Disusun oleh:
Pembimbing:
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh :
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di bagian ilmu penyakit dalam RSUD Jendral Ahmad Yani
Metro.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
Metro.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andreas Infianto Sp.P selaku
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
iii
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Umur : 29 tahun
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
No. RM : 412534
II. ANAMNESIS
keruh setiap pagi, dan batuk kecil sepanjang hari, disertai sesak. Ketika
1
b. Riwayat penyakit dahulu
dengan cek darah. Pada 2018 mengeluhkan batuk berdarah beberapa kali,
sudah cek TB hasil negative. Bulan juli os berobat dengan keluhan yang
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat HT : Disangkal
Riwayat DM : disangkal
Pramuka Jakarta.
2
e. Riwayat Kebiasaan :
Merokok (-)
• Vital sign :
- TD : 115/75 mmHg
- RR : 23 x/ menit
- Suhu : 36,5 oC
• Status gizi :
- BB : 42 kg
- TB : 158 cm
• Pemeriksaan fisik :
secret (-/-)
3
- Mulut : Mukosa mulut basah dan lidah dalam batas
hiperemis(-)
- Thoraks :
• Pulmo
sama
• Cor :
- Abdomen :
4
A: Bising usus (+), bising aorta abdominalis (-)
- Ekstremitas
Superior Inferior
a. Laboratorium
Nilai Tanggal
Pemeriksaan Satuan
Normal 30/08/21 31/08/21
Leukosit 5-10 Ribu/ul 5,75
Eritrosit 3,08-5,05 Juta/ul 4,73
Hemoglobin 12-16 g/dl 13,3
Hematokrit 37-48 % 42,1
Mcv 80-92 Fl 89
Mch 27-31 Pg 28,2
Mchc 32-36 g/dl L 31,7
Trombosit 150-450 Ribu/ul 301
Rdw 12,4-14,4 % 13
Mpv 7,3-9 Fl H 9,1
Ureum 15-40 Mg/dl 17,5
Creatinin 0,6-1,1 Mg/dl 0,67
GDS <140 Mg/dl 93,9
Hba1c < 5,7 %
Elektrolik Serum
Kalium 3.5-5.5 Mmol/L 4,1
Natrium 135-145 Mmol/L H 148,33
Clorida 96-106 Mmol/L L 89,95
Kalsium Ion 1.1-1.35 Mmol/L L 1,04
pH 7.35-7.45 H 7,47
Hemostasis
Masa pendarahan 1’00”-6’00” Menit 2’3”
BT
Masa pembekuan 9’00”- Menit 12’30”
CT 15’00”
5
Kimia Klinik
SGOT <31 U/L 18,8
SGPT <31 U/L 7,6
Bilirubin total <1 mg/dL 0,62
Bilirubin direk <0,25 mg/dL 0,17
Bilirubin indirek <0,75 mg/dL 0,45
Albumin 3,5-5,2 g/dL 4,48
Asam urat 3,6-8,2 mg/dL 4,15
b. TCM
MTB detected
c. Rongent
6
e. Elektrocardiogram
Kesan:
1. Sinus
2. Irreguler, HR 80 bpm
3. Normo aksis
4. GEL P : 0.12
5. P-R :0.2
6. Qrs : 0.04
7. St segmen normal
V. DIAGNOSIS
TB RR
➢ KAEN 3B 15 tpm
7
➢ Inj cefoperazone 2x1gr
VII. FOLLOW UP
31 Agustus 2021
Kesadaran : CM
TD : 115/75 mmHg
N : 95 x/mnt
RR : 22 x/mnt
T :36,5ºC
Diagnosis : TB RR
Terapi :
01 September 2021
8
KU : sakit sedang
Kesadaran : CM
TD : 106/66 mmHg
N : 94 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T :36,7ºC
Diagnosis : TB RR
Terapi :
Bedaquilin 4 tab
Lefofloxacin 1x 750mg
Clofacimin 1x 100mg
Isoniazid 1x450mg
Pirazinamid 1x1500mg
Etambutol 1x800mg
Linezolid 1x600mg
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definsi
1.2 Epidemiologi
hanya 130.000 dari 490.000 kasus menerima pengobatan TB MDR. Dari pasien
yang memulai pengobatan pada tahun 2014, 54% berhasil diobati, sedangkan
Indonesia meningkat dari tahun 2009 ke tahun 2014. Pada tahun 2009, terdapat
RR/MDR. Nomor ini meningkat setiap tahun hingga 2014, yang melihat 1.715
(Kementerian Kesehatan RI, 2017). Timur Jawa merupakan salah satu dari tiga
Jawa Timur Dinas Kesehatan, hanya 46% kasus TB MDR terdeteksi pada tahun
10
2015 berhasil diobati, karena 12% meninggal, 39% gagal dan 3% gagal
pengobatan.
terhadap obat lebih rumit dan membutuhkan lebih banyak perhatian daripada
bulan dan masih banyak lagi mahal; obat anti TB memiliki sisi yang lebih
yang merupakan strain yang resisten terhadap OAT rifampisin, TB-MDR yaitu
strain yang resisten terhadap rifampisi dan isoniazid, dan TB-XDR yaitu
TBMDR yang resisten juga terhadap fluoroquinolon dan minimal salah satu
Klasifikasi TB
Resistensi Primer :
11
mendapatkan OAT atau kurang dari 1 bulan.
Resistensi Inisial:
Resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak tahu pasti apakah pasien sudah
Resistensi Sekunder
Resistensi yang terjadi pada pasien yang sudah ada riwayat pengobatan OAT
minimal 1 bulan.
Secara besar faktor risiko terjadinyA resistensi obat pada pasien TB-
MDR pada umumnya terdapat 4 faktor yaitu faktor pasien, faktor dokter, faktor
obat, dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor dokter meliputi seberapa baik
tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien terhadap TB itu sendiri. Faktor obat
samping dari OAT. Faktor pelayan sistem kesehatan meliputi jarak dari rumah
HIV, sosial ekonomi, kelompok umur, jenis kelamin, konsumsi rokok dan
alkohol, adanya penyakit diabetes, dosis obat yang tidak tepat sebelumya dan
12
China menyebutkan bahwa faktor risiko MDR-TB adalah jenis kelamin
a. Patogenesis TB
Tuberkulosis menyebar melalui inhalasi droplet nuclei. Setelah masuk ke
saluran pernapasan dan akhirnya mencapai alveolus, makrofag di alveolus
akan melakukan fagositosis, namun bakteri ini tidak mati karena memiliki
dinding sel yang tebal dan mengandung asam mikoleat yang akan
melindunginya dari enzim lisosom. Di dalam makrofag, bakteri ini justru
melakukan replikasi. Pada tahap ini, pasien umumnya asimtomatis.
Setelah sekitar 3 minggu, imunitas seluler spesifik (oleh sel T) mulai bekerja
dengan cara mengisolasi bakteri TB dalam suatu granuloma. Hasilnya,
bakteri TB dan jaringan alveolus di dalam granuloma tersebut akan mati,
sehingga terjadi nekrosis jaringan dengan gambaran yang khas, yaitu
nekrosis kaseosa (nekrosis perkejuan). Bangunan ini disebut fokus Ghon.
Selain itu, proses patogenesis di atas juga terjadi di kelenjar getah bening di
hilus paru, menyebabkan limfangitis, dan menginvasi ke kelenjar limfe yang
menyebabkan limfadenitis. Fokus Ghon ditambah limfangitis, limfadenitis
disebut kompleks Ghon (Philips & Ernst, 2012).
Mekanisme pembentukan focus ghon tersebut akan membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri akan menjadi dormant.
Bentuk-bentuk dormant dari mekanisme pembentukan dinding tersebutlah
yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Dari sini, infeksi TB dapat berkembang menjadi:
1. Sembuh total, tidak ada cacat. Bakteri di dalam granuloma akhirnya mati,
namun meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi karena adanya jaringan
alveolus yang mati
13
2. TB laten. Bakteri di dalam granuloma tidak mati, tetapi dorman. Suatu
saat, ketika imunitas host mengalami penurunan, misalnya karena infeksi
HIV atau karena usia tua, bakteri ini dapat aktif kembali (Cardona, 2018).
b. Patofisiologi TB MDR
Terjadinya resisten terhadap OAT dapat terjadi pemberian obat yang tidak
tepat yaitu pasien tidak menyelesaikan pengobatan yang diberikan, petugas
kesehatan memberikan pengobatan yang tidak tepat baik paduan, dosis,
lama pengobatan dan kualitas obat, demikian pula adanya kendala suplaio
bat yang tidak selalu tersedia.
TB MDR merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang sudah memiliki resistensi pada isoniazid
dan rifampicin sekaligus (Danusantoso, 2011). Bakteri ini merupakan
bakteri aerob yang sangat dipengaruhi konsentrasi oksigen. Bakteri ini
hidup di lesi cavitas yang terdapat pada jaringan parenkim paru-paru.
Dinding bakteri ini terdiri dari peptidoglikan, arabinogalaktan, dan asam
mikolat. Dinding ini tebal dan memiliki konsentrasi lipid yang tinggi
sehingga tidak mudah ditembus molekul hidrofilik. Lipid pada dinding ini
juga menyebabkan Mtb resisten terhadap bahan kimia untuk dekontaminasi.
Bakteri ini tahan terhadap dingin tetapi sensitif terhadap panas, cahaya
matahari, sinar UV, dan X-rays. Bakteri ini tumbuh lambat yaitu antara 13
sampai 20 jam (Brennan, 2003).
Resistensi terhadap antimikroba merupakan karakteristik alami bakteri Mtb.
Hal tersebut berhubungan dengan mutasi genetik yaitu spontaneous
chromosmomal mutation. Mutasi ini tidak terjadi pada 1 kromosom saja,
tetapi bertahap sesuai antimikroba yang diberikan sehingga timbul Multi-
Drug Resistance. Resistensi ini dipicu oleh penggunaan antibiotik yang
kurang benar (Camimero, 2013). Terdapat 4 teori mekanisme multiplikasi
selektif MDR TB yang disebabkan oleh penggunaan (OAT) yang tidak
teratur, yaitu:
1. Perbedaan aktivitas bakterisidal selama pembunuhan bakteri
2. Monoterapi yang menyebabkan populasi spesifik menjadi steril
14
3. Konsentrasi hambat minimal selama bakteri tersebut tumbuh kembali
4. Perbedaan efek pasca pengobatan selama bakteri tersebut tumbuh
kembali
c. Mekanisme Resistensi Terhadap OAT
1) Mekanisme Resistensi terhadap INH
Isoniazid adalah hydrasilasi dari asam isonikotinik, molekul yang larut
dalam air sehingga dapat dengan mudah untuk masuk ke dalam sel.
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat sintesis asam mikolat
pada dinding sel (struktur bahan yang sangat penting pada dinding sel
Mycobacterium), melalui jalur yang tergantung dengan oksigen seperti
reaksi katalase peroksidase. Bakteri M. tuberculosis yang resisten
terhadap isoniazid terjadi secara spontan dengan kecepatan 1 dalam 105-
106 organisme.
Mekanisme tersebut diperkirakan karena adanya asam amino yang
mampu mengubah gen katalase peroksidase (katG) atau promotor pada
lokus 2 gen yang dikenal sebagai inhA. Delesi katG berkaitan dengan
berkurangnya aktifitas katalase dan peroksidase.
2) Mekanisme Resistensi terhadap Rifampisin
Rifampisin adalah suatu turunan semisintetik dari Streptomyces
mediterranei, yang berfungsi sebagai bakterisid intraseluler maupun
ekstraseluler. Obat ini juga dapat menghambat sintesis RNA dengan
cara mengikat atau menghambat secara khusus RNA polymerase yang
tergantung DNA.
Resistensi terhadap rifampisin disebabkan karena adanya permeabilitas
barier atau disebabkan karena adanya mutasi dari RNA polymerase yang
tergantung DNA. Rifampisin menghambat RNA polymerase yang
tergantung DNA dari mikobakterium, dan juga menghambat sintesis
RNA bakteri yaitu pada formasi rantai (chain formation).
Resistensi rifampisin akan berkembang karena adanya mutasi
kromosom dengan frekuensi dan kecepatan mutasi yang tinggi, sehingga
perubahan pada RNA polymerase. Resistensi terjadi pada gen untuk beta
15
subunit dari RNA polymerase dengan terjadinya perubahan pada tempat
ikatan obat tersebut.
3) Mekanisme Resistensi terhadap Pyrazinamide
Pyrazinamide adalah suatu turunan asam nikotinik yang berperan sangat
penting sebagai bakterisid jangka pendek terhadap pengobatan
Tuberkulosis.26 Obat ini akan bekerja efektif terhadap bakteri TB secara
invitro pada pH asam (5,0-5,5). Pada keadaan pH yang normal,
pyrazinamide tidak akan berefek atau hanya sedikit berefek.
Obat ini adalah bakterisid yang akan memetabolisme secara lambat
organisme yang berada dalam suasana asam pada fagosit atau
granuloma kaseosa. Obat tersebut akan diubah oleh basil tuberkel
menjadi suatu bentuk yang aktif asam pyrazinoat. Mekanisme resistensi
pyrazinamid berhubungan dengan hilangnya aktifitas pyrazinamidase
sehingga tidak akan banyak diubah menjadi asam pyrazinoat.
4) Mekanisme Resistensi terhadap Ethambutol
Ethambutol adalah turunan ethylenediamine yang larut dalam air dan
akan aktif hanya pada Mycobacteria. Ethambutol ini bekerja sebagai
bakteriostatik pada dosis standar. Mekanisme utamanya dengan cara
menghambat enzim arabinosyltransferase yang memperantarai
polymerisasi arabinose menjadi arabinogalactan yang berada di dalam
dinding sel.
Resistensi ethambutol pada M. tuberculosis biasanya sering berkaitan
dengan mutasi missense pada gen embB yang menjadi suatu sandi untuk
arabinosyltransferase. Mutasi tersebut telah ditemukan pada 70% strain
yang resisten dan keterlibatan pengganti asam amino pada posisi 306
atau 406 sekitar 90% kasus.
5) Mekanisme Resistensi terhadap Streptomicin
Streptomysin adalah golongan aminoglikosida yang diisolasi dari
Streptomyces griseus. Obat tersebut akan bekerja dengan menghambat
sintesis protein dengan cara menggangu fungsi dari ribosomal. Pada dua
pertiga strain M. tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah
16
diidentifikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua target yaitu
pada gen 16S rRNA (rrs) atau pada gen yang sudah menyandikan protein
ribosomal S12 (rpsl). Kedua target tersebut diyakini terlibat pada suatu
ikatan streptomysin ribosomal.26 Mutasi yang paling utama terjadi pada
rpsl. Mutasi pada rpsl tersebut telah diidentifikasi sebanyak 50% isolat
yang resisten terhadap streptomysin dan mutasi pada rss sekitar 20%.27
Pada sepertiga yang lainnya tidak ditemukan adanya mutasi. Frekuensi
resistensi mutan terjadi pada 1 dari 105 sampai 107 organisme. Strain
M. Tuberculosis yang sudah resisten terhadap streptomysin tidak akan
mengalami resistensi silang pada capreomysin maupun pada amikasin.
1.7 Anamnesis
Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda penyakit TB paru seperti
batuk berdahak ≥ 2 minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu dari gejala
berikut:
- Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau batuk darah, sesak nafas,
dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura).
- Riwayat kontak
- Faktor risiko penurunan daya tahan tubuh (HIV, DM, dan lain sebagainya)
lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau melemah
17
c. Perkusi : Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila
d. Auskultasi : Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan. Bila lesi luas,
paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas
• Pemeriksaan dahak setiap satu bulan sekali pada tahap awal dan dua bulan
MDR,Kemenkes RI).
Pemeriksaan laboratorium.
18
pemeriksaan biakan, untuk memastikan bahwa M.tuberculosis sudah tidak ada
• Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-
• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
• Fibrotik
• Kalsifikasi
19
• Schwarte atau penebalan paru.
selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan Uji kepekaan OAT
lini ke 2 dilakukan jika terdapat riwayat pemakaian OAT lini ke 2 atau pasien
MDR dalam pengobatan, tidak terjadi koversi atau terjadi perburukan secara
suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua kali, salah satu diantaranya harus
tersertifikasi untuk uji kepekaan. Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka
2011).
dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal
20
Strategi diagnosis TB MDR
Tuberculosis cara cepat dibandingkan media padat saja. Metode cair lebih
padat.
- Tes cepat (rapid test). Menggunakan cara Hain atau Gene Xpert. Gene
kebutuhan akan metode biakan dan uji kepekaan obat konvensional untuk
pemeriksaan untuk obat lini pertama dan lini kedua. Prosedur dasar
21
3. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua
khusus. Adalah setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau
dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan
22
menunggu hasil uji kepekaan M.tuberculosis di laboratorium rujukan, maka
(Sembiring,2018).
1.10 Penatalaksanaan
Pengobatan pasien TB MDR terdiri atas 2 (dua) tahap: tahap awal dan
- Pada tahap awal diberikan obat minum setiap hari dan obat suntikan
bulan atau 4 bulan setelah biakan dari dahak 5 negatif 2 bulan berturut-turut.
23
- Tahap lanjutan hanya obat minum 6 hari dalam seminggu (tanpa obat
dengan dosis sesuai Berat Badan .Pasien juga diberikan (vitamin B6) untuk
mengurangi efek samping obat .Semua obat diberikan setiap hari dibawah
Minum Obat). Semua obat diberikan dosis penuh, dalam waktu maksimal 2
jam, kecuali jika terjadi efek samping atau kondisi tertentu yang
MDR,Kemenkes RI).
PENGOBATAN TB-MDR
2. Aktiviti sterilisasi
Pengelompokkan OAT :
24
• Kelompok 4: agen lini ke-2 bakteriostatik oral
Pilihan paduan OAT RO yang disediakan oleh Program saat ini adalah:
sejak awal, atau terjadi resistensi tambahan terhadap OAT lini kedua
bulan.
lini kedua golongan fluorokuinolon dan obat suntik lini kedua. Lama
25
pengobatan sama dengan pengobatan OAT standar konvensional
diberikan.
Z–E
Injeksi lini 2 atau terbukti tidak resistes terhadap Quinolon atau injeksi lini
survey hasil uji kepakaan dari populasi pasien yang representatif Setiap
26
4. Regimen standar Jangka pendek penggunaan paduan pengobatan standar
- Terbukti tidak resistan terhadap fluorokuinolon dan obat injeksi lini kedua
kultur konversi Obat suntik minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah konversi
a. Paduan OAT Individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi
(Pre-XDR):
Z - (E) – H
27
12-18 m - Eto - Cs - Z- (E) – H + 6 Bdq / 12 Eto - Cs - Z - (E) – H
b. Paduan OAT individual untuk pasien TB MDR yang resistan atau alergi
terhadap OAT suntik lini kedua tetapi sensitif terhadap fluorokuinolon (Pre-
XDR) :
- (E) – H
- (E) – H
d. Paduan OAT individual untuk pasien dengan alergi atau efek samping berat
terhadap OAT oral lini kedua (Grup C) sedangkan OAT suntik lini kedua
samping berat terhadap salah satu dari OAT Grup C yang dipakai (Eto
28
atau Cs) maka OAT penggantinya diambilkan salah satu OAT Grup C
(Cfz atau Lnz) atau D2 (Bdq) atau D3 (PAS) yang tersedia supaya tetap
konvensional menjadi:
8-12 Km - Lfx - Eto - PAS - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Eto - PAS - Z - (E)
–H
- Pasien yang mengalami alergi/ efek samping berat terhadap dua OAT
Grup C (Eto dan Cs) maka alternatif paduan OAT individual yang bisa
digunakan yaitu:
- PAS - Z - (E) – H
8-12 Km - Lfx - Lnz - Cfz - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - Lnz - Cfz - Z - (E)
–H
8-12 Km - Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z- (E) - H / 12-14 Lfx - (Lnz/Cfz) - PAS - Z - (E) -
29
1.11.2 Tatalaksana Non Farmakologi
• Pencegahan
strategi DOTS) Jangan memakai obat lini kedua untuk kasus baru
PENDERITA MDR-TB
30
Deteksi dini TB
1.12 Komplikasi
arthropy.
1.13 Prognosis
studi, dikatakan bahwa angka kesembuhan tanpa relaps hanya mencapai 31%
(WHO,2014).
31
BAB III
KESIMPULAN
dan isoniazid secara bersamaan, dengan atau tanpa obat antituberkulosis (OAT) lini
32
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2016. ‘Penatalaksanaan TB’. Jakarta Selatan: Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan.
Organization, World Health. Companion handbook to the WHO guidelines for the
programmatic management of drug-resistant tuberculosis. Geneva: World Health
Organization 2014, 2014.