ALLOANAMNESIS
Keluhan utama : Perut membesar
r 1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus tidak ada
Riwayat penyakit hipertensi tidak ada
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat Keluarga :
Pasien sudah menikah dan suami dalam keadaan sehat
Riwayat penyakit hipertensi dan DM dalam keluarga tidak ada
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada
Riwayat psikososial dan ekonomi :
Pasien seorang ibu rumah tangga
Riwayat kebiasaan minum alkohol atau merokok tidak ada
Riwayat konsumsi obat-obat herbal atau jamu-jamuan tidak ada
Deskripsi umum
Kesan sakit : Sakit Sedang
Status gizi : Gizi kurang
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Berat Badan : 71 kg
Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 22,03 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 78 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 24 kali/menit ,
Suhu : 36,5 C (axilla)
r
Pemeriksaan fisis
Kepala : normocephal, rambut hitam, lurus, sulit dicabut.
Mata : pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung ada kesan
normal pada mata kanan dan kiri, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, edema palpebra tidak ada
Telinga : tidak tampak adanya sekret, nyeri tidak ada
Hidung : bentuk normal, tidak ada sekret, epistaksis tidak ada
Mulut : mulut kering tidak ada, lidah kotor tidak ada, atrofi papil tidak ada, tonsil dan
faring tidak hiperemis
Leher : kaku kuduk tidak ada, DVS R+0 cm H2O (posisi 450), deviasi trachea tidak ada,
pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada.
Thorax :I : simetris kiri sama dengan kanan saat dinamis ataupun statis.
P : nyeri tekan tidak ada, vokal fremitus kanan dan kiri sama
P : sonor di kedua lapangan paru
A : bunyi pernapasan vesikuler, menurun pada basal bilateral
paru, ronki dan wheezing tidak ada
Jantung I : Ictus cordis tidak tampak
P: Ictus cordis teraba
P : pekak, batas jantung kesan melebar kanan di ICS II linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri di ICS V linea medioclavicularis sinistra,
A : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop tidak ada, bising tidak ada
Abdomen : I : cembung, ikut gerak nafas, pelebaran vena kolateral tidak ada, massa tumor
tidak tampak, tidak ada sikatrik.
A : peristaltik usus ada kesan normal
P : nyeri tekan ada, hepar dan lien sulit dinilai
r
r
Pemeriksaan penunjang : Tabel 1
Hasil Laboratorium (12/11/19)
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
WBC 9800 10^3/uL 4.00-11.00
RBC 10^ 6/uL 4.00-6.0
HGB 5,6 g/dL 12.0-16.0
HCT 18 % 37-48
MCV 85 fL 80.0-97.0
MCH 27,4 Pg 26.5-33.5
MCHC g/dL 31.5-35.0
PLT 96.000 10^3/uL 150-400
RDW-CV fL 10.0-15.0
PDW fL 10.0-18.0
MPV fL 6.50-11.0
PCT % 0.15-0.50
NEUT 84,1 % 52.0-75.0
LYMPH 7,6 % 20.0-40.0
MONO 10^3/uL 2.00-8.00
EO 10^3/uL 1.00-3.00
BASO 10^3/uL 0.00-0.10
GDS 77 mg/dL 140
SGOT 63 U/L < 38
SGPT 51 U/L < 41
Urinalisa (12/11/2019):
Protein : (+) / 30
Blood : +++/200
Lekosit : + - / 15
r
Sedimen torak : 78
Sedimen epitel sel : 26
Bact : 851
ANA Profile :
Elektrokardiografi (4-10-2019)
r
Hepar : Ukuran mengecil, Echo parenkim
kasar, permukaan ireguler.
- Splenomegaly
- Ascites
r
Upper Gastrointestinal Endoscopy tanggal 7/10/2019 :
Skop masuk sampai second part duodenum. Persiapan endoskopi 80%. Orofaring tidak tampak
kelainan.
Esofagus: tampak varises ukuran besar, berkelok dan menyebabkan penyempitan lumen, CRS
positif, LES normal, massa tumor tidak ada.
Lambung : mukosa antrum dan corpus udem, eritem dengan gambaran snake like appereance
dengan bercak perdarahan, massa tumor tidak ada. Tidak tampak varises fundus.
Pilorus intact
Duodenum : mukosa bulbus, second part duodenum dan ampulla vateri normal
Biopsi: tidak dilakukan biopsi
Kesimpulan :
- Varises esofagus grade 3 dengan risiko perdarahan tinggi
- GHP severe
- Duodenitis
Saran :
- Somatostatin
- PPI, sitoprotektor
- Ligasi varises esophagus
Daftar Masalah :
1. Sistemik Lupus Eritomatosus Max SLEDAI 17
2. Nefritis lupus
3. Hipoalbuminemia
4. Hiponatremia ringan
5. Anemia normositik normokrom
6. Suspek efusi pleura bilateral
7. Ascites grade II
r
Masalah dan Pengkajian
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan muntah darah yang dialami sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali, volume kurang lebih 150 cc. Riwayat terdiagnosis
sirosis hepatis sejak 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan spider nevi,
asites, dan eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 11,9 g/dl, PLT
66.000/ ul, PT 23 detik, APTT 46,6 detik, dan inr 2,3. Pada USG abdomen dan MSCT scan
abdomen didapatkan adanya gambaran sirosis hepatis disertai asites.
Plan diagnostik : UGIE + ligasi
Plan Terapi :
- Octreotide 25 mg/jam/ syringe pump
Plan monitoring :
- Monitoring tanda vital dan klinis
- Kontrol darah rutin
Plan Edukasi :
- Edukasi tentang kondisi pasien, perjalanan penyakit, dan pemeriksaan lanjutan yang akan
dilakukan
r
1. Asites grade II
Dipikirkan oleh karena adanya perut membesar 6 bulan terakhir terjadi secara perlahan
sebelum masuk Rumah Sakit, disertai rasa penuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada
abdomen cembung dan adanya ascites dengan shifting dullness positif. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan SGOT 99 U/L, SGPT 77 U/L, albumin 2,2 gr/dl. Pemeriksaan
MSCT abdomen dan USG abdomen didapatkan gambaran sirosis hepatis dan asites.
Asites pada pasien dipikirkan terjadi akibat hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
Plan diagnostik :
Analisis and sitologi cairan asites
Plan terapi :
Diet rendah garam < 2 gr/hari
Restriksi cairan
Spironolakton 100 mg/24jam/oral (tunda)
Plan monitoring:
Timbang berat badan setiap hari dengan target penurunan 1 kg/hari
Plan edukasi :
Menjelaskan penyakit, rencana pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis dari penyakit yang diderita pasien.
r
Tabel 2. Skoring Child Turcotte Pugh
Bilirubin 8.6 3
Albumin 2.3 3
INR 2.3 2
Ascites Moderate 2
Ensefalopati None 1
Total 11
Plan diagnostik : -
Plan terapi :
Diet Hepar III
Infus asering 500 cc/ 24 jam/ intravena
Ceftriaxone 2 gram/ 24 jam/ intravena
My dekla 60 mg/24 jam/ oral
Sefosbovir 400 mg/24 jam/oral
Lactulosa 10 cc/8 jam/oral
Plan monitoring :
Awasi tanda perdarahan
Cek Alkali Phosphatase, Gamma glutamil transferase
Plan edukasi :
Menjelaskan penyakit, rencana pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi,
dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien.
3. Hepatitis C infection
Ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anti HCV
reaktif. Riwayat pasien telah terdiagnosis hepatitis C sebelumnya sejak 6 bulan yang
lalu.
Plan diagnostik : -
Plan terapi :
Diet Hepar III
My dekla 60 mg/24 jam/ oral
Sefosbovir 400 mg/24 jam/oral
Plan monitoring :
Awasi tanda vital dan klinis pasien
Plan edukasi :
r
Menjelaskan penyakit, rencana pemeriksaan, penatalaksanaan, komplikasi,
dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien.
4. Hipoalbuminemia
Ditegakkan berdasarkan adanya asites dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil albumin darah 2.3 gr/dl. Hipoalbuminemia dipikirkan terjadi akibat berkurangnya
sintesis albumin di hepar.
r
Plan diagnostik : -
Plan terapi
Albumin 25% 100cc/24jam/intravena
Plan Monitoring
Monitor kadar albumin darah setelah koreksi
Plan Edukasi
Menjelaskan tentang kondisi pasien.
5. Koagulopati Hepatikum
Dipikirkan atas dasar hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan PT 23 detik, APTT 46,6
detik, INR 2,3. Adanya koagulopati pada pasien diakibatkan oleh penyakit hati kronik yang
diderita pasien.
Plan diagnostik : -
Plan Terapi : vitamin K 10 mg/ 8 jam/ intravena
Plan monitoring :
- Pantau tanda-tanda perdarahan
Plan Edukasi :
- Edukasi tentang kondisi pasien, perjalanan penyakit, dan pemeriksaan lanjutan yang akan
dilakukan
6. Hepatorenal syndrome
Dipikirkan atas dasar hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kreatinin yang
meningkat (Cr 1,54 mg/dl).
Plan diagnostik : -
Plan Terapi : -
Plan monitoring :
- Pantau ulang ureum kreatinin
Plan Edukasi :
- Edukasi tentang kondisi pasien, perjalanan penyakit, dan pemeriksaan lanjutan yang akan
dilakukan
7. Hiponatremia
Ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Natrium 130 mmol/L dan
r
termasuk hiponatremia ringan. Pada perhitungan osmolaritas serum didapatkan:
(2 x Na+) + (GDS:18) + (urea:6) = (2 x 125) + (144:18) + (8.87 :6) = 250+8+1.47
= 259.47
Dari perhitungan di atas, hiponatremia pada pasien termasuk hiponatremia hipervolemia
(hiponatremia dilutional). Pada hiponatremia ini tidak direkomendasikan untuk
memberikan terapi spesifik yang bertujuan untuk menaikkan kadar natrium plasma.
Plan diagnostik : -
Plan Terapi
Restriksi cairan
Diet rendah garam
Plan Monitoring
Kontrol elektrolit
Plan Edukasi
Menjelaskan tentang kondisi pasien
r
Follow Up
r
Urinalisa (12/11/2019):
Protein +/30
Vitamin C =0
Blood = +++/200
Lekosit +-/15
Sedimen torak 78
Sedimen epitel sel = 26
Bacteria = 851
ANA Profile :
RNP SM +++
SM ++
dsDNA ++
Nuc +++
Histones ++
Coomb’s test +1
A:
1. Sistemik Lupus Eritomatosus MAX
SLEDAI 12
2. Nefritis Lupus
3. Hipoalbuminemia
4. Hiponatremia ringan
5. Anemia hemolitik imun
6. Suspek efusi pleura bilateral
7. Asites grade 2
Hari -1 A: Terapi
Rheumatologi 1. Sistemik Lupus Eritematosus Human albumin 25% 100 cc/
13-11-2019 2. Nefritis Lupus 24 jam/ drips intravena
Jam 06.00 3. Hipoalbuminemia Plaguanil 200 mg/ 12
L1AD jam/oral
4. Hiponatremia
Cavit D3/ 24 jam/ oral
5. Anemia hemolitik imun Pulse metilprednisolon 500
6. Asites grade 2 mg/ 24 jam/ intravena selama 3
hari
Force furosemid 200 mg/ 24
jam/ syringe pump
r
Leher DVS R+2 cmH2O Force furosemide
Thoraks : bunyi pernapasan vesikuler, 200 mg/ 24 jam/
menurun pada basal paru bilateral, rhonki syringe pump (bila
dan wheezing tidak ada. tak ada albumin)
Cor : bunyi jantung I- II murni reguler. Metilprednisolon
Abdomen : cembung, ikut gerak napas, vena 500 mg/ 24 jam/
kolateral tidak ada, peristaltik ada kesan normal, intravena (H.2)
nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien sulit dinilai, Transfusi PRC 4 bag
timpani, Ascites ada shifting dullness ada Konsul TS Ginjal
Ekstremitas : edema dorsalis pedis bilateral, Hipertensi
hangat pada perabaan.
Plan :
Laboratorium: - rencana foto thoraks bila
keadaaan umum memungkinkan
- transfusi PRC bag ke-2 hari ini
PARAMETER HASIL - kontrol darah rutin post
WBC (12/11/19) 9800 transfusi, albumin dan elektrolit
HGB 5,6
MCV 85 Plan monitoring
MCH 27,4 Awasi tanda vital dan
HCT 18
tingkat kesadaran
PLT 96.000
Neut 84,1
Plan edukasi
Lymp 7,1
Menjelaskan penyakit, rencana
GDS 77 pemeriksaan, penatalaksanaan,
SGOT 63 komplikasi,dan prognosis dari
SGPT 51 penyakit yang diderita pasien
Albumin 0,8
Natrium 128
Kalium 3,6
Klorida 109
Protein total 4,4
Ureum 69
Kreatinin 1,11
Urinalisa (12/11/2019):
Protein +/30
Vitamin C =0
Blood = +++/200
Lekosit +-/15
Sedimen torak 78
Sedimen epitel sel = 26
Bacteria = 851
ANA Profile :
RNP SM +++
SM ++
dsDNA ++
Nuc +++
r
Histones ++
Coomb’s test +1
A:
1. Sistemik Lupus Eritomatosus MAX
SLEDAI 12
2. Nefritis Lupus
3. Hipoalbuminemia
4. Hiponatremia ringan
5. Anemia hemolitik imun
6. Suspek efusi pleura bilateral
7. Asites grade 2
Hari -2 A: Terapi
Rheumatologi 1. Sistemik Lupus Eritomatosus - Human albumin 25% 100 cc/ 24
14-11-2019 MAX SLEDAI 17 jam/ drips intravena
Jam 05.00 2. Nefritis Lupus - Plaguanil 200 mg/ 12 jam/oral
L1AD 3. Hipoalbuminemia - Cavit D3/ 24 jam/ oral
4. Hiponatremia - Metilprednisolon 500 mg/ 24
5. Anemia hemolitik imun jam/ intravena (H.2)
6. Asites grade 2 - Furosemid 200 mg/ 24 jam/
syringe pump lanjut furosemide
40 mg/ 12 jam/ intravena
Plan :
- Ukur lingkar perut/ hari
- Cek albumin post koreksi
r
- ukur lingkar perut / hari
Laboratorium: - kontrol darah rutin post transfusi
Coomb’s test + 2
Urinalisa (12/11/2019):
Protein +/30
Vitamin C =0
Blood = +++/200
Lekosit +-/15
Sedimen torak 78
Sedimen epitel sel = 26
Bacteria = 851
ANA Profile :
RNP SM +++
SM ++
dsDNA ++
Nuc +++
Histones ++
Coomb’s test +1
A:
1. Sistemik Lupus Eritomatosus MAX
SLEDAI 12
2. Nefritis Lupus
3. Hipoalbuminemia
4. Anemia hemolitik imun
5. Suspek efusi pleura bilateral
r
6. Asites grade 2
Hari -3 A: Terapi
Rheumatologi 1. Sistemik Lupus Eritomatosus - Metilprednisolon 500 mg/ 24
15-11-2019 MAX SLEDAI 12 jam/ intravena (H.2)
Jam 07.00 2. Nefritis Lupus - Plaguanil 200 mg/ 12 jam/oral
L1AD 3. Anemia hemolitik imun - Cavit D3/ 24 jam/ oral
4. Hipoalbuminemia (perbaikan) - Furosemide 40 mg/ 12 jam/
intravena
- Lansoprazole 30 mg/ 24 jam/
intravena
Plan :
- Foto thoraks
r
GDS 77 -
SGOT 63 -
SGPT 51 -
Albumin 0,8 2,5
Natrium 128 137
Kalium 3,6 4,3
Klorida 109 112
Protein total 4,4 -
Ureum 69 -
Kreatinin 1,11 -
Coomb’s test + 2
Urinalisa (12/11/2019):
Protein +/30
Vitamin C =0
Blood = +++/200
Lekosit +-/15
Sedimen torak 78
Sedimen epitel sel = 26
Bacteria = 851
ANA Profile :
RNP SM +++
SM ++
dsDNA ++
Nuc +++
Histones ++
Coomb’s test +1
A:
1. Sistemik Lupus Eritomatosus MAX
SLEDAI 12
2. Nefritis Lupus
3. Hipoalbuminemia (2,5)
4. Anemia hemolitik imun
5. Suspek efusi pleura bilateral
6. Asites grade 2
Hari -4 A: Terapi
Rheumatologi 1. Sistemik Lupus Eritomatosus - Metilprednisolon 500 mg/ 24
16-11-2019 MAX SLEDAI 12 jam/ intravena (H.2)
Jam 06.00 2. Nefritis Lupus - Plaguanil 200 mg/ 12 jam/oral
L1AD 3. Anemia hemolitik imun - Cavit D3/ 24 jam/ oral
4. Hipoalbuminemia (perbaikan) - Furosemide 40 mg/ 12 jam/
intravena
- Lansoprazole 30 mg/ 24 jam/
intravena
- Fujimin 2 tablet/8 jam/ oral
r
Plan :
- Foto thoraks (cito jika pasien
tetap sesak)
r
UGIE (7/10/2019)
Varises esofagus grade 3 dengan risiko perdarahan
tinggi + GHP score + duodenitis
A:
1. Varises esofagus grade 3
2. Sirosis Hepatis Dekompensata CTP C
3. Hepatitis C Infection
4. Ascites Grade II
5. Koagulopati Hepatikum
6. Hipoalbuminemia (2.6)
7. Hepatorenal syndrome
8. Hiponatremia ringan (130)
Hari 6 A: Terapi
GEH 1. Varises esofagus grade 3 Diet hepar III
8-10-2019 2. Sirosis hepatis dekompensata CTP C Infus Natrium klorida 0.9 %
Jam 06.00 3. Hepatitis C Infection 20 tetes per menit
L1AB 4. Asites grade II Octreotide 25 mcg/ jam/
5. Koagulopati hepatikum syringe pump
6. Duodenitis Vitamin K 1 ampul/ 8 jam/
7. Hipoalbuminemia (2.6) intravena
My dekla (daclastavir) 60
mg/ 12 jam/ oral
Sefosbovir 400 mg/ 24 jam/
oral
Ceftriaxone 2 gram/ 24 jam/
intravena (H.5)
Spironolakton 25 mg/ 24
jam/ oral tunda
Omeprazole 40 mg/ 24 jam/
oral
Mucostan syr 100 mg/ 8 jam/
oral
Propanolol 10 mg/ 8 jam/
oral tunda
Plan
- Timbang Berat Badan /hari
- Rencana ligasi varises
esofagus dengan UGIE
- Cek kontrol PT, APTT, inr
Hari -6 S : muntah darah, warna merah agak kehitaman, Terapi
INTERNA volume + 100 cc, nyeri perut seperti tertusuk-tusuk - Octreotide 25 mcg/ jam/ syringe
8-10-2019 VAS 8/10, pasien tampak gelisah pump
Jam 14.41 - Stop intake oral
L1AB - Stop propanolol
O: TD 100/60 mmHg
Perut tampak tegang
Plan diagnostik :
Analisa cairan ascites, kultur cairan ascites
Plan terapi :
Cefotaxime 1 gram/ 24 jam/ intravena
Plan monitoring :
Awasi tanda vital dan evaluasi VAS
Plan edukasi :
Menjelaskan penyakit, rencana pemeriksaan,
penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari
penyakit pasien.
Hari -7 S: nyeri perut, VAS 9/10, tidak bisa tidur tadi Terapi
INTERNA malam, muntah darah tidak ada Diet hepar III
9-10-2019 O: Diet rendah garam < 2 gram/
Jam 05.00 SS/GC/GCS 14 E4M6V4 24 jam
L1AB Aminofusin 500cc/ 24 jam/
TD: 110/70 mmHg
drips
N: 92 x/menit Octreotide 25 mcg/ jam/
P: 20 x/menit syringe pump
S: 37,3 oC My dekla 60 mg/ 12 jam/
Sat. O2: 99% oral
BB : 68 kg Sefosbovir 400 mg/ 24 jam/
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera oral
ikterik, Lactulosa 10cc/ 8 jam/ oral
Bunyi pernapasan vesikular, rhonki dan wheezing Cefotaxime 1 gram/ 24 jam/
tidak ada. intravena (H.1)
Abdomen : cembung, ikut gerak napas, vena Spironolakton 100 mg/ 24
jam/ oral (pagi)
kolateral tidak ada, peristaltik ada kesan normal, Furosemide 40 mg/ 24 jam/
hepar dan lien tak teraba, timpani,Ascites ada intravena
shifting dullness ada Propanolol 10 mg/ 12 jam/
Ekstremitas : edema tidak ada,, akral hangat oral
Mucostan 100 mg/
Lab 4/10/19 12 jam/ oral
WBC 7.000 Omeprazole 40 mg/
HGB 10,6 24 jam/ intravena
r
MCV 103
MCH 36,7 Plan monitoring
PLT 65.000 Awasi tanda perdarahan, awasi
Neutrofil 70,3 tanda vital, dan awasi GCS.
Plan edukasi
Anti HCV reaktif menjelaskan penyakit,
Albumin 2.6 rencana pemeriksaan,
Protein total 9.3 penatalaksanaan,
Ureum 100 mg/dl komplikasi,dan prognosis
Kreatinin 1.54 mg/dl dari
PT/APTT/inr 18,6/45,5/1,85 penyakit yang diderita pasien
Na/K/Cl 130/5.0/109
UGIE (7/10/2019)
Varises esofagus grade 3 dengan risiko perdarahan
tinggi + GHP score + duodenitis
A:
1. Ensefalopati hepatikum grade 1
2. Sirosis Hepatis Dekompensata CTP C
3. Varises esofagus grade 3
4. Hepatitis C Infection
5. Ascites Grade II
6. Koagulopati Hepatikum
7. Hipoalbuminemia (2.6)
Pengkajian :
Ensefalopati hepatikum grade 1
Dipikirkan atas dasar adanya keluhan sulit tidur
sejak tadi malam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan penurunan kesadaran GCS 14
(E4M6V4) serta ditemukan tanda-tanda
penyakit hati kronik sehingga pasien
didiagnosis sebagai ensefalopati hepatikum.
Penurunan kesadaran pada pasien ini
diakibatkan oleh adanya penyakit hati dimana
terdapat gangguan fungsi hepar yang meliputi
gangguan sintesis (trombositopenia,
hipoalbuminemia), gangguan ekskresi
(peningkatan bilirubin), peningkatan rasio GOT
dibanding GPT serta terdapat tanda hipertensi
portal (asites, spider nevi). Adapun faktor
prrsipitasi terjadinya ensefalopati hepatikum
pada pasien yaitu infeksi (peritonitis bakterial
r
spontan), asites grade 2, dan hiponatremia.
Berdasarkan kriteria West Haven, dimana pada
pasien ini dengan kesadaran GCS 14, tidak
terdapat disorientasi terhadap tempat dan waktu,
serta pasien masih dapat diajak berkomunikasi,
maka pasien ini termasuk dalam ensefalopati
hepatikum grade 1.
Hari-7 A: Terapi
GEH 1. Varises esofagus grade 3 Mucostan 100 mg/ 8 jam/
9-10-2019 2. Koagulopati hepatikum oral
Jam 06.00 3. Duodenitis Rebapimide 1 tablet/ 8jam/
L1AB 4. Hipoalbuminemia (2.6) oral
Lactulosa syr 10 cc/ 8 jam/
oral
Plan
- Timbang Berat Badan /hari
- Rencana ligasi varises
esofagus dengan UGIE
- Cek kontrol PT, APTT, ureum,
kreatinin
Hari-7 S: muntah darah banyak, volume + 1 liter, warna - bebaskan jalan napas
Interna merah kehitaman bergumpal, berbau amis - Guyur NaCl 0.9 % 500 cc/
9-10-2019 intravena
Jam 08.30 O: - rencana pemberian vasopressor
L1AB 0,05 mcg/ kgbb/ jam/
TD : 80/60 mmHg syringepump (jika tekanan
Nadi : 120 kali/ menit darah makin menurun)
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,7 o C plan : cito AGD
Saturasi oksigen 84 % dengan NRM 10 lpm
Ekstremitas : akral dingin, CRT > 2 detik plan edukasi: edukasi keluarga
pasien bahwa keadaan pasien
A: memburuk
- gastrointestinal bleeding et causa suspek ruptur
varises esofagus
r
- suspek gagal napas ec syok DD/ aspirasi
Pengkajian
Suspek gagal nafas ec syok dd/ aspirasi
Hari-7 S : Apnea Pasien dinyatakan meninggal
Interna dihadapan keluarga
9-10-2019 O: l
Jam 09.50 TD tidak terukur
L1AB Nadi carotis tidak teraba
Pupil midriasis maksimal, Refleks kornea tidak ada
r
RESUME
Pasien laki-laki 41 tahun datang dengan hematemesis yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit disertai perut yang disadari membesar secara perlahan-lahan sejak 1 minggu
terakhir. Nafsu makan dirasakan menurun, pasien hanya mampu menghabiskan 4-5 sendok
makan tiap kali makan. Riwayat melena 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat menderita
hepatitis C dan sirosis hepatis diketahui sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat berobat ke poliklinik
gastroenterohepatologi dan mendapat terapi my dekla 60 mg 1 tablet per hari, sefosbovir 100
mg 1 tablet per hari sejak Juli 2019 dan diminum teratur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterus, spider nevi, abdomen cembung, ikut gerak
napas, hepar dan lien sulit dinilai, asites ada shifting dullness, ekstremitas superior didapatkan
eritema palmaris. Ekstremitas Inferior edema pretibial minimal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium (2/10/19) WBC 14.000/ ul, Hb 11,9 gr/dl, MCV 103 fl,
MCH 36 pg, PLT 66.000 uL, SGOT 99 U/L, SGPT 77 U/L, Albumin 2,3 g/dl, Natrium 130
dan Kalium 5,1. AFP 6,6, ALP 107, Gamma GT 127, Bilirubin total 8,6 mg/dl, Bilirubin direk
5,6 mg/dl, Anti HCV Reaktif. Pada hasil pemeriksaan penunjang lainnya, USG Abdomen (29-
4-2019) kesan sirosis hepatis, splenomegali, dan asites. MSCT Thorax Dengan Kontras (23-
5--2019) Kesan : cirrhosis hepatis, splenomegaly dan ascites. Pada hasil UGIE (7/10/2019)
didapatkan kesan varises esofagus grade 3 dengan risiko perdarahan tinggi, GHP severe, dan
duodenitis.
Pada awal perawatan, pasien mengeluh muntah darah disertai perut yang membesar, riwayat
melena 2 hari sebelumnya dan kuning pada mata. Pasien diberikan terapi untuk mengatasi
kondisi kegagalan hati, infeksi virus hepatitis C, dan obat untuk mengurangi tekanan vena
porta. Pada hari ketiga pasien mengeluh buang air besar encer. Saat itu laksantia pasien
ditunda sementara. Pasien kemudian diesofagoduodenoskopi pada hari ke-5 perawatan. Pasien
tidak diligasi saat itu karena tidak tersedianya alat ligasi. Pada hari keenam perawatan pasien
mengeluh muntah darah kembali (rebleeding) disertai adanya nyeri seluruh perut seperti
tertusuk-tusuk dan dicurigai sebagai suatu spontaneous bacterial peritonitis. Sehari kemudian
pasien tampak gelisah dan mengeluh tidak bisa tidur tadi malam dan dipikirkan telah terjadi
ensefalopari heptikum grade I akibat adanya faktor pencetus infeksi. Selanjutnya kesadaran
pasien semakin menurun hingga tidak sadarkan diri dan pada pasien dilakukan resusitasi.
Pasien meninggal dengan penyebab kematian yang dicurigai akibat syok yang disebabkan oleh
rupturnya varises esofagus ataupun aspirasi. Pada pukul 09.50 pasien dinyatakan meninggal di
hadapan keluarga dan keluarga menerima.
r
r
Diskusi
Pasien laki-laki umur 41 tahun masuk dengan hematemesis sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit disertai dengan riwayat melena 2 hari sebelumnya. Riwayat terdiagnosis infeksi hepatitis C dan
sirosis hepatis sejak 6 bulan yang lalu sehingga pasien ini dicurigai adanya perdarahan varises esofagus
yang biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa: hematemesis, hematokezia atau melena,
penurunan tekanan darah, dan anemia yang bisa disebabkan tidak hanya oleh perdarahan tapi bisa juga
diperberat oleh karena chronic liver disease yang ada pada pasien ini. Ruptur varises esofagus pada
pasien ini disebabkan oleh adanya peninggian tekanan vena porta sebagai komplikasi dari sirosis
hepatis akibat infeksi virus hepatitis C.
Perdarahan varises akut dianggap sebagai kedaruratan medis dan harus segera ditangani. Terapi
yang diberikan antara lain resusitasi volume, terapi akut untuk perdarahan, dan pencegahan rekurensi
perdarahan varises.13 Resusitasi yang tepat, pemberian awal vasokonstriktor, ligase varises endoskopi
(endoscopic variceal ligation/EVL) dan pemberian profilaksis antibiotik secara bersamaan, dapat
meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk pasien yang gagal dengan vasokonstriktor dan terapi EVL
dapat diselamatkan oleh Endoscopic Injection Sclerotherapy (EIS), balon tamponade dan Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Stent (TIPS). Algoritma penanganan Perdarahan Varises Esofagus Akut
ditunjukkan pada Gambar 1.14
Terapi untuk mengontrol perdarahan pada pasien ini kami berikan Ocreotide untuk
r
menghentikan variceal bleeding dengan cara menurunkan tekanan vena hepatis yang akan
menurunkan aliran darah vena azygos sehingga menurunkan tekanan variceal. Pada satu
studi, pasien-‐pasien (n=68) dengan hipertensi portal perdarahan saluran cerna atas secara acak
mendapat terapi octreotide (n=24), vasopressin (n=22), atau omeprazol (n=22). Kontrol
perdarahan sempurna dapat dicapai pada semua pasien yang menerima octreotide setelah 48 jam
terapi, dibanding dengan 64% pada pasien dengan terapi vasopressin dan 59% pada grup
omeprazol (p<0.005).15
Terapi farmakologi (somatostatin atau analognya [octreotide atau vapreotide] atau
terlipressin) harus segera dimulai pada pasien yang dicurigai hemoragik dan dilanjutkan selama
3‐5 hari setelah diagnosis ditegakkan.13 Octreotide, vapreotide, vasopressin, dan terlipressin
terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan varises akut. Beberapa vasokonstriktor telah
digunakan untuk mengontrol perdarahan varises. Pertama, dan yang merupakan standar baku,
adalah vasopresin (Pitressin). Penggunaannya untuk mengontrol perdarahan varises tidak
tercantum pada label yang dikeluarkan FDA, dan terutama manfaat kerjanya yang sangat kuat
pada otot polos dan aktivitas vasokonstriktornya. Karena efikasi vasopressin untuk perdarahan
varises terbatas dan efek sampingnya yang serius (kram perut, aritmia, dan gangren) (Tabel 3),
maka penggunaannya telah banyak digantikan oleh oktreotid (octreotide). Walaupun demikian,
beberapa klinisi masih meresepkan vasopressin.9
Octreotide adalah analog sintetik somatostatin, dengan sifat farmakologis yang mirip dan
waktu parah yang agak lebih panjang. Octreotide terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan
varises akut dan mempunyai efikasi yang setara dengan vasopressin dan tampon balon (ballon
tamponade), dengan efek samping yang lebih sedikit. Octreotide diberikan sebagai injeksi bolus
50‐100 mcg diikuti dengan infus 25‐50 mcg/jam selama 18 jam sampai 5 hari.15
Pedoman ASSLD dan Komite American College of Gastroenterology (ACG) pada
pencegahan dan penatalaksanaan Varises dan Hemoragik Varises pada pasien sirosis
merekomendasikan kombinasi terapi farmakologis vasokonstriktor dan ligasi varises.13 Walaupun
kombinasi farmakoterapi (somatostatin, terlipressin, atau octreotide) bersama tindakan endoskopi
(EVL atau skleroterapi) terbukti bermanfaat untuk mengontrol perdarahan akut, tetap masih ada
r
10
Tabel 3. Penanganan Perdarahan Gastrointestinal Akut
Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas normal,
yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah melalui hati dan peningkatan aliran arteri
splanchnicus dimana kedua hal tersebut mengurangi aliran keluar melalui vena hepatika dan
meningkatkan aliran masuk secara bersama-sama sehingga menghasilkan beban berlebihan pada sistem
portal. Hipertensi portal akan menimbulkan beberapa kelainan diantaranya adalah varises esofagus
dimana dengan meningginya tekanan vena porta, tekanan dalam pembuluh darah kolateral juga akan
meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah esofagus menjadi lebar dan berkelok-kelok, sperti
yang tampak pada hasil pemeriksaan esofagoduodenoskopi pasien ini.
Propanolol merupakan obat penyekat reseptor beta yang dapat menurunkan tekanan portal pada
sirosis hati, sebagai akibat penurunan isi semenit jantung dan aliran darah ke dalam hati sehingga obat
ini diberikan untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang. Ketika terjadi hematemesis berulang pada
hari keenam perawatan, propanolol dihentikan untuk diberikan kepada pasien.
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya diawali dengan adanya proses peradangan, nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi dengan terbentuknya nodul yang
mengganggu susunan lobulus hati. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
r
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis, yaitu
gagal hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselluler yang terjadi pada pasien ini diantaranya
adalah (1) ikterus yang disebabkan oleh kegagalan hati membuang bilirubin dari darah. (2) spider nevi,
terlihat pada kulit khususnya sekitar leher, bahu dan dada, serta (3) Eritema Palmaris, ditemukan pada
ujung-ujung jari tangan serta telapak tangan daerah tenar dan hipotenar. Keduanya merupakan tanda
hiperestrogenisme akibat menurunnya kemampuan sel hati mengubah estrogen dan derivatnya. Adapun
kelainan lain akibat hiperestrogenisme tetapi tidak ditemukan pada pasien jni antara lain yaitu:
ginekomasti, alopesia daerah pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atrofi testis.
Sirosis ditandai oleh fase kompensasi yang asimptomatik diikuti oleh fase dekompensasi dan
ditandai oleh tanda klinis yang jelas, yang paling sering adalah asites, perdarahan, ensefalopati, dan
penyakit kuning. Perkembangan penyakit hati dekompensata dipercepat oleh adanya komplikasi lain
seperti rebleeding, acute kidney injury (AKI), dengan atau tanpa hepatorenal syndrome (HRS), hepato-
pulmonary syndrome (HPS), portopulmonary hypertension (PPHT), cirrhotic cardiomyopathy (CCM),
dan infeksi bakteri. Transisi dari sirosis asimptomatik ke sirosis dekompensasi terjadi pada sekitar 5%
sampai 7% per tahun. Begitu dekompensasi terjadi, sirosis menjadi penyakit sistemik, dengan disfungsi
multi-organ. Pada tahap ini, pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri karena gangguan
imun terkait sirosis, yang melibatkan kekebalan bawaan dan didapat. Pada akhirnya, pasien dengan
infeksi bakteri memiliki angka morbiditas tinggi, hingga acute chronic liver failure (ACLF), dan
mortalitas tinggi. Pemberian antibiotik (mis. rifaximin), pemberian obat yang meningkatkan fungsi
sirkulasi sistemik yang terganggu (mis. pemberian albumin jangka panjang), pemberian obat yang
mengurangi inflamasi (mis. statin), dan mengurangi hipertensi portal (mis. beta-blocker) telah
bermanfaat dalam mengurangi perkembangan sirosis pada pasien dengan sirosis dekompensasi. 9
Pada pasien ini kami pikirkan sirosis hepatis dekompensata, berdasarkan anamnesis ditemukan
perut membesar, dari pemeriksaan fisik adanya sklera ikterik, ascites grade 2, spider nevi, eritema
Palmaris, dari hasil laboratorium dan hasil USG Abdomen didapatkan kesan gambaran sirosos hepatis
dan ascites. Sirosis, atau penyakit hati stadium akhir, dapat didefinisikan sebagai fibrosis parenkim hati
yang menimbulkan nodul dan perubahan fungsi hati, sebagai akibat respons penyembuhan luka yang
berkepanjangan terhadap jejas akut atau kronik pada hati oleh berbagai penyebab. Walaupun ada
beberapa penyebab lain, kebanyakan kasus sirosis di dunia diakibatkan oleh hepatitis kronik oleh virus,
atau jejas hati yang berkaitan dengan konsumsi alkohol yang kronik. 8
Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
r
hepatik yang berlangsung progresif. Kerusakan sel-sel hati ini akan berlanjut menjadi gangguan dari
susunan hepar dan peningkatan vaskularisasi yang menyebabkan terjadinya varises atau pelebaran di
daerah gaster maupun esofagus.
Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi terbanyak pada sirosis hepatis. Varises
esofagus biasanya baru memberikan gejala apabila varises sudah pecah dengan timbulnya hematemesis
atau melena. Semakin tinggi derajat varises esofagus maka semakin tinggi juga kemungkinan untuk
terjadi perdarahan, sehingga akan lebih banyak penderita yang ditemukan dengan varises esofagus
stadium berat.
Berdasarkan hasil Esofagogastroduodenoskopi pada tanggal 7/10/2019 didapatkan kesan varises
esofagus grade 3 dengan risiko perdarahan tinggi, gastropati hipertensi portal severe dan duodenitis.
Derajat varises esofagus merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perdarahan akut atau
perdarahan berulang. Perdarahan pada esofagus merupakan penyebab kematian utama pada sirosis
hepatis. Kriteria untuk prognosis yang buruk adalah terjadinya perdarahan yang lama, kegagalan
pengontrolan perdarahan, dan terjadinya perdarahan berulang. Semua faktor tersebut juga bergantung
dari beratnya disfungsi penyakit dasar hati yang dapat dievaluasi dengan klasifikasi Child-Pugh yang
merupakan faktor risiko untuk perdarahan.
Ligasi esofagus merupakan penanganan non farmakologi yang memberikan hasil memuaskan
dan memiliki komplikasi lebih rendah. Ligasi varises dikerjakan dengan alat khusus yang dapat dipakai
untuk menghisap permukaan varises kemudian mengikatnya dengan tali karet (rubber band).
r
Gambar 1. Teori perkembangan komplikasi dan gagal organ pada pasien dengan sirosis.9
Berdasarkan konsensus Baveno, untuk menilai beratnya sirosis dapat digunakan skor
Child‐ Turcotte‐Pugh (CTP) (Tabel 2).10 Klasifikasi ini menghasilkan sistem penilaian yang
membantu klinisi menetukan derajat keparahan penyakit, dan memperkirakan resiko mortalitas
jangka panjang dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan klasifikasi Child-Turcotte-Pugh (CTP);
pasien ini dikategorikan CTP-C dengan score 10. Encephalopaty (score 2); ascites (score 3);
bilirubine (score 1); Albumin (score 3); PT (score 1). Pasien dengan sirosis kelas A
berdasarkan klasifikasi Child‐Turcotte‐Pugh dapat bertahan (survive) sampai 15‐20 tahun,
sedangkan pasien dengan kelas C mungkin hanya 1‐3 tahun. Prognosis survival rate sirosis
hepatis CTP C dalam 1 tahun dan 2 tahun berturut-turut 45% dan 35 %. 9
Pada pasien ini kami dapatkan Asites grade 2 yang ditandai dengan adanya shifting
dullness pada pemeriksaan fisis. Telah kami lakukan pembatasan dari pemberian Natrium dan
diberikan diuretik yaitu Furosemid 40mg/24jam/oral dan Spironolakton 100mg/24jam/oral.
Pasien dengan sirosis dan asites berisiko tinggi untuk komplikasi lain penyakit hati,
termasuk asites yang menetap, SBP, hiponatremia,atau sindrom hepatorenal (HRS).11 Tidak
adanya komplikasi terkait hal tersebut, dikelompokkan ke dalam asites tanpa komplikasi.
r
HRS
Hiponatremia sering terjadi pada pasien dengan sirosis lanjut, dan didefinisikan sebagai
konsentrasi natrium serum kurang dari 130 mmol/L. Pasien dengan hiponatremia memiliki
prognosis yang buruk dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas, khususnya
komplikasi neurologis, dan penurunan kelangsungan hidup setelah transplantasi hati.
Hiponatremia hipovolemik dan hiponatremia hipervolemia dapat terjadi pada pasien dengan
sirosis. Yang kedua, paling umum, didefinisikan sebagai ekspansi volume cairan ekstraseluler,
dengan asites dan meteorismus. Ini dapat terjadi secara spontan, atau karena berlebihan cairan
hipotonik (misal dekstrosa 5%), atau sekunder akibat komplikasi sirosis yang menyebabkan
peningkatan volume secara tiba-tiba. Penyebab utamanya adalah hipersekresi non-osmotik
vasopresin dan peningkatan reabsorpsi natrium pada nefron proksimal, yang mengganggu
pembentukan air, dan kedua disebabkan oleh hipovolemia. Pada pasien ini kami dapatkan
Hiponatremia hiperosmolar. Manajemen hiponatremia hipervolemik membutuhkan pencapaian
keseimbangan air negatif. Pembatasan cairan non-osmotik membantu mencegah penurunan kadar
natrium serum yang lanjut, tetapi jarang efektif dalam meningkatkan natremia. 9
Pada hari keenam perawatan pasien mengeluh nyeri perut seperti tertusuk-tusuk dengan
VAS 8/10 disertai muntah darah warna merah agak kehitaman. Kondisi ini dipikirkan sebagai
suatu spontaneous bacterial spontan. Semua pasien dengan sirosis dan asites beresiko terjadi
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Prevalensi SBP pada pasien rawat jalan adalah 1,5-
3,5% dan 10% pada pasien rawat inap. SBP didefinisikan sebagai infeksi spontan pada cairan
asites tanpa adanya sumber infeksi atau inflamasi yang jelas dari intraabdomen. Infeksi peritonitis
bakteri spontan (SBP) terjadi pada pasien sirosis dan menyebabkan 25% infeksi pada populasi
ini. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian sekitar 30‐50%. 17,18 Diagnosis SBP didasarkan
pada parasentesis diagnostik. Pasien dengan SBP dapat memiliki salah satu dari gejala berikut 10:
(1) gejala lokal dan / atau tanda-tanda peritonitis: nyeri perut, nyeri tekan perut, muntah, diare,
ileus; (2) tanda-tanda peradangan sistemik : hiper atau hipotermia, kedinginan, perubahan
r
jumlah sel darah putih, takikardia, dan / atau takipnea; (3) memburuknya fungsi hati; (4)
ensefalopati hepatik; (5) syok; (6) kegagalan ginjal; dan (7) perdarahan saluran cerna. Namun,
penting untuk diketahui bahwa SBP mungkin tidak menunjukkan gejala. Pada pasien kami
dicurigai terjadi suatu SBP mengingat ditemukan adanya nyeri perut dan juga pasien mengalami
ensefalopati hepatik, meskipun tanpa leukositosis dengan fokus infeksi yang belum ditemukan. 10
r
tindakan untuk laparotomi dapat dipertimbangkan (Gambar 3). 21
Regimen yang direkomendasikan untuk profilaksis SBP primer dan sekunder terdiri dari
ciprofloxacin oral 500 mg setiap hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole satu tablet double-
strength setiap hari. Dosis harian lebih dipilih daripada dosis intermiten karena peningkatan
risiko resistensi antimikroba dengan dosis intermiten. Untuk pasien dengan perdarahan
gastrointestinal akut, Ceftriaxone 1 g setiap hari intravena direkomendasikan dengan durasi 7 hari
dan telah terbukti mengurangi risiko infeksi, perdarahan berulang, dan kematian. Atau, setelah
pasien stabil dengan kontrol perdarahan dan setelah dimulainya kembali asupan oral, ceftriaxone
21,22
dapat diganti ke ciprofloxacin 500 mg oral dua kali sehari selama 7 hari. Terapi untuk
Profilaksis Spontaneous Bacterial Peritonitis dapat di lihat pada Tabel 5.
r
Terapi yang disarankan untuk SBP terdiri dari sefotaksim 2g intravena setiap 8 hingga 12
jam (atau sefalosporin generasi ketiga yang serupa) untuk durasi minimal 5 hari. Profilaksis
antibiotik untuk SBP harus diberikan kepada pasien sirosis dengan riwayat SBP sebelumnya atau
perdarahan gastrointestinal akut, dan harus dipertimbangkan pada pasien tanpa riwayat SBP jika
total protein cairan asites kurang dari 1,5 g / dL, dalam hubungannya dengan setidaknya dua dari
hal berikut: kreatinin serum
≥1,2 mg / dL, nitrogen urea darah ≥25 mg / dL, natrium serum ≤ 130 mEq / L atau Child-
TurcottePuh ≥9 poin (dengan bilirubin ≥3 mg / dL). 21,22 Pada pasien kami dilakukan tindakan
berupa pemberian Antibiotik, golongan cephalosporin genenrasi 3 yaitu Ceftiaxone
2g/24jam/intravena. Selain itu, pasien juga diberikan Human Albumin 25% 1 botol/drips
intravena, namun mengingat obat tersebut sementara kosong dan keluarga belum bersedia
membeli obat tersebut dikarenakan obat tidak terjangkau oleh keluarga.
r
Tabel 5. Terapi untuk Profilaksis Spontaneous Bacterial Peritonitis21
Pada hari ketujuh perawatan pasien tampak mulai gelisah dan sulit tidur dan didiagnosis
sebagai ensefalopati hepatikum. Faktor tersering yang mencetuskan ensefalopati hepatikum pada
sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi dan perdarahan gastrointestinal berupa pecahnya varises
esofagus.5 Pada pasien ini terjadinya ensefalopati hepatikum dicurigai akibat adanya infeksi
(spontaneous bacterial peritonitis) dan adanya muntah darah berulang (rebleeding) di hari
keenam perawatan. Diagnosis ensefalopati hepatikum ditegakkan pada pasien ini karena
1,2
ditemukan adanya gambaran klinis yang sesuai pada pasien gagal fungsi hati. Ensefalopati
adalah suatu sindrom neuropsikiatri yang dapat dijumpai pada pasien gagal fungsi hati baik yang
akut maupun yang kronik, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan
kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya.
Kriteria West Haven membagi encephalopati hepatikum berdasarkan derajat gejalanya
(Tabel 1). Stadium encephalopati hepatikum dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0
dan 1 masuk dalam encephalopati hepatikum covert serta derajat 2-4 masuk dalam encephalopati
hepatikum overt.6 Berdasarkan kriteria West Haven, pada pasien ini dengan gejala adanya
gangguan tidur, penurunan konsentrasi, mudah tertidur namu juga mudah dibangunkan dari tidur,
bereaksi terhadap rangsangan, maka pasien ini termasuk dalam encephalopati hepatikum grade 1.
Adapun penyebab kesadaran menurun lainnya dapat dieksklusi diantaranya hipoglikemia dan
r
tidak ditemukan lateralisasi pupil isokor (kelainan neurologis disingkirkan). Riwayat kejang
sebelumnya tidak ada, Riwayat trauma kepala tidak ada. Encephalopati hepatikum terjadi oleh
karena akumulasi berbagai toksin dalam peredaran darah yang melewati sawar darah otak.
Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan penting dalam terjadinya
ensefalopati hepatikum karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati 4,7
Penurunan kadar amonia merupakan salah satu terapi dalam tatalaksana ensefalopati
hepatikum. Non-absorbable Disaccharides (Laktulosa) merupakan lini pertama dalam tatalaksana
ensefalopati hepatikum.4 Sifatnya yang laksatif menyebabkan penurunan sintesis dan
pengambilan amonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi pengambilan glutamin
4,8
. Laktulosa juga diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang digunakan sebagai
sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lain yang
menghasilkan urease. Proses ini akan menghasilkan asam laktat dan juga ion hidrogen pada
amonia. Adanya ionisasi ini akan menarik amonia darah menuju lumen.8
r
Pada hari ketujuh perawatan, pasien muntah darah dengan volume yang banyak
dan dicurigai sebagai rupturnya varises esofagus hingga menyebabkan adanya gangguan
hemodinamik. Namun, kesadaran pasien semakin menurun kemudian tidak sadarkan diri,
pada pasien ini terjadi syok akibat ruptur dari varises esofagus ataupun sehingga
dilakukan resusitasi. Pasien meninggal dengan penyebab kematian dicurigai aspirasi
muntahan. Pada pukul 09.50 pasien dinyatakan meninggal di hadapan keluarga dan
keluarga menerima.
r
KERANGKA KONSEP
r
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. Hepatic Encephalopathy in Chronic Liver Disease: 2014 Practice Guideline by the
European Association for the Study of the Liver and the American association for theStudy
2. Nasrul Z. Koma Hepatik. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 6 th edition. Interna Publishing:
Jakarta 2014:1989-92
nomenclature, diagnosis and quantification : Final report of the Working Party at thr 11th
5. Wakim FJ, Hepatic Encephalopathy: suspect it early in patoent with cirrhosis. Cleve Clin J
Med.
2011;78(9)597-605
Gastroenterol Hepatol.2011;7(4):222--33
9. Angeli, Paolo. EASL Clinical Practice Guidelines for the management of patients with
decompensated cirrhosis. European Association for the Study of the Liver. Journal of
Hepatology 2018;69j406–460
10. Durand F et al. Assessment of the prognosis of cirrhosis: Child‐Pugh versus MELD. J
Hepatol
2005;42(Suppl1):S100.
r
11. Ginès, Pere. Et. All. 2010. EASL clinical practice guidelines on the management of ascites,
Hepatology. 2010
;53j397–417
12. Garcia‐Tsao G et al. Prevention and management of gastroesophageal varices and variceal
Study of Liver Diseases (AASLD); Practice Parameters Committee of the American College
13. Lo gin-ho. Management of acute esophageal Variceal hemorrhage kaohsiung j med sci
2010;26:55– 67
14. Zhou Y. Comparison of the efficacy of octreotide, vasopressin, and omeprazole in the
kontrol of acute bleeding in patients with portal hypertensive gastropathy: a kontrolled study.
16. Ghassemi S et al. Prevention and treatment of infections in patients with cirrhosis. Best Pract
Res
17. Filik L et al. Clinical and laboratory features of spontaneous bacterial peritonitis. East Afr Med
J
2004;81:474.
r
20. Runyon BA. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) Practice
Guidelines Committee. Management of Adult Patients with Ascites Due to Cirrhosis: Update
2012.
21. Liou, Iris W, Kim, Nina. 2018. Recognition and management of Spontaneous Bacterial
Peritonitis.
complications/spontaneous-bacterial -peritonitis-recognition-management/core-concept/a
r
r