

PEMERIKSAAN FISIK

S: Kejang (-) batuk (+) pilek (-) demam (+)

O: Ku: compos mentis, tampak sakit sedang

Tanda vital:
TD: - mmHg N: 110x/menit RR: 30 x/menit S: 39.6◦C

Antropometri
BB: 9,1 kg PB: 75 cm

3
Status Gizi:
PB/U : normal BB/U: normal BB/PB: normal

Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung : PCH (-) sekret hidung (-)
Mulut : POC (-) tonsil T1/T1 tidak hiperemis,

Leher:
KGB tidak teraba

Toraks:
Inspeksi dalam batas normal, bentuk dan gerak simetris, retraksi (-), VBS kiri=kanan,
slem +/+, ronki (-), crackles (-)
Cor: murmur (-), S1S2 normal

Abdomen:
Datar, lembut. Hepar dan lien tidak teraba. Bising usus (+) normal

Ekstremitas:
Akral hangat, CRT <2”

Status neurologis:
Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Brudzinky I/II/III (-)
Saraf otak: pupil bulat, isokor 3mm, reflex cahaya +/+
Motorik: kesan parese (-)
Sensorik: rangsang nyeri (+)
Vegetative: BAB (+) BAK (+)
Gordon (-/-) Babinski -/- chaddock -/- Oppenheim -/-

Diagnose banding: Kejang demam kompleks e.c ISPA DD bakteri


Kejang demam kompleks e.c ISPA DD virus
Kejang demam kompleks e.c ISK

4
Diagnosa kerja: kejang demam kompleks e.c ISPA DD bakteri

Diagnosa penunjang:
 Urinalisis rutin
 Hematologi rutin (Hb, Hct, Leu, trombosit)
 Gula darah
 Serum elektrolit (Na, Ca, Cl)
 Lumbar puncture
Tata laksana:
• Paracetamol syrup 3x1 cth
• Dumin suppository 125 mg (bila demam saat kejang)
• Diazepam pulv 3x3 mg selama panas
• Diazepam IV 3 mg PRN kejang
• Amoxicilin syrup 3x1 cth.

Prognosis

Quo ad vitam :ad bonam


Quo ad functionam :ad bonam
Quo ad sanationam: :ad bonam

PEMBAHASAN

1. Definisi
Kejang adalah serangan mendadak atau kambuhan penyakit, suatu
kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal
dari suatu neuron. Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari
suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan
listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak tersebut karena terganggu fungsinya.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal > 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium.
Catatan :
 Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, mayoritas usia 12-
18 bulan

5
 Mayoritas terjadi pada hari pertama sakit
 Bila usia anak < 6 bulan atau > 6 tahun (febrile seizure plus (FS+))
mengalami kejang didahului oleh demam, pikirkan kemungkinan lain,
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam
 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk kejang demam
 Kejang disertai demam pada bayi usia < 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam

2. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan saraf pusat seperti
tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
 Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
 Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
 Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
 Gabungan dari faktor-faktor diatas.

Patogenesis
 Predisposisi genetik: Ambang kejang yang rendah
 Pirogen endogen: Interleukin 1-β, eksitabilitas neuron meningkat sehingga
mudah kejang
 Faktor infeksi: Infeksi HHV 6 (36%), influenza, adenovirus,
parainfluenza (6-18%), RSV, rotavirus (4-5%),

6
3. Klasifikasi
 Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
o Kejang demam yang berlangsung singkat < 15 menit
o Umumnya tonik atau klonik
o Berhenti sendiri
o Tanpa gerakan fokal (melibatkan seluruh bagian tubuh)
o Tidak berulang dalam waktu 24 jam

 Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


o Lamanya kejang >15 menit
o Kejang fokal atau partial pada satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang partial
o Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

4. Epidemiologi
 Kejang demam terjadi pada 2-5% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun
 Kejang demam sederhana: 80-90%
 Kejang demam komplek : 20%
 Lama berlangsung > 15 menit: 8% kasus
 Berulang dalam 24 jam : 16% kasus
5. Mekanisme dan Patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu
glukosa yang didapat dari proses metabolisme. Sel-sel otak dikelilingi oleh
membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K di dalam sel
neuron lebih tinggi dan konsentrasi ion Na lebih rendah. Keadaan sebaliknya
terjadi di luar sel neuron. Oleh karena hal tersebut, maka perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut terjadi perbedaan potensial yang
disebut ‘Potensial Membran Sel Neuron’.

7
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi
dan enzim Na-K-ATPase yang terdapat di permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui
membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membrane sel sekitar dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C
sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu diatas 40˚C. Terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis laktat.
Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh
disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron
otak pada kejang yang lama.
Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular dan edema otak
serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat

8
menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan
kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

6. Gejala dan Tanda


Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar sistem saraf pusat misalnya tonsillitis, bronchitis atau otitis
media akut.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-
klonik, fokal atau akinetik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat
anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium.
 Tidak dianjurkan pemeriksaan laboratorium rutin
 Dapat diperiksa untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab seperti hematologi rutin, urin lengkap, elektrolit, gula darah
 Foto x-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed tomography
(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang dikerjakan, tidak
rutin dan atas indikasi. Dapat dipertimbangkan pada makro/mikrosefali
dan kelainan neurologis yang menetap (terutama lateralisasi)

2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis ialah 0,6%-6,7%.

9
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
 Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
 Bayi > 18 tidak rutin
Dapat dipertimbangan bila ada gejala dan rangsang meningeal maupun
kecurigaan adanya infeksi susunan saraf pusat pada anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.

3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefagrafi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, meski dapat memperkirakan risiko terjadinya epilepsi
pada pasien kejang demam (namun bukan indikasi terapi profilaksis).
Tidak diperlukan terlebih pada kejang demam sederhana dan/atau tanpa
defisit neurologis. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.

4. Pencitraan
Foto x-ray kepala dan pencitraan neuropencitraan seperti Computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.

8. Diferensial Diagnosa
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain,
misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses
otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan
anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan
gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kesalahan yang berakibat fatal maka harus dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal.

10
9. Diagnosis
Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas
kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleks
anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat
keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena
suhu yang tinggi sebagai kejang.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone
sebagai berikut :
1. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit
5. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukkan kelainan
7. Tidak didapatkan kelainan neurologik
10. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada saat Kejang
Biasanya kejang berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang,
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intra vena (dosis
0,3-0,5 mg/KgBB) perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau
dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang dapat
diberikan di rumah atau orang tua yaitu diazepam per rektal (0,5-
0,75mg/KgBB) atau 5mg untuk anak dengan berat badan < 12 Kg dan 10
mg untuk anak berat badan >12 Kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas
usia 3 tahun. Bila kejang masih berlangsung setelah pemberian diazepam
per rektal, maka dapat diulangi lagi pemberian diazepam dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval 5 menit.

11
Bila setelah dua kali pemberian diazepam per rektal kejang masih
berlangsung, anak langsung dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam
intra vena dengan dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB.
Bila setelah pemberian intravena kejang masih berlangsung maka
diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB/kali dengan
kecepatan 1 mg/ KgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang telah berhenti maka dosis fenitoin diturunkan menjadi 4-8
mg/KgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif.
Bila kejang telah berhenti pemberian obat selanjutnya dilakukan sesuai
dengan jenis demam kejang apakah kejang demam kompleks maupun
sederhana dan faktor risiko.

2. Pemberian obat pada saat Demam


Anti piretik
Tidak ditemukan bahwa pemberian antipiretik dapat menurunkan risiko
terjadinya kejang demam. Namun para ahli Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan yaitu parasetamol dengan dosis 10-15
mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen yaitu 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari. Pemberiaan asam asetil
salisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan Reye Sindrom pada
anak 18 bulan (walaupun jarang).

Anti konvulsan
Pemakaian diazepam per oral dengan dosis 0,3 mg/KgBB setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60%
kasus, begitu pula pemberiaan diazepam per rektal dosis 0,5 mg/KgBB
setiap 8 jam pada suhu >38,5 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25-39%
kasus.

12
Fenobarbital, karbainazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.

3. Pemberian Obat Rumat


Indikasi pemberian obat rumat yaitu :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum ataupun sesudah
kejang, misalnya hemiparesis.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika:
a. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
b. Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan
c. Kejang > 4 kali per tahun

Jenis anti konvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemberian fenobarbital (dosis 3-4
mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis) setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kognitif pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat (dosis 1 5-40 mg/KgBB/ hari dalam 2-3 dosis) pada sebagian kecil
kasus terutama pada yang berusia < 2 tahun asam valproat dapat
menimbulkan gangguan fungsi hati.
Lama pengobatan aural yaitu selama 1 tahun bebas kejang kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1 -2 bulan.

Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:


 Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan
 Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma
 Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau
sapu tangan diantara gigi

13
 Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
 Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es
 Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotik yang sesuai
 Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah edema otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB

14
Bagan Penghentian Kejang Demam

15
11. Prognosis
1. Risiko berulang kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Factor risiko
berulang kejang demam adalah :
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Usia saat kejang demam pertama < 15 bulan
 Temperature yang rendah saat kejang
 Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%, sedangkan
bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulang 10-15%.
Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama
2. Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari
Faktor risiko lainnya adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
risiko menjadi epilepsi adalah:
 kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
 kejang demam kompleks
 riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
3. Risiko mengalami kecacatan atau kematian
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan kematian akibat
kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.
4. Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9

16
kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi
MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
atau rektal bila anak demarn, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.
5. Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. pada
saat kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:
 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis baik
 Memberikan cara penanganan kejang
 Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
 Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek
samping
 Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsy

Beberapa hal yang harus dikerjakan, bila anak kembali kejang:


 Tetap tenang dan tidak panik
 Kendorkan pakaian ketat terutama disekitar leher
 Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
 Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
 Tetap bersama pasien selama kejang
 Berikan diazepam rectal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
 Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.

17

Anda mungkin juga menyukai