Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh :

Rani Rahmadiyanti

2013730168

Dokter Pembimbing :

dr. Muh. Masrin, Sp.PD

STASE ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. K
Usia : 59 tahun
Alamat : Sindang Barang , Cianjur
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri perut kanan atas diperberat sejak 2 bulan SMRS.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 6 bulan SMRS. Nyeri perut
diperberat 2 bulan SMRS, nyeri dirasakan setiap saat. Perut kanan atas terasa sangat
penuh. Awalnya pasien mengira hanya sakit maag dan pasien meminum obat promag
tetapi tidak ada perubahan. Nyeri perut disertai dengan adanya benjolan yang semakin
membesar sejak 2 bulan SMRS, benjolan di perut kanan atas dirasakan semakin
membesar sehingga membuat pasien merasa sesak. Pasien merasa terganggu
aktivitasnya. . Pasien mengaku nafsu makannya berkurang karena perutnya terasa
penuh, selain itu pasien juga mengeluh mual setiap kali makan dan memuntahkan
makanannya. Sakit ulu hati dan demam di sangkal. Pasien mengeluhi BAB cair sejak
1 hari SMRS dengan frekuensi 3x, tidak disertai lendir dan darah. BAK berwarna
seperti teh. Dan pasien mengalami penurunan berat badan drastis selama 2 bulan
terakhir.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien menyangkal pernah di diagnose penyakit hepatitis B atau Hepatitis C.

2
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama. Riwayat tekanan darah tinggi,
diabetes melitus, dan asma pada keluarga disangkal.

Riwayat psikososial
Riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol disangkal. Tidak pernah mengonsumsi
obat dalam jangka panjang sebelumnya.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 130/90 mmHg,
Nadi : 80 kali/menit reguler ,
RR : 20 kali/menit,
Suhu : 37.7 ̊C.
Kepala : normochepal
Rambut : tidak rontok

Wajah : tidak ada kelainan


Alis : tidak rontok
Mata : edema periorbital, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
Hidung : tidak ada sekret keluar
Bibir : lembap
Mulut : lidah tidak kotor, gusi tidak bengkak, frenulum lingua ikterik (+)
Telinga : tidak ada serumen yang keluar
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-/-), JVP tidak meningkat
Thoraks :
- Cor : I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus kordis teraba di ICS V
A : BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

- Pulmo : I : bentuk thoraks simetris


P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor diseluruh lapang paru
A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : I : datar
A : bising usus (+)
P : perut kanan atas tampak membesar
P : hepar teraba membesar dengan lobus dextra 4 jari BAC,lobus
sinistra 5 jari dibawah processus xyphoideus tepi tumpul, permukaan
tidak rata, konsistensi keras. Nyeri tekan (+) Lien teraba di schuffner
2.

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”, edema (-/-)

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 27 Maret 2018
Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi rutin
Hemoglobin 11.9 12 – 16 g/dl
Hematokrit 36.8 37 – 47 %
Eritrosit 3.97 4.2 – 5.4 10^6/ul
Leukosit 12.5 4.8 – 10.8 10^3/ul
Trombosit 266 150 – 450 10^3/ul
MCV 92.6 80 – 94 fL
MCH 30.0 27 – 31 Pg
MCHC 32.4 33 – 37 %
RDW-SD 51.9 37 – 54 fL
PDW 15.7 9 – 14 fL
MPV 7.6 8 – 12 fL
Differential
Limfosit % 9.0 26 – 36 %
Monosit % 4.1 4-8 %
Neutrofil % 86.0 40-70 %
Eosinofil % 0.6 1-3 %
Basofil % 0.3 <1 %
Absolut
Limfosit # 1.13 1.00 – 1.43 10^3/μL
Monosit # 0.51 0.16– 1.0 10^3/μL
Neutrofil# 10.78 1.8 – 7.6 10^3/μL
Eosinofil# 0.07 0.02-0.50 10^3/μL
Basophil # 0.04 0.00-0.10 10^3/μL
Kimia Klinik
Glukosa Rapid Sewaktu 140 <180 mg/dL
Elektrolit
Natrium (Na) 139.2 135-148 mEq/L
Kalium (K) 3.71 3.50-5.30 mEq/L
Calsium ion 1.10 1.15-1.29 mmol/L

5
27 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Fungsi Hati
AST (SGOT) 53 <31 U/L
ALT (SGPT) 30 <32 U/L
Imunoserologi
Hepatitis marker
HBsAg Non reactive Non reactive Index

28 Maret 2018

Kimia Klinik

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Fungsi Hati
Alkali Phospat 289 64-306 U/L
Fungsi Ginjal
Ureum 20.7 10-50 mg%
Kreatinin 1.2 0.5-1.0 mg%

6
USG :

Hasil analisis USG upper dan lower abdomen didapatkan kesimpulan :

Gambaran masa intrahepatal kanan dan kiri , multiple, ukuran terbesar diameter
sekitar 6 cm sebagian berbentuk target sign,lesi hipoekhoik, berbatas tegas, tepi ireguler ,
pada Doppler tampak vaskularisasi intra masa e.c Sugestif hepatoma dengan metastasis
intrahepatal. Spleenomegali dengan v.Lienalis,V.Porta,hepatica,ductus billiaris intra dan
ekstrahepatal masih normal e.c. Belum tampak hipertensi porta . Pembesaran KGB paraorta
berbagai ukuran dengan Ascites intraabdominal disekitar hepar.

Usg pancreas sulit dinilai

Usg ginjal nilateral dan vesical urinaria dalam batas normal

7
RESUME

Seorang perempuan berusia 59 tahun dating ke RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 6 bulan SMRS. Nyeri perut diperberat 2 bulan SMRS, nyeri dirasakan
setiap saat. Perut kanan atas terasa sangat penuh. Awalnya pasien mengira hanya sakit maag
dan pasien meminum obat promag tetapi tidak ada perubahan. Nyeri perut disertai dengan
adanya benjolan yang semakin membesar sejak 2 bulan SMRS, benjolan di perut kanan atas
dirasakan semakin membesar sehingga membuat pasien merasa sesak. Pasien merasa
terganggu aktivitasnya. . Pasien mengaku nafsu makannya berkurang karena perutnya terasa
penuh, selain itu pasien juga mengeluh mual setiap kali makan dan memuntahkan
makanannya. Sakit ulu hati dan demam di sangkal. Pasien mengeluhi BAB cair sejak 1 hari
SMRS dengan frekuensi 3x, tidak disertai lendir dan darah. BAK berwarna seperti teh. Dan
pasien mengalami penurunan berat badan drastis selama 2 bulan terakhir. Pasien menyangkal
pernah di diagnose penyakit hepatitis B atau C . Pasien juga menyangkal meminum Alkohol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan skelera ikterik dan frenulum lingua ikterik. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan hepar teraba membesar dengan lobus dextra 4 jari
BAC,lobus sinistra 5 jari dibawah processus xyphoideus tepi tumpul, permukaan tidak rata,
konsistensi keras. Nyeri tekan (+) dan Lien teraba di schuffner 2.

V. DIAGNOSA KERJA

Hepatoceluller Carcinoma

VI. PENATALAKSANAAN
 P: D5% 1000 ccc/24 jam
 Cyprofloxacin 200 mg 2 dd 400 mg
 Metronidazole 3 dd 1
 Ketorolac 2 dd1
 Omeprazole vial 1 dd1
 Curcuma 3 dd 1

8
VII. FOLLOW UP

Tanggal S O A/P

 29/03/18 Nyeri perut kanan Kesadaran : compos mentis A: Hepatoceluller


atas(+) Tanda vital : Carsinoma
TD : 110/70 mmHg, P: D5% 1000 ccc/24
Nadi : 93 kali/menit jam
RR : 20 kali/menit, Cyprofloxacin 200 mg
Suhu : 36.7 ̊C. 2 dd 400 mg
Mata :CA(-/-),SI (+/+) Metronidazole 3 dd 1
Mulut:frenulum lingua Ketorolac 2 dd1
ikterik (+) Omeprazole vial 1 dd1
Leher : pembesaran KGB Curcuma 3 dd 1
(-)
Thoraks:Simetris
Cor :BJ I dan II reguler,
M (-),G(-)
Pulmo :vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:BU (+),NTE(-)
Hepar : teraba 5 jari BAC,3
jari PX tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi
kenyal,NT kanan atas
Lien : teraba di schuffner 2.
Ekstremitas:akral hangat,
CRT <2”, edema (-/-)

9
 30/03/18 Nyeri perut kanan Kesadaran : compos mentis A: Hepatoceluller
atas(+) Tanda vital : Carsinoma
TD : 110/80 mmHg, P: D5% 1000 ccc/24
Nadi : 90 kali/menit jam
RR : 20 kali/menit, Cyprofloxacin 200 mg
Suhu : 36.5 ̊C. 2 dd 400 mg
Mata :CA(-/-),SI (+/+) Ketorolac 2 dd1
Mulut:frenulum lingua Omeprazole vial 1 dd1
ikterik (+) Curcuma 3 dd 1
Leher : pembesaran KGB
(-)
Thoraks:Simetris
Cor :BJ I dan II reguler,
M (-),G(-)
Pulmo :vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:BU (+),NTE(-)
Hepar : teraba 5 jari BAC,3
jari PX tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi
kenyal,NT kanan atas
Lien : teraba di schuffner 2.
Ekstremitas:akral hangat,
CRT <2”, edema (-/-)
 2/04/18  Nyeri perut kanan Kesadaran : compos mentis A: Hepatoceluller
atas(+) Tanda vital : Carsinoma
TD : 90/60 mmHg, P: D5% 1000 ccc/24
Nadi :89 kali/menit reguler jam
RR : 20 kali/menit, Cyprofloxacin 200 mg
Suhu : 36.7 ̊C. 2 dd 400 mg
Mata :CA(-/-),SI (+/+) Ketorolac 2 dd1
Mulut:frenulum lingua Omeprazole vial 1 dd1
ikterik (+) Curcuma 3 dd 1

10
Leher : pembesaran KGB
(-)
Thoraks:Simetris
Cor :BJ I dan II reguler,
M (-),G(-)
Pulmo :vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:BU (+),NTE(-)
Hepar : teraba 5 jari BAC,3
jari PX tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi
kenyal,NT kanan atas
Lien : teraba di schuffner 2.
Ekstremitas:akral hangat,
CRT <2”, edema (-/-)
 4/04/18  Nyeri perut kanan Kesadaran : compos mentis A: Hepatoceluller
atas(+) Tanda vital : Carsinoma
TD : 90/60 mmHg, P: D5% 1000 ccc/24
Nadi :72 kali/menit reguler jam
RR : 20 kali/menit, Cyprofloxacin 200 mg
Suhu : 36.4 ̊C. 2 dd 400 mg
Mata :CA(-/-),SI (+/+) Ketorolac 2 dd1
Mulut:frenulum lingua Omeprazole vial 1 dd1
ikterik (+) Curcuma 3 dd 1
Leher : pembesaran KGB
(-)
Thoraks:Simetris
Cor :BJ I dan II reguler,
M (-),G(-)
Pulmo :vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:BU (+),NTE(-)
Hepar : teraba 5 jari BAC,3

11
jari PX tepi tumpul,
permukaan rata, konsistensi
kenyal,NT kanan atas
Lien : teraba di schuffner 2.
Ekstremitas:akral hangat,
CRT <2”, edema (-/-)

BAB II
PEMBAHASAN

12
HEPATOCELLULER CARSINOMA
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan tumor ganas
hati primer yang berasal dari hepatosit.Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah di
diagnosis, 85% merupakan HCC;10% CCdan 5% adalah jenis lainnya.

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

HCC sangat berhubungan dengan penyakit hepar kronis, terutama infeksi hepatitis B
virus (HBV) dan hepatitis C virus (HCV). Sebanyak 52,3% penderita HCC berasal dari
infeksi HBV kronis dan 20% dari infeksi HCV. Penyebab lain yaitu non-alcoholic fatty liver
disease (NAFDL), alfatoksin, dan penyakit hepar alkoholik. Risiko HCC pada sirosis berkisar
1-6% per tahun. Sirosis tanpa memandang etiologinya, mempunyai risiko HCC 3-4 kali lebih
tinggi dibanding hepatitis kronis. Peningkatan proliferasi hepatoseluler dapat mengarah pada
aktivasi mutasi gen supresor tumor. Perubahan ini yang nantinya menginisiasi
hepatokarsinogenesis.3
a. Virus hepatitis B (HBV)

Hubungan antara infeksi kronik dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara
epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsiogenitas HBV terhadap hati mungkin
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel pejamu dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan
gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dan kondisi inaktif menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung oleh kompensasi prliferatif merespons nekroinflamai sel hati, atau akibat
dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
Transkativasi beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh gen-x HBV (HBx) dapat
mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein yang di sandi HBx
mampu menyebabkan akselerasi proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan
hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari apotosis sel. 1

b. Virus hepatitis C (HCV)

Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis HCC pada pasien yang bukan pengidap
HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif,

13
interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan
sirosis hati.1

c. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama HCC didunia dan melatarbelakangi labih dari
80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC
merupakan penyebab utama kematian pada SH. Prediktor utama HCC pada SH adalah jenis
kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktivitas proliferasi sel hati. 1

d. Alfatoksin

Alfatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotiksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.


Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok
alfatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 1

e. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya non-alcohollic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. 1

f. Diabetes melitus (DM)


DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun HCC melalui
terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs)
yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Insidensi kuatnya asosiasi antara
DM dan HCC antara lain penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. yang melibatkan
173,643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM menemukan bahwa insidens HCC
pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidens HCC
kelompok bukan DM. 1

14
g. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-
70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati
alkoholik. Hanya sedkit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol.
Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap
infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga
meningkat bermakna pada pasien dengan HbsAg-positif atau anti-HCV-positif. Ini
menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV aupun infeksi HCV.
Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada
pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat nfeksi HBV atau HCV. 1

PATOLOGI
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik
kehijauan atau hemorgik. Sering kali ditemukan trombus tumor dalam vena hepatika atau
porta intra hepatik.1

PENYEBARAN

Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta atau vena
kava. Dapat terjadi metastasis pada verises esofagus dan di paru. Metastasis sistemik
seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai
di mediastinum. Bila sampai di peritoneum dapat menimbulkan asites hemoragik yang
berarti sudah memasuki stadium terminal.1

KARAKTERISTIK KLINIS
Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC ditemukan tersering pada median umur
antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki
dan perempuan berkisar antara 2-6:1. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari
asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala
yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan
atas abdomen. Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan
nyeri di kuadran kanan atas, atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut di curigai
HCC. Juga harus diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan
lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam. 1

15
Keluhan gastrointestinal lain ialah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesak
napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma, atau karena sudah
ada metastasis diparu. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang
masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal
hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. 1
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hpatomegali dengan atau tanpa “bruit”
Hepatik,splenomegali,asites,icterus,demam dan atrofi otot . Sebagian dari pasien yang di
rujuk ke rumah sakit karena perdarahan esophagus atau esophagus atau peritonitis
bacterial spontan (SBP) ternyata sudah menderita HCC.

PATOGENESIS MOLEKULAR HCC


Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi meligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik
dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan
perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular atau inaktivasi
gen supresor tumor yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA
mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik.
Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan
defisiensi antitripsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini
(cedera kronik, regenerasi dan sirosis). Alfatoksin dapat mengiduksi mutasi pada gen
supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada
tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis. 1
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan
inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi)
dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia LOH dapat terjadi di banyak kromosom.
Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan pada kromosom 17 atau pada lokasi dekat gen
p53. Pada kasus HCC lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi
(acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenik insersional
nonselektif. Integrasi menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan mengakibatkan
proses translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua
perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen selular
penting lain. 1
Selain yang disebutkan diatas, mekanisme karsinogenesis HCC juga dikaitkan
dengan peran dari 1) Telomerase, 2). Insulin-like growth factors (IGFs), 3). Insulin
receptor substrate 1 (IRS1).

16
Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan penting adalah vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF), berkat peran
keduanya pada proses angiogenesis.1

17
1. Pemeriksaan penunjang
a. Penanda tumor
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac
dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum
adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60-70% dari pasien HCC, dan kadar
>400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal dapat
ditemukan juga pada HCC stadium lanjut.
2. Des-gamma carboxy protrombin (DCP) atau PIVKA-2 yang kadarnya meningkat
hingga 91% dari pasien HCC namun dapat juga meningkat pada pasien defisiensi
vitamin K, hepatitis kronik aktif atau metastasis karsinoma.
3. AFP-L3 (alfa L-fucosidase serum) adalah suatu subfraksi AFP.
b. Ultrasinografi Abdomen
Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi USG lebih sensitive dari pada AFP
serum berulang.
Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah pola mosaik,formasi septum,bagian
perifer sonolusens(ber-‘halo’) perifer, bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul
fibrotik, serta penyangatan eko posterior . Berbeda dari tumor metastasis , HCC
dengan diameter kurang dari dua sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang
khas.

STRATEGI SKRINING DAN SURVEILANS


Untuk mendeteksi dini HCC diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis
hati dengHBsAg atau anti-HCV positif. Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan HCC
yang berkisar antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6 bulan) , dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan AFP serum dan USG Abdomen setiap 3 sampai 6 bulan bagi pasien sirosis
maupun hepatitis kronik B atau C.

DIAGNOSIS
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm adanya penyakit hati kronik, hipervaskularisasi
arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum ≥ 400ng/mL adalah
diagnostik .

Tabel 2. Kriteria Diagnostik HCC Menurut Barcelona EASL conference


Kriteria sito-histologis
Kriteria non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati)

18
Kriteria radiologis :
Koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/Angiografi)
 Lesi fokal >2cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria Kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum :
 Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
 Kadar AFP serum ≥ 400 ng/mL

Diagnostik diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi berdiameter > 2 cm)
dan diagnostic pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi.
Untuk tumor bediameter kurang dari 2 cm , sulit menegakan diagnostic secara non-
invasif karena berisiko tinggi terjadinya diagnostic negative palsu akibat belum matangnya
vaskularisai arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan biospi tidak diperoleh
diagnostic definitive sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3
bulan sampai diagnostic ditegakan .

SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat penilaian pasien atas kelompok kelompok yang
prognosisnya berbeda,berdasarkan parameter klinis,biokimiawi dan radiologis. Sistem yang
banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis
adalah system klasifikasi Child-Turcotte-Pugh , tetapi system ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC . beberapa system yang dapat dipakai untuk staging HCC adalah :
 Tumor-Node-Metastase (TNM) staging system
 Okuda Staging System
 Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) scoring system
 Chineses University Prognostic Index (CUPI)
 Barcelona Clinic Liver Cncer (BCLC) staging system

TERAPI
Pada umumnya, tata laksana HCC dapat di bagi menjadi terapi kuratif, paliatif dan
suportif. Tata laksana lanjutan HCC pasien sebaiknya dilakukan di tingkat pelayanan
sekunder.

19
20

Anda mungkin juga menyukai