Anda di halaman 1dari 29

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 14 TAHUN

DENGAN HERNIA MESENTERIKA


(HERNIA INTERNAL)

Oleh:
dr Tito Pradipta

Pembimbing:
dr.Nunik Agustiani Sp.B,Sp.BA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


BAGIAN ILMU BEDAH ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan program pendidikan
Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD dr
Moewardi SURAKARTA. Presentasi kasus dengan judul:

1
Seorang Anak Perempuan Usia 14 tahun dengan Hernia Mesenterika

Hari, Tanggal :

Oleh:
dr Tito Pradipta

Mengetahui dan menyetujui

dr.Nunik Agustiani Sp.B,Sp.BA

BAB I
STATUS PASIEN

I. ALOANAMNESIS
I. Identitas pasien
Nama : An. A
Umur : 14 th
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01460879
Alamat : Sragen
Agama : Islam
Berat Badan : 45
Tinggi : 155

2
MRS : 10 Mei 2019
Tanggal Periksa : 10 Mei 2019:

II. Keluhan Utama


Tidak BAB selama 3 hari

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh tidak BAB sejak 3 hari SMRS, keluhan disertai


mual (+) muntah (+) warna hijau, demam (-), pasien juga mengeluhkan
perut terasa kembung dan belum flatus. Oleh keluarga dibawa ke RSUD
Gemolong, pasien di periksa, di rotgen perut dan usg abdomen, kemudian
dirawat selama 4 hari. Karena keluhan tidak berkurang, oleh keluarga
pasien di bawa ke RSDM.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat mondok : disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign :
TD : 110/70

3
N : 88 x/menit, regular
RR : 20 x/menit
T : 36.9oC

B. General Survey
a. Kulit : warna kuning cerah, kering (-), hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : normocephali
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), cekung (-/-),
d. Telinga : sekret (-/-),
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (+), sekret (-/-),
darah (-/-)
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak :

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan -/-
i. Abdomen
Inspeksi : distensi (+)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
defense musculair (-)
j. RT : TMSA normal, Mukosa licin, Ampula kolaps, NT(-), massa (-),
STLD (-), feses (-)
k. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+/+)
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -

4
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah (10 Mei 2019) di RS Dr. Moewardi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.8 g/dl 12.3 – 15.3
Hematokrit 39 % 33 – 45
Leukosit 9.4 ribu/µl 4.5 – 14.5
Trombosit 303 ribu/µl 150 - 450
Eritrosit 5.10 juta/µl 3.80 - 5.80
INDEX ERITROSIT
MCV 76.7 /um 80.0 – 96.0
MCH 25.1 pg 28.3 – 33.0
MCHC 32.7 gr/dl 33.0 – 36.0
RDW 11.5 % 11.6 – 14.6
MPV 7.4 fl 7.2 – 11.1
PDW 16 % 25 – 65
HITUNG JENIS
Eosinofil 1.00 % 0.00 – 4.00
Basofil 0.10 % 0.00 – 1.00
Neutrofil 70.60 % 29.00 – 72.00
Limfosit 19.60 % 33.00 – 48.00
Monosit 8.70 % 0.00 – 6.00
Golongan O
Darah
HEMOSTASIS
PT 13.2 detik 10.0 – 15.0
APTT 30.5 detik 20.0 – 40.0
INR 1.020
KIMIA KLINIK
Creatinin 0.5 mg/dl 0.5 – 1.0
Ureum 32 Mg/dl < 48
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 132 – 145
darah
Kalium darah 3.7 mmol/L 3.6 - 5.1
Chlorida 95 mmol/L 98 – 106
darah
SEROLOGI

HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

5
A. Pemeriksaan radiologis
1. Usg Abdomen (9 Mei 2019) di RSUD dr.Soeratno Gemolong

Kesimpulan:
- Ascites minimal
- Dilatasi sistema usus halus, curiga ileus
- Cystitis
- Tak tampak penebalan lumen apendik di regio Mc burney
- Tak tampak kelainan pada hepar, vesica felea, lien,pancreas, kedua
ren, vesica urinaria, maupun uterus
2. Foto BNO (10 Mei 2019) di RSUD dr. Soeratno Gemolong

6
Kesimpulan: Parsial ileus letak tinggi DD focal illeus
B. ASSESSMENT
Ileus Obstruksi

C. PLANNING
Cito Laparotomy Eksplorasi

D. Penatalaksanaan
Tanggal : 11 Mei 2019
Waktu : 06.50 – 08.45
Jenis Anestesi : GA
Operator : dr.Nunik Agustiani Sp.B,Sp.BA

Asisten : dr. Debby / dr. Mega / dr. Alfian

Diagnosis pre operasi : Ileus Obstruksi ec. Hernia Mesenterika

Diagnosis post operasi : Ileus Obstruksi ec. Hernia Mesenterika

Tindakan : Laparotomy Eksplorasi + Release Hernia


+ Tutup Defek mesenterium+
Appendectomy

Laporan Operasi :

1. Pasien dalam posisi supine dengan GA, toilet medan operasi,


persempit dengan doek steril

2. Dilakukan insisi interspina sepanjang 15cm, perdalam lapis demi


lapis sampai peritoneum

3. Buka cavum peritoneum, didapatkan cairan berwarna serous,


dilakukan identifikasi didapatkan appendix intak, oedem (-)
hiperemis (-), didapatkan dilatasi usus

4. Dilakukan eksplorasi usus, didapatkan defek pada mesenterium


22cm dari ligamentum treitz, dengan jeratan usus sepanjang 1 loop

5. Dilakukan release jeratan usus  didapatkan ileum viabel

7
6. Dilakukan tutup defek mesenterium dengan jahitan primer

7. Dilakukan appendectomy

8. Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0,9% hangat

9. Jahit lapis demi lapis peritoneum, otot, fascia, subkutis

10. Jahit kulit

11. Operasi selesai

Instruksi Post OP:


1. stabil  pindah PICU
2. inf RL 20tpm
3. inj. Ampl Sulbactam 1,5gr/8jam
4. inj. Metamizol 1gr/8jam
5. inj. Ranitidin 50mg/12jam
6. BU (+)  diet bertahap
7. medikasi DPH 2
8. lain-lain laporkan

E. Foto durante dan post op

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Hernia terdiri dari dua jenis utama, eksternal dan internal. Hernia eksternal
mengacu pada prolapsnya loop usus melalui defek pada dinding perut atau
panggul. Hernia internal didefinisikan oleh penonjolan viskus melalui aperture
peritoneum atau mesenterika yang normal atau abnormal dalam batas-batas

8
rongga peritoneum. Lubang dapat diperoleh, seperti cacat pasca bedah, traumatis,
atau pascainflamasi, atau bawaan, termasuk kedua lubang normal, seperti foramen
Winslow, dan lubang abnormal yang timbul dari anomali rotasi internal dan
perlekatan peritoneum.
Dalam kategori luas hernia internal adalah beberapa jenis utama, seperti yang
secara tradisional dijelaskan oleh Meyers, berdasarkan lokasi. Secara khusus,
menggunakan data historis, ini terdiri dari paraduodenal (53%), perikecal (13%),
foramen Winslow (8%), transmesenterik dan transmesocolic (8%), intersigmoid
(6%), dan retroanastomotic (5%) ( Gambar 1), dengan kejadian keseluruhan
hernia internal menjadi 0,2-0,9%. 7% lainnya dijelaskan oleh Meyers termasuk
hernia paravesikal, yang dimana hernia internal yang tidak sebenarnya dan dengan
demikian tidak dijelaskan dalam artikel ini. Secara umum, hernia internal tidak
memiliki predileksi usia atau jenis kelamin. Dengan lebih banyak prosedur bedah
baru yang dilakukan menggunakan loop Roux, jumlah hernia internal
retroesastrenik telah meningkat. Ini mungkin lebih umum daripada kejadian
tradisional dari berbagai jenis hernia internal yang dilaporkan oleh Meyers.

Hernia trans-mesenterika merupakan salah satu jenis hernia internal yang


jarang terjadi. Hernia trans-mesenterika tidak mempunyai kantung atau tonjolan
herniasi, namun mempunyai defek atau kelainan pada mesenterium. Defek berupa
celah pada mesenterium dapat berpotensi menyebabkan terjadinya herniasi
duodenum. Semua jenis herniasi internal ini dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi pada usus. Obstruksi tersebut akan berkembang menjadi strangulasi
yang dapat menyebabkan iskemik usus kemudian menjadi gangren usus. Insidensi
terjadinya hernia internal yang menjadi obstruksi usus sebesar 0.9-1.78% kasus.

9
Insidensi hernia trans-mesenterika dilaporkan sebesar 0.2-0.9% kasus. Hernia
trans-mesenterika yang berkembang menjadi strangulasi dan volvulus sebesar 30-
40% kasus. 1–3

Hernia trans-mesenterika pada anak-anak sering disebabkan karena adanya


kelainan bawaan sejak lahir pada mesenterium. Dilaporkan 5-10% hernia trans-
mesenterika disebabkan karena kelainan kongenital pada mesenterium. Defek
berupa celah pada mesenterium menyebabkan terjadinya herniasi internal usus.
Sedangkan pada dewasa sering disebabkan karena post operasi rekontruski
gastrointestinal dan laparoskopi Roux-En-Y. Penutupan mesenterium yang tidak
sempurna dapat menyebabkan terjadinya hernia trans-mesenterika. 2

Manifestasi klinis yang sering muncul pada hernia trans-mesenterika hanya


berupa nyeri perut berulang yang tidak spesifik. Terkadang disertai dengan perut
kembung dan muntah. Pemeriksaan penunjang baik laboratorium, foto polos
abdomen maupun CT scan belum bisa menunjukkan hasil spesifik untuk
diagnosis. Oleh karena hal tersebut, sering terjadi keterlambatan diagnosis oleh
petugas medis pada kasus hernia trans-mesenterika. Insidensi komplikasi hernia
trans-mesenterika yang disebabkan karena keterlambatan diagnosis sehingga
menunda tindakan operasi sebesar 30-40% kasus. Meskipun kasus ini jarang
terjadi, namun tingkat mortalitas hernia trans-mesenterika mencapai 30-50%
untuk yang diterapi dan 100% untuk yang tidak mendapatkan terapi. 4

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden hernia trans-mesenterika termasuk kasus yang jarang terjadi. Insiden


hernia trans-mesenterika yang pernah dilaporkan dari hasil autopsi sebesar 0.2-
0.9% kasus hernia internal. 7 Pada penelitian lain juga melaporkan insidens hernia
trans-mesenterika hanya terjadi 4-8% kasus dari total hernia internal. Hernia trans-
mesenterika yang terjadi pada anak mewakili 5-10% total kasus hernia internal
pada anak. Hasil penelitian lain juga melaporkan hernia internal sebagai
penyebab obstruksi usus sebesar 0.6-5.8% kasus.8 Sedangkan insiden hernia

10
internal berdasarkan letak anatominya yaitu hernia paraduodenal sebesar 53%
kasus, hernia foramen of winslow sebesar 8% kasus, hernia transmesenterik
sebesar 8%, hernia transomental 1-3%, hernia pericaecal sebesar 13%, hernia
9
intersigmoid sebesar 6%, hernia supravesikal dan pelvis sebesar 6%. Hernia
trans-mesenterika kongenital lebih sering terjadi pada populasi anak- anak
dibandingkan pada populasi dewasa.10

C. ETIOLOGI

Penyebab dari hernia trans-mesenterika dibedakan menjadi 2 yaitu Congenital


dan Acquired. Penyebab kongenital diduga terjadi selama masa perkembangan
embrionik pada pembentukan usus. Defek kongenital umumnya terjadi kelainan
anatomi pada paraduodenal, pericaecal, transmesenterik, foramen dari Winslow,
intersigmoid, transomental dan panggul. Area paling sering ditemukan defek
mesenterika yaitu pada terminal ileum diantara persambungan cabang terakhir
arteri iliaca dengan arteri iliokolik yang disebut sebagai area Treves. Penyebab
kongenital lainnya berdasarkan hipotesis yang telah dilaporkan sebelumnya,
diduga terdapat regresi mesenterika dorsal selama masa perkembangan janin,
terdapat perluasan area hipovaskuler dan perkembangan mesenterium yang
terlalu cepat serta adanya kompresi pada mesenterika oleh usus besar selama
penurunan mid-gut ke dalam yolk-sac janin. Defek pada mesenterika juga
berhubungan erat dengan adanya anomali organ pencernaan, seperti atresia
duodenum11,12

Penyebab hernia trans-mesenterika yang “Acquired” pada prinsipnya


disebabkan karena adanya trauma pada abdomen. Trauma abdomen tersebut bisa
karena benda tumpul yang menyebabkan benturan hebat pada abdomen sehingga
menimbulkan defek pada mesenterium yang berlanjut menjadi hernia trans-
mesenterika dan iskemik duodenum. Penyebab lainnya juga bisa dikarenakan post
tindakan operasi rekonstruksi gastrointestinal seperti gastrojejunostomi dan
laparoscopy Roux-en-Y Gastric Bypass (LRGB). Insisi yang dilakukan pada

11
mesenterium selama operasi, tidak mengalami penuntupan sempurna sehingga
menimbulkan defek baru pada mesenterium yang berpotensi menjadi hernia
trans-mesenterika.12,13

D. PATOGENESIS

Patogenesis yang mendasari terjadinya hernia trans-mesenterika sampai


sekarang masih belum diketahui secara pasti. Banyak hipotesis yang dilaporkan
berhubungan dengan mekanisme terjadinya hernia trans-mesenterika. Hipotesis
tersebut yaitu terjadinya regresi parsial mesenterium dorsal selama masa
perkembangan, kurangnya komponen jaringan ikat yang menggabungkan dua
lapisan epitel pada mesenterika, perluasan area hipovaskuler yang menyebabkan
vaskularisasi tidak adekuat, pertambahan panjang segmen mesenterika yang
terlalu cepat dan terjadinya kompresi mesenterium oleh kolon selama masa
penurunan mid-gut ke yolk-sac pada janin. 14

Tiga hipotesis yang menjadi dasar utama terjadinya defek mesenterika yaitu
regresi parsial mesenterika dorsal, kurangnya jaringan ikat pada dua lapisan epitel
mesenterika dan akibat vaskularisasi yang tidak adekuat. Pada penelitian lain,
menyatakan hipotesis terkuat yang mendasari terjadinya hernia trans-mesenterika
yaitu terjadinya iskemik intestinal pada prenatal dan penipisan lapisan
mesenterika.2,3

12
Gambar 1. Kelainan kongenital yang menyebabkan avaskuler pada kolon
mesenterika. 6

Keterlibatan gangguan anatomi pada gastrointestinal diduga juga berpengaruh


terhadap terjadinya hernia trans-mesenterika. Gangguan Hirschsprung's disease,
cystic fibrosis dan atresia usus menjadi penyakit paling sering yang ditemukan
pada hernia trans-mesenterika. Pada suatu penelitian mengenai atresia usus halus,
terdapat 50% bayi yang mengalami atresia usus halus dengan dua per tiga
diantaranya adalah atresia ileum. Adanya atresia tersebut mempunyai keterlibatan
kuat terhadap terjadinya defek mesenterika yang meyebabkan herniasi
mesenterika. Selain itu, adanya gangguan vaskuler yang tidak terlalu berat dapat
menyebabkan defek mesenterika, sedangkan pada gangguan vaskular yang sangat
berat dapat menyebabkan defek mesenterika dan atresia duodenum.15

Kelainan pada mesenterika disebabkan karena adanya iskemia yang terus


berkembang di mesenterium. Area Treves merupakan area yang paling sering
terjadi defek pada mesenterika. Area traves meliputi terminal atau distal ileum,
diantara pertemuan cabang terakhir arteri ileum dengan arteri illiocolic. Pada area
ini tidak terdapat pembuluh darah, lemak dan kelenjar getah bening. Oleh karena
itu, area ini sangat rawan terjadi kelainan selama masa perkembangan janin.
Selain itu, defek mesenterika juga dapat terjadi pada proksimal ileum dan mid
ileum. 11

13
E. DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinis

Hernia trans-mesenterika tidak menimbulkan manifestasi klinis yang khas.


Gejala yang sering ditimbulkan hanya berupa nyeri perut akut yang tidak
spesifik. Hal tersebut menyebabkan sering terjadinya mis-diagnosis pada
pasien. Pada total hernia internal, 30% kasus tidak menimbulkan manifesatsi
klinis. Sedangkan sebagian besar sisanya hanya menimbulkan gejala klinis
berupa nyeri abdomen berulang apabila terjadi herniasi intermitten dan reduksi
usus secara spontan.3

Sebesar 30-40% hernia trans-mesenterika pada anak-anak datang ke


fasilitas kesehatan dengan gejala klinis berupa obstruksi usus akut. Pada
penelitian lain melaporkan, hernia trans-mesenterika dapat bermanifestasi
klinis berupa nyeri abdomen, mual, muntah dan perut kembung. Nyeri
abdomen diawali dengan rasa tidak nyaman di perut, berlanjut menjadi nyeri di
epigastrium hingga nyeri kolik di periumbilikal. Gejala tersebut dapat membaik
dengan perubahan posisi tubuh. Berat ringannya gejala yang ditimbulkan juga
tergantung pada ada tidaknya strangulasi dan volvulus. Pada anak, volvulus
lebih sering terjadi dibandingkan strangulasi. Pada kasus hernia trans-
mesenterika yang cukup parah dapat menimbulkan gejala syok, seperti
takikardi, takipnea dan hipotensi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
nyeri tekan seluruh regio abdomen.1,3,4

Secara umum hernia dapat menyebabkan munculnya tonjolan pada perut,


inguinal maupun femoralis. Pada hernia trans-mesenterika seringnya tidak
menyebabkan tonjolan ynag dapat dilihat dan diraba karena tidak memiliki
kantung herniasi. Namun, kadang-kadang hernia trans-mesenterika dapat
memunculkan tonjolan abdomen yang dapat diraba dan terasa nyeri, disebut
sebagai Gordian knot of herniated intestine. Massa abdomen tersebut jarang
ditemukan pada kasus hernia trans-mesenterika, terutama pada anak-anak.
Gejala dan tanda klinis hernia trans-mesenterika pada anak-anak sangat sulit
dideteksi.8

14
Berikut ini kumpulan gejala klinis hernia trans-mesenterika pada anak-
anak berdasarkan penelitian Hu et al., 2014.

Tabel 1. Karakteristik Manifestasi Klinis Hernia trans-mesenterika pada Anak-


anak4

Usia / Jenis Kelamin Manifestasi Klinis

2.2 tahun/ Laki-Laki Nyeri perut, muntah hebat, teraba massa abdomen,
syok
5.4 tahun/ Perempuan Nyeri perut, muntah hebat, perut kembung
7 tahun/ Perempuan Nyeri perut, mutah ringan, perut kembung, spasme
otot abdomen
5 tahun/ Perempuan Nyeri perut mual, muntah ringan, spasme otot
abdomen
7 tahun/ Perempuan Nyeri perut hebat, muntah, perut kembung, nyeri
tekan
3.2 tahun/ Laki-laki Nyeri perut, muntah hebat, perut kembung
2.5 tahun/ Laki-laki Nyeri perut, muntah hebat, perut kembung, syok
1.6 tahun/ Perempuan Muntah hebat, nyeri perut, perut kembung, bising
usus menurun, nyeri tekan seluruh regio abdomen,
syok
0 bulan/ Laki-laki Perut kembung, muntah-muntah
1.8 tahun/ Perempuan Nyeri perut, muntah ringan, perut kembung
3 tahun/ Laki-laki Nyeri perut, muntah hebat, perut kembung
8 tahun/ Laki-laki Nyeri perut, muntah, perut kembung, demam,
hipotensi

2. Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu adanya diagnosis hernia internal dapat dilakukan


pemeriksaan laboratorium darah, foto polos abdomen, ultrasonografi dan CT
scan. Pada pemeriksaan tersebut CT scan merupakan gold standard untuk

15
hernia interna. Pada CT scan dapat menunjukkan adanya hernia internal,
namun tidak dapat menentukan letak defek mesenterika. Sehingga hernia
trans-mesenterika hanya dapat ditegakkan diagnosisnya secara pasti setelah
dilakukan pembedahan (laparotomi). Dengan laparotomi dapat dikonfirmasi
secara pasti letak defek mesenterika untuk menegakkan diagnosis hernia trans-
mesenterika.12

Pada pemeriksaan laboratorium darah akan ditemukan peningkatan White


Blood Cells (WBC) dan C-reactive Protein (CRP). Peningkatan WBC dan
CRP menunjukkan adanya proses inflamasi pada tubuh. Pada kasus hernia
trans-mesenterika dengan gangren usus yang luas dapat ditemukan adanya
asidosis metabolik. Sedangkan, pada pemeriksaan foto X-ray abdomen
menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus yaitu adanya multipel air fluid level,
distensi usus, coma shape atau choffe bean yang menunjukan adanya closed
loop obstruction atau herniasi internal. 1

Gambar 2. Foto polos abdomen menunjukkan abnormalitas dilatasi


lengkung duodenum proksimal. 3

16
Gambar 3. Foto polos abdomen (posisi lateral) menunjukkan adanya air
flui level tanpa gas ektraluminal. 3

Gambar 4. (A) Foto polos abdomen menunjukkan dilatasi lengkung usus


dengan retensi fecalit. (B) Foto polos abdomen menunjukkan kumpulan
gas yang menyebabkan distensi usus di abdomen bagian atas.4

CT scan abdomen merupakan gold standard untuk mendiagnosis


hernia internal abdomen, sedangkan gold standard diagnosis hernia
trans-mesenterika melalui eksplorasi pembedahan. CT Scan mempunyai
spesifisitas 76%, sesnsitivitas 63% dan akurasi 77% untuk hernia trans-
mesenterika. Pada CT scan dapat ditemukan adanya pergeseran
mesenteric trunk ke arah herniasi, elongasi, pengelompokan atau
pembengkakan pembuluh darah mesenterika. Terdapat bentuk abnormal
dari lengkung usus pada rongga peritoneum. Tidak ada pergerakan
kontras intraluminal yang berkaitan dengan distensi usus.16

Gambaran hernia trans-mesenterika pada CT scan dapat


menunjukkan adanya lengkung usus halus yang tertutup karena obstruksi
maupun volvulus. Lengkung usus yang tertutup menunjukkan gambaran
“a beak sign” pada CT scan abdomen.1 Gambaran lain yang dapat
ditemukan pada CT Scan yaitu penebalan dari mesenterika dan kumpulan
herniasi lengkung usus yang mengalami dilatasi disertai adanya air fluid
level yang mengisi gaster dan colon. 6

17
Gambar 5. Hasil CT Scan panah merah menunjukkan a beak sign
yang mengindikasikan adanya obstruksi lengkung usus yang
tertutup.1

Gambar 6. Hasil CT Scan panah hitam (lateral) menunjukkan kluster


lengkung duodenum yang kolaps di bagian left flank. Panah hitam
proksimal usus halus menunjukkan dilatasi karena adanya obstruksi.
Panah putih menunjukkan pada pembuluh darah mesenterika superior
terdapat “whirled pattern of a volvulus.17

Gambar 7. (A) CT Scan abdomen menunjukkan penebalan dinding


duodenum (B) Pembengkokan dari arteri mesenterika superior dan vena
4
mesenterika
A superior, dan pembesaran vena
B mesenterika superior.

18
Gambar 8. (A) Hasil CT Scan pada tanda “*” mununjukkan penebelan
segmen dinding jejunum yang mengalami dilatasi, sedangkan tanda
panah putih menunjukkan peningkatan adiposa disekitar defek
mesenterika yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan herniasi. (B)
Tanda “*” menunjukkan kumpulan usus yang mengalami herniasi
internal. 6

Pada penelitian yang dilakukan Blachar et al., 2002 pada 23 pasien


hernia transmesenterika yang dilakukan pemeriksaan CT Scan
didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Penemuan Gambaran CT Scan pada 23 Pasien dengan Hernia


internal Trans-Mesenterika. 18

19
Diagnosis hernia trans-mesenterika ditegakkan berdasarkan hasil
temuan setelah dilakukan laparotomi eksplorasi. Ditemukan adanya
defek mesenterika dengan herniasi lengkung usus halus, strangulasi,
volvulus hingga gangren usus. Diagnosis pre-operatif hernia trans-
mesenterika sulit ditegakkan karena manifestasi klinis dan hasil
pemeriksaan penunjangnya tidak spesifik. 2

F. TATALAKSANA

Tatalaksana hernia mesenterik diperlukan terapi pembedahan. Laparatomi


eksplorasi merupakan terapi pembedahan yang disarankan untuk pasien yang
diduga berdasarkan gejala, tanda klinis serta pemeriksaan penunjang mengarah
pada hernia trans-mesenterika. Selain menjadi terapi penting hernia trans-
mesenterika, laparatomi eksplorasi juga menjadi gold standard untuk mengakkan
diagnosis pasti hernia trans-mesenterikan berdasarkan temuan dari pembedahan
tersebut. Hasil laparotomi eksplorasi pada hernia trans-mesenterika dapat
ditemukan adanya akumulasi cairan yang patologis, pembesaran usus halus yang
mengalami dilatasi, segmen kecil ileum distal yang mengalami herniasi melalui
defek di mesenterium, segmen hernia yang telah menjadi gangren, serta beberapa
kelenjar getah bening di sekitar mesenterika yang mengalami nekrosis.3,5

Pada saat laparatomi eksplorasi ditemukan adanya gangren usus maka perlu
dilakukan reseksi gangren usus. Kedua ujung usus yang terpisah dianastomosis
kembali untuk menjaga kontinuitas usus tersebut. Defek mesenterika ditutup

20
kembali dengan nonabsorbable sutures supaya tidak terbentuk celah yang
berpotensi menjadi herniasi mesenterika berulang. Apabila gangreng usus luas
atau sudah terjadi perforasi, maka pembuatan stoma perlu dipertimbangkan. 4,15

Perkembangan penyakit hernia trans-mesenterika dari terjadinya strangulasi


menjadi iskemik hingga nekrosis dan gangren berlangsung dalam waktu yang
cepat. Sehingga keputusan dilakukan laparatomi eksplorasi yang tepat sangat
mempengaruhi viabilitas usus. Semakin segera dilakukan pembedahan, maka
gangren usus bisa segera dihentikan dan mempertahankan usus yang masih sehat
disekitarnya. Oleh karena itu, laparatomi eksplorasi termasuk tindakan darurat
yang menjadi live saving procedur dalam menangani hernia trans-mesenterika. 3,19

Gambar 9. Post laparatomi eksplorasi ditemukan adanya iskemik pada


sebagian besar duodenum. 1

21
Gambar 10. Post laparotomi eksplorasi ditemukan adanya lokasi herniasi
mesenterika sebelum direduksi. 1

Gambar 11. Defek mesenterika di dekat iliocecal yang ditemukan setelah


reduksi hernia.1

22
Gambar 12. Bukti adanya defek mensenterika yang luas menyebabkan
herniasi internal. 3

Gambar 13. Hasil reseksi gangren usus akibat dari herniasi internal. 3

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Laporan kasus ini menyajikan kasus ileus obstruksi yang disebabkan oleh
hernia mesenterika. Pasien seorang anak perempuan berusia 14 tahun datang
dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 3 hari SMRS, keluhan disertai mual,
muntah berwarna hijau, perut terasa kembung dan belum flatus. Meyers membagi
kategori hernia internal berdasarkan lokasi, yaitu terdiri dari paraduodenal (53%),
perikecal (13%), foramen Winslow (8%), transmesenterik dan transmesocolic
(8%), intersigmoid (6%), dan retroanastomotic (5%), dengan kejadian
keseluruhan hernia internal menjadi 0,2-0,9%, 7% lainnya termasuk hernia
paravesikal. Hernia trans-mesenterika yang terjadi pada anak mewakili 5-10%
total kasus hernia internal pada anak dan sering disebabkan karena adanya
kelainan bawaan sejak lahir pada mesenterium. Manifestasi klinis yang sering

23
muncul pada hernia trans-mesenterika hanya berupa nyeri perut berulang yang
tidak spesifik. Terkadang disertai dengan perut kembung dan muntah. Hal ini
sejalan dengan kasus kami laporkan ini.
Hernia trans-mesenterika tidak menimbulkan manifestasi klinis yang khas.
Gejala yang sering ditimbulkan hanya berupa nyeri perut akut yang tidak spesifik.
Hal tersebut menyebabkan sering terjadinya mis-diagnosis pada pasien. Pada total
hernia internal, 30% kasus tidak menimbulkan manifesatsi klinis. Sebesar 30-40%
hernia trans-mesenterika pada anak-anak datang ke fasilitas kesehatan dengan
gejala klinis berupa obstruksi usus akut. Pada penelitian lain melaporkan, hernia
trans-mesenterika dapat bermanifestasi klinis berupa nyeri abdomen, mual,
muntah dan perut kembung. Nyeri abdomen diawali dengan rasa tidak nyaman di
perut, berlanjut menjadi nyeri di epigastrium hingga nyeri kolik di periumbilikal.
Pada anak, volvulus lebih sering terjadi dibandingkan strangulasi. Pada kasus
hernia trans-mesenterika yang cukup parah dapat menimbulkan gejala syok,
seperti takikardi, takipnea dan hipotensi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
nyeri tekan seluruh regio abdomen. Pada kasus ini, pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan distensi, bising usus meningkat, perkusi hipertimpani, dan nyeri
epigastrium.
Untuk membantu adanya diagnosis hernia internal dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah, foto polos abdomen, ultrasonografi dan CT scan.
Pemeriksaan USG Abdomen pasien ini didapatkan ascites minimal, dilatasi
sistema usus halus, curiga ileus, cystitis, tak tampak penebalan lumen apendik di
regio Mc burney, tak tampak kelainan pada hepar, vesica felea, lien,pancreas,
kedua ren, vesica urinaria, maupun uterus. Sedangkan pada foto BNO didapatkan
parsial ileus letak tinggi DD focal illeus. CT scan merupakan gold standard untuk
hernia interna, namun tidak dapat menentukan letak defek mesenterika. Pada
pemeriksaan foto X-ray abdomen menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus yaitu
adanya multipel air fluid level, distensi usus, coma shape atau choffe bean yang
menunjukan adanya closed loop obstruction atau herniasi internal. 1 Hernia trans-
mesenterika hanya dapat ditegakkan diagnosisnya secara pasti setelah dilakukan
pembedahan (laparotomi). Pada pemeriksaan laboratorium darah akan ditemukan

24
peningkatan White Blood Cells (WBC) dan C-reactive Protein (CRP).
Peningkatan WBC dan CRP menunjukkan adanya proses inflamasi pada tubuh.
Pada kasus hernia trans-mesenterika dengan gangren usus yang luas dapat
ditemukan adanya asidosis metabolik.
Tatalaksana hernia mesenterik diperlukan terapi pembedahan. Laparatomi
eksplorasi merupakan terapi pembedahan yang disarankan untuk pasien yang
diduga berdasarkan gejala, tanda klinis serta pemeriksaan penunjang mengarah
pada hernia trans-mesenterika. Laparotomi eksplorasi juga menjadi gold standard
untuk menegakkan diagnosis pasti hernia trans-mesenterikan berdasarkan temuan
dari pembedahan tersebut. Pada pasien ini dilakukan Cito Laparotomy Eksplorasi,
Release Hernia, Tutup Defek mesenterium, dan Appendectomy. Pada saat dibuka
cavum peritoneum, didapatkan cairan berwarna serous dan didapatkan dilatasi
usus. Kemudian dilakukan eksplorasi usus, didapatkan defek pada mesenterium
22cm dari ligamentum treitz, dengan jeratan usus sepanjang 1 loop. Dilakukan
release jeratan usus, didapatkan ileum viabel. Selanjutnya dilakukan tutup defek
mesenterium dengan jahitan primer dan dilakukan appendectomy.

Perkembangan penyakit hernia trans-mesenterika dari terjadinya strangulasi


menjadi iskemik hingga nekrosis dan gangren berlangsung dalam waktu yang
cepat. Sehingga keputusan dilakukan laparatomi eksplorasi yang tepat sangat
mempengaruhi viabilitas usus. Semakin segera dilakukan pembedahan, maka
gangren usus bisa segera dihentikan dan mempertahankan usus yang masih sehat
disekitarnya. Oleh karena itu, laparatomi eksplorasi termasuk tindakan darurat
yang menjadi live saving procedur dalam menangani hernia trans-mesenterika. 3,19

25
BAB IV

KESIMPULAN

Hernia terdiri dari dua jenis utama, eksternal dan internal. Hernia eksternal
mengacu pada prolapsnya loop usus melalui defek pada dinding perut atau
panggul. Hernia internal didefinisikan oleh penonjolan viskus melalui aperture
peritoneum atau mesenterika yang normal atau abnormal dalam batas-batas
rongga peritoneum. Hernia trans-mesenterika merupakan salah satu jenis hernia
internal yang jarang terjadi. Defek berupa celah pada mesenterium dapat
berpotensi menyebabkan terjadinya herniasi. Semua jenis herniasi internal ini
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada usus.

Kasus kali ini menyajikan pasien seorang anak perempuan berusia 14 tahun
datang dengan keluhan tidak bisa BAB sejak 3 hari SMRS, keluhan disertai mual,
muntah berwarna hijau, perut terasa kembung dan belum flatus. pemeriksaan fisik

26
abdomen didapatkan distensi, bising usus meningkat, perkusi hipertimpani, dan
nyeri epigastrium. Untuk membantu adanya diagnosis hernia internal dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, foto polos abdomen, ultrasonografi
dan CT scan. CT scan merupakan gold standard untuk hernia interna, namun tidak
dapat menentukan letak defek mesenterika. Tatalaksana hernia mesenterik
diperlukan terapi pembedahan. Laparatomi eksplorasi merupakan terapi
pembedahan yang disarankan untuk pasien yang diduga berdasarkan gejala, tanda
klinis serta pemeriksaan penunjang mengarah pada hernia trans-mesenterika.
Laparotomi eksplorasi juga menjadi gold standard untuk menegakkan diagnosis
pasti hernia trans-mesenterikan berdasarkan temuan dari pembedahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Willems, E., Willaert, B., & Van Slycke, S. Willems, E., Willaert, B., & Van
Slycke, S. (2017). Transmesenteric hernia: a rare case of acute abdominal
pain in children: a case report and review of the literature.
2. Butterworth, J., Cross, T., Butterworth, W., Mousa, P. & Thomas, S. CASE
REPORT – OPEN ACCESS International Journal of Surgery Case Reports
Transmesenteric hernia : A rare cause of bowel ischaemia in adults. Int. J.
Surg. Case Rep. 4, 568–570 (2013).
3. Tassinari, D., Santoro, S., Bernardi, F. & Lima, M. Rare disease A
mesenteric hernia complicated with a triple necrotic volvulus. 3–6 (2012).
doi:10.1136/bcr-2012-006448
4. Hu, M., Huang, G. & Chen, J. Mesenteric Defect with Internal Herniation
in the Pediatric Emergency Department : An Unusual Presentation of Acute
Abdomen. Pediatr. Neonatol. 55, 145–149 (2014).
5. Bansal, L. K. Small Bowel Obstruction Caused by Internal Herniation
Through a Mesenteric Defect — a Case Report. 1–3 (2018).

27
6. Kalaycı, O., Yazıcı, A., Yandı, M. & Topaloğlu, S. Strangulated congenital
mesenteric hernia : a case report. 21, 410–413 (2015).
7. Garignon, B. C., Paparel, P., Liloku, R., Lansiaux, S. & Basset, T.
Mesenteric Hernia : A Rare Cause of Intestinal Obstruction in Children.
1493–1494 (2002). doi:10.1053/jpsu.2002.35429
8. Heath, K. & Byard, R. W. Lethal small intestinal herniation through a
congenital mesenteric defect. 4–6 (2018).
9. Kohli, A., Choudhury, H. S. & Rajput, D. Internal Hernia : a case report. 1,
563–566 (2006).
10. Zerrweck, C., Sánchez, H. A., Posada, J. A. & Cervantes, J. Giant
Congenital Mesenteric Hernia in the Adult Case reports. 5458, 9–12
(2016).
11. Alaker, M. & Mathias, J. Internal herniation through a defect in the
transverse mesocolon. 2013–2015 (2014). doi:10.1136/bcr-2013-202753
12. Katagiri, H., Okumura, K. & Machi, J. Case Report Internal hernia due to
mesenteric defect. 5, 5–7 (2013).
13. Benyamini, P., Lopez, S., Cooper, M., Mohamad, O. & Maldini, G.
Congenital Mesenteric Defect : An Uncommon Cause of Bowel
Obstruction. 75, 46–47 (2016).
14. Hirata, K. et al. Mesenteric hernia causing bowel obstruction in very low-
birthweight infants. 10–13 (2015). doi:10.1111/ped.12409
15. Do, M. M., Burjonrappa, S. & Ed, F. CASE REPORT – OPEN ACCESS
International Journal of Surgery Case Reports Congenital mesenteric
defect : Description of a rare cause of distal intestinal obstruction in a
neonate CASE REPORT – OPEN ACCESS. Int. J. Surg. Case Rep. 3, 121–
123 (2012).
16. Crispín-trebejo, B., Robles-cuadros, M. C., Orendo-velásquez, E. &
Andrade, F. P. CASE REPORT – OPEN ACCESS International Journal of
Surgery Case Reports Internal abdominal hernia : Intestinal obstruction due
to trans-mesenteric hernia containing transverse colon. Int. J. Surg. Case
Rep. 1–3 (2014). doi:10.1016/j.ijscr.2014.01.013
17. Tang, V., Daneman, A., Navarro, O. M., Miller, S. F. & Gerstle, J. T.
Internal hernias in children : spectrum of clinical and imaging findings.
1559–1568 (2011). doi:10.1007/s00247-011-2158-4
18. Blachar, A. & P.Federle, M. Internal Hernia: An Increasingly Common
Cause of Small Bowel Obstruction. 23, 174–183 (2002).
19. Tan, Y. L. & V, M. A. Gangrenous Small Bowel Obstruction Secondary to

28
Congenital Internal Herniation : A Case Report. 67, 2011–2013 (2012).

29

Anda mungkin juga menyukai