PENDAHULUAN
Insidensi SJS tergolong jarang, dengan angka 0,05-2 orang per 1 juta populasi
per tahun.2 Steven-Johnson Syndrome (SJS) paling sering terjadi pada laki-laki
Etiologi SJS sejauh ini tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat beberapa
obat yang dicurigai menjadi etiologi SJS karena banyaknya kejadian SJS saat
Pada laporan kasus ini akan dibahas SJS yang terjadi pada anak berusia 10
Banjarmasin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bula di kulit bersifat akut dan erosi membran mukosa. SJS didefinisikan sebagai
penyakit lepuh yang bermula dari makula dan/atau lesi target atipikal. Steven-
diberikan.1,2
berdasarkan luas permukaan tubuh yang terlibat: (1) SJS, kurang dari 10%
permukaan tubuh; (2) SJS/TEN yang saling tumpeng tindih, dimana luas
permukaan tubuh yang terkena sebesar 10-30%; (3) TEN, lebih dari 30%
(Gambar 2.1).5
Gambar 2.1 Klasifikasi Epidermal Necrolysis6
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi SJS tergolong jarang, dengan angka 0,05-2 orang per 1 juta populasi
per tahun. Steven-Johnson Syndrome (SJS) paling sering terjadi pada laki-laki
Syndrome dapat terjadi pada segala usia, walaupun mayoritas kejadian ditemukan
pada populasi decade dua puluh hingga empat puluhan. Hal ini dikarenakan
pernah didokumentasikan pada anak usia 3 bulan. Angka kematian SJS dan Toxic
Epidermal Necrolysis (TEN) cukup tinggi, dari data yang ada, angka kematian pada
anak, nevirapine dan lamotrigine merupakan obat yang menyebabkan SJS dengan
banyak terjadi pada pasien perempuan (73%), usia 25-44 tahun (48,6%), penyakit
C. ETIOLOGI
Etiologi SJS tidak diketahui pada separuh kasus. Penyebab tersering SJS
Terdapat beberapa kasus langka dimana penyebab SJS adalah infeksi bakteri
yang lalu dikenali tubuh sebagai antigen. Bakteri yang berhubungan adalah
lainnya seperti infeksi virus Herpes simpleks, agen sistemik, factor fisik (paparan
TEN pada penderita HIV dan AIDS.3 Tabel 2.1 menunjukkan obat-obatan yang
D. PATOFISIOLOGI
mengaktifkan antitumor necrosis factor (TNF) dan Fas ligand (Fas-L) terlarut
granzyme ditemukan dalam cairan bulla SJS tetapi hanya konsentrasi granulysin
Hal ini memberi kesimpulan bahwa sel T sitotoksik biasanya akan menyerang
obat yang dikenalinya sebagai antigen, bukan metabolit reaktif dari obat tersebut,
sebuah postulat yang telah diajukan sejak 20 tahun yang lalu. Sel ini membunuh
keratinosit baik secara langsung maupun tidak langsung dengan merekrut sel lain
mekanisme tersebut secara spesifik menyerang kulit dan epitel juga belum
pada populasi Asia, kecuali Jepang dan Korea. Hubungan HLA-B*1502 dan
karbamazepin tidak ditemukan pada populasi Eropa yang tidak memiliki keturunan
Asia.4,5
E. MANIFESTASI KLINIS
syndrome) berupa malaise, demam, nyeri kepala, batuk, atau pilek dengan lesi
polimorfik yang muncul di kulit. Lesi ini khas dengan karakteristik terbentuknya
vesikel dan bulla akut yang disertai erosi. SJS juga bermanifestasi di membran
mukosa. Lesi yang terlihat di daerah ini biasanya berupa erosi (pada bibir, khas
Gambar 2.3 A) Erosi dan nekrosis pada bibir dan mulut; B) Krusta hemoragik
pada bibir dan tumpukan sekret pada mata.5
F. DIAGNOSIS
yang mungkin terjadi pada pasien. Gambar 2.4 menunjukkan alur diagnosis SJS.5
Seluruh kasus SJS dan TEN harus dikonfirmasi dengan biopsi kulit untuk
a. Anamnesis
SJS biasanya terjadi dalam 8 minggu (biasanya 4-30 hari) setelah paparan
obat pertama. Gejala yang timbul tidak spesifik, seperti demam, nyeri kepala,
pilek, batuk atau malaise yang diikuti dengan lesi mukokutan dalam 1-3 hari
berikutnya. Nyeri menelan dan rasa terbakar pada mata dapat muncul
perlahan. Hal ini menandakan lesi sudah terjadi pada membran mukosa.5
b. Pemeriksaan Fisik
Erupsi biasanya terjadi secara simetris pada wajah, dada, dan bagian
beberapa hari dan bahkan dalam beberapa jam. Lesi berupa makula
eritematosa dengan tepi irregular yang secara progressif menjadi bulla. Lesi
target atipik dengan tepi hiperpigmentosa juga dapat terjadi. Lesi nekrotik
jaringan kulit yang lebih parah. Nikolsky’s sign positif pada Toxic epidermal
Membran mukosa terlibat pada 90% kasus, dan dapat diikuti dengan
erupsi kulit. Lesi berawal dengan eritema yang berlanjut menjadi erosi pada
mukosa bibir, mata, dan genital. Hal ini dapat menyebabkan fotofobia,
c. Pemeriksaan Penunjang
diagnosis SJS. Saturasi oksigen dan Analisa gas darah dapat dilakukan untuk
memantau resiko kerusakan system respirasi. Serum bikarbonat < 20 Mm
azotemia renal dan gagal ginjal. Peningkatan blood urea nitrogen (BUN)
d. Diagnosis Banding
SJS pada stadium akut biasanya salah diagnosis dengan varisela. Oleh
secara cepat dan melibatkan membran mukosa. Tabel 2.25 dan 2.38
Insidensi TEN lebih jarang daripada SJS.6 Tabel 2.4 menjabarkan perbedaan TEN
dan SJS.
Tabel 2.4 Karakteristik yang Membedakan TEN dan SJS6
G. TATALAKSANA
a. Simptomatis
Prinsip tatalaksana suportif yang diberikan sama dengan terapi pada luka
kerusakan epitel kulit yang luas menyebabkan kehilangan cairan dari kulit
Pengobatan fase akut yang dapat diberikan dan telah terbukti secara klinis
intravena 0,1-0,25 mg/kgBB IV atau per oral yang diberikan per 6 jam.5,10
Komplikasi yang paling sering terjadi pada masa akut adalah sepsis, yang
Menurut penelitian Magina et at, skuele yang dapat terjadi berupa: hiper
dan hipopigmentasi kulit (62,5%), distrofi kuku (37,5%), dan komplikasi okular.
Komplikasi membran mukosa menetap pada 73% kasus, yang mayoritas terjadi
pada mukosa oral dan esofagus, lalu diikuti mukosa paru-paru dan genital. Studi
Pengelupasan epidermis terjadi selama 5-7 hari. Lalu, pasien mengalami fase
plateau, dimana fase reepitelialisasi terjadi. Proses ini dapat terjadi dalam
kondisi klinis pasien. Pada fase ini, pasien sangat rentan terhadap sepsis atau
2.5)5,6
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Ayah Ibu
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Seluruh badan pasien melepuh sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan terjadi tiba-tiba dan semakin lama semakin parah. Awalnya, pasien
mengeluh tidak enak badan dengan panas tinggi. Lalu, muncul bintik-bintik
kemerahan pada kedua pipi pasien. Bintik-bintik ini lalu menyebar ke seluruh
wajah, leher, dada, perut, lalu ke kedua tangan dan kaki. Bintik-bintik ini semakin
lama semakin membesar dan berubah menjadi gelembung berisi air, warnanya juga
Pelaihari karena sering kejang. Keluhan kejang telah diderita pasien sejak 3 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Orang tua pasien mengaku pasien memiliki riwayat
terjatuh dan kepalanya terbentur 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak saat itu,
pasien sering kejang saat merasa stress. Di RS Boejasin pasien diberi obat
Karbamazepin yang diminum 2 kali sehari dan 1 obat lagi yang orang tua lupa
Sekarang, pasien mengeluh sulit membuka mata dan mulut. Pasien juga tidak
mau makan. Buang air kecil (BAK) pasien lancar berwarna kekuningan. Pasien
BAB 1 hari yang lalu, buang air besar (BAB) berwarna kekuningan dengan
Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien memiliki riwayat jatuh
terpeleset dan kepalanya terbentur. Sejak saat itu, pasien sering kejang, sehari 3-5x
dengan durasi 1-5 menit. Kejang terjadi terutama bila pasien merasa stress. Pasien
kejang dengan mata melotot, tangan dan kaki kaku serta berteriak. Setelah episode
Riwayat keluhan serupa, tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, dan
alergi makanan pada pasien disangkal. Pasien juga belum pernah masuk rumah
Riwayat antenatal :
pernah menderita sakit saat hamil. Ibu mengakui rutin mengkonsumsi vitamin yang
diberikan dokter.
Riwayat Natal:
Nilai APGAR : ibu tidak tahu, tapi ibu menyatakan bahwa bayi
Penolong : Bidan
g. Riwayat Perkembangan
Berdiri 1 tahun
h. Riwayat Imunisasi
dengan riwayat imunisasi terakhir yaitu imunisasi campak pada umur 9 bulan.
i. Pohon Keluarga
j. Makanan
0-6 bulan : ibu tidak memberikan ASI eksklusif, anak hanya diberi ASI selama
1 bulan, lalu dilanjutkan dengan susu formula karena ASI tidak keluar lagi.
6-12 bulan : Susu formula SGM : Anak juga minum banyak
1 tahun – sekarang : makan bubur saring sebanyak 3-4 kali perhari, lalu
berangsur-angsur makan bubur lembek, nasi lembek dan nasi biasa. sekarang,
anak makan 3x sehari dengan porsi 1 centong nasi dan lauk pauk seperti porsi
dewasa. Anak agak susah makan sayur tetapi mau makan buah.
Pasien tinggal bersama orang tua. Pasien tidur sekamar dengan orang
tuanya. Rumah pasien dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik, 2 kamar
tidur dan 1 kamar mandi. Rumah pasien jauh dari pabrik dan tempat pembuangan
sampah. Sumber air PDAM digunakan keperluan mandi, mencuci, minum dan
memasak.
3. PEMERIKSAAN FISIK
c. Berat badan: 35 kg
Lingkar Kepala: 55 cm
c. Tanda vital
TD : 100/60 mmHg
Suhu : 36,5°C
Respirasi : 22 kali/menit
d. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit kembali cepat (< 3 detik),
e. Kepala/leher
kedua pipi pasien, ekskoriasi (-), erosi (-). Bulla (+) a/r
g. Toraks :
(-/-)
2. Jantung :
i. Abdomen :
Palpasi : Fluid wave (-), asites (-), nyeri tekan (-) di semua regio,
j Ekstremitas
bawah (+/+)
l. Neurologi :
Babinski (-/-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. RESUME
Uraian :
Muncul bulla pada wajah dan leher pasien sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya berupa makula eritematosa yang disertai papula. Lesi lalu berubah
menjadi bulla yang bila pecah menjadi erosi. Makula eritematosa berubah menjadi
makula hiperpigmentosa. Keluhan bermula pada kedua pipi pasien, lalu meluas ke
seluruh wajah, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas inferior dan superior. Pasien
Riwayat alergi pada pasien disangkal. Riwayat keluhan serupa dan alergi
Pemeriksaan Fisik :
Denyut jantung : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 22 kali/menit
Berat Badan : 35 kg
Rambut : Normal
kekuningan, kering
Hidung : Normal
Telinga : Normal
Genitalia : Normal
Anus : Normal
6. DIAGNOSIS
9. PROGNOSIS
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosis SJS ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, didapatkan keluhan lepuh pada seluruh tubuh, yang diawali dengan demam
makula eritematosa pada kedua pipi pasien yang lalu meluas ke wajah, dada, perut
dan tangan serta kaki pasien. Eritem tersebut perlahan berubah warna menjadi
kehitaman dan membentuk bulla. Bulla yang pecah meninggalkan erosi kemerahan
yang nyeri.
tubuh dan bulla pada leher pasien. Puncak bulla berwarna kehitaman. Pada
punggung pasien ditemukan erosi yang nyeri bila dipalpasi. Nikolsky’s sign pasien
negatif.
Hal ini sesuai dengan teori SJS, dimana keluhan awal yang muncul tidak
spesifik dan menyerupai flu (flu-like syndrome).4 Dua hari berikutnya, muncul
bulla pada kedua pipi dan leher. Bulla yang pecah meninggalkan erosi yang nyeri
Ditemukan pula krusta hemoragik pada bibir yang menandakan kerusakan telah
sekret.5
ini sesuai dengan teori, dimana karbamazepin merupakan salah satu obat
Pasien diterapi dengan injeksi dexamethasone 3x5mg IV. Hal ini sesuai
dengan teori, terapi SJS adalah kortikosteroid dengan dosis 0,1-0,25 mg/kgBB IV
atau per oral yang diberikan per 6 jam.10 Berat badan pasien 35 kg, sehingga dosis
untuk pasien adalah 3,5-8,75mg per kali. Antihistamin yang diberikan adalah
50 mg/hari yang diberikan dalam 6-8 jam.10 Pada pasien diberikan difenhidramin
Pasien dikonsultasikan ke bagian mata dan rawat Bersama kulit dan kelamin
untuk perawatan lebih lanjut. Setelah dirawat 4 hari di bangsal anak, pasien
PENUTUP
Telah dilaporkan laporan kasus pasien An. MAL dengan diagnosis SJS ec
Ulin Banjarmasin.
didapatkan lepuh pada seluruh tubuh yang terjadi setelah pasien mengonsumsi
bulla dengan uji Nikolsky’s sign negatif. Selama dirawat, pasien diterapi dengan