Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

TERAPI LESI ORAL PADA SINDROM STEVENS-JOHNSON

Reza Dirgahayu Putri1, Suswardana2


1
Dokter Muda Fakultas Kedokteran Trisakti di
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo
2
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo

ABSTRAK
Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium, dan lesi pada mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
purpura. Pasien perempuan 49 tahun datang dengan keluhan mual-muntah, demam, dan
disertai bercak merah pada hampir seluruh bagian tubuh. Status dermatologis
didapatkan pada regio labialis didapatkan adanya ekskoriasi disertai krusta dan palatum
durum tampak hiperemis. Lesi oral di terapi menggunakan kompres kassa basah dan
alloclair plus gargle.

Kata kunci : Sindrom Stevens-Johnson. lesi oral, terapi.

ABSTRACT
Stevens Johnson Syndrome (SJS) is a syndrome that affects the skin, mucous
membranes in the orifice, and lesions in the eye with the general condition varies from
mild to severe; abnormalities in the skin erythema, vesicles/ bullae, may be
accompanied purpura. 49 years old female patient came with complaints of nausea,
vomiting, fever, and rash accompanied in almost all parts of the body. Dermatological
status obtained in the region of excoriations accompanied labialis earned their crusts and
hard palate appears hyperemia. Oral lesions are treated using a wet gauze compresses
and alloclair plus gargle.

Keywords : Stevens-Johnson Syndrome, oral lesion, therapy.


PENDAHULUAN

1
Sindrom Stevens Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium, dan lesi pada mata dengan keadaan umum yang bervariasi
dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
purpura. Pertama kali dideskripsikan tahun 1922, SJS merupakan kompleks imun yang
memediasi proses hipersentitifitas.1
Manifestasi oral hampir sepenuhnya terjadi pada penderita Sindrom Stevens-
Johnson. Pada seluruh permukaan oral dapat terjadi lesi seperti mukosa bibir, lidah,
palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan lesi jarang terdapat pada gusi.
Perawatan pada penderita sindrom Stevens-Johnson lebih ditekankan pada perawatan
simtomatik dan suportif karena etiologinya belum diketahui secara pasti.2
Adanya lesi oral berpengaruh pada intake makan dan minum pasien dikarenakan
munculnya rasa tidak nyaman dan nyeri. Karena lesi oral selalu terjadi dan
mempengaruhi masukan cairan dan makanan pada penderita Stevens-Johnson maka
penulis akan membahas lebih lanjut mengenai terapi lesi oral pada sindrom Stevens-
Johnson.2

LAPORAN KASUS
Seorang wanita 49 tahun datang ke IGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan
mual dan muntah > 5x/ hari sejak 2 hari SMRS. Muntah berisi apa yang diminum dan
dimakan. Pasien mengalami demam sejak 2 hari SMRS, demam mendadak tinggi terus
menerus dan turun naik dengan paracetamol. Sebelumnya pasien mengeluhkan
terdapatnya bercak kemerahan pada kedua tangannya yang semakin bertambah banyak
saat demam. Bercak merah tidak dirasa gatal ataupun nyeri. Nyeri kepala (+), nyeri otot
(-), nyeri belakang mata (-), nafsu makan pasien menurun dan minum sedikit, mata
kemerahan dan terdapat lengket 2 hari SMRS, bibir kering pecah-pecah, terasa
membengkak dan berdarah, BAK (+), BAB (-) 6 hari SMRS.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan rutin meminum amlodipine dan
valsartan. Riwayat stroke (+) hemiparese sinistra sejak 4 bulan yang lalu dan
mengkonsumsi carbamazepine dalam 1 bulan terakhir. Pasien juga memiliki kebiasaan
mengkonsumsi jamu-jamuan.
Pada hari kedua perawatan didapatkan pasien masih demam, keluhan mual dan
muntah sudah tidak ada, bibir mengelupas dan berdarah, mata masih belekan namun
bias diatasi, pada kulit tidak dirasakan nyeri ataupun gatal. Tidak terdapat keluhan nyeri

2
menelan. Intake makan dan minum baik. Pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan
umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80, nadi 84x/menit,
frekuensi napas 20 x/menit, suhu 37,8oC, berat badan 87 kg, dan tinggi badan 160 cm.
Status dermatologis pasien pada regio fascialis didapatkan makula eritema, regio
labialis didapatkan adanya ekskoriasi disertai krusta. Regio trunkus anterior, posterior,
ekstremitas superior sinistra dan dekstra didapatkan adanya makula eritema, dan makula
hiperpigmentasi. Pasien ini didiagnosis menderita Stevens Johnson Syndrome.

Gambar 1. Fascialis Gambar2. Oris

Gambar 3. Abdomen Gambar 4. Tr. posterior Gambar 5. Palmar sinistra

3
Gambar 6. Antebrachii sin. Gambar 7, Antebrachii dx. Gambar 8. Eks. bawah

Penatalaksanaan yang dilakukan oleh dr. Sp.PD adalah IVFD RL 28 tpm, OMZ
1x1 tab, dan cek darah rutin/ 24 jam. Penatalaksanaan dari dr. SP.KK adalah
menghentikan obat-obatan yang sebelumnya sedang dikonsumsi, diet bubur
metilprednisolon 2 x 1/2 ampul, cetirizine 1 x 10mg, cimetidine 3 x 200mg, kompres
bibir dengan kasa basah, dan pemasangan kateter untuk pantau balance cairan. Pasien
juga diminta untuk membawa obat-obatan yang dikonsumsi untuk selanjutnya
dilakukan tes alergi.
Follow up dilakukan setiap hari dan didapatkan keluhan semakin berkurang dan
terjadi perbaikan dari keadaan umum. Berdasarkan anamnesis didapatkan sudah tidak
ada demam, tidak ada kemunculan luka baru, luka semakin hari semakin mongering,
luka tidak disertai rasa gatal atau perih. Tidak ada gangguan pada intake makan atau
minum. Bibir masih mengelupas dan berdarah namun rutin dikompres 4-6x/ hari selama
30 menit/ kompres. Pasien mengeluhkan pada bagian langit-langit mulut terasa perih
setiap kali makan atau minum. Mobilisasi pasien baik.
Pemeriksaan fisik didapatkan perbaikan keadaan umum, kesadaran compos
mentis, TD berkisar diantara 140-150/ 90-100, HR normal, RR normal, suhu afebris.
Status dermatologis didapatkan pada labialis masih didapatkan lesi ekskoriasi dan krusta
namun semakin hari semakin membaik dan sudah tidak ditemukan adanya perdarahan,
Palatum durum tampak hiperemis. Lesi fascialis, abdomen, dan keempat ekstremitas
terdapat perbaikan, tidak muncul lesi baru, dan terjadi hiperpigmentasi. Tampak lesi
erosi akibat garukan pada regio coli dan fascialis. Balance cairan cukup.
Tabel 1. Pemeriksaan penunjang darah rutin/ lengkap

4
Hb Tr LED\ GDS
Leu Eri Ht Ht, Jenis
Tgl (g/ (ribn/ (mm/ (mg/dL
(/uL) (jt/uL) (%) (%)
dL) uL) jam) )
1/1/0/79/16/
8/9 4700 4.90 14.7 44 106.000 28 120
3
9/9 4.100 4.98 14.7 43 118.000 - - -
10/9 2.900 4.85 14.2 42 127.000 - - 140
0/1/0/63/28/
11/9 6.600 4.64 13.5 40 149.000 29 -
8
12/9 7.900 4.94 14.3 42 186.000 - - 111
13/9 9.100 4.82 14.0 41 232.000 - - -
11.10
14/9 4.45 13.1 39 241.000 - - -
0

Berdasarka hasil pemeriksaan penunjang didapatkan adanya gambaran yang


mengarah pada infeksi virus berupa leukopenia dan trombositopenia. Pada hasi lab tidak
didapatkan adanya peningkatan nilai eosinofil namun berdasarkan tes alergi didapatkan
adanya kemungkinan pasien mengalami alergi terhadap carbamazepine.
Penatalaksanaan tambahan dari Sp.KK berupa konsul bagian neurologi untuk terapi
pengganti carbamazepine, obat alloclair plus gargle 4x10cc/ kumur, dan penurunan
dosis metilprednisolone pada hari ke-5 perawatan menjadi 2 x 1/4 ampul dan pada hari
perawatan ke-7 menjadi 1 x 1/4 ampul, hari ke-8 diganti 2 x 8mg per oral. Pada hari
perawatan ke-8 pasien diizinkan pulang dan mendapat terapi berupa metilprednisolone 2
x 8mg, cetirizine 1 x 10mg, dan cimetidine 3 x 200mg. Diagnosis pulang pada pasien
ini adalah Stevens Johnson Syndrome perbaikan ec carbamazepine.

PEMBAHASAN
Lesi oral pada sindrom Stevens-Johnson umumnya didahului oleh makula dan
papula yang segera diikuti vesikel atau bula, kemudian pecah karena trauma mekanik
menjadi erosi dan terjadi ekskoriasi sehingga terbentuk ulkus yang ditutupi oleh
jaringan nekrotik berwarna abu-abu putih atau eksudat abu-abu kuning menyerupai
pseudomembran. Ulkus nekrosis ini mudah mengalami perdarahan dan menjadi krusta
kehitaman. Lesi oral cenderung lebih banyak terjadi pada bagian anterior mulut
termasuk bibir, bagian lain yang sering terlibat adalah lidah, mukosa pipi, palatum
durum, palatum mole, bahkan dapat mencapai faring, saluran pernafasan atas dan

5
esofagus, namun lesi jarang terjadi pada gusi. Lesi oral yang hebat dapat menyebabkan
rasa nyeri berlebih sehingga pasien tidak dapat makan dan menelan,2
Pada pasien ini didapatkan anamnesis berupa rasa perih dan panas pada bibir
serta rasa nyeri pada palatum durum apabila minum atau makan. Pemeriksaan fisik
didapatkan manifestasi lesi oral pada labialis dengan bentuk lesi ekskoriasi disertai
krusta kehitaman dan perdarahan serta hiperemis pada palatum durum. Tidak ditemukan
adanya lesi pada bagian lidah, pipi, atau palatum molle. Pasien tidak memiliki keluhan
berupa nyeri menelan yang kemungkinan tidak terdapat lesi atau hanya terdapat lesi
minimal pada faring.
Terapi suportif merupakan tatalaksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang
umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan terapi cairan dan
elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. \pemberian
cairan tergantung dari luasnya kulit dan mukosa yang terlibat.
Rasa nyeri yang disebabkan lesi oral dapat dihilangkan dengan pemberian
anastetik topikal dalam bentuk larutan atau salep yang mengandung lidokain 2%.
Campuran 50% air dan hidrogen peroksida dapat digunakan untuk menyembuhkan
jaringan nekrosis pada mukosa pipi. Anti jamur dan antibiotik dapat digunakan untuk
mencegah superinfeksi. Lesi pada mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan
berupa kompres asam borat 3%. Lesi oral pada bibir diobati dengan boraks-gliserin atau
penggunaan triamsinolon asetonid. Triamsinolon asetonid (kenalog orabase®)
merupakan preparat kortikosteroid topikal. Kortikosteroid yang biasa digunakan pada
lesi oral adalah bentuk pasta. Pemakaian pasta dianjurkan saat sebelum tidur karena
lebih efektif. Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi harus dibersihkan terlebih dahulu
kemudian dikeringkan menggunakan spons steril untuk mencegah melarutnya pasta
oleh saliva. Apabila pasta larut oleh saliva, obat tidak dapat bekerja dengan optimum
sehingga tidak akan diperoleh efek terapi yang diharapkan.2, 4
Penggunaan obat kumur klorheksidin juga dapat membentu dalam perawatan
higienitas dan white soft paraffin/ petroleum jelly dapat digunakan untuk mengatasi rasa
nyeri. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan apabila pasien memiliki
keadaan umum yang berat dan tidak adanya masukan per oral akibat lesi oral masif.
Pemasangan NGT dilakukan sampai mukosa oral kembali normal.3, 5

6
Terapi yang digunakan pada pasien ini berupa kompres kassa dibasahi aqua 4-
6x/ hari selama 30 menit/ kompres yang bertujuan untuk melembabkan bibir dan
mengangkat krusta dan penggunaan alloclair plus gargle yang bertujuan untuk
mengatasi rasa nyeri pada palatum durum. Pada pasien tidak dilakukan pemasangan
NGT dikarenakan pasien tidak mengeluh adanya keadaan nyeri saat menelan, intake
minum dan makan pasien juga masih tercukupi.
Alloclair plus gargle mengandung polyvinylpyrrolidone (PVP), sodium
hialuronat, .altodextrin, dll bekerja dengan membentuk lapisan pelindung yang melekat
pada rongga mulut menjadi penghalang mekanik ke daerah lesi sehingga mengurangi
rasa sakit yang disebabkan oleh tereksposnya ujung saraf. Alloclair mempromosikan
penyembuhan dan membantu dalam manajemen nyeri yang disebabkan oleh lesi kecil di
mulut seperti yang disebabkan stomatitis aftosa, ulkus aftosa dan lesi traumatic. Asam
hialuronat dan lidah buaya dalam formulasi mendukung penyembuhan alami jaringan
yang rusak. Tidak ada anjuran baku mengenai terapi untuk lesi oral dikarenakan prinsip
perawatan lesi oral pada penderita sindrom Stevens-Johnson lebih ditekankan pada
perawatan simtomatik dan suportif mengingat etiologinya yang belum pasti terkait
reaksi hipersensitivitas. 2, 6

KESIMPULAN
Sindrom Stevens-Johnson merupakan suatu sindrom (kumpulan gejala) akut
yang mengenai kulit,selaput lendir di orificium dan mata dengan keadaan umum yang
bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini sering dianggap sebagai bentuk dari
Eritema Multiforme yang berat. Manifestasi oral hampir sepenuhnya terjadi pada
penderita Sindrom Stevens-Johnson. Pada seluruh permukaan oral dapat terjadi lesi
seperti mukosa bibir, lidah, palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan lesi
jarang terdapat pada gusi. Tidak ada terapi khusus yang digunakan sebagai perawatan
lesi oral pada penderita sindrom Stevens-Johnson. Terapi lebih ditekankan pada
perawatan simtomatik dan suportif karena etiologinya belum diketahui secara pasti.

DAFTAR PUSTAKA
1. Permana R. Penatalaksanaan Sindrom Stevens Johnson pada Wanita 45 tahun.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2013. p. 1-5.

7
2. Ramayanti S. Manifestasi Oral dan Penatalaksanaan pada Penderita Sindrom Stevens
Johnson. Majalah Kedokteran Andalas. Desember 2011; 2 (35): p 91-7.
3. Ho HHF. Diagnosis and Management of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. The Hong Kong Med Diary. October 2008; 10 (13): p. 17-20.
4. Anne S, Kosanam S, Prasanthi L. Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis : A Review. International Journal of Pharmacological Research. 2014; 4
(4): p. 158-65.
5. Shetty S, Chatra L, Shenai P, Rao PK. Stevens-Johnsono Sydrome : A Case Report.
Journal of Oral Science. 2010; 52 (2): p. 343
6. Sinclair Pharma. Alloclair Plus Mouthwash – Information Leaflet. Available at :
http://www.aloclairplus.co.uk/file-manager/information-leaflets/Aloclair60mlLeaflet.
pdf. Accessed on : September 16th 2016.

Anda mungkin juga menyukai