Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS KECIL

“CHRONIC MYELOID LEUKEMIA”

Pembimbing:

dr. Maschun Syarifudin, Sp.PD

Tarida Putri Rahmadan 1710221008


Siti Sarah Rachmadianti G4A017065
Dwika Akbar Indrawan G4A017083

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL

CHRONIC MYELOID LEUKEMIA

Disusun oleh:

Tarida Putri Rahmadan 1710221008


Siti Sarah Rachmadianti G4A017065
Dwika Akbar Indrawan G4A017083

Diajukan untuk memenuhi syaratmengikuti Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu


Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Maret 2019

Purwokerto, Maret 2019

Pembimbing,

dr. Maschun Syarifuddin, Sp.PD


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama penderita : Ny. SN
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
No. RM : 00-98-94-01
Alamat : Jl. Gerilya No. 321 RT 01/RW 02 Tanjung, Purwokerto
Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Masuk : 4 Maret 2019

Tgl Anamnesa : 10 Maret 2019

Bangsal : Dahlia

Cara datang ke IGD : Sendiri

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama:
Demam

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dengan keluhan
demam. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam
yang tidak kunjung turun. Demam hanya turun sebentar bila pasien meminum
obat paracetamol. Keluhan disertai dengan nyeri dan rasa penuh pada perut,
mual, muntah dan lemas. Satu bulan yang lalu, pasien dirawat di RSUD Prof.
Dr. Margono karena demam, mual, dan muntah tanpa nyeri ataupun rasa
penuh di perut. Pasien menyangkal adanya nyeri di persendian. Pasien juga
menyangkal adanya keluar darah dari mulut, hidung, gusi, kulit ataupun sering
memar. BAB dan BAK pasien normal.
Pasien memiliki riwayat leukemia sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya pasien
sering merasa lemas dan tidak enak badan sehingga pasien memeriksakan diri
ke RS Dadi Keluarga dan diperiksa darah. Hasil lab menunjukkan adanya
peningkatan trombosit hingga satu juta. Selain itu, dilakukan pemeriksaan
USG pada pasien dan dikatakan adanya pembesaran limpa. Selanjutnya pasien
dirujuk ke RSUD Prof. Dr. Margono untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Pasien mengatakan nafsu makan menurun semenjak sakit, dan
tubuhnya semakin kurus.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat memiliki keluhan yang sama : (+) 1 bulan yang lalu
Riwayat transfusi : diakui
Riwayat memakai narkoba suntik : disangkal
Riwayat minum obat jangka panjang : diakui, obat hipertensi dan leukemia
Riwayat penyakit hati : disangkal
Riwayat keganasan : (+) leukemia sejak 2 tahun yang
lalu, rutin kontrol 1 bulan sekali
Riwayat HT : (+) sejak 5 tahun yang lalu, rutin
minum obat amlodipin dan
candesartan
Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat memiliki keluhan yang sama : disangkal
Riwayat memiliki hipertensi : (+) ayah
Riwayat memiliki penyakit jantung : disangkal
Riwayat memiliki diabetes melitus : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Rumah satu dengan
yang lain cukup berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga baik. Anggota kelurga yang tinggal dengan pasien tidak ada yang
memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien tinggal di rumah bersama
kedua anaknya dan satu menantunya. Sehari-hari pasien tidak melakukan
aktivitas yang berat, hanya memasak sekali-sekali. Pasien rutin kontrol satu
bulan sekali ke rumah sakit karena sakit leukemia. Pasien makan 3 kali sehari
dan tidak ada pantangan makanan.

C. OBJEKTIF
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis

Vital sign :T : 110/60 mmHg


N : 91 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 38.5°C
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam memutih sebagian, tidak mudah
dicabut, terdistribusi merata
Mata : Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
subconjunctival hemorrhage (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
pupil (+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil
lidah (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5
±3 cm

Pulmo
Anterior
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan
gerak (-), jejas (-), barrel chest (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (+/+),
wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi : Dinding punggung simetris, retraksi interkostal (-),
ketinggalan gerak (-), jejas (-), barrel chest (-), kelainan
vertebrae (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (+/+),
wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V linea midclavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Teraba (Schuffner VII), permukaan rata, tepi tumpul
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-),
Ptekie (-/-)
Inferior : Edema (+/+), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-),
Ptekie (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 4/3/2019 6/3/19 Nilai Rujukan


Hemoglobin 8.1 L 7.7 L 11.7-15.5 g/dL
101680
Leukosit 88710 H 3.600-11.000 U/L
H
Hematokrit 27 L 26 L 35-47 %
Eritrosit 3.6 L 3.5 L 3.8-5.2 ^6/uL
600000
Trombosit 701000 H 150.000– 440.000 /uL
H
MCV 73.9 L 73.9 L 80-100 fL
MCH 22.5 L 22.1 L 26-34 Pg/cell
MCHC 30.5 L 29.8 L 32 – 36 %
RDW 27.1 H 28.1 H 11.5 -. 14.5 %
Basofil 1.2 H 0.9 0–1%
Eosinofil 0.0 L 0.0 L 2–4%
Batang 11.1 H 9.2 H 3–5%
Segmen 12.7 L 9.7 L 50 – 70 %
Limfosit 19.8 L 41.2 H 25 – 40 %
Monosit 55.2 H 39.0 H 2–8%

Gambaran Darah Tepi

Eritrosit : anisositosis, poikilositosis, ovalosit, mikrosit, pear sel,


parasit negatif, eritrosist berinti negatif
Lekosit : jumlah meningkat, bentuk muda positif, smudge sel positif,
bentuk atipik positif, blast positif
Trombosit : jumlah meningkat, bentuk normal, clumping negatif
Kesimpulan : - Anemia hipokrom mikrositer
- Lekositosis, curiga keganasan (CML)
- Trombositosis  peradangan

E. DIAGNOSIS
Febris
Chronic Myeloid Leukemia (CML)

F. Planning
a. Medikamentosa
1. IVFD NaCl 0,9% 20 TPM
2. Inj. Ranitidin 2x1 amp
3. Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
4. Inf. Paracetamol 3x1 gr
5. PO Ciprofloxacin 2x500 mg
6. PO Metilprednisolone 2x16 mg
7. PO Glivec  tunda

b. Non Medikamentosa
1. Pro transfusi bila Hb <8
2. Transfusi PRC 1 kolf premed paracetamol
3. Cek ulang DL post transfusi

G. EDUKASI
1. Edukasi mengenai penyakit, penatalaksanaan, dan prognosisnya,
2. Bed rest hingga kondisi stabil
3. Asupan makanan dan minuman yang cukup
4. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien
FOLLOW UP
S O A P
HP 0 TD : 90/50 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9%
(4/3/2019) N : 99 x/menit Leukemia 500 cc lanjut 10 tpm
IGD RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 39°C amp
Demam, mual, 3. Inf. Paracetamol 3x1
muntah, perut gr
terasa nyeri dan 4. Cek DL
penuh 5. Pro transfusi bila Hb
<8
HP 1 TD :100/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20
(5/3/2019) N : 85 x/menit Leukemia tpm
Bangsal Dahlia RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 38.6° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
Muntah 4. PO Glivec 1x2 tab
Perut terasa nyeri 5. PO Hidroksiurea 3x1
dan penuh tab
6. Cek gambaran darah
tepi
7. Transfusi PRC 1 kolf
HP 2 TD :100/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20
(6/3/2019) N : 85 x/menit Leukemia tpm
Bangsal Dahlia RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 37.9° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
Tidak nafsu makan 4. PO Glivec 1x2 tab
Nyeri perut  tunda
berkurang 5. Po Hidroksiurea 3x1
tab  stop
6. Cek gambaran darah
tepi
7. Transfusi PRC 1 kolf
HP 3 TD :100/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20
(7/3/2019) N : 92 x/menit Leukemia tpm
Bangsal Dahlia RR : 22 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 38° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
Nyeri perut 4. Inj. Ceftriakson 2x1
berkurang gr
5. PO Glivec 1x2 tab
 tunda
6. Cek gambaran darah
tepi
7. Transfusi PRC 2 kolf
premed paracetamol
HP 4 TD :110/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20
(8/3/2019) N : 100 x/menit CML tpm
Bangsal Dahlia RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 38.2° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
Nyeri perut 4. Inj. Ceftriakson 2x1
berkurang gr
5. PO Glivec 1x2 tab
 tunda
6. PO Ciprofloxacin
2x500 mg
7. PO Metilprednisolon
2x16 mg
8. Transfusi PRC 2 kolf
premed paracetamol
HP 5 TD :110/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20
(9/3/2019) N : 80 x/menit CML tpm
Bangsal Dahlia RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 39° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
4. Inj. Ceftriakson 2x1
gr
5. PO Glivec 1x2 tab
 tunda
6. PO Ciprofloxacin
2x500 mg
7. PO Metilprednisolon
2x16 mg
8. Transfusi PRC 2 kolf
premed paracetamol

HP 6 TD :110/60 mmHg Febris 1. IVFD NaCl 0,9% 20


(10/3/2019) N : 91 x/menit CML tpm
Bangsal Dahlia RR : 20 x/menit 2. Inj. Ranitidin 2x1
S : 38.5° C amp
Demam 3. Inf. Paracetamol 3x1
Mual gr
4. Inj. Ceftriakson 2x1
gr
5. PO Glivec 1x2 tab
 tunda
6. PO Ciprofloxacin
2x500 mg
7. PO Metilprednisolon
2x16 mg
8. Transfusi PRC 2 kolf
premed paracetamol

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif
menahun dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten
sel stem. Kelainan tersebut mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid,
megakariosit. Perubahan patologik yang terjadi berupa gangguan adhesi sel
imatur di sumsum tulang, aktivasi mitosis sel stem dan penghambatan
apoptosis yang mengakibatkan terjadinya proliferasi sel mieloid imatur di
sumsum tulang, darah tepi dan terjadi hematopoiesis ekstramedular. Penyakit
ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,
sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan
diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas),
metamielosit, mielositsampai granulosit. (Jabbour & Kattarjian, 2016).
B. EPIDEMIOLOGI
Leukemia Myeloid Kronis (CML) adalah neoplasma mieloproliferatif
dengan kejadian satu hingga dua kasus per 100.000 orang dewasa. Jumlah
kejadian tersebut menyumbang sekitar 15% dari kasus leukemia yang baru
didiagnosis pada orang dewasa. Di amerika Serikat, data tahun 2015
diperkirakan sekitar 7.000 kasus akan didiagnosis CML baru, dan sekitar
1.100 pasien akan meninggal karena CML. Sejak tahun 2000, tahun
diperkenalkannya imatinib, angka kematian tahunan dalam CML telah
menurun dari 10-20% menjadi 1-2%. Akibatnya, prevalensi CML di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 25-30.000 pada tahun 2000, telah meningkat
menjadi sekitar 80–1,00,0001 pada tahun 2015, dan akan mencapai dataran
tinggi sekitar 1,80.000 kasus pada tahun 2030 (American Cancer Society,
2015).
C. KLASIFIKASI
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu
1. Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia
Granulositik Kronik; CGL)
2. Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -)
3. Leukemia mieloid kronik juvenilis
4. Leukemia netrofilik kronik
5. Leukemia eosinofilik
6. Leukemia mielomonositik kronik (CMML)
D. PATOGENESIS
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal
translocation 9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22
abnormal yang disebabkan oleh translokasi sebagian materi genetik pada
bagian lengan panjang (q) kromosom 22 kekromosom 9, dan translokasi
resiprokal bagian kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke region klaster
breakpoint (breakpoint cluster region, BCR) yang merupakan titik pemisahan
tempat putusnya kromosom yang secara spesifik terdapat pada kromosom 22.

Gambar 2.1 Philadelphia Chromosome


Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang
kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada
lengan panjang kromosom 22. Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1
dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu di antara dua titik di region
kelompok titik putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus
ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric
RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein 210 kd). Timbulnya
protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama melalui
tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi
pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan
proliferasi pada seri mieloid.
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai
kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut
terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan
(proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan
sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter (Rotty et
al., 2009).
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam
sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai
organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih
yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam
sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi
kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka
akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada
kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda
(bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan
kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk
pada banyak organ ekstra medula (Byrd JC et al., 2013).
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah
yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme
(terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi
tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah
patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala
tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa;
sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.
E. FASE PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit CML dibagi 3 fase, yaitu (Robbins et al., 2014) :
1. Fase Kronis
Pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blas dan sel promielosit kurang
dari 10% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan
produksi granulosit berlebihan yang didominasi oleh neutrofil segmen.
Gejala yang dialami ringan dan relatif mempunyai respons baik terhadap
terapi konvensional.
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
Fase ini sangat progresif, mempunyai blas lebih dari 10% tetapi
kurang dari 20%. Pada fase ini jumlah leukosit bisa mencapai 300
ribu/mm3 yang didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik
mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu (selain kromosom
Philadelphia) (American Cancer Society, 2017).
3. Fase blastik atau krisis blastik
Pada fase ini pasien mempunyai blas lebih dari 20% pada darah serta
sumsum tulangnya. Sel blas telah menyebar ke jaringan lain dan organ di
luar sumsum tulang. Pada pasien ini, penyakit berubah menjadi leukemia
mieloblastik akut atau leukemia limfositik akut (Robbins et al., 2014).
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis CML, tergantung pada fase yang dijumpai pada penyakit
tersebut, yaitu :
1. Fase Kronis
a) Gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia,
berkeringat pada malam hari.
b) Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.
c) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
d) Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia
akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
e) Gangguan penglihatan dan priapismus.
f) Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran
pucat, dispneu dan takikardi.
g) Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat
check up atau pemeriksaan untuk penyakit lain (Bakta et al, 2012).
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
Kriteria untuk mendiagnosis fase ini adalah adanya sel blast >15%, sel
blast dan promyelocytes sebanyak >30%, basophil >20%, platelet
<100x109 .Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6
bulan, di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain :
demam, lelah. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis
meningkat dan trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga
timbul perdarahan di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia)
(American Cancer Society, 2017).

Gambar 2.2 Kriteria Diagnosis Fase Akselerasi CML


3. Fase blastik atau krisis blastik
Fase ini secara morfologi adalah sama seperti leukemia akut. Untuk
mendiagnosis seseorang pada fase ini memerlukan adanya minimal 20%
sel blast pada sumsum tulang menurut WHO. Pada beberapa penderita fase
ini ditandai dengan temuan deposit extrameduler dari sel-sel leukemik dan
paling sering di Sistem Saraf Pusat (SSP), kelenjar limfe, kulit dan tulang.
Biasanya pasien pada fase blastik akan meninggal dalam janka waktu 3-6
bulan. Sekitar 70% dari fase blastik mempunyai fenotipe myeloid, 25%
limfoid, 5% undifferentiated. Prognosis lebih baik untuk fenotipe limfoid
dari yang myeloid dan undifferentiated (American Cancer Society, 2017).
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti, dapat ditemukan gejala klinis yang
berhubungan dengan hipermetabolisme, seperti penurunan berat badan,
kelelahan, anoreksia, keringat malam, splenomegali disertai rasa nyeri atau
rasa tidak nyaman, rasa penuh di daerah abdomen, rasa penuh dengan
jumlah makanan yang sedikit, gangguan pencernaan, gejala gangguan
trombosit : perdarahan, memar, epistaksis, menorhagia. Simptom-simptom
ini adalah tidak spesifik untuk mendiagnosis CML karena dapat juga
dilihat pada penyakit kanker dan non-kanker lain (American Cancer
Society, 2017).
2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan tanda-tanda seperti : pucat, organomegali (splenomegali-
hepatomegali), limfadenopati, purpura atau perdarahan pada retina sebagai
akibat gangguan fungsi trombosit (American Cancer Society, 2017).
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah rutin
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/dl
b) Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian
biasanya lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spektrum lengkap dari seri granulosit dari
mieloblast sampai neutrofil, komponen paling menonjol adalah
segmen neutrofil (hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit,
promielosit, dan mieloblst juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel
darah merah bernukleus (Ciesla et al., 2015).
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit juga menigkat, normal tau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.
5) Fosfatase alkali neutrofil (neutrophil alkaline phospatase) selalu
rendah
c) Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan granulosit dominan. Gambarnya mirip
dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri
myeloid, dengan komponen paling banyak adalah neutrofil dan
myelosit. Sel blast <30%. Megakariosit pada fase kronik normal
atau meningkat.
2) Sitogenikkonvensional : pemeriksaan ini menilai kromosome yang
juga dikenali sebagai karyotype. Pemeriksaan ini akan mengambil
waktu karena proses divisi dari sel dalam sumsum tulang akan
mengambil jangka waktu yang cukup lama. Sel-sel normal
memiliki 23 kromosom, namun pada pasien CML memiliki
kromosom yng abnormal yaitu Philadelphia (Ph1) kromosom
yang terlihat sebagai kromosom 22 tetapi lebih pendek. Keadaan
ini terjadi karena prubahan posisi dengan kromosom 9 dan
kromosom 22. Pemeriksaan ini membantu diagnosis CML.
Namun, jika hasil negative pemeriksaan oncogene BCR-ABL
dapat membantu.
3) Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pemeriksaan
yang supersensitive dapat mendeteksi adanya oncogene BCR-
ABL pada 99% kasus 3,8 PCR juga boleh digunakan untuk
memantau progress pengobatan, dengan adanya BCR-ABL
membuktikan leukemia masih ada (American Cancer Society,
2017).
H. DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan darah tepi dan sumsung tulang merupakan situasi klinis yang
dapat menegakkan diagnosis adanya CML, tetapi pada beberapa pasien CML
kadang tidak ditemukan kromosom Ph. Sehingga di butuhkan suatu standar
untuk menegakkan suatu diagnosis.
1. Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO :
a) Blast 10-19% dari WBC pada darah tepi dan atau dari sel sumsum
tulang berinti.
b) Basofil darah tepi >20%.
c) Thrombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak dihubungkan
dengan terapi, atau thrombositosis (>1000x109/L) yang tidak
responsif terhadap terapi.
d) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
e) Bukti sitogenik evolusi klonal
2. Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO :
a) Blast > 20% dari darah putih pada perifer atau sel sumsum tulang
berinti.
b) Proliferasi blast ekstrameduler
c) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biposi sumsum tulang (Bakta
et al., 2012).

I. TATALAKSANA
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a) Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit
diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit
turun setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3.
Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek
samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik,
tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup. Dosis mulai dititrasi
dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek
samping lebih sedikit Interferon α juga dapat mengontrol jumlah
sel darah putih dan dapat menunda onset transformasi akut,
memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun. IFN-α biasanya
digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea.
IFN-α merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita
leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi
sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang
donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta
IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk
mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l).
Hampir semua pasien menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada
beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius
berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien
(sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan
hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi
BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et al.,
2005).
3) Imatinib (Gleevec), nilotinib (Tasigna), dasatinib (Sprycel) adalah
obat tyrosine-kinase inhibitor yang merupakan pengobatan standar
bagi pasien CML pada fase kronik (American Cancer Society,
2017).
4) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation,
SCT) sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok
memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau
kurang pada fase akselerasi (Turgoen et al.,2012).
b) Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I
(Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini,
sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat
menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit
(Druker et al, 2013).
2. Non-Medikamentosa
a) Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar
tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk menghilangkan
gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum
transplantasi sumsum tulang

J. PROGNOSIS
Prognosis dari CML dikatakan buruk apabila :
 Ditemukan pada fase accelerasi atau fase blast
 Spleenomegaly
 Area-area bone damage akibat leukemia
 Peningkatan jumlah basofil dan eosinophil dalam sampel darah
 Jumlah platelet yang terlalu tinggi atau rendah
 Usia lebih dari 60 tahun
 Perubahan kromosome multipel (American Cancer Society, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2015. Chronic Myeloid Leukemia. Atlanta: American


Cancer Society.
BaktaIM. Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar: EGC. 2012:24,122

ByrdJC,BloomfieldCD,danWetzlerM.Acute andChronicMyeloidLeukemia.
Dalam:Fauci,A.S. dkk(editor).Harrison’s Principles ofInternal
Medicine17th Edition.USA:TheMcGraw-Hill Companies, 2013:965-975.

Chronic Myeloid Leukemia. American Cancer Society. 2017

CieslaB.HematologyInPractica.Philadelpia:F.A. Davis. 2015:160–181

Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, et al. Activity of a specific inhibitor of the
BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis of chronic myeloid leukemia
and acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia chromosome. N
Engl J Med. 2013;344(14):1038-42. [Medline]. [Full Text]

Hoffbrand A.V, Pettit J. E, Moss P.A.H. Leukemia mieloid kronik dan


mielodisplasia. Dalam: Mahanani Dewi Asih, editor. Kapita Selekta
Hematologi, 4th edition. Jakarta: EGC; 2012: 167-76

Huang X, Cortes J, Kantarjian H. Estimations of the increasing prevalence and


plateau prevalence of chronic myeloid leukemia in the era of tyro-sine
kinase inhibitor therapy. Cancer 2012;118:3123–3127.
Jabbour, E., & Kantarjian, H. (2016). Chronic myeloid leukemia: 2016 update on
diagnosis, therapy, and monitoring. American journal of hematology, 91(2),
252-265.
PatologiRobbinsVol.2Ed.7.TerjemahanPendit,B,Udkk.Jakarta.EGC.2014:90-
110.11.

Rohrbacher M and Hasford J. Epidemiology of chronic myeloid leukaemia


(CML). Advances in Biology and Therapy of Chronic Myeloid Leukaemia
2012; 22(3) 295–302.
Rotty WAL.LeukemiaLimfositik Kronik.Dalam: Sudoyo, AW dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2 Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.2009:1276-1282

Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 2014;340(17):1330-40.


[Medline].

Turgoen LM. Clinical Hematology Theory and Procedures5th


Ed.Philadelpia:LippincottWilliams andWilkins,2012:307 –341

Anda mungkin juga menyukai