Disusun oleh:
Sakheel Ahmad E Jureje (2013730097)
Pembimbing :
dr. H. Muh Masrin, Sp.PD
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah
kepada kita, terutama kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Dalam
laporan kasus ini penulis mengangkat judul”Obstruksi Jaundice” yang sekaligus
merupakan tugas kepaniteraan dibagian Ilmu Penyakit Dalam untuk proses belajar di
RSUD Sayang Cianjur.
terutama kepada yang terhormat dr.H. Muh Masrin, Sp. PD, selaku tutor pembimbing yang
1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 56 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Babakan jampang , Mekarwangi
Agama : Islam
Masuk RS : 29 Agustus 2018
1.2 ANAMNESA
RIWAYAT PENGOBATAN :
Pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Pupil Isokor, Reflek cahaya (+/+), Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik
(+/+)
Hidung : Normonasi, napas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir kering, faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-/-), JVP tidak meningkat.
Thorax : Normochest
Pulmo
Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi :Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-), rales (-/-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I dan II reguler. gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : Datar, Ascites (-), distensi (-), massa (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium( + ), hepatosplenomegali (+).
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Elektrolit
Natrium (Na) 137.1 135- 148 mEq/L
Kalsium (K) 1.89 3.50 – 5.30 mEq/L
Calcium ion 1.01 1.15 – 1.29 mmol/L
1.6 ASSESSMENT
1. Obstruksi Jaundice ec Ca caput pankreas
2. Hipokalemia ec intake sulit
1.7 TERAPI
D10% 500 + aminofusin 500
Curcuma 3 x 5
Cefotaxim 3 x 1
Omz 2 x 40
ODR 2 x 8
ANALISA MASALAH
OBSTRUKSI JAUNDICE
Definisi Jaundice
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Jaundice (berasal dari bahasa Perancis
‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning
pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-
oranye) pada jaringan tersebut.1
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi
serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli
bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi
2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice.
Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan
awal yang terlihat pada tubuh pasien.2
Klasifikasi Jaundice
Klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif
selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin
melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini
akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.2
Obstruksi Jaundice
Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan
saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau
penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai
sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor
kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat
menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.5
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila
vater.6
Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik yang
antara lain disebabkan oleh 6 :
2. Infrequent
* Ca ampuler
* Pankreatitis
* Liver secondaries
3. Jarang
* Benign striktur – iatrogenic, trauma
* Kolangitis berulang
* Sindroma Mirizzi
* Sclerosing cholangitis
* Atresia bilier
* Choloedochal cyste
Manifestasi Klinik1,2,6
Tanda dan gejala yang timbul antara lain:
* Ikterus
Hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam darah yang
merupakan pigmen warna empedu.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda
stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit
karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai
pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan
adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh
tumor (dikenal hukum Courvoisier).5
Hukum Courvoisier : “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin
disebabkan oleh batu kandung empedu”.
Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.7
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu.1
Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan
oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada
keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat
diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar
melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran
empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya
perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke
dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).8
2. Hematologi
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.
Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya,
pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah
dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20
mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak
meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi
dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase
meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma
pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak
spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.3
1. Pencitraan1
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice
akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
b. untuk menentukan level obstruksi,
c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya
(misal, informasi staging pada kasus malignansi).
I. USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang
pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat
ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor.
Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu
empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi
sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan
penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu
memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1
b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,
ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik
dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang ireversibel,
namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vitamin A dapat
mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi
dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain trigliceride.1
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri dengan
pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari ikterus obstruktif,
akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan pada penderita yang sudah
berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.6
Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal ginjal akut
(GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai saat ini
masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita
ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami komplikasi
pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2
mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat
“detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak
adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi
barier usus sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat
menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua,
ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of endotoxin”
sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.6
Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif
bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk mencegah
semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut pada
pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju
ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.6
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan
gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut
(GGA).6
Follow Up
Tanggal S O A P
29 – 08 - Nyeri perut (+), Kes : CM 1. Obstruksi jaundice RL + Kcl 25meq/ 8 jam
2018 sesak berkurang TD : 110/70 ec ca caput D10% 500 + aminofusin
N : 70x/m pankreas 500
S : 36,90C 2. Hipokalemia ec Albumin 25% 100 cc
RR : 18 x/m intake sulit Vascon 0,15 mcg/kgBB/m
Mata : ca +/+, si +/+ Cefotaxim 2 x 1 gr
Thoraks : Cor : S1 dan Vit K 3 x 1
2 murni reguler. OMZ 1 x 40
Pulmo : VBS kanan = ODR 2 x 8
kiri, wh -/-, rh+/+ Kanamisin 4 x 500
Abd : BU+, NTE (+) Lactulac 3 x 10 cc
Eks : Akral hangat, Pct 3 x 500
edema tangan dan
tungkai -/-
Tanggal S O A P
30 – 08 - Lemas (+), Mual Kes : CM 1. Obstruksi jaundice RL + Kcl 25meq/ 8 jam
2018 TD : 110/70 ec ca caput D10% 500 + aminofusin
N : 70x/m pankreas 500
S : 36,90C 2. Hipokalemia ec Albumin 1 x 1
RR : 18 x/m intake sulit Cefotaxim 3 x 1 gr
Mata : ca +/+, si +/+ Vit K 3 x 1
Thoraks : Cor : S1 dan OMZ 1 x 40
2 murni reguler. ODR 2 x 8
Pulmo : VBS kanan = Kanamisin 4 x 500
kiri, wh -/-, rh+/+ Lactulac 3 x 10 cc
Abd : BU+, NTE (+) Pct 3 x 500
Eks : Akral hangat, Curcuma 3 x 1
edema tangan dan
tungkai -/-
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
7. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html