Pembimbing :
Disusun Oleh :
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa, karena atas berkat
dan Rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah refreshing ini tepat pada waktunya,
Laporan Kasus yang berjudul “GERD” ini disusun dalam rangka mengikuti kepanitraan
Klinik di bagian/SMF Ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura.
1. dr. Wasis Santoso, Sp. PD selaku dokter pembimbing serta dokter spesialis ilmu
penyakit dalam Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yng telah memberikan bantuan
kepada penyusun
Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh akrena itu, semoga refreshing ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca. Terimakasih
Penulis
2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Karyawan swasta
Agama : Islam
Alamat : Semper Barat
Masuk RS : 27 November 2017
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Keluhan tersebut
terasa perih dan seperti rasa terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri pada daerah dada
namun tidak menjalar, selain itu terdapat nyeri tenggorok sejak 3 hari SMRS. Pasien
mengatakan bahwa setiap habis makan terasa asam pada lidah dan ada nya keluhan muntah
berwarna kecoklatan bercampur makanan, tidak ada darah, muntah sebanyak 5x/hr,
banyaknya sekitar 1 gelas aqua/ kali. Muntah ini disertai rasa mual, hingga pasien tidak
Tidak ada nyeri maupun kesulitan menelan. Pasien mengeluhkan sering merasa cairan
dari perutnya naik ke tenggorokan saat berbaring, sehingga kadang-kadang pasien terbangun
3
dan sulit tidur, pasien juga mengeluhkan sering bersendawa dan perutnya terasa kembung
Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang karyawan yang kadang memiliki pola makan yang tidak teratur
karena pekerjaan nya, sering konsumsi kopi (+) dan makan gemar memakan makan yang
pedas dan asam (+), berminyak dan berlemak (+). Sering konsumsi milanta bila ulu hati tersa
sakit, tidak mengkonsusmsi obat-obatan anti nyeri (-), konsumsi alkohol (-), merokok (-).
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36.4ºC
Status Gizi
BB : 75 kg
TB : 163 cm
4
Status Generalis
Kepala : normocephal
Telinga : sekret tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada
Gigi dan Mulut : mukosa dan bibir lembab. Caries gigi tidak ada.
Pa = supel, hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan epigastrium (+)
Pe = Timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
Tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah pasien
5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hematokrit 42.8 42 – 52 %
MCV 87.1 80 – 94 fL
MCHC 32.7 33 – 37 %
RDW-SD 48.1 37 – 54 fL
MPV 7.2 8 – 12 fL
Differential
LYM% 19.7 26 – 36 %
Absolut
6
Glukosa Darah 121 < 180 Mg/dl
Sewaktu
Lemak
Fungsi Hati
Fungsi Ginjal
Urine
Urine Rutin
Kimia Urine
pH 6.5 4.6-8.0
7
Mikroskopis
Epitel 0-2
KESAN :
Prostat lithiasis
USG ginjal bilateral dan v.urinaria saat ini masih dalam batas normal.
8
Daftar Masalah
Suspect Gastroesophageal reflux disease (GERD) ec esofaginitis
Dd/Gastritis/ Ulkus peptikum
Terapi awal:
IVFD D5% 500cc/24jam
Omeprazole 2 x 40 mg inj
Omdancetron 2 x 8 mg inj
Aprazolam 1x0,5mg
Muzuku 2 x 1
Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Follow up
Senin, 27 November 2017
S O A P
Ulu hati tersa perih Kesadaran: CM Suspect IVFD D5% 500cc/24jam
TD:110/70 mmHg
dan terbakar (+),
Nadi: 88x/menit
Gastroesophageal Omeprazole 2 x 40mg inj
mulut teras pahit Suhu: 36,7°c reflux disease (GERD) Ondancetron 2 x8mg inj
RR:20x/menit
(+), mual (+), ec esofagitis Aprazolam 1x0,5mg
NTE (+)
muntah kecoklatan, Dd/Gastritis/Ulkus Muzuku 2x1
nafsu makan peptikum
berkurang (+),
sendawa (+)
9
peptikum Ketorolac 2x30mg inj
Rencana USG hari kamis
10
RR:20x/menit ec esofagitis Aprazolam 1x0,5mg
Hasil USG lower Dd/Gastritis/Ulkus Braxidin 2x1
abdomen : peptikum Ketorolac 2x30mg inj
KESAN :
Prostat lithiasis
USG ginjal bilateral dan
v.urinaria saat ini masih
dalam batas normal.
11
BAB II
ANALISA KASUS
Anamnesis
Memiliki berat badan yang berlebih Pasien memiliki IMT dengan kategori Obesitas
Gejala
Nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau Nyeri ulu hati terasa perih dan seperti rasa
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri
biasanya dideskripsikan sebagai rasa pada daerah dada namun tidak menjalar,
terbakar (heartburn), rasa pahit di lidah merasakan rasa pahit di mulut
12
Nafas berbau dan infeksi telinga Pada Pasien ini tidak ditemukan adanya nafas
berbau dan infeksi telinga
Anamnesa yang didapat dari pasien ini menunjukkan kesesuaian dengan teori
mengenai gejala klinis yang mengarah kepada diagnosa GERD dan esofagitis, dari data
identitas pasien dengan prevalensi terjadinya GERD, yaitu dapat terjadi pada semua
kelompok umur, meningkat pada usia 40 tahun, dan 20-40% populasi dewasa dapat
menderita heartburn, rasio kejadian laki : perempuan untuk esophagitis adalah 2:1 - 3:1.
Rasio kejadian laki : perempuan untuk esofagus Barrett 10:1, pada pasien ini ditemukan
adanya sesuaian karena pasien adalah laki-laki dan usianya 48 tahun.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) biasanya disebabkan oleh adanya
peningkatan berat badan, yang mana ini sesuai dengan pasien yang memiliki IMT : 28.22 dan
yang maknanya status gizi pasien adalah obesitas, beberapa faktor resiko GERD yang lain
adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas dan berlemak, minum alkohol dan kopi,
dan obat tertentu, yang semuanya dapat menyebabkan relaksasi dari otot sfingter bawah
esofagus dan refluks asam lambung, yang mana pada pasien ini di dapatkan kebiasaan
makan-makanan pedas dan asam, berlemak dan mengkonsumsi kopi.
Pada kasus ini pasien mengeluhkan adanya muntah kecoklatan yang tidak disertai
dengan darah, dan muntah disertai rasa mual, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati
terasa perih dan seperti rasa terbakar dan disertai keluhan sedikit nyeri pada daerah dada namun tidak
menjalar, merasakan rasa pahit di mulut sering bersendawa, lalu pasien juga mengeluhkan sering
merasa cairan dari perutnya naik ke tenggorokan terutama saat berbaring. Dimana keluhan
yang disampaikan oleh pasien sesuai dengan teori gejala khas dari GERD.
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan),
mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian, derajat berat ringannya
keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang
13
timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris.
Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau
keganasan yang berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat menelan
makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat.
Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang
biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui
saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat. Penyempitan (stricture) pada
kerongkongan dari reflux membuat menelan makanan keras meningkat lebih sulit. Gejala-
gejala lain pada gastroesophageal reflux termasuk nyeri dada, luka tenggorokan, suara parau,
ludah berlebihan (water brash), rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus), dan
peradangan pada sinus (sinusitis). dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan
dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah
kondisi yang disebut Barrett’s esophagus). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala
yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada
beberapa orang.
Pemeriksaan penunjang
14
Pemeriksaan endoskopi saluran cema bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks).
Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari
mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan
gejala GERD. Jika tidak ditemukan, mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-
erosive reflex disease (NERD). Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan
endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat
mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukannya nyeri tekan epigastrium dan hasil
endoskopi yang di dapatkan pasien adanya mucosal break di esofagus yang membuktikan
bahwa fakta pada pasien sesuai dengan teori gejala khas GERD.
15
Tabel. Klasifikasi Savary dan Miller
IV a. adanya satu atau lebih dari satu tukak pada daerah peralihan mukosa
yang bisa disertai metaplasi atau striktur.
b. adanya striktur tanpa tukak atau erosi
Pada pasien ini kesan endoscopynya adalah esofagitis LA C, gastritis erosiva lanza 4/5,
ulkus gaster forrest III yang makna nya adanya lesi yang konfluen tetapi tidak
mengenai/mengelilingi seluruh lumen dan erosi longitudinal, menyatu, dan melingkar, mudah
berdarah.
Penatalaksanaan
timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus
Barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat
modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
16
2. 4.1 Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,
namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut:
1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur
dengan tujuan umuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah
3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena
4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat
6. Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan torus LES seperti
anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik,
progesteron.
GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau
ten-masuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cema bagian atas. Namun dalam
17
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down.
Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat
dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H) atau golongan prokinetik, bila gagal
diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton IPPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan
dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan
dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H, atau prokinetik atau
bahkan antasid.
Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih
ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan
terapi step up. Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang
penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD
80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi
pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi "bila perlu" (on demand therapy)
yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya
respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis
bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :
1. Antasid
18
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi
tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadan HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan golongan obat ini adalah
1). Rasanya kurang menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung alumunium, 3).
2. Antagonis Reseptor H2
Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, raniditin, famotidin dan nizatidin.
Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.
Dosis pemberian:
Ranitidin : 4 x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg
3. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini
dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namur pada prakteknya, pengobatan
19
Metoklopramid : Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin.. Efektivitasnya rendah
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali
dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.. Karena
melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa
Domperidon : Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek samping
yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esofageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat
pengosongan lambung.
Cisapride : Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperidon.
Dosis 3 x 10 mg sehari
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan
mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
(sitoproteksi)
Dosis: 4 x 1 gram
Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim
20
H,K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembertukan asam lambung. Obat-
obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus,
bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist
reseptor H,.
Omeprazole : 2 x 20 mg
Lansoprazole :2x30mg
Pantoprazole :2x40mg
Rabeprazole :2x 10 mg
Esomeprazole : 2 x 40 mg
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial yang dapat dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy: selama 4 bulan atau on demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika
Omeprazole 1 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Pantoprazole 1 x 40 mg
Rabeprazole 1 x 10 mg
Esomeprazole 1 x 40 mg
21
Teori Fakta pada Pasien
Penatalaksanaan GERD
1. Modifikasi gaya hidup.
2. Medikamentosa
Antagonis Reseptor H2
Berdasarkan teori terapi yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan
penatalaksanaan dari penyakit GERD.
22
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
23