Oleh:
Dokter Pembimbing:
Periode 2019-2020
i
KATA PENGATAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan untuk menyelesaikan
laporan kasus dengan judul “Peritonitis Generalisata e.c Perforasi Organ Viscus /
Perforasi Gaster”. Laporan kasus ini penulis susun sebagai salah satu tugas dalam
program dokter intership Indonesia. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, tentu
tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dr. Ali Mansyur, Sp.B selaku pembimbing Ilmu Bedah
Bagian Bedah Umum RSUD Genteng Banyuwangi.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga masih jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap
laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan
sejawat dokter. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar
kedepannya laporan kasus ini bisa lebih sempurna.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat beberapa kesalahan
dalam laporan kasus ini. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Identitas Pasien.............................................................................. 1
B. Anamnesis .................................................................................... 1
E. Assesment .................................................................................... 10
A. Definisi ......................................................................................... 12
C. Etiologi ......................................................................................... 17
D. Klasifikasi .................................................................................... 17
F. Patofisiologi ................................................................................. 20
J. Penatalaksanaan ........................................................................... 29
K. Komplikasi ................................................................................... 35
J. Prognosis ...................................................................................... 35
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. M
b. Usia : 26 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Dsn Palurejo 2/11
g. Pekerjaan :-
h. Status : Menikah
i. Tanggal masuk RS :30/10/ 2019
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
± 7 hari yang lalu SMRS pasien mengeluh nyeri perut. Nyeri dirasakan di
bagian ulu hati, terasa lebih sakit setelah makan dan keluhan berkurang bila
minum obat. BAB dan BAK lancar, mual (-) muntah (-).
± 4 hari SMRS pasien masih mengeluh nyeri perut bagian ulu hati. nyeri
yang dirasa semakin bertamabah dari sebelumnya dan terus-menerus, keluhan
lebih ringan pada posisi tidur dengan lutut ditekuk, membaik dengan obat,
BAB dan BAK lancar, mual (-), muntah (-).
± 1 hari SMRS pasien merasa nyeri perut hebat, nyeri yang dirasa terus
menerus, nyeri mula-mula dirasakan didaerah ulu hati, kemudia nyeri menjalar
ke bagian perut kiri atas, dan terus menjalar ke seluruh perut. Perut terasa
keras, bila ditekan nyeri hebat, keluhan diperberat dengan bergerak, tidak
membaik dengan pemberian obat, pasien tidak dapat beristirahat karena
1
kesakitan, BAB dan BAK tidak lancar, mual (-), muntah (-), demam (-).
Kemudian pasien datang ke IGD RSUD Rsud Genteng Banyuwangi.
5. Riwayat Obat-obatan
6. Riwayat Alergi
Makanan : (-)
Obat : (-)
2
C. Pemeriksaan Fisik
I. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sangat kesakitan
Tanda vital :
TD : 135/96 mmHg
Nadi : 82 x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
RR : 22 x /menit (reguler)
T : 37°C (axiler)
1. Status Interna
Kepala : kesan mesocephal, Deformitas (-)
rhinorea (-/-)
3
Thorax :
Paru
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri
4
Tampak anterior paru Tampak posterior paru
SD : vesikuler SD : vesikuler
Jantung
Perkusi :
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
Abdomen
5
Auskultasi : Bising usus melemah
Ekstremitas
Superior Inferior
2. Status Lokalis
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di
sekitar
Auskultasi : Bising usus (melemah)
6
Perkusi : Tidak dapat dinilai karena pasien mengeluh
kesakitan
Palpasi : Nyeri tekan (+) disemua lapang abdomen,
divans muskuler (+)
7
b. Foto BNO Abdomen
8
3. USG Abdomen
Hasil:
Suggestif Peritonitis
9
III. RESUME
± 7 hari yang lalu SMRS pasien mengeluh nyeri perut. Nyeri dirasakan di
bagian ulu hati, terasa lebih sakit setelah makan dan keluhan berkurang bila
minum obat. BAB dan BAK lancar, mual (-) muntah (-). ± 4 hari SMRS
pasien masih mengeluh nyeri perut bagian ulu hati. nyeri yang dirasa semakin
bertamabah dari sebelumnya dan terus-menerus, keluhan lebih ringan pada
posisi tidur dengan lutut ditekuk, membaik dengan obat, BAB dan BAK lancar,
mual (-), muntah (-). ± 1 hari SMRS pasien merasa nyeri perut hebat, nyeri
yang dirasa terus menerus, nyeri mula-mula dirasakan didaerah ulu hati,
kemudia nyeri menjalar ke bagian perut kiri atas, dan terus menjalar ke seluruh
perut. Perut terasa keras, bila ditekan nyeri hebat, keluhan diperberat dengan
bergerak, tidak membaik dengan pemberian obat, pasien tidak dapat
beristirahat karena kesakitan, BAB dan BAK tidak lancar, mual (-), muntah (-),
demam (-). Kemudian pasien datang ke IGD RSUD Genteng Banyuwangi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak kesakitan. TD 135/96
mmHg, nadi 82 x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup), RR 22 x /menit
(reguler), suhu 37°C (axiler), IMT : 28,9 kg/m2.
Pada status lokalis didapatkan bisisng usus (-), perkusi tidak dapat dinilai
karena pasien sangat kesakitan, palpasi nyeri tekan (+) disemua lapang
abdomen, divans muskuler (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil leukosit
11.000, Pada pemeriksaan X-Foto BNO didapatkan hasil pneumoperitonium.
10
INITIAL PLAN
a. Ip Dx :
Diagnosis kerja : Peritonitis Generalisata e.c Perforasi
Organ Viscus / Perforasi Gaster
Diagnosa Banding :
Illeus Obstruksi
Appendisitis perforasi
b. Ip Tx:
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi santagesik 2x1 ampul
- Injeksiantibiotik cefixime 2x1 ampul
- Pasang kateter foley
- Laparotomi segera
c. Ip Mx:
- Keadaan umum
- Tanda vital
d. Ip. Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang penyakit
yang dialami pasien
- Menjelaskan kemungkinan perlunya tindakan operasi.
- Menjelaskan kemungkinana yang terjadi bila tidak segera
dilakukan oprasi
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi
peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan
Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus
al, 2008).
sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding
perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang
terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia
12
lapis preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas
rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari
Jong, 2004).
yang tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam
dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua
13
lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah,
bernama olentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah
bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan
melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama
omentum minus yang terentang antara lambung dan liver (Schwartz et al,
1989).
Jumlah sel normal adalah 33/mm3 yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T,
8% sisanya terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya
terutama prostasiklin dan PGE2. Bila terjadi peradangan jumlah PMN dapat
14
Dalam keadaan normal, 1/3 cairan dalam peritoneum di drainase
2001).
dan partikel termasuk bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel
cara:
kearah stomata. Oleh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian
bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan
2001).
15
Empedu, asam lambung, dan enzim pankreas memperbesar pergeseran
(Iwagaki, 1997).
antara respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu dapat
16
3. Lokalisasi infeksi sebagai abses
C. Etiologi
empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma,
darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang
apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.
17
D. Klasifikasi
Peritonitis sekunder
18
Iatrogenic
Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)
Pancreas Trauma (blunt and penetrating)
Iatrogenic
Ischemic bowel
Incarcerated hernia (internal and external)
Closed loop obstruction
Small
Crohn disease
bowel
Malignancy (rare)
Meckel diverticulum
Trauma (mostly penetrating)
Ischemic bowel
Diverticulitis
Malignancy
Large
Ulcerative colitis and Crohn disease
bowel and
Appendicitis
appendix
Colonic volvulus
Trauma (mostly penetrating)
Iatrogenic
Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-
Uterus, oophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian
salpinx, and cyst)
ovaries Malignancy (rare)
Trauma (uncommon)
Peritonitis tertier
E. Faktor Resiko
peritonitis, yaitu:
- Kerusakan ginjal
19
- Compromised immune system
- Appendisitis
- Ulkus gaster
- Trauma
- Pankreatitis
F. Patofisiologi
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus (Fauci et al, 2008).
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
20
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
21
Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya
terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase
G. Manifestasi Klinis
22
dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita
berasal dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik.
Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding
1. Gejala
Nyeri abdomen
pada dinding perut. Nyeri yang timbul dapat lokal, dan dapat pula
23
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-
gerak tubuh maupun gerak nafas yang dalam atau batuk, juga akan
dan badan terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang
Facies Hipocrates
24
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates.
mata cowong, kedua telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak
lebih awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian
Syok
belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari
25
gejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia (Cole
et al,1970).
2. Tanda
Tanda Vital
H. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
adanya distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi
penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3
hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat
Auskultasi
26
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah
atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang
Perkusi
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi
perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum
1989).
Palpasi
pada kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi
daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah
yang dicurigai terdapat nyeri tekan. Penemuan yang paling penting adalah
adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut
27
nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot
abdomen secara involunter. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari
peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Nyeri tekan dan defans muscular
refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
seperti pada pankreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir
(Cole et al,1970).
Pada peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada
kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3,
kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya
28
Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan
Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes
2. Radiologi
mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto
polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau
halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada
kasus perforasi. Foto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua
keduanya. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus
J. Penatalaksanaan
29
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan
1. Penanganan Preoperatif
Resusitasi Cairan
tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika terdapat anemia dan
2006).
sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah
Antibiotik
30
Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan
didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur
dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita
penyebab dari peritonitis trauma atau non trauma, (3) ada tidaknya
31
Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi
50 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan
PaO2 kurang dari 55 mmHg, (3) adanya napas yang cepat dan dangkal
32
Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi
2. Penanganan Operatif
seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mukus lambung dan membuat
Kontrol Sepsis
33
terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut
Peritoneal Lavage
pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian
34
membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri
(Doherty, 2006).
Peritonial Drainage
Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering
3. Penanganan Postoperatif
baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan
35
K. Komplikasi
menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses
pada akhir minggu pertama post operasi. Demam tinggi yang persisten,
multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun
(Doherty, 2006).
L. Prognosis
sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat
mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau appendisitis,
pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada
36
DAFTAR PUSTAKA
2012. http://emedicine.medscape.com/article/180234-
overview#aw2aab6b2b4aa
2. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger Textbook of Surgery 9th Edition.
6. Hau, T. 2003. Peritoneal Defense Mechanisms. Turk J Med Sci; 33: 131-4.
34.
10. Syamsuhidayat, Wim de Jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Buku
37
11. Schwartz et al. 1989. Priciple of Surgery 5th Edition. Singapore: Mc.Graw-
38