Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Pembimbing :

dr. Wasis Santoso, Sp.PD

Disusun Oleh :

Siti Halimah Intan P (2013730101)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat
dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah refreshing ini tepat pada waktunya,
Laporan Kasus yang berjudul “GERD” ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan
Klinik di bagian/SMF Ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Wasis Santoso, Sp. PD selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis ilmu
penyakit dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yng telah memberikan bantuan
kepada penyusun
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh akrena itu, semoga refreshing ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca. Terimakasih

Jakarta, Desember 2017

Penulis

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. N
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Alamat : Semper Barat
Masuk RS : 27 November 2017

Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri ulu hati sejak  2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak  2 minggu SMRS. Keluhan tersebut

terasa perih dan seperti rasa terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri pada daerah dada

namun tidak menjalar, selain itu terdapat nyeri tenggorok sejak 3 hari SMRS. Pasien

mengatakan bahwa setiap habis makan terasa asam pada lidah dan ada nya keluhan muntah

berwarna kecoklatan bercampur makanan, tidak ada darah, muntah sebanyak 5x/hr,

banyaknya sekitar 1 gelas aqua/ kali. Muntah ini disertai rasa mual, hingga pasien tidak

memiliki nafsu makan sejak 1 minggu SMRS.

Tidak ada nyeri maupun kesulitan menelan. Pasien mengeluhkan sering merasa cairan

dari perutnya naik ke tenggorokan saat berbaring, sehingga kadang-kadang pasien terbangun

3
dan sulit tidur, pasien juga mengeluhkan sering bersendawa dan perutnya terasa kembung

serta cepat terasa kenyang ketika makan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Os memiliki riwayat


penyakit maag sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Psikososial

Pasien adalah seorang karyawan yang kadang memiliki pola makan yang tidak teratur
karena pekerjaan nya, sering konsumsi kopi (+) dan makan gemar memakan makan yang
pedas dan asam (+), berminyak dan berlemak (+). Sering konsumsi milanta bila ulu hati tersa
sakit, tidak mengkonsusmsi obat-obatan anti nyeri (-), konsumsi alkohol (-), merokok (-).

II. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.4ºC

Status Gizi

BB : 75 kg

TB : 163 cm

IMT : 28, 22 (Obesitas)

4
Status Generalis

Kepala : normocephal

Rambut : hitam lebat, tersebar merata dan tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : sekret tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis

Gigi dan Mulut : mukosa dan bibir lembab. Caries gigi tidak ada.

Leher : KGB tidak ditemukan pembesaran

Thoraks : I = normochest, iktus tidak terlihat

Pa = fremitus sama Ki=Ka, iktus tidak teraba

Pe = Sonor. Batas jantung dalam batas normal

Au = Suara nafas vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. BJ I BJ II


reguler Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : I = datar, distensi tidak ada

Pa = supel, hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan epigastrium (+)

Pe = Timpani

Au = bising usus (+) normal

Genital/anus : tidak ditemukan kelainan

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
Tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah pasien

5
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pada tanggal 27 November 2017

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 14.0 13.5 – 17.5 g/dl

Hematokrit 42.8 42 – 52 %

Eritrosit 4.91 4.2 – 5.4 10^6/ul

Leukosit 9,4 4.8 – 10.8 10^3/ul

Trombosit 236 150 – 450 10^3/ul

MCV 87.1 80 – 94 fL

MCH 28.5 27–31 Pg

MCHC 32.7 33 – 37 %

RDW-SD 48.1 37 – 54 fL

PDW 15,7 2.2 – 3.2 fL

MPV 7.2 8 – 12 fL

Differential

NEU% 68.2 40–70 %

LYM% 19.7 26 – 36 %

MON% 8.0 3.4 – 9.0 %

EOS% 3.8 0–7 %

BAS% 0.3 0 – 0.2 %

Absolut

NEU % 6.43 1.8 – 7.6 10^3/μL

LYM % 1,86 1.00 – 1.43 10^3/μL

MON % 0,76 0.16 – 1.0 10^3/μL

EOS % 0.35 0.0 – 0.8 10^3/μL

BAS % 0.03 0.0 – 0.20 10^3/μL

6
Glukosa Darah 121 < 180 Mg/dl
Sewaktu

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Lemak

Cholesterol total 207 < 200 Mg/dl

Cholesterol HDL 27.6 < 50 mg%

Cholesterol LDL direk 158.6 < 130 mg%

Trigliserida 104 < 150 mg%

Fungsi Hati

AST (SGOT) 29 15-37 U/L

ALT (SGPT) 62 14-59 U/L

Fungsi Ginjal

Ureum 18.6 10-50 Mg%

Kreatinin 1.2 0.5-1.0 Mg%

Asam urat 6.60 3.4-7.0 Mg%

Urine

Urine Rutin

Kimia Urine

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis 1.005 1.013-1.030

pH 6.5 4.6-8.0

Nitrit Negatif Negatif

Protein Urine Negatif Negatif Mg/dL

Glukosa (Reduksi) Normal Normal Mg/dL

Keton Negatif Negatif Mg/dL

Urobilinogren Normal Normal UE

Bilirubin Negatif Negatif Mg/dL

Eritrosit Negatif Negatif /uL

Leukosit Negatif Negatif /uL

7
Mikroskopis

Lekosit 0-2 1-4 /LPB

Eritrosit Negatif 0-1 /LPB

Epitel 0-2

Kristal Negatif Negatif

Silinder Negatif Negatif /LPK

Lain-lain Negatif Negatif

USG Lower Abdomen tgl 01 Desember 2017

Hasil analisa USG lower abdomen didapatkan :


Ginjal bilateral : besar, bentuk dan posisi normal, echogenitis parenkim normal, echocomplek masih
jelas, tidak tampak batu ; sistem pelvocalies dan ureter proksimal normal.
V.urinaria : bentuk dan posisi normal, dinding tidak menebal, tidak tampak tampak koleksi cairan
Prostat : besar, bentuk, posisi dan echogenitas normal; tidak tampak massa, tampak bayangan
hiperechoic dengan acoustic shaddow (+)

KESAN :
Prostat lithiasis
USG ginjal bilateral dan v.urinaria saat ini masih dalam batas normal.

8
Daftar Masalah
 Suspect Gastroesophageal reflux disease (GERD) ec esofaginitis
 Dd/Gastritis/ Ulkus peptikum
Terapi awal:
 IVFD D5% 500cc/24jam
 Omeprazole 2 x 40 mg inj
 Omdancetron 2 x 8 mg inj
 Aprazolam 1x0,5mg
 Muzuku 2 x 1

Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Follow up
Senin, 27 November 2017
S O A P
Ulu hati tersa perih Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:110/70 mmHg
dan terbakar (+),
Nadi: 88x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
mulut teras pahit Suhu: 36,7°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit
(+), mual (+), ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
NTE (+)
muntah kecoklatan,  Dd/Gastritis/Ulkus  Muzuku 2x1
nafsu makan peptikum
berkurang (+),
sendawa (+)

Selasa, 28 November 2017


S O A P
Mulut terasa pahit Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:120/80 mmHg
(+), nyeri ulu hati
Nadi: 82x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
(+), nyeri perut (+), Suhu: 36,6°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit
mual (+), muntah ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
(+), sendawa (+)  Dd/Gastritis/Ulkus  Braxidin 2x1

9
peptikum  Ketorolac 2x30mg inj
 Rencana USG hari kamis

Rabu, 29 November 2017


S O A P
Mulut terasa pahit Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:120/80 mmHg
mulai berkurang,
Nadi: 82x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
nyeri perut kanan Suhu: 36,6°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit
kiri bawah (+), ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
sendawa (+), mual  Dd/Gastritis/Ulkus  Braxidin 2x1
(+), sulit tidur (+) peptikum  Ketorolac 2x30mg inj
 Rencana USG hari kamis

Kamis, 30 November 2017


S O A P
Nyeri perut kanan Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:110/80 mmHg
kiri bawah (+),
Nadi: 82x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
muntah (+) Suhu: 36,6°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
 Dd/Gastritis/Ulkus  Braxidin 2x1
peptikum  Ketorolac 2x30mg inj

Jumat, 1 Desember 2017


S O A P
Nyeri ulu hati (+), Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:120/80 mmHg
sulit tidur (+)
Nadi: 82x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
Suhu: 36,6°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj

10
RR:20x/menit ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
Hasil USG lower  Dd/Gastritis/Ulkus  Braxidin 2x1
abdomen : peptikum  Ketorolac 2x30mg inj
KESAN :
Prostat lithiasis
USG ginjal bilateral dan
v.urinaria saat ini masih
dalam batas normal.

Sabtu, 2 Desember 2017


S O A P
Nyeri perut kanan Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:120/80 mmHg
kiri bawah (+), sakit
Nadi: 82x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
tenggorokan (+) Suhu: 36,6°c reflux disease (GERD)  Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit ec esofagitis  Aprazolam 1x0,5mg
NT abdomen (+)
 Dd/Gastritis/Ulkus  Braxidin 2x1
.
peptikum  Ketorolac 2x30mg inj

Minggu, 3 Desember 2017


S O A P
Nyeri ulu hati Kesadaran: CM  Suspect  IVFD D5% 500cc/24jam
TD:110/70 mmHg
berkurang (+), sakit
Nadi: 80x/menit
Gastroesophageal  Omeprazole 2 x 40mg inj
tenggorokan (+) Suhu: 36,4°c reflux disease  Aprazolam 1x0,5mg
RR:20x/menit (GERD) ec  Braxidin 2x1
NT (+) abdomen
dan NTE (+) esophagitis ec  Donperidone 3 x1
Gastritis erosiva ec  Reacid tab 2 x1
Ulkus gaster  Rencana pulang kemudian
rujuk ke RSIJ Cempaka
putih untuk endoskopi

11
BAB II
ANALISA KASUS

Anamnesis

Teori Fakta pada pasien

Terjadi pada semua umur dan meningkat Laki-laki , 48 tahun


pada usia ≥ 40 thn, laki : perempuan (2:1)

Riwayat asma dan penggunaan obat asma


Riwayat asma (-), penggunaan obat asma(-)
Konsumsi obat-obatan anti nyeri, alkohol,
merokok, Konsumsin obat-obatan anti nyeri (-),
Konsumsi makanan yang berlemak Konsum alkohol (-),merokok(-)

Konsumsi makanan yang berlemak(+)


Konsumsi kopi, soda Konsumsi kopi (+), soda(-)
Konsumsi makanan pedas dan asam Konsumsi makanan pedas dan asam(+)

Memiliki berat badan yang berlebih Pasien memiliki IMT dengan kategori Obesitas

Pasien mengeluhkan cepat merasa kenyang


Mekanisme TLESR, adanya hubungannya
walau makan sedikit (+)
dengan pengosongan lambung lambat
(delayed gastric emptying) dan dilatasi
lambung

Gejala

Mual dan muntah


Muntah kecoklatan dan disertai rasa mual

Nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau Nyeri ulu hati terasa perih dan seperti rasa
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri
biasanya dideskripsikan sebagai rasa pada daerah dada namun tidak menjalar,
terbakar (heartburn), rasa pahit di lidah merasakan rasa pahit di mulut

Regurgitasi Pasien mengeluhkan sering merasa cairan dari


perutnya naik ke tenggorokan terutama saat
berbaring

Pasien tidak ada mengeluhkan adanya disfagia


Disfagia dan odinofagia dan odinofagia

12
Nafas berbau dan infeksi telinga Pada Pasien ini tidak ditemukan adanya nafas
berbau dan infeksi telinga

Sendawa yang terlalu sering


Pasien mengeluhkan sering bersendawa
Muntah darah
Pasien tidak ada mengeluhkan adanya muntah
darah.

Anamnesa yang didapat dari pasien ini menunjukkan kesesuaian dengan teori
mengenai gejala klinis yang mengarah kepada diagnosa GERD dan esofagitis, dari data
identitas pasien dengan prevalensi terjadinya GERD, yaitu dapat terjadi pada semua
kelompok umur, meningkat pada usia 40 tahun, dan 20-40% populasi dewasa dapat
menderita heartburn, rasio kejadian laki : perempuan untuk esophagitis adalah 2:1 - 3:1.
Rasio kejadian laki : perempuan untuk esofagus Barrett 10:1, pada pasien ini ditemukan
adanya sesuaian karena pasien adalah laki-laki dan usianya 48 tahun.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) biasanya disebabkan oleh adanya
peningkatan berat badan, yang mana ini sesuai dengan pasien yang memiliki IMT : 28.22 dan
yang maknanya status gizi pasien adalah obesitas, beberapa faktor resiko GERD yang lain
adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan berlemak, minum alkohol dan kopi,
dan obat tertentu, yang semuanya dapat menyebabkan relaksasi dari otot sfingter bawah
esofagus dan refluks asam lambung, yang mana pada pasien ini di dapatkan kebiasaan
makan-makanan pedas dan asam, berlemak dan mengkonsumsi kopi.

Pada kasus ini pasien mengeluhkan adanya muntah kecoklatan yang tidak disertai
dengan darah, dan muntah disertai rasa mual, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati
terasa perih dan seperti rasa terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri pada daerah dada namun tidak
menjalar, merasakan rasa pahit di mulut sering bersendawa, lalu pasien juga mengeluhkan sering
merasa cairan dari perutnya naik ke tenggorokan terutama saat berbaring. Dimana keluhan
yang disampaikan oleh pasien sesuai dengan teori gejala khas dari GERD.

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),
mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian, derajat berat ringannya
keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang
13
timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.
Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau
keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan
makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.
Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang
biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui
saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)

atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat. 
 Penyempitan (stricture) pada

kerongkongan dari reflux membuat menelan makanan keras meningkat lebih sulit. Gejala-
gejala lain pada gastroesophageal reflux termasuk nyeri dada, luka tenggorokan, suara parau,
ludah berlebihan (water brash), rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus), dan

peradangan pada sinus (sinusitis). 
 dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan

dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah
kondisi yang disebut Barrett’s esophagus). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala
yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada
beberapa orang.

Teori Fakta pada Pasien


Pemeriksaan Fisik

Nyeri tekan epigastrium Terdapat nyeri tekan epigastrium

Pemeriksaan penunjang

Endoskopi SCBA, merupakan standar Tidak dilakukan


baku untuk diagnosis GERD
ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks).

Esofagografi dengan Barium


Tidak dilakukan
Pemantauan pH 24 jam Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Bernstein.
Tidak dilakukan
Manometri Esofagus.

Sintigrafi Gastroesofageal. Tidak dilakukan

PPI Test/ Tes supresi asam) Acid


Supression Test. Tidak dilakukan

14
Pemeriksaan endoskopi saluran cema bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).
Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari
mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan
gejala GERD. Jika tidak ditemukan, mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-
erosive reflex disease (NERD). Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan
endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat
mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukannya nyeri tekan epigastrium dan hasil
endoskopi yang di dapatkan pasien adanya mucosal break di esofagus yang membuktikan
bahwa fakta pada pasien sesuai dengan teori gejala khas GERD.

Tabel. Klasifikasi Los Angeles


Derajat Gambaran Endoskopi
kerusakan

A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 MM

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter >5mm tanpa saling


berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial


(mengelilingi seluruh lumen esofagus)

15
Tabel. Klasifikasi Savary dan Miller

Tingkat Gambaran Endoskopi

I Adanya gambaran erosi kecil-kecil yang tidak menyatu (non-confluent)


disertai bercak-bercak atau garis-garis merah, sedikit proksimal dari
daerah peralihan mukosa

II Erosi memanjang, menyatu (confluent), yang tidak melingkar (non-


circumferential)

III Erosi longitudinal, menyatu , dan melingkar, mudah berdarah

IV a. adanya satu atau lebih dari satu tukak pada daerah peralihan mukosa
yang bisa disertai metaplasi atau striktur.
b. adanya striktur tanpa tukak atau erosi

Pada pasien ini kesan endoscopynya adalah esofagitis LA C, gastritis erosiva lanza 4/5,
ulkus gaster forrest III yang makna nya adanya lesi yang konfluen tetapi tidak
mengenai/mengelilingi seluruh lumen dan erosi longitudinal, menyatu, dan melingkar, mudah
berdarah.

Penatalaksanaan

Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan

timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus

Barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat

penatalaksanaan yang adekuat. Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari

modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai

dilakukan terapi endoskopik.

Target penatalaksanaan GERD adalah: a). menyembuhkan lesi esofagus, b).

menghilangkan gejala/keluhan, c). mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, e).

mencegah timbulnya komplikasi.

16
2. 4.1 Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,

namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat

memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi

frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut:

1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur

dengan tujuan umuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esophagus

2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan

torus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel

3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena

keduanya dapat menimbulkan distensi lambung

4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat

sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen

5. Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman

bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam

6. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan torus LES seperti

anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik,

progesteron.

2.4.2 Terapi Medikamentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan

GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau

ten-masuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cema bagian atas. Namun dalam

17
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada

pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down.

Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat

dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H) atau golongan prokinetik, bila gagal

diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama

(penghambat pompa proton IPPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan

dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan

dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H, atau prokinetik atau

bahkan antasid.

Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih

ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan

terapi step up. Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang

penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD

adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down.

Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan di atas

80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi

pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi "bila perlu" (on demand therapy)

yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan

sampai gejala hilang.

Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya

respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis

bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :

1. Antasid

18
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi

tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadan HCl, obat ini dapat

memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan golongan obat ini adalah

1). Rasanya kurang menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang

mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung alumunium, 3).

Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Dosis: sehari 4 x I sendok makan

2. Antagonis Reseptor H2

Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, raniditin, famotidin dan nizatidin.

Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks

gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan

obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa

komplikasi.

Dosis pemberian:

 Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

 Ranitidin : 4 x 150 mg

 Famotidin : 2 x 20 mg

 Nizatidin : 2 x 150 mg

3. Obat-obatan prokinetik

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini

dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namur pada prakteknya, pengobatan

GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam.

19
Metoklopramid : Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin.. Efektivitasnya rendah

dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali

dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.. Karena

melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa

mengantuk, pusing, agitasi, tremor dan diskinesia. Dosis: 3 x 10 mg

Domperidon : Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek samping

yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun

efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esofageal belum banyak

dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat

pengosongan lambung.

Dosis: 3 x 10-20 mg sehari

Cisapride : Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat

pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam

menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperidon.

Dosis 3 x 10 mg sehari

4. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek

langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan

mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan

garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal

(sitoproteksi)

Dosis: 4 x 1 gram

5. Penghambat Pompa Proton (Proton pump inhibitor/PPI).

Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-

obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim

20
H,K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembertukan asam lambung. Obat-

obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus,

bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist

reseptor H,.

Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu:

 Omeprazole : 2 x 20 mg

 Lansoprazole :2x30mg

 Pantoprazole :2x40mg

 Rabeprazole :2x 10 mg

 Esomeprazole : 2 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial yang dapat dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy: selama 4 bulan atau on demand therapy,

tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika

dikombinasikan dengan golongan prokinetik.

Untuk pengobatan NERD diberikan dosis standar, yaitu:

 Omeprazole 1 x 20 mg

 Lansoprazole 1 x 30 mg

 Pantoprazole 1 x 40 mg

 Rabeprazole 1 x 10 mg

 Esomeprazole 1 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu, dilanjutkan dengan on demand


therapy

21
Teori Fakta pada Pasien
Penatalaksanaan GERD
1. Modifikasi gaya hidup.
2. Medikamentosa

Antagonis Reseptor H2

 Simetidin, Ranitidin : 4 x 150 mg,


 Famotidin, Nizatidin

Obat-obatan prokinetik  IVFD D5% 500cc/24jam


 Donperidone 3 x1
Metoklopramid,Domperidon,  Omeprazole 2x1 tab
Cisapride,  Aprazolam 1x0,5mg
 Braxidin 2x1
Sukralfat
 Ketorolac 2 x 30mg inj
Dosis: 4 x 1 gram

Proton pump inhibitor/PPI).

Omeprazole : 2 x 20 mg, Lansoprazole


:2x30mg, Pantoprazole :2x40mg,
Rabeprazole :2x 10 mg, Esomeprazole
: 2 x 40 mg

Berdasarkan teori terapi yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan
penatalaksanaan dari penyakit GERD.

22
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati S, editor,


Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h. 1803;2007
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. h. 417.
3. Dadang Makmun. Management of gastroesophageal reflux disease.
Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy 2001; 2(1): 2127.
4. Dent J. Definition of reflux disease and its separation from dyspepsia. Gut 2002,
50 (suppl. IV): iv 17-iv20.
5. Dent J., Brun J, Fendrick AM, Fennerty MB, Janssens J, Kahrilas PJ, Lauritsen K,
Reynolds JC, Shaw M, Talley NJ. An evidence-based appraisal of reflux disease
management - The Genval Workshop Report. Gut 1999; 44 (Suppl.2): Sl-S6.
6. Fass R, Ofman JJ. Gastroesohageal reflux disease - should we adopt a new
conceptual framework?. Am J Gastroenterol. 2002; 97(8): 1901-1909.
7. Fisichella, Piero. 2009. Gastro-esophageal reflux disease. Chicago, Loyola
University Medical Center
8. Fock K.M., Talley N., Hunt R., Fass R, Nandurkar S, Lam S.K., Goh K.L.,
Sollano J. Report of the Asia-Pacific Consensus on The Management of
gastroesophageal reflux disease. J Gastroenterol Hepatol. 2004; 19:11-20.
9. Galmiche JP, Bruley S. Endoscopy-negative reflux disease. Current
Gastroenterology Report 2001; 3: 206-214.
10. Gardner JD, Stanley SR, Robinson M. Integrated acidity and the pathophysiology
of gastroesophageal reflux disease. The American Journal of Gastroenterology.
2001; 96(5): 1363-1370.
11. Inadomi JM, Jamal R, Murata GH, Hoffman RM, Lavezola, Vigie JM, Swanson
KM, Sonnenberg A. Step-down management of gastroesophageal reflux disease.
Gastroenterology 2001; 121: 1095-1100.
12. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal/ GERD di
Indonesia 2013.

23

Anda mungkin juga menyukai