Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Dosen Pembimbing :

dr. Tety Suratika, Sp.PD

Disusun oleh :

Wildan Baiti A (2013730099)

STASE ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SAYANG CIANJUR

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
kasih sayang dan karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis laporan kasus
dengan judul “Pneumonia“, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta di Rumah
Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur. Selain itu, besar harapan dari penulis bilamana
laporan kasus ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis telah mendapat bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Tety Suratika, SpPD selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah
Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
2. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan
karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai laporan kasus yang
sempurna.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembaca.

Cianjur, Oktober 2018

Wildan Baiti A

2
STATUS MEDIS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 62 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Karang Tengah – Cianjur


Tanggal Masuk RS : 25 Oktober 2018

B. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis terhadap pasien tanggal 26-10-2018, pukul
16.00 WIB di Ruang Anggrek RSUD Cianjur

Keluhan Utama
Sesak sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. A datang ke IGD RSUD Sayang Cianjur pukul 16.17 dengan keluhan
demam, demam dirasakan sejak 5 hari yang SMRS, Demam dirasakan naik turun
kadang malam hari atau pagi hari, Demam kadang disertai menggigil dan keringat
pada malam hari namun hanya beberapa kali saja. OS menyangkal makan
sembarangan dan menyangkal penurunan berat badan Os juga mengeluhkan sesak,
sesak dirasakan sejak 1 hari yang lalu, sesak semakin berat bila asam lambung sedang
kambuh, sesak tidak dipengaruhi posisi tubuh, aktivitas maupun cuaca, Os juga
mengeluhkan batuk sejak 6 hari yang lalu SMRS, Batuk berdahak dan dahak
berwarna kuning, tidak dijumpai batuk darah dan tidak disertai pilek.

3
OS juga mengeluhkan perut perih dan kembung sejak 1 hari yang lalu SMRS, Os mengaku
memang memiliki riwayat asam lambung, Os belum BAB sejak 3 hari SMRS. Os mengeluh
Mual dan muntah dalam 1 hari >5x . Nyeri tenggorokan disangkal, nyeri ulu hati disangkal,
Nafsu makan turun, BAK lancar.

Riwayat penyakit dahulu


• Riwayat Hipertensi (+)
• Riwayat Asma disangkal
• Riwayat DM disangkal.
• Riwayat batuk lama > 2 minggu disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat Hipertensi ayah (+)

 Riwayat Asma ayah & ibu (+)

 Riwayat DM disangkal.

 Riwayat batuk lama > 2 minggu disangkal

Riwayat Alergi
• Riwayat alergi makanan, debu, obat dan cuaca disangkal.

Riwayat Psikososial
• Sehari-hari pasien beraktivitas sebagai Ibu rumah tangga, makan 3x sehari
dan makanan dari rumah, pasien tidak merokok & minum minuman
beralkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TTV : Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 90x/m, regular, kuat angkat
RR : 22x/menit
Suhu : 37.9 oC

4
1. Status Generalis
Sistem Deskripsi

Kepala Bentuk normocephal, warna rambut putih, distribusi rambut merata,


rambut tidak mudah rontok, edema (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), kornea
jernih (+/+)
Hidung Sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-/-), nafas cuping hidung (-)

Mulut Mukosa mulut dan bibir kering (+), tidak terdapat sianosis, faring
hiperemis (-), tonsil (T1-T1), stomatitis (-), lidah kotor (-)

Telinga Normotia, simetris, serumen (-/-).

Leher Pembesaran kelenjar Getah Bening (-), JVP meningkat (-)

Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikularis sinistra

Perkusi: Batas kanan jantung : linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : linea midclavicularis sinistra

Auskultasi: S1 dan S2 Murni, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru Inspeksi : dada simetris (+/+), retraksi dinding dada (-/-) penggunaan
otot bantu pernafasan (-/-)

Palpasi : Vokal fremitus getaran simetris

Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar


setinggi ICS 5

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (+/+)

Abdomen Inspeksi : simetris, scar (-)


Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan perut dibagian

5
bawah pusat (-).
Asites : (-)
Perkusi : timphani (+)
Ekstremitas teraba hangat, CRT kurang dari 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
atas

Ekstremitas teraba hangat, CRT kurang dari 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
bawah

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 25-10-2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 14.9 12 - 16 g/dl

Hematokrit 42.3 37 – 47 %

Eritrosit 5.06 4.2 – 5.4 10^6/ul

Leukosit 10.6 4.8 – 10.8 10^3/ul

Trombosit 254 150 – 450 10^3/ul

MCV 83.6 80 – 94 fL

MCH 29.3 27 – 31 pg

MCHC 35.1 33 – 37 %

RDW SD 12.9 37 – 54 %

Differential

NEU% 80.2 40–70 %

6
LIM% 10.5 26 – 36 %

MON% 5.3 3.4 – 9.0 %

EOS% 2.2 0-7 %

P BAS% 0.30 0 – 0.2 %


e
Absolut
m
e NEU # 8.47 1.8 – 7.6 10^3/μL
r
LIM # 1.11 1.00 – 1.43 10^3/μL
i
k MON # 0.55 0.16 – 1.0 10^3/μL
s
EOS # 0.2 0– 0.8 10^3/μL
a
a BAS # 0.03 0 – 0.4 10^3/μL
n

7
Thorax tanggal 25-10-2018

Thorak:

 Cor membesar ke lateral kiri dengan apeks tertanam pada diagfragma,


pinggang jantung normal.
 Sinuse dan diagfragma normal
Pulmo:

 Hili normal
 Corakan bronkovasikuler bertambah
 Tidak tampak infiltrate
 Kranialisasi (-)
 Soft tissue dan skeletal dalam batas noemal
KESAN: Gambaran Bronchitis

8
Daftar Masalah :

1. CAP
2. Gastritis
3. konstipasi
Tatalaksana

• IVFD RL 1000 cc/24 jam


• Anbacim 2x1 gr iv
• Azitromicin 1x1500 po
• Sanmol 3x10 iv
• OMZ 1x40mg iv
• Ulsafat 3x10cc iv
• NAC 3x200mg po
• Lactolac 0-0-1cc

Follow up

Tanggal 26 oktober 2018

S: Demam(+), batuk berdahak (+), berkeringat dingin (+), nyeri perut(+), sesak(+),
pusing(+)

O: TD: 140/90, RR: 23X/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu: 37,8 C

Mata: CA-/-, SI-/-

Hidung: PCH(-), Konka hiperemis(-)

Leher: pembesaran KGB

Pulmo: VBS +/+, WH +/+, RH -/-

Cor: BJ 1&II murni, regular,, mur,ur(-). Gallop(-)

Abdomen: NT(+), BU(+)

Ekstremitas: akral hangat, sianosis(-)

9
A: CAP

Gastritis

P: anbacim 2x1

Azitromicin 1x500

OMZ 1x40

Sanmol 3x1

Ulsafat 3x1

NAC 3x1

Combivent/8 jam

Tanggal 27 oktober 2018

S: Demam(+), pusin(+), sesak napas (+), batuk berdahak (+), nyeri perut (+), susah
BAB(+)

O: TD: 140/90, RR: 23X/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu: 37,0 C

Mata: CA-/-, SI-/-

Hidung: PCH(-), Konka hiperemis(-)

Leher: pembesaran KGB

Pulmo: VBS +/+, WH +/+, RH -/-

Cor: BJ 1&II murni, regular,, mur,ur(-). Gallop(-)

Abdomen: NT(+), BU(+)

Ekstremitas: akral hangat, sianosis(-)

A: CAP

10
Gastritis

Konstipasi

P: anbacim 2x1

Azitromicin 1x500

OMZ 1x40

Sanmol 3x1

Ulsafat 3x1

NAC 3x1

Lactolac 0-0-1

Combivent/8 jam

Tanggal 28 oktober 2018

S: Demam(+), nyeri kepala(+), sesak napas (+), batuk berdahak nyeri perut (+), susah
BAB(+) nyeri perut(+)

O: TD: 140/90, RR: 22X/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu: 36,5 C

Mata: CA-/-, SI-/-

Hidung: PCH(-), Konka hiperemis(-)

Leher: pembesaran KGB

Pulmo: VBS +/+, WH -/-, RH -/-

Cor: BJ 1&II murni, regular,, mur,ur(-). Gallop(-)

Abdomen: NT(+), BU(+)

Ekstremitas: akral hangat, sianosis(-)

A: CAP

Gastritis

11
Konstipasi

P: anbacim 2x1

Azitromicin 1x500

OMZ 1x40

Sanmol 3x1

Ulsafat 3x1

NAC 3x1

Lactolac 0-0-1

Combivent/8 jam

Ambroxol 3x1

Tanggal 29 oktober 2018

S: Pusing(+), sesak napas (+), batuk berdahak (+),

O: TD: 140/90, RR: 23X/menit, Nadi: 90x/menit, Suhu: 36,3 C

Mata: CA-/-, SI-/-

Hidung: PCH(-), Konka hiperemis(-)

Leher: pembesaran KGB

Pulmo: VBS +/+, WH +/+, RH -/-

Cor: BJ 1&II murni, regular,, mur,ur(-). Gallop(-)

Abdomen: NT(+), BU(+)

Ekstremitas: akral hangat, sianosis(-)

A: CAP

Gastritis

P: anbacim 2x1

12
Azitromicin 1x500

OMZ 1x40

Sanmol 3x1

Ulsafat 3x1

NAC 3x1

Lactolac 0-0-1

Combivent/8 jam

Ambroxol 3x1

13
E. PEMBAHASAN
Pneumonia

1. Definisi

Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-
paru yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun
parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan sehingga menimbulkan
gangguan pertukaran gas.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi
berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Pneumonia
disebabkan oleh beberapa mikooganisme seperti virus, bakteri, parasit dan fungi.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorgnisme dari udara yang tercemar
2. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Yang lebih jarang, bakteri dapat mencapai parenkim paru melalui aliran darah dari
bagian ekstrapulmonal (khususnya stafilokokus) ataupun dari penggunaan obat
intravena.
Pneumonia di bagi menjadi dua jenis berdasarkan asal penyakit itu didapat.
Apabila penyakit itu didapat di masyarakat, maka dikenal dengan istilah pneumonia
komunitas atau community acquired pneumonia dan pneumonia nosokomial atau
hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada
di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Pneumonia yang didapat di rumah
sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah
sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu.
Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik lebih besar.
Diagnosis pneumonia harus didasarkan pada pengertian patogenesis penyakit
hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses penyakit
dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi

14
empiris dan pemilihan antibiotik yang paling sesuai terhadap mikrooganisme
penyebabnya.
Faktor-faktor resiko pneumonia antara lain : Usia yang ekstrem (sangat muda atau
sangat tua), infeksi virus saluran nafas atas, merokok, penyalahgunaan etanol, kanker
(khususnya kanker paru), penyakit kronis (misalnya diabetes militus, uremia), bedah
abdomen atau toraks, dirawat di tempat tidur terlalu lama, Pipa endotrakeal atau
trakostomi, fraktur tulang iga, terapi imunoupresif dan AIDS, malnutrisi, COPD dan
aspirasi secret orofaringeal dll.

2. Etiologi
Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA
(Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan
antibiotic yang tidak tepat sehingga menimbulkan perubahan karakteristik pada
kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang
tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah
dengan daerah yang lain pada suatu Negara, diluar RS dan didalam RS. Karena itu
perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :


Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif
seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-
pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial
pernapasan, hantavirus.
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan
lain/noninfeksi :
1. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral

15
2. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap
kimia seperti berillium
3. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen
seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di
pabrik gula
4. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
5. Pneumonia karena radiasi
6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas.

Etiologi Pneumonia Komunitas


Pneumonia komunitas banyak disebabkan oleh bakteri gram positif
(pneumonia tipik) dan dapat disebabkan juga oleh bakteri atipik (pneumonia
atipik).seperti : Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
viridans, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus
haemoliticus, Enterobacter, dan Pseudomonas spp.

Etiologi pneumonia nosokomial


Bakteri adalah penyebab yang tersering dari PNO. Jenis kuman penyebab
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain berdasarkan imunitas pasien, tempat dan
cara pasien terinfeksi. Kuman penyebab PNO sering berbeda jenisnya antara di
ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU): infeksi melalui selang infus
sering berupa Staphylococcus aureus sedangkan melalui ventilator Ps. aeruginosa dan
Enterobacter. PNO bakteril dapat dibagi atas PNO onset awal dalam waktu kurang
dari 3 hari yang sering pula didapat di luar RS, biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia (510%). M. catarr-halis (< 5%) dan H. influenza. PNO
onset lanjut bila lebih dari 3 hari, Sering disebabkan oleh kuman Gr() aerob (60%)
berupa K. Pneumonia. Entcrobacter spp, Serratia spp. P. aeruginosa: atau S. aureus (
2025%). Kelompok kedua ini biasanya merupakan kuman yang resisten terhadap
antibiotika. Kuman anaerob dapat ditemukan pada kedua kelompok (35%)(2) Akhir-
akhir ini sejumlah kuman baru/oportunis telah menimbulkan infeksi pada pasien
dengan kekebalan tubuh yang rendah, misalnya Legionella, Chlamydia, Trachomatis,
TB, M atypical, berbagai jenis jamur ( C. Albicans, Aspergillus fumigitus) dan virus.

16
Manifestasi klinis
Dapat berupa gambaran pneumonia bakteril akut yang ditandai oleh :
1. Demam (390-400C) dan menggigil
2. Batuk yang mengeluarkan dahak yang berwarna kuning, hijau, keperangan
atau mungkin mengandung darah (mukus dikeluarkan dari paru-paru)
3. Sakit dada terutama saat batuk atau saat menarik nafas yang dalam
4. Bernafas dengan cepat dan pendek, hilang selera makan/ perut meragam
5. Berpeluh dan muka kelihatan merah dan batuk.

Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,
dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Diagnosis didasarkan pada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,


pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium.

Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan
dengan faktor infeksi :
a. Evaluasi faktor pasien/ predisposisi : PPOK (H. Influenza) penyakit kronik,
kejang atau tidak sadar, penurunan imunitas, pneumocystic carini, CMV,
legionella, jamur, mycobacterium, kecanduan obat bius
b. Bedakan lokasi infeksi : PK, rumah jompo, PN, gram negatif
c. Usia pasien : bayi, muda, dewasa
d. Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum ; perlahan dengan batuk,
dahak sedikit.

Pemeriksaan Fisik
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Steptococcus pneumoniae,
Streptoccus spp, Staphylococcus. Pneumonia virus di tandai dengan mialgia,
malaise, batuk kering dan non productive
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat
kuman yang kurang pathogen/oportunistik

17
c. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam,
sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru
d. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk di perhatikan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis : foto toraks PA/lateral, gambaran infiltrat sampai
gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
b. Pemeriksaan Laboratorium : terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari
10.000/ul, kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul.
c. Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak,
biakan darah dan serologi.
d. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia pada stadium lanjut asidosis
respiratorik.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala
seperti batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu
tubuh lebih dari 38oC (aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau
<4500 /uL. Pada pasien usia lanjut atau dengan respon imun rendah, gejala
pneumonia tidak khas dan dapat berupa gejala non-pernafasan seperti pusing, gagal
tumbuh (failure to thrive), perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan
pingsan. Biasanya ditemukan frekuensi nafas bertambah cepat (takipnea) tetapi
demam sering tidak ada.

Kriteria menurut ATS :

Mayor :

• Membutuhkan ventilasi mekanik

• Infiltrat bertambah > 50%

• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

18
Minor :

• Frekuensi napas > 30/menit

• Hipoksemia, Pa02/FiO2 < 250 mmHg

• Hipotermia, < 36⁰C

• Disorientasi

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

Diagnosis pneumonia nosokomial dari CDC :

1. Ronkhi atau Dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu


a. Onset baru sputum purulen atau perubahan krakteristiknya
b. Isolasi kuman dari darah
c. Isolasi dari bahan aspirasi transtrakheal,au sapuan bronkhus.
2. Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang pogresif, kosolidasi,
kavitasi, atau efusi pleura :
a. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi
b. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 kali titer
IgG dari kuman
c. Bukti histopatologik dari pnumonia.
3. Pasien 12 tahun dengan 2 dari gejala-gejala berikut : apnea, tachypnea,
bradycardia, wheezing, ronkhi atau batuk. Dan di sertai salah satu dari
peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu kriteria no 2 di atas.
4. Pasien 12 tahun yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi,
konsolidasi, efusi pleura pada foto torak.

Menurut ATS

19
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35
% untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau
kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :
5. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
6. Memerlukan vasopresor > 4 jam
7. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
8. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis.

6. Penatalaksanaan

Terapi pneumonia dilandaskan pada diagnosis berupa AB untuk mengeradikasi


MO yang diduga sebagai kausalnya. Dalam pemakaian AB harus dipakai pola berfikir
“Panca Tepat” yaitu diagnosis tepat, pilihan AB yang tepat dan dosis yang tepat,
dalam jangka waktu yang tepat dan pengertian patogenesis secara tepat. AB yang
bermanfaat untuk mengobati kuman intraseluler seperti pada PA oleh kelompok M.
Pneumonia adalah obat yang bisa berakumulasi intraseluler disamping ekstraseluler,
seperti halnya obat golongan makrolid.

20
DEFINISI
1. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik
difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada
epigastrium, mual dan muntah.
2. Gastritis merupakan sutau keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
3. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa
gaster.
4. Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan
berkembang dipenuhi bakteri.

B. KLASIFIKASI
1. Gastritis Akut
Definisi
 Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.

21
 Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin,
steroid, asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
 Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan
mukosa lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai
lapisan otot lambung.
Klasifikasi
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau
infeksi berat yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus
Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat
menyebabkan perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan
dianggap sebagai ulkus akibat stress, karena keduanya memiliki banyak
persamaan.

Etiologi
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi
Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan
anoreksia. Mungkin terjadi muntah dan cegukan
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik

22
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari

2. Gastritis Kronis
Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
menahun. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak
maupun ganas atau oleh bakteri Helicobacter pylori.
Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi
intrinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta
mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta
formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang
sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon
radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah
salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel
mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel
desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna
makanan, lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak
elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung,
sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan
pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan.
a. Gastritis tipe A:
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.

23
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung
Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut

Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran histopatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
2. Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan
absorpsi tersebut disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan
sekresi asam lambung menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB

24
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat
seiring bertambahnya usia.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi
H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan
lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien
terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam
feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces.
Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat
adanya ketidak normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin
tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke
dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan
terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada
jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan
mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu
kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan
waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek
dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak
ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak
nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-
tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta
menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan

25
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di
ronsen.

D. KOMPLIKASI
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau
melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa)

G. PENATALAKSANAAN
Gastritis Kronik
1. Eradikasi Helicobacter pyroli
 Dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal.
2. Eradikasi dikombinasikan dengan penghambat pompa proton dan
antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin,
dan amoksisilin. Untuk hasil pengobatan yang lebih baik dapat digunakan
lebih dari satu macam antibiotik.
3. Antagonis H2 (seperti ranitidine) dikombinasikan dengan penghambat
pompa proton
 Dapat menurunkan sekresi asam lambung.
4. Pemberian vitamin B12 melalui parenteral
 Untuk memperbaiki keadaan anemianya.
Gastritis Akut
1. Pemberian antasida
 Mengatasi perasaan bengah (penuh) dan tidak enak di abdomen dan
menetralisir asam lambung dengan meningkatkan pH lambung sekitar
4-6.
2. Gastrektomi
 Pembedahan gaster dengan indikasi yang absolut.
Untuk klien dengan keluhan mual dan muntah dianjurkan untuk bedrest
dengan status NPO (nothing per oral), pemberian antimietik, dan pemasangan
infus untuk mempertahankan cairan tubuh.

26
o Bila muntah berlanjut, maka dipertimbangkan pemasangan NGT
(Nasogastric Tube)
o Klien yang mengalami anemia pernisiosa, maka diberikan injeksi
intravena cobalamin.
o Klien yang merupakan pengguna aspirin atau antiinflamasi nonsteroid
dapat dicegah dengan misoprostol, suatu derivat prostaglandin mukosa.

KONSTIPASI

Definisi Konstipasi adalah gejala defekasi yang tidak memuaskan, yang


ditandai dengan buang air besar kurang dari 3x dalam 1 minggu atau kesulitan dalam
evakuasi feses akibat feses yang keras.

Konstipasi adalah suatu simtom/gejala klinis, bukan suatu penyakit. Definisi


konstipasi berdasarkan World Gastroenterology Organisation Practice Guidelines
2007, dibedakan berdasarkan keluhan yang dialami pasien (patient’s view) dan
penilaian klinis (clinical view). Penilaian pasien dapat berbeda-beda, namun 3 f. BAB
kurang dari 3 kali/minggu 2. Sangat jarang buang air besar tanpa menggunakan
laksansia 3. Tidak memenuhi kriteria irritable bowel syndrome (IBS) Kriteria
terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan gejala awal sekurang-kurangnya 6 bulan
sebelum diagnosis.

III. Epidemiologi Konstipasi merupakan keluhan yang sering terjadi terutama


pada populasi di negaranegara barat. Di Amerika Serikat prevalensi konstipasi
berkisar 2 – 27% dengan sekitar 2,5 juta kunjungan ke dokter dan hampir 100.000
perawatan per tahunnya. Suatu survei pada penduduk berusia lebih dari 60 tahun di
beberapa kota di Cina menunjukkan insiden konstipasi yang tinggi, yaitu antara 15 –
20%. Laporan lain dari suatu studi secara acak pada penduduk usia 18 – 70 tahun di
Beijing memperlihatkan insiden konstipasi sekitar 6,07% dengan rasio antara pria dan
wanita sebesar 1 : 4. Angka kejadian konstipasi semakin meningkat dengan adanya
perubahan komposisi diet masyarakat serta pengaruh faktor-faktor sosiopsikologik.
Data di RSCM Jakarta selama kurun waktu tahun 1998 – 2005, dari 2.397
pemeriksaan kolonoskopi, 216 diantaranya (9%) atas indikasi konstipasi, wanita lebih
banyak dari pria. Dari semua yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi atas indikasi
konstipasi, 7,95% ditemukan keganasan kolorektal.

27
IV. Faktor Risiko Yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya konstipasi
adalah:

• Jenis kelamin Terdapat perbedaan data dari laporan beberapa negara. Berdasarkan
laporan WGO, pada kasus konstipasi fungsional, wanita lebih sering daripada pria.

• Usia lebih dari 40 tahun

• Baru menjalani pembedahan abdominal atau perianal/panggul

• Hamil tua

• Aktivitas fisik yang kurang

• Tidak adekuatnya asupan air dan serat

• Obat-obatan (polifarmasi), terutama pada pasien-pasien usia lanjut

• Penyalahgunaan laksansia

• Ada faktor komorbid (lihat Tabel 1 dan Tabel 2)

• Pasien dalam keadaan terminal

• Perjalanan (traveling) 4

• Riwayat konstipasi kronik

• Idiopathic slow-transit constipation dan inersia kolon, terutama terjadi pada wanita
muda dibawah usia 25 tahun.

• Faktor psikologi V. Patofisiologi Patofisiologi konstipasi dibagi menjadi konstipasi


primer dan sekunder. Konstipasi primer merupakan konstipasi dimana pada
pemeriksaan tidak ditemukan adanya kelainan organik dan biokimiawi, sedangkan
konstipasi sekunder merupakan konstipasi yang disebabkan oleh suatu penyakit
organik / kondisi lain. V

1. Konstipasi Primer Konstipasi primer dapat diklasifikasikan menjadi 3


kelompok:
• Konstipasi dengan waktu transit normal (konstipasi fungsional)

• Konstipasi dengan waktu transit lambat

28
• Disfungsi anorektal a. Konstipasi dengan waktu transit normal (normal transit
constipation)

• Tipe ini paling umum ditemukan.

• Konstipasi disebabkan oleh sulitnya evakuasi feses yang keras.

• Gejalanya antara lain: kembung, rasa tak nyaman pada perut. b. Konstipasi dengan
waktu transit lambat (slow transit constipation)

• Tipe ini lebih sering ditemukan pada wanita muda.

• Gejala-gejalanya antara lain: kembung, rasa tak nyaman pada perut, tidak ada
sensasi keinginan buang air besar. c. Disfungsi Anorektal (disfungsi dasar panggul)

• Terjadi disinergi otot-otot dasar panggul dan sfingter ani, atau terdapat struktur
abnormal pada anorektal (misalnya intususepsi rektum, rektokel)

• Gejalanya: defekasi dengan mengejan, impaksi fekal, perlunya evakuasi feses secara
manual. Bila ada nyeri berkepanjangan umumnya berhubungan dengan adanya
hemoroid dan fisura ani.

2. Konstipasi Sekunder Adalah konstipasi yang disebabkan penyakit atau


keadaan lain, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut. Tabel 1. Penyakit
atau Keadaan yang Menyebabkan Konstipasi Ekstrinsik
• Kurang serat dan air
• Ketidakseimbangan flora usus
• Mengabaikan rangsangan untuk defekasi Obstruksi mekanik
• Kanker kolon
• Kompresi eksternal dari lesi maligna
• Striktur: divertikular atau pasca iskemik
• Rektokel (bila besar)
• Abnormalitas pasca bedah
• Megakolon
• Fisura ani Kondisi Metabolik
• Diabetes Melitus
• Hipotiroid

29
• Hiperkalsemia • Hipokalemia • Hipomagnesemia • Uremia • Keracunan
logam berat Miopati • Amiloidosis • Skleroderma Neuropati • Penyakit
Parkinson • Trauma medula spinalis atau tumor • Penyakit serebrovaskular •
Multipel sklerosis • Aganglionosis (Hirschprung’s disease) Kondisi lainnya •
Depresi • Penyakit sendi degeneratif • Neuropati otonom • Gangguan kognitif

Obat-obatan yang Dapat Menyebabkan Konstipasi Kelas Contoh Obat


yang diresepkan
• Opiat Morfin, kodein, doveri
• Antikolinergik Clidinium, beladona
• Antidepresan trisiklik Amitriptilin, nortriptilin
• Calcium Channel Blocker Verapamil hidroklorida
• Obat antiparkinson Amantadin hidroklorida
• Simpatomimetik Efedrin, terbutalin
• Antipsikotik Klorpromazin
• Diuretik Furosemid
• Antihistamin Difenhidramin Obat-obat bebas
• Antasida Khususnya yang mengandung aluminium
• Suplemen kalsium
• Suplemen besi
• Obat antidiare Loperamide, atapulgit
• NSAID Ibuprofen

Diagnosis Dalam menegakkan diagnosis konstipasi, evaluasi


dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
serta identifikasi ada tidaknya tanda alarm yang mengharuskan eksplorasi
penyebab organik secepatnya.
1. Anamnesis
• Karakteristik konstipasi (frekuensi, sensasi rektum, kesulitan selama
defekasi, konsistensi feses)
• Gejala gastrointestinal lain yang menyertai
• Penyakit penyerta
• Penggunaan obat-obatan
• Nutrisi: asupan serat dan cairan yang kurang

30
• Imobilisasi dan aktifitas fisik yang kurang Tanda Alarm:
• Hematokezia
• Massa abdominal
• Riwayat keganasan kolorektal dan IBD dalam keluarga • Penurunan
berat badan yang bermakna
• Anoreksia
• Mual dan muntah kronik 7
• Konstipasi terjadi pertama kali dan semakin memburuk
• Konstipasi akut pada usia lanjut
• Anemia yang tidak jelas penyebabnya

.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik,


meliputi:
• Tanda-tanda vital dan status gizi
• Pemeriksaan abdomen:
• Inspeksi: jaringan parut bekas operasi, distensi perut
• Palpasi-perkusi: massa abdomen, tanda-tanda akut abdomen
• Auskultasi: bising usus
• Pemeriksaan anorektal (colok dubur):
• Kondisi sfingter
• Keberadaan dan keadaan tinja
• Kelainan-kelainan anorektal: striktur, hemoroid, prolaps rekti, tumor,
dan lain-lain
• Evaluasi neurologik
Penatalaksanaan Penderita konstipasi perlu mendapatkan terapi
komprehensif untuk sedapat mungkin mengembalikan fungsi defekasi yang
fisiologis termasuk mempertimbangkan penyebab dari konstipasi. Pada pasien
konstipasi kronik yang tidak menunjukkan tanda alarm, usia

Terapi non-farmakologis (modifikasi gaya hidup):

1. Edukasi mengenai konstipasi

31
2. Meningkatkan konsumsi makanan berserat dan minum air yang cukup
(minimal 30-50 cc/kgBB/hari untuk orang dewasa sehat dengan aktivitas
normal)

3. Mengkonsumsi probiotik (strain Bifidobacterium sp. seperti Bifidobacterium


animalis lactis DN-173 010, misalnya ACTIVIA™)

4. Meningkatkan aktivitas fisik

5. Mengatur kebiasaan defekasi

• Menghindari mengejan

• Membiasakan buang air besar setelah makan (melatih refleks post-prandial


bowel movement) atau waktu yang dianggap sesuai dan cukup.

6. Menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

Terapi farmakologis

A. Laksatif

Bulk laxative: psyllium, plantago ovata, methyl cellulose

Osmotic laxative: a. saline laxative: magnesium hidroksida, sodium fosfat b.


disakarida yang tak diserap: laktulosa

sugar alcohol: sorbitol, manitol d. polyethylen glycol (PEG)

Stimulant laxative: bisacodyl (misalnya: DULCOLAX®), castor oil, sodium


picosulfat, stool softener (dioctyl sodium sulfosuccinate).

Rektal enema/suppositoria: bisacodyl (misalnya: DULCOLAX®), fosfat enema

Lubiproston (specific CIC-2 chloride channel activator)

B. Non-laksatif Prokinetik

32
DAFTAR PUSTAKA

• Panduan Praktik Klinis; Klik PDPI; Pneumonia in adults: diagnosis and


management.

• National Institue for Health and Care Excellence; Management of Adults with
Hospital-acquired and-ventilator-associated pneumonia: 2016 Clinical Practice
Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the American
Thoracic Society.

• Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid I. Jakarta:


FKUI.

• Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM

• Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC

• Konsensus nasional penatalaksanaan Konstipasi di Indonesia oleh PGI 2010

33

Anda mungkin juga menyukai