Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
kasih sayang dan karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis laporan kasus
dengan judul “Pneumonia“, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta di Rumah
Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur. Selain itu, besar harapan dari penulis bilamana
laporan kasus ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis telah mendapat bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Tety Suratika, SpPD selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah
Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
2. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan
karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai laporan kasus yang
sempurna.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembaca.
Wildan Baiti A
2
STATUS MEDIS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Umur : 62 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
B. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis terhadap pasien tanggal 26-10-2018, pukul
16.00 WIB di Ruang Anggrek RSUD Cianjur
Keluhan Utama
Sesak sejak 2 hari yang lalu
3
OS juga mengeluhkan perut perih dan kembung sejak 1 hari yang lalu SMRS, Os mengaku
memang memiliki riwayat asam lambung, Os belum BAB sejak 3 hari SMRS. Os mengeluh
Mual dan muntah dalam 1 hari >5x . Nyeri tenggorokan disangkal, nyeri ulu hati disangkal,
Nafsu makan turun, BAK lancar.
Riwayat DM disangkal.
Riwayat Alergi
• Riwayat alergi makanan, debu, obat dan cuaca disangkal.
Riwayat Psikososial
• Sehari-hari pasien beraktivitas sebagai Ibu rumah tangga, makan 3x sehari
dan makanan dari rumah, pasien tidak merokok & minum minuman
beralkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV : Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 90x/m, regular, kuat angkat
RR : 22x/menit
Suhu : 37.9 oC
4
1. Status Generalis
Sistem Deskripsi
Mulut Mukosa mulut dan bibir kering (+), tidak terdapat sianosis, faring
hiperemis (-), tonsil (T1-T1), stomatitis (-), lidah kotor (-)
Paru Inspeksi : dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-) penggunaan
otot bantu pernafasan (-/-)
5
bawah pusat (-).
Asites : (-)
Perkusi : timphani (+)
Ekstremitas teraba hangat, CRT kurang dari 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
atas
Ekstremitas teraba hangat, CRT kurang dari 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
bawah
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 25-10-2018
Hematologi
Hematokrit 42.3 37 – 47 %
MCV 83.6 80 – 94 fL
MCH 29.3 27 – 31 pg
MCHC 35.1 33 – 37 %
RDW SD 12.9 37 – 54 %
Differential
6
LIM% 10.5 26 – 36 %
7
Thorax tanggal 25-10-2018
Thorak:
Hili normal
Corakan bronkovasikuler bertambah
Tidak tampak infiltrate
Kranialisasi (-)
Soft tissue dan skeletal dalam batas noemal
KESAN: Gambaran Bronchitis
8
Daftar Masalah :
1. CAP
2. Gastritis
3. konstipasi
Tatalaksana
Follow up
S: Demam(+), batuk berdahak (+), berkeringat dingin (+), nyeri perut(+), sesak(+),
pusing(+)
9
A: CAP
Gastritis
P: anbacim 2x1
Azitromicin 1x500
OMZ 1x40
Sanmol 3x1
Ulsafat 3x1
NAC 3x1
Combivent/8 jam
S: Demam(+), pusin(+), sesak napas (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+), susah
BAB(+)
A: CAP
10
Gastritis
Konstipasi
P: anbacim 2x1
Azitromicin 1x500
OMZ 1x40
Sanmol 3x1
Ulsafat 3x1
NAC 3x1
Lactolac 0-0-1
Combivent/8 jam
S: Demam(+), nyeri kepala(+), sesak napas (+), batuk berdahak nyeri perut (+), susah
BAB(+) nyeri perut(+)
A: CAP
Gastritis
11
Konstipasi
P: anbacim 2x1
Azitromicin 1x500
OMZ 1x40
Sanmol 3x1
Ulsafat 3x1
NAC 3x1
Lactolac 0-0-1
Combivent/8 jam
Ambroxol 3x1
A: CAP
Gastritis
P: anbacim 2x1
12
Azitromicin 1x500
OMZ 1x40
Sanmol 3x1
Ulsafat 3x1
NAC 3x1
Lactolac 0-0-1
Combivent/8 jam
Ambroxol 3x1
13
E. PEMBAHASAN
Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-
paru yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun
parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan sehingga menimbulkan
gangguan pertukaran gas.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi
berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Pneumonia
disebabkan oleh beberapa mikooganisme seperti virus, bakteri, parasit dan fungi.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorgnisme dari udara yang tercemar
2. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Yang lebih jarang, bakteri dapat mencapai parenkim paru melalui aliran darah dari
bagian ekstrapulmonal (khususnya stafilokokus) ataupun dari penggunaan obat
intravena.
Pneumonia di bagi menjadi dua jenis berdasarkan asal penyakit itu didapat.
Apabila penyakit itu didapat di masyarakat, maka dikenal dengan istilah pneumonia
komunitas atau community acquired pneumonia dan pneumonia nosokomial atau
hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada
di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Pneumonia yang didapat di rumah
sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah
sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu.
Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik lebih besar.
Diagnosis pneumonia harus didasarkan pada pengertian patogenesis penyakit
hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit
dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi
14
empiris dan pemilihan antibiotik yang paling sesuai terhadap mikrooganisme
penyebabnya.
Faktor-faktor resiko pneumonia antara lain : Usia yang ekstrem (sangat muda atau
sangat tua), infeksi virus saluran nafas atas, merokok, penyalahgunaan etanol, kanker
(khususnya kanker paru), penyakit kronis (misalnya diabetes militus, uremia), bedah
abdomen atau toraks, dirawat di tempat tidur terlalu lama, Pipa endotrakeal atau
trakostomi, fraktur tulang iga, terapi imunoupresif dan AIDS, malnutrisi, COPD dan
aspirasi secret orofaringeal dll.
2. Etiologi
Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA
(Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan
antibiotic yang tidak tepat sehingga menimbulkan perubahan karakteristik pada
kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang
tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah
dengan daerah yang lain pada suatu Negara, diluar RS dan didalam RS. Karena itu
perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.
15
2. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap
kimia seperti berillium
3. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen
seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di
pabrik gula
4. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
5. Pneumonia karena radiasi
6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas.
16
Manifestasi klinis
Dapat berupa gambaran pneumonia bakteril akut yang ditandai oleh :
1. Demam (390-400C) dan menggigil
2. Batuk yang mengeluarkan dahak yang berwarna kuning, hijau, keperangan
atau mungkin mengandung darah (mukus dikeluarkan dari paru-paru)
3. Sakit dada terutama saat batuk atau saat menarik nafas yang dalam
4. Bernafas dengan cepat dan pendek, hilang selera makan/ perut meragam
5. Berpeluh dan muka kelihatan merah dan batuk.
Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,
dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Diagnosis didasarkan pada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan
dengan faktor infeksi :
a. Evaluasi faktor pasien/ predisposisi : PPOK (H. Influenza) penyakit kronik,
kejang atau tidak sadar, penurunan imunitas, pneumocystic carini, CMV,
legionella, jamur, mycobacterium, kecanduan obat bius
b. Bedakan lokasi infeksi : PK, rumah jompo, PN, gram negatif
c. Usia pasien : bayi, muda, dewasa
d. Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum ; perlahan dengan batuk,
dahak sedikit.
Pemeriksaan Fisik
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Steptococcus pneumoniae,
Streptoccus spp, Staphylococcus. Pneumonia virus di tandai dengan mialgia,
malaise, batuk kering dan non productive
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat
kuman yang kurang pathogen/oportunistik
17
c. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam,
sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru
d. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk di perhatikan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis : foto toraks PA/lateral, gambaran infiltrat sampai
gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
b. Pemeriksaan Laboratorium : terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari
10.000/ul, kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul.
c. Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak,
biakan darah dan serologi.
d. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia pada stadium lanjut asidosis
respiratorik.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala
seperti batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu
tubuh lebih dari 38oC (aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau
<4500 /uL. Pada pasien usia lanjut atau dengan respon imun rendah, gejala
pneumonia tidak khas dan dapat berupa gejala non-pernafasan seperti pusing, gagal
tumbuh (failure to thrive), perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan
pingsan. Biasanya ditemukan frekuensi nafas bertambah cepat (takipnea) tetapi
demam sering tidak ada.
Mayor :
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
18
Minor :
• Disorientasi
Menurut ATS
19
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35
% untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau
kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :
5. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
6. Memerlukan vasopresor > 4 jam
7. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
8. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis.
6. Penatalaksanaan
20
DEFINISI
1. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik
difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada
epigastrium, mual dan muntah.
2. Gastritis merupakan sutau keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
3. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa
gaster.
4. Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan
berkembang dipenuhi bakteri.
B. KLASIFIKASI
1. Gastritis Akut
Definisi
Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
21
Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin,
steroid, asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan
mukosa lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai
lapisan otot lambung.
Klasifikasi
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau
infeksi berat yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus
Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat
menyebabkan perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan
dianggap sebagai ulkus akibat stress, karena keduanya memiliki banyak
persamaan.
Etiologi
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi
Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan
anoreksia. Mungkin terjadi muntah dan cegukan
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik
22
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari
2. Gastritis Kronis
Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
menahun. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak
maupun ganas atau oleh bakteri Helicobacter pylori.
Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi
intrinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta
mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta
formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang
sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon
radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah
salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel
mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel
desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna
makanan, lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak
elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung,
sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan
pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
a. Gastritis tipe A:
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
23
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung
Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut
Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran histopatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
2. Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan
absorpsi tersebut disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan
sekresi asam lambung menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB
24
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat
seiring bertambahnya usia.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi
H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan
lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien
terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam
feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces.
Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat
adanya ketidak normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin
tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke
dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan
terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada
jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan
mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu
kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan
waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek
dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak
ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak
nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-
tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta
menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan
25
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
ronsen.
D. KOMPLIKASI
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau
melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa)
G. PENATALAKSANAAN
Gastritis Kronik
1. Eradikasi Helicobacter pyroli
Dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal.
2. Eradikasi dikombinasikan dengan penghambat pompa proton dan
antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin,
dan amoksisilin. Untuk hasil pengobatan yang lebih baik dapat digunakan
lebih dari satu macam antibiotik.
3. Antagonis H2 (seperti ranitidine) dikombinasikan dengan penghambat
pompa proton
Dapat menurunkan sekresi asam lambung.
4. Pemberian vitamin B12 melalui parenteral
Untuk memperbaiki keadaan anemianya.
Gastritis Akut
1. Pemberian antasida
Mengatasi perasaan bengah (penuh) dan tidak enak di abdomen dan
menetralisir asam lambung dengan meningkatkan pH lambung sekitar
4-6.
2. Gastrektomi
Pembedahan gaster dengan indikasi yang absolut.
Untuk klien dengan keluhan mual dan muntah dianjurkan untuk bedrest
dengan status NPO (nothing per oral), pemberian antimietik, dan pemasangan
infus untuk mempertahankan cairan tubuh.
26
o Bila muntah berlanjut, maka dipertimbangkan pemasangan NGT
(Nasogastric Tube)
o Klien yang mengalami anemia pernisiosa, maka diberikan injeksi
intravena cobalamin.
o Klien yang merupakan pengguna aspirin atau antiinflamasi nonsteroid
dapat dicegah dengan misoprostol, suatu derivat prostaglandin mukosa.
KONSTIPASI
27
IV. Faktor Risiko Yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya konstipasi
adalah:
• Jenis kelamin Terdapat perbedaan data dari laporan beberapa negara. Berdasarkan
laporan WGO, pada kasus konstipasi fungsional, wanita lebih sering daripada pria.
• Hamil tua
• Penyalahgunaan laksansia
• Perjalanan (traveling) 4
• Idiopathic slow-transit constipation dan inersia kolon, terutama terjadi pada wanita
muda dibawah usia 25 tahun.
28
• Disfungsi anorektal a. Konstipasi dengan waktu transit normal (normal transit
constipation)
• Gejalanya antara lain: kembung, rasa tak nyaman pada perut. b. Konstipasi dengan
waktu transit lambat (slow transit constipation)
• Gejala-gejalanya antara lain: kembung, rasa tak nyaman pada perut, tidak ada
sensasi keinginan buang air besar. c. Disfungsi Anorektal (disfungsi dasar panggul)
• Terjadi disinergi otot-otot dasar panggul dan sfingter ani, atau terdapat struktur
abnormal pada anorektal (misalnya intususepsi rektum, rektokel)
• Gejalanya: defekasi dengan mengejan, impaksi fekal, perlunya evakuasi feses secara
manual. Bila ada nyeri berkepanjangan umumnya berhubungan dengan adanya
hemoroid dan fisura ani.
29
• Hiperkalsemia • Hipokalemia • Hipomagnesemia • Uremia • Keracunan
logam berat Miopati • Amiloidosis • Skleroderma Neuropati • Penyakit
Parkinson • Trauma medula spinalis atau tumor • Penyakit serebrovaskular •
Multipel sklerosis • Aganglionosis (Hirschprung’s disease) Kondisi lainnya •
Depresi • Penyakit sendi degeneratif • Neuropati otonom • Gangguan kognitif
30
• Imobilisasi dan aktifitas fisik yang kurang Tanda Alarm:
• Hematokezia
• Massa abdominal
• Riwayat keganasan kolorektal dan IBD dalam keluarga • Penurunan
berat badan yang bermakna
• Anoreksia
• Mual dan muntah kronik 7
• Konstipasi terjadi pertama kali dan semakin memburuk
• Konstipasi akut pada usia lanjut
• Anemia yang tidak jelas penyebabnya
31
2. Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum air yang cukup
(minimal 30-50 cc/kgBB/hari untuk orang dewasa sehat dengan aktivitas
normal)
• Menghindari mengejan
Terapi farmakologis
A. Laksatif
B. Non-laksatif Prokinetik
32
DAFTAR PUSTAKA
• National Institue for Health and Care Excellence; Management of Adults with
Hospital-acquired and-ventilator-associated pneumonia: 2016 Clinical Practice
Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the American
Thoracic Society.
33