Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT

ILEUS OBSTRUKTIF

Oleh:
Feri Agustin
NPM. 21360138

Preceptor:
dr. Rony Oktarizal, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan laporan kasus ini dengan judul “Ileus Obstruksi”. Penyelesaian
laporan kasus ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus
kepada dr. Rony Oktarizal, Sp.B selaku pembimbing, yang telah banyak
memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tentu tidak terlepas dari
kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka
sangat diperlukan masukkan dan saran yang membangun. Semoga laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Kota Metro, 21 November 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I DATA PASIEN..........................................................................................1
1.1 Identitas Pasien............................................................................................1
1.2 Anamnesis...................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................2
1.4 Status Lokalis..............................................................................................5
1.5 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................5
1.6 Diagnosis Banding.......................................................................................6
1.7 Diagnosis Kerja...........................................................................................6
1.8 Planning/Terapi...........................................................................................6
1.9 Laporan Pembedahan..................................................................................7
1.10 Follow Up Post Operatif..............................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12
2.1. Anatomi Usus Halus..................................................................................12
2.2. Fisiologi Usus Halus..................................................................................14
2.3. Ileus Obstruktif..........................................................................................16
2.3.1. Definisi Ileus Obstruktif......................................................................16
2.3.2. Etiologi Ileus Obstruktif......................................................................16
2.3.3. Klasifikasi Ileus Obstruktif.................................................................19
2.3.4. Patofisiologi Ileus Obstruktif..............................................................20
2.3.5. Manifestasi Klinis...............................................................................22
2.3.6. Diagnosis.............................................................................................23
2.3.7. Pemeriksaan Penunjang......................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

ii
BAB I
DATA PASIEN
2.3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/Usia : 5 Maret 1964 / 57 Tahun
Alamat : Karangrejo, Metro Utara
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 415962
Tanggal masuk RS : 16 November 2021 pukul. 20.53 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 17 November 2021

2.3.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal bedah tanggal 17 November 2021 pukul 07.00
WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri seluruh lapang perut sejak 10 hari yang lalu.
2. Keluhan Tambahan
Pasien tidak bisa buang air besar dan kentut disertai muntah tanpa mual.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit (Kronologis)
Pasien mengatakan mulai nyeri perut sejak 1 1/2 bulan yang lalu bersifat hilang
timbul, dan pergi ke tukang pijat jika perut terasa sakit. Keluhan terasa
memberat sejak 10 hari yang lalu disertai tidak bisa BAB namun masih bisa
sesekali kentut sedangkan BAK tidak terganggu. Kemudian pasien di bawa ke
rumah sakit dan dirawat di ruang penyakit dalam kemudian dipulangkan dalam
4 hari. Selang beberapa hari pasien merasa nyeri semakin hebat dan pasien
sama sekali tidak bisa BAB dan kentut. Keluhan disertai muntah berkonsistensi
cair berwarna pucat tanpa disertai mual. Terhitung dua kali pasien muntah
semenjak keluhan memberat. Pasien juga merasa lemas dan tidak nafsu makan.

1
2

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
6. Riwayat Sosial/Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol disangkal.
7. Riwayat Lainnya
Riwayat Menstruasi : Menopouse
Riwayat Alergi : (-)
2.3.3. Pemeriksaan Fisik
1. Status Pasien
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
B. Kesadaran : Composmentis
C. Vital Sign
TD : 120/90 mmHg
HR : 74 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,3 oC
SpO2 : 97 %
D. BMI
Berat Badan : 56 Kg
Tinggi Badan : 165 Cm (1,65 m)
BB 56
BMI : = = 20,6
(TB) ² (1,65) ²
Resume : Hasil BMI 20,6 (Berat badan normal)
3

2. Status General
a. Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Warna hitam keputihan
Jejas / kemerahan : Tidak ditemukan
b. Mata
Konjungtiva anemis :(-/-)
Sklera ikterik :(-/-)
Refleks cahaya langsung : Dalam batas normal
Refleks cahaya tidak langsung : Dalam batas normal
Pupil : Isokor, diameter <2,5 mm
c. Hidung
Lubang Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Jejas / Kemerahan : Tidak ditemukan
Sekret : Tidak ditemukan
Epistaksis : Tidak ditemukan
d. Telinga
Bentuk : Normotia
Jejas/kemerahan : Tidak ditemukan
Sekret / Cairan : Tidak diperiksa
Serumen : Tidak diperiksa
e. Mulut
Bentuk : Simetris
Deviasi lidah : (-)
Atrofi Lidah : (-)
Gusi Berdarah : (-)
f. Leher
Bentuk : Simetris, tidak ada kelainan
Pembesaran KGB : (-)
4

g. Thorax
Paru
Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III
Kiri : Linea midclavicula sinistra
Kanan : Linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)
h. Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+), darm countour (-), darm steifung (-)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (+), defans muscular (+)
massa (-)
Perkusi : Hipertympani
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
i. Ektremitas :
Superior : Jejas/kemerahan (-), Motorik (5/5), CRT ≤ 2 detik
Inferior : Jejas/kemerahan (-), Motorik (5/5), CRT ≤ 2 detik

3. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 M5 V6 = 15
5

2.3.4. Status Lokalis

Keterangan :
Disntensi (+)
NT (+) Defans muskular (+)
Skala Nyeri : 8
BU (+) Menurun

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit H 14,50 103/µ 5 – 10
Eritrosit 4,16 103/µ 3,08 – 5,05
Hemoglobin 12,1 g/dL 12 – 16
Hematokrit L 35,9 % 37 – 48
MCV 86,4 fL 80 – 92
MCH 29,1 pg 27 – 31
MCHC 33,7 g/dL 32 – 36
Trombosit L 139 103/µ 150 – 450
RDW L 12,1 % 12,4 – 14,4
MPV H 10,60 fL 7,3 – 9
Kimia Klinik
Gula darah sewaktu 116,0 mg/dL < 140
Ureum H 78,6 mg/dL 15 – 40
Kreatinin H 1,26 mg/dL 0,6 – 1,1
Elektrolit Serum
Kalium (K) 3,59 mmol/L 3,5 – 5,5
Natrium (Na) 138,79 mmol/L 135 – 145
Clorida (Cl) 98,05 mmol/L 96 – 106
Kalsium Ion L 0,95 mmol/L 1,1 – 1,35
pH 7,43 7,35 – 7,45
Imunologi
HBsAg Non reaktif Non reaktif
6

Pemeriksaan Radiologi
USG Abdomen (9 November 2021)
- Tidak tampak massa maupun koleksi cairan bebas.
- Appendiks tidak terdeteksi.
- USG Hepar, kantung empedu, limpa, pancreas, ginjal kanan kiri, VU dan uterus
tidak tampak kelainan.
Pemeriksaan BNO (3 Posisi) (11 November 2021)
- Preperitoneal fat line tegas
- Psoas line tegas, renal outline samar
- Fecal material prominent disemua kuadran abdomen
- Tak tampak distensi sisterna usus, tak tampak gambaran coiled spring
appearance maupun air fluid level
- Tak tampak gambaran udara bebas extralumen intraabdomen pada posisi
supine, ½ duduk maupun pada tempat tertinggi pada posisi LLD
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan
- Tak tampak gambaran ileus maupun pneumoperitoneum pada foto abdomen 3
posisi saat ini.
2.3.6. Diagnosis Banding
- Ileus Obstruktif
- Ileus Paralitik
- Peritonitis
2.3.7. Diagnosis Kerja
- Ileus Obstruktif
2.3.8. Planning/Terapi
- IVFD NaCl rehidrasi 550 cc. Selanjutnya XX TPM
- Pasang NGT, dan Dower Catheter
- Ondansetron 2x1 amp
- Omeprazole 1x1 amp
- Ketorolac 2x1 amp
Operatif
7

- Laparotomi eksplorasi
2.3.9. Laporan Pembedahan
- Didalam cavum abdomen didapatkan adhesi omentum ileum
- Dilakukan adhesiolysis
- Didapatkan adhesi ileoileal kemudian dilakukan adhesiolysis
- Didapatkan nekrosis jejenoileal 170 cm di ICJ
- Diputuskan dilakukan end ileostomy
- Cavum abdomen dicuci NaCl 0,9%
- Dipasang satu drain intraperitoneal

2.3.10. Follow Up Post Operatif


Tanggal Follow Up
18 November S/ -
2021 O/ KU: Lemah
(ICU) Kesadaran : Composmentis (E4, M6, V5)
TD : 130/85 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,1 oC
SpO2 : 100%
Drain : 50 cc
Pemeriksaan Penunjang
Albumin : 1,84 g/dL (L)

A/ Post operasi laparatomi ec ileus obstruksi hari ke-1

P/ Transfusi Albumin 25%


Cek kadar Ureum dan Kreatinin
8

Tanggal Follow Up
19 November S/ -
2021 O/ KU: Sedang
(ICU) Kesadaran Composmentis (E4, M6, V5)
TD : 106/54 mmHg
HR : 109 x/menit
RR : 25 x/menit
T : 36 oC
SpO2 : 99%
Drain : 50 cc
Defekasi : 200 cc
Pemeriksaan Penunjang
Ureum : 22,9 mg/dL
Kreatinin : 1,85 mg/dL (H)

A/ Post operasi laparatomi ec ileus obstruksi hari ke-2

P/ Cek Darah Lengkap, Albumin

Tanggal Follow Up
20 November S/ -
2021 O/ KU: Lemah
(ICU) Kesadaran : Composmentis (E4, M6, V5)
TD : 139/73 mmHg
HR : 103 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 37,2 oC
SpO2 : 95%
Drain : -
Defekasi : 100 cc
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 12,25 103/µ (H)
Eritrosit : 3,42 103/µ
Hb : 10 g/dL (L)
Hematokrit : 30,1 % (L)
Trombosit : 263 103/µ
Albumin : 2,27 g/dL (L)

A/ Post operasi laparatomi ec ileus obstruksi hari ke-3

P/ Transfusi Albumin 25%


Cek Elektrolit
9

Tanggal Follow Up
21 November S/ -
2021 O/ KU: Lemah
(ICU) Kesadaran : Composmentis (E4, M6, V5)
TD : 137/80 mmHg
HR : 98 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 38 oC
SpO2 : 100%
Drain : -
Defekasi : 50 cc
Pemeriksaan Penunjang
Albumin : 2,41 g/dL (L)
Ureum : 100,4 mg/dL (H)
Kreatinin : 1,24 mg/dL (H)

Kalium : 3,70 mmol/L


Natrium : 154,65 mmol/L (H)
Clorida : 113,66 mmol/L (H)
Kalsium Ion : 0,98 mmol/L
pH : 7,44

A/ Post operasi laparatomi ec ileus obstruksi hari ke-4

P/ Transfusi Albumin 25%

Lampiran
Pemeriksaan USG
10

Pemeriksaan BNO 3 Posisi


11
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Usus Halus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada
orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum,
dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus
pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari
jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di
intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak
ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan
Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60%
sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal
(Whang et al., 2005).
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis
atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang.
Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk
membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih
jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain
yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan
distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih
tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih
panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya
folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai
Peyer Patches. (Whang et al., 2005).
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus
besar terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens,
transversum, desendens, sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan
yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke
dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna
usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair;
saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi

13
14

solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-


sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan
yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke
kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili
intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada
usus halus.

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus


(Sumber : Simatupang, 2010)
Suplai Vaskular Usus Halus
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari
Aorta tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus
kecuali Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis.
Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior.
Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini
beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade.
Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V.
lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan
15

bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan
arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal
kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price,
1994) (Whang et al., 2005).
2.2. Fisiologi Usus Halus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan–bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses
pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam
klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim –
enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas
bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah
usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada
brush border vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi.
Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan
dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan
peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi
lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi
bahan – bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan
usus halus terdiri dari :
16

Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang


mencampur makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah
untuk dicerna dan diabsorbsi.
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong
makanan ke arah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus
yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot
sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk
mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami
distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal.
Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada
saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila
usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula.
Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus
dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang
lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran
cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit
pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik
pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama
diatur oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi
yang disebabkan oleh adanya sel – sel pace maker yang terdapat pada
dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh
sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum
17

sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding


usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga
meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus. Setelah mencapai katup ileocaecal,
makanan kadang – kadang terhambat selama beberapa jam sampai
seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan
aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal
menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada
daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah
makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila
tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka
kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum
akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi
peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal
akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga
pengosonga ileum sangat terhambat.
2.3. Ileus Obstruktif
2.3.11. Definisi Ileus Obstruktif
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang
terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen
usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan
isi intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi
Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik
parsial atau total dari usus besar dan usus halus.
2.3.12. Etiologi Ileus Obstruktif
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
18

menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya


disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2.
intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau
konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu
mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus
obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan
saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005).

Gambar 2.2 Penyebab Ileus Obstruktif


19

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya


berdasarkan umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif
merupakan penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada
pasien yang tidak pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi
karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi
harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 %
penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 %
obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab
tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan
intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan
kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada
orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma
gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di
intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab
tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal.
(Thompson, 2005).
20

Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et


al., 2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Kongenital
- Iatrogenik - Atresia, stenosis,
- Tertelan Adhesi dan webs
- Batu Empedu - Divertikulum Meckel
- Cacing
Inflamasi
- Divertikulitis
Intususepsi Benda Asing - Drug-induced
- Infeksi
Coli ulcer
Pengaruh Cairan Neoplasma
- Barium - Tumor Jinak
- Hernia
- Feses - Karsinoma
- Eksternal
Meconium - Karsinoid
- Internal
- Limpoma
Sarcoma
Massa Trauma
- Anomali organ atau - Intramural
pembuluh darah - Hematom
- Organomegali
- Akumulasi Cairan
- Neoplasma
Post Operatif
Volvulus

2.3.13. Klasifikasi Ileus Obstruktif


Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok :
a) Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu
empedu.
b) Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c) Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau
intususepsi.
Berdasarkan Lokasi Obstruksi :
a) Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
21

b) Letak Tengah : Ileum Terminal


c) Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005):
a) Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
b) Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala
umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c) Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan
masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling
sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua :
a) Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana
mengenai duodenum, jejunum dan ileum
b) Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang
mengenai kolon, sigmoid dan rectum.
2.3.14. Patofisiologi Ileus Obstruktif
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,
intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya.
Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian
besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus
obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai
daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi
dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi
lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah
22

meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi,


terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan
sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa
splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif.
Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan
intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan
mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan
terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus
obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau
dari metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%),
Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip
dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan
parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi
mekanik dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah
berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval,
dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi
kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan
penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas
gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap
rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga
menyebabkan aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan
sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan
yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan
Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan
mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada
mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon
gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal
polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
23

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi


intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual
dan muntah. Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari
proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi
mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang
disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema
intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric
tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.
Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi
yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi
dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi
bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi.
Koloni berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi
motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan
komplikasi sepsis.
2.3.15. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala
merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa
merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas
intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang
24

terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen.


Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi
dan infark. (Whang et al., 2005).
2.3.16. Diagnosis
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat &
Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar
umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
b) Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang
juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya
nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang
disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
c) Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi
Hipertympani yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi
bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defans muscular’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
25

d) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif
strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan
tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan
kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa
rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi
merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba
benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi,
serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun
general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada
tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses
tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005).
2.3.17. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos Abdomen 3 Posisi
Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus dan posisi tegak thoraks. Temuan spesifik untuk obstruksi
usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-
fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran
udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya
26

obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada


foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1. Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2. Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3. Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4. Posisi supine dapat ditemukan : distensi usus, step-ladder sign
5. String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6. Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus
yang oedem.
7. Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran
serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat
ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di
proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja
dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-
fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan
obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto
abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan
obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan
biaya yang sedikit.
2. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan
ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang
distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang
distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan
mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%.
27

3. CT-Scan
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi
intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat
melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan
gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan
obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui
gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa
mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai
dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke
dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk
evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi
dari obstruksi. Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat
sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau
obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk
diidentifikasi.
4. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi
adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi
dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang
terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan
massa dan inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A.
Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th,
2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H.
Bell,L.F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery
(Vol. 2, p. 1119).
Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.

28

Anda mungkin juga menyukai