Anda di halaman 1dari 39

HERNIA INGUNALIS MEDIALIS

SINISTRA REPONIBEL

Oleh:

Azzahra Afifah, S.Ked 04054821820060


Angelina Hendesa, S.Ked 04084821820008
Nurul Yuli Permata Sari, S,Ked 04084821820046

Pembimbing:
dr. Hazairin, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUD DR. SOBIRIN LUBUK LINGGAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

HALAMAN PENGESAHAN

i
Judul Kasus

HERNIA INGUNALIS MEDIALIS DEXTRA SINISTRA REPONIBEL

Oleh:

Azzahra Afifah, S.Ked 04054821820060


Angelina Hendesa, S.Ked 04084821820008
Nurul Yuli Permata Sari, S,Ked 04084821820046

Kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya di RSUD Dr. Sobirin Kab. Musi Rawas Lubuk
Linggau periode 2 September – 27 September 2019.

Palembang, September 2019

dr. Hazairin, Sp.B

KATA PENGANTAR

ii
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hernia Inguinalis Medialis Dextra Reponibel”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Bedah di RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau dan RSMH
Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dr. Hazairin, Sp.B atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan
saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Lubuk Linggau, September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


...........................................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................................
..........................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
..........................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
.........................................................................................................................................iv
BAB I . PENDAHULUAN.................................................................................................
...........................................................................................................................................1
BAB II. STATUS PASIEN..................................................................................................
...........................................................................................................................................3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................
.........................................................................................................................................11
BAB III. ANALISIS KASUS.............................................................................................
.........................................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
.........................................................................................................................................36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia inguinalis adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk


ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin
inguinalis.1 Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat,
faktor yang juga turut berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan intraabdomen yang kronik (batuk kronik, konstipasi, dan asites),
serta kelemahan otot dinding perut karena usia.1,2
Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk,
indirek serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia
umbilikus 3% dan hernia lainnya sekitar 3%. Pada hernia inguinalis lebih sering pada
laki-laki daripada perempuan yakni 10:1.2 Kasus hernia inguinalis lateralis ditemukan
dua pertiga lebih banyak dibandingkan hernia medialis yang hanya satu pertiganya.
Angka kejadian hernia inguinalis meningkat sebelum usia satu tahun dan setelah usia
40 tahun. Pada perempuan, angka kejadian terjadinya hernia lebih sering dijumpai
pada hernia inguinalis dan femoralis. Hernia inguinalis dan femoralis lebih banyak
terjadi pada sisi kanan, Hal ini disebabkan terlambatnya penutupan pada processus
vaginalis setelah turunnya testis secara lambat ke dalam skrotum selama

v
perkembangan janin. Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital dan didapat
(akuisita). Pada kasus kongenital hernia disebabkan oleh kurang sempurnanya
penutupan dari prosesus vaginalis seiring dengan turunnya testis. Sementara itu,
hernia yang terjadi pada orang dewasa di sebabkan akibat lemahnya lokus minoris
yang disertai dengan faktor risiko seperti usia, pekerjaan, batuk kronik, penyakit
prostat dan lain-lain.3,4
Pada tahun 2005-2010, World Health Organization (WHO), mendapatkan
data penderita hernia mencapai 19.173.279 orang. Pada tahun 2011, angka kejadian
hernia di Amerika sekitar 700.000 setiap tahunnya dan 90% terjadi pada laki-laki,
sementara sebanyak 530.082 kasus terdapat di Ghana. Berdasarkan data dari
Departermen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2011, penderita hernia
inguinalis di Indonesia sebanyak 291.145 kasus (Depkes RI, 2011). Kejadian hernia
inguinalis di RS dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas terdapat 395 kasus pada tahun
2013 sampai 2015 (rekam Medik RSUD dr. Sobirin Lubuk Linggau).
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012, kasus hernia
inguinalis reponibel memiliki kompetensi 2 sehingga lulusan dokter harus mampu
mendiagnosis klinik dan menentukan rujukan yang tepat untuk pasien hernia
inguinalis. Oleh karena itu, pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai status
pasien, tinjuan pustaka, serta analisis kasus dari salah satu pasien hernia inguinalis
medialis sinistra reponibel di RSUD Dr. Sobirin Lubuk Linggau.

vi

2
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Hartono Bin Hadi
Jeniskelamin : Laki-laki
TTL / Umur : 25-03-1954 / 65 tahun
Alamat : Megang Sakti
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 10 September 2019
Bangsal : Cempaka
No. Rekmed : 321367

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 September 2019 pukul 06.30 WIB di
Bangsal Cempaka.

Keluhan Utama
Benjolan di atas lipat paha kiri yang dapat dimasukkan kembali kerongga perut.

Keluhan Tambahan
-

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 3 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di lipat paha kanan.
Benjolan dirasakan tidak semakain membesar dan dapat dimasukan kembali ke
rongga perut. Benjolan keluar jika penderita batuk dan berdiri kemudian masuk
kembali jika istirahat atau berbaring. Nyeri pada benjolan (-), perut seperti papan
(-) perut kembung (-) pegal (-) mual muntah (-), demam (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-), tidak terdapat benjolan di tempat lain, BAB dan BAK tidak ada

3
kelainan. Pasien tidak berobat, hanya dibiarkan saja, pasien mengatakan hanya
memasukan benjolan saja ketika benjolan mulai keluar. Namun sejak ± 10 hari
SMRS, benjolan semakin sering keluar dan mengganggu, penderita lalu berobat
ke RS Sobirin.
Riwayat pasien bekerja mengangkat beban berat (+)

RiwayatPenyakitDahulu
 Hernia : disangkal
 Batuk kronik : disangkal
 Sulit BAK : disangkal
 Riwayatoperasi : disangkal
 Hipertensi : hipertensi stage 1 (+) terkontrol
 DM : disangkal
 Alergi : disangkal

Riwayat Keluarga
Riwayat benjolan dan hernia di keluarga di sangkal.

Riwayat Pengobatan
Belum pernah melakukan pengobatan terkait benjolan di lipat paha.

Riwayat Kebiasaan
 Mengangkat beban berat (+)
 Merokok 2 bungkus per hari

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 September 2019 pukul 06.30 WIB.
1. Status Generalis
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tekanandarah : 130/90mmHg
c. Heart rate : 84 kali/menitreguler, isi dan tegangancukup
d. Respiratory rate : 20 kali/menit
e. Temperature : 36,8oC

4
f. SpO2 : 99%

2. Status Lokalis
a. Kepala : Normocephali
1. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik
(-/-), reflex cahaya (+/+), pupil isokor
diameter 3 mm
2. Mulut : Mukosa bibir baik
3. Telinga : MAE lapang, sekret (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
- Paru
Inspeksi : Statis kanan = kiri simetris
Dinamis kanan = kiri simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor (+/+), Batas paru-hepar ICS VI
Linea midclavicularis dextra
Auskultasi :Vesikuler(+/+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat (-), ICS melebar (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Kiri bawah : ICS ics V linea midclavicularis sinistra
Kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
Kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
Auskultasi :BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-),
gallop (-)

d. Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, skar operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani

e. Inguinal

5
Inspeksi : Benjolan di regio inguinal sinistra
dengan ukuran ± 3 cm. Warna sama
dengan warna kulit, Hematom (-)
Transluminasi (-) Skar operasi (-)
Palpasi : : Benjolan teraba bulat, benjolan dapat
di reposisikan dalam rongga abdomen,
batas atas benjolan tidak berbatas tegas,
konsistensi kenyal (+), permukaan licin
(+), nyeri (-), suhu kulit sama dengan
sekitar.

Ziemen test :
Benjolan teraba oleh digiti III
Thumb test :
Benjolan keluar
Finger test:
Dirasakan di sisi jari

Gambar 1. Benjolan Hernia


f. Genitalia
Dalam batas normal, tidak terpasang kateter urine.

g. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaanlaboratorium 09/09/2019

6
Hematologi
Hemoglobin : 14,9 g/dl
Hematokrit : 43,3 %
Leukosit : 3100/ mm3
Trombosit : 281.000 /µL
Ureum : 21,2 mg/dL
Kreatinin : 1,00 mg/dL
BSS : 95 mg/dL

E. DIAGNOSIS KERJA
Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponibel

F. TATALAKSANA
1. Diberikan edukasi terhadap pasien bahwa terapi definitif hernia adalah
dengan tindakan bedah yang harus dilakukan secepatnya dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya penjepitan isi dari kantong
hernia.
2. Informed consent untuk dilakukan tindakan pembedahan  pasien
setuju  persiapan operasi.
3. Rencanaoperasi
Persiapan
a. Pemeriksaan lab dan darah rutin
b. Rontgen thorax
c. EKG
d. Konsul PDL dan anestesi
4. Rawat inap di rumah sakit
- Puasa pre op
- IVFD RL gtt xx/menit
- Oral Candesartan 8 mg/24 jam
5. Operasi
Hernioplasty dengan mesh

7
Gambar 2. Intraoperatif Hernioplasty dengan Mesh
6. Perawatan post op
Telah dilakukan hernioplasti dengan mesh dalam spinal anestesi;
 Tirah baring 24 jam
 IVFD RL gtt xx/menit
 Antibiotik Ceftriaxon 1 gr/12 jam (iv)
 Ketorolac 30 mg/8 jam (iv)

7. Kontrol rawat jalan


1 minggu setelah dipulangkan dari rumah sakit untuk mengevaluasi luka
operasi dan nyeri post operasi.

G. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : bonam
Follow Up (12/09/2019)
S: nyeri di luka operasi regio inguinalis sinistra
O:
Status Generalis

8
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 89 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,9°C
Status Lokalis Regio Inguinalis Dextra
- Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup kassa kering ukuran 10 x 4 cm
- Palpasi : Nyeri tekan (+)

A: Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponibel post Hernioplasty


P:

 IVFD RL gtt xx/menit


 Antibiotik ceftriakson 2x1 gr IV
 Analgetik Ketorolac 30 mg 3x1 amp IV

Edukasi
1. Aktivitas berat setelah operasi harus dibatasi terlebih dahulu minimal
sampai 3 minggu post op
2. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka
operasi.

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi

a. Canalis Inguinalis

Gambar 1. Kanalis Inguinalis.


Sumber: (Brunicardi, F. Schwartz : 2018)
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik melalui bagian bawah dinding
anterior abdomen. Pada laki-laki saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-
struktur yang berjalan dari testis ke abdomen atau sebaliknya. Pada perempuan
saluran ini dilalui oleh teres uteri yang berjalan dari labium majus. Panjang canalis
inguinalis sekitar 4 cm pada orang dewasa dan terbentang dari angulus profundus ke
bawah dan medial sampai angulus inguinalis superficialis. Canalis inguinalis terletak
sejajar dan tepat diatas ligamentum inguinalis.5

Anulus inguinalis profundus merupakan suatu lubang berbentuk oval pada


fascia transversalis 3 cm diatas ligamentum inguinale. Pinggir-pinggir dari annulus
merupakan tempat melekatnya fascia spermatica interna. Annulus inguinalis
superficialis merupakan lubang pada aponeurosis musculus obliq abdominis externus

10
dan terletak tepat di atas dan medial tuberculum pubicum .Pinggir-pinggir annulus
merupakan tempat melekatnya fascia spermatica externa.5,6

b. Batas Dinding Canalis Inguinalis5,7


 Anterior: aponeurosis musculus obliq abdominis externus, diperkuat di
lateral oleh origo musculus obliqus internus abdominis yang berasal
dari ligamentumm inguinale.
 Posterior: sisi medial tendo conjunctivus dan sisi lateral fascia
transversalis.
 Superior: sebat-serabut melengkung musculus obliqus internus
abdominis dan musculus transversus abdominis.
 Inferior: pinggir bawah dari ligamentum inguinale dan ligamentum
lacunare.
c. Isi dari canalis inguinalis5,7

Spermatic cord pada laki-laki, struktur ini terdiri dari:
1. Duktus deferens
2. Arteri ke duktus deferens (berasal dari arteri vesical)
3. Arteri testiculares (berasal dari aorta abdominal)
4. Plexus pampiniformis vena (yang bertemu pada cincin inguinal dalam,
berasal dari vena testiculare)
5. Arteri cremasterica dan vena (pembuluh darah kecil yang berhubungan
dengan fascia cremaster yang berhubungan dengan pembuluh
epigastrica inferior)
6. Ramus genitalis nervus genitofemoral (menginervasi pada musculus
cremaster
7. Simpatis dan serabut nervus visceral affrent
8. Lympathics draining testis menuju ke lumbar lymph node,
9. sisa dari proccessus vaginalis.

Round ligament uterus dan percabangan dari nervus genitofemoral
pada perempuan

11
Gambar 2. Major inguinal nerve (Brunicardi, F. Schwartz : 2018)

Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di regio


inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta sensibilitas kulit
regio inguinalis, skrotum, dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian
proksimomedial. Nervus ilioinguinalis merupakan segmen dari L1 dan merupakan
saraf sensoris murni.keluar dari pinggir lateral m. psoas lalu menembus m. obliquus
internus, masuk ke dalam canalis inguinalis. Nervus ini keluar melalui annulus
inguinalis superfiscial dan mempersarafi kulit lipat paha dan scrotum atau labium
majus.

Nervus genitofemoralis merupakan segmen dari L1-2. Nervus ini keluar dari
bagian depan m. psoas berjalan ke bawah di depan otot dan bercabang dua menjadi
ramus genitalis dan ramus femoralis. Ramus genitalis (syn, nervus spermaticus
externus) yang merupakan saraf motoris masuk ke dalam funiculus spermaticus di
dalam canalis inguinalis dan mempersarafi m. cremaster.Ramus femoralis
memperarafi sebagian kecil kulit bagian dalam paha atas.5,6

d. Kanalis Femoralis

12
Gambar 3. Kanalis femoralis

Kanalis femoralis terletak medial dari vena femoralis di dalam lekukan


vasorum, dorsal dari ligamentum inguinal, tempat vena safena magna bermuara
dalam vena femoralis. Foramen ini sempit dan dibatasi oleh tepi yang keras dan
tajam. Batas kranioventral dibentuk oleh ligamentum inguinal, kaudodorsal oleh
pinggir os pubis dari ligamentum iliopektineal, sebelah lateral oleh sarung vena
femoralis, dan di sebelah medial oleh ligamentum lakunare Gimbernati.5,7
Segitiga Hesselbach merupakan daerah yang dibatasi oleh ligamentum
inguinal di bagian inferior, pembuluh mesenterika inferior di bagian lateral dan otot
rektus abdominis di bagian medial. Dasar segitiga ini dibentuk oleh fasia transversalis
yang diperkuat oleh serat aponeurosis otot transversus abdominis yang kadang tidak
sempurna sehingga daerah ini berpotensi melemah.6,7

3.2. Hernia Inguinalis

I. DEFINISI

13
Hernia merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Hernia merupakan
protuisi atau penonjolan isi suatu rongga mealui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga.1,2 Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah
dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia pada dinding abdomen hanya
dapat erjadi pada situs dimana aponerosis dan fascia tidak ditutupi oleh otot lurik,
seperti inguinal, femoralis, umbilical, dan linea alba.2

Hernia inguinalis merupakan suatu protusi atau penonjolan dari isi rongga
abdomen atau lemak preperitoneal melalui suatu defek di daerah inguinal, karena
kongenital atau didapat (acquired). Hernia inguinalis dapat terjadi sebagai akibat dari
kelemahan otot-otot abdomen atau tidak mampu penutupan dari processus vaginalis
sehingga menimbulkan hernia. Selain itu, hernia dapat terjadi akibat peningkatan
tekanan intrabdomen yang tiba-tiba.3

II. EPIDEMIOLOGI

Terjadinya hernia erat kaitannya dengan faktor jenis kelamin. Laki-laki


memiliki risiko 25 kali lebih sering mengalami hernia inguinal dibandingkan wanita.
Sementara wanita memiliki perbandingan 10:1 untuk mengalami hernia femoralis
dibandingkan dengan laki-laki. Pada laki-laki 97% hernia terjadi di daerah ingunal,
2% di daerah femoral, dan 1% di daerah umbilikal, sementara pada perempuan 50%
kasus hernia terjadi di daerah inguinal, 34% di daerah femoral dan 16% di daerah
umbilical.4

III. ETIOLOGI

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Hernia
ini dapat dijumpai pada semua usia, dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan. Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu (1) kanalis inguinalis yang berjalan miring, (2)

14
struktur otot oblikus interus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus
ketika berkontraksi, (3) fasia transversalis kuat yang menutupi trigonum Hesselbach
yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan
terjadinya hernia. Faktor yang juga turut berperan adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding
perut karena usia.2,3
Secara embriologi, pada laki-laki akan terjadi penurunan testis dari rongga
abdomen ke dalam skrotum dengan dituntun oleh gubernakulum testis. Pada saat
penurunan testis, peritoneum parietal akan membentuk suatu tonjolan yang disebut
prosesus vaginalis peritonei menuju skrotum mengikuti testis. Normalnya, lubang
yang terbentuk akibat prosesus ini akan tertutup setelah lahir sehingga tidak menjadi
defek. Pada neonatus, kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan
pada bayi umur satu tahun, sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan
tetapi, tidak sampai 10% anak penderita prosesus vaginalis paten menderita hernia.
Prosesus vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi
diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan
intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti karena batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis. Orang dengan
pekerjaan yang selalu mengangkat benda berat juga berisiko tinggi menglami
hernia.3,4
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang hampir selalu menyertai
hernia. Orang-orang dengan abnormalitas metabolisme kolagen (seperti halnya
perokok) memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hernia akibat lemahnya
dinding abdomen. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit-penyakit kolagen secara
jelas dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia. Batuk kronik pada penderita PPOK
juga berperan dalam kejadian hernia. Beberapa studi melaporkan bahwa olahraga dan
obesitas menjadi faktor protektif terhadap kejadian hernia.4

IV. FAKTOR RISIKO

15
Gambar 4. Faktor Risiko Hernia
Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.

V. KLASIFIKASI

Hernia Berdasarkan Sifat dan Gejala Klinis


Menurut sifat/ gejala klinisnya, hernia dibagi menjadi hernia reponibel,
irreponibel, inkarserata, dan strangulata.2
1. Hernia Reponibel
Hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus
keluar ketika berdiri atau mengedan, dan dapat masuk kembali ketika berbaring
atau bila didorong masuk ke dalam rongga abdomen. Selama hernia masih
reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2. Hernia Irreponibel

16
Hernia disebut hernia irreponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi
kembali ke dalam rongga abdomen. Hal ini dapat terjadi biasanya karena terjadi
perlekatan antara isi hernia dengan peritoneum kantong hernia. Rasa nyeri masih
jarang dikeluhkan pasien. Tanda-tanda obstruksi juga belum terjadi.
3. Hernia Inkarserata
Hernia inkarserata merupakan hernia irreponibel disertai gejala obstruksi usus
atau gangguan pasase, seperti tidak terjadinya flatus ataupun BAB.
4. Hernia Strangulata
Hernia strangulata merupakan hernia irreponibel disertai gangguan
vaskularisasi. Gangguan vaskularisasi sebenarnya telah terjadi pada saat jepitan
dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
terjadinya nekrosis.

Tipe Hernia Inguinalis Berdasarkan Arah Penonjolannya

17
Hernia Inguinalis Medialis

Gambar 5. Penonjolan hernia inguinalis medial

Hernia inguinalis direct terjadi apabila sebuah kantong peritoneal yang masuk
ke bagian medial dari canalis inguinalis secara langsung akibat dari kelemahan
otot posterior. Biasanya didiskripsikan sebagai hernia yang didapat dikarenakan
perkembangan otot abdomen mengalami kelemahan. Hal ini dapat dialami oleh
orang lanjut usia. Adanya bulging (penonjolan) dan kantong hernia terjadi di
medial ke arah pembuluh epigastrica di inguinal triangle (hasselbach’s triangle)
terkait:

Lateral oleh arteri epigastrica inferior

Medial oleh musuculus rectus abdominis

Inferior oleh ligamen inguinal8,9

18
Hernia ini menembus keluar melalui annulus inguinalis superficialis yang
melebar dan menonjol ke dinding abdomen. Selain itu hernia inguinalis direct ini
tidak melalui annulus inguinalis superficialis, tetapi menonjol melalui “conjoint
tendon” dan mencapai annulus.8 Hernia inguinalis medialis atau hernia direk
merupakan hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia jenis ini
hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Oleh sebab itu, hernia ini
umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan
hampir tidak pernah mengalami inkarserata dan strangulata. Pada wanita hernia

19
inguinalis medialis terjadi akibat kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang
disertai dengan peninggian tekanan intraabdomen.9,10
Hernia Inguinalis Lateralis

Gambar 7. Penonjolan Hernia Inguinalis Lateral

Hernia inguinalis lateralis atau hernia indirek merupakan hernia paling sering
terjadi. Hernia ini melewati annulus profundus, canalis inguinalis dan keluar
melalui annulus inguinalis superficialis ke scrotum atau labium majus. Sesuai
bentuk dan letak maka hernia ini disebut hernia inguinalis lateralis. Pada hernia
inguinalis lateralis terbagi atas dua yaitu congenital dan aquisita (didapat).
Perbedaanya adalah apakah processus vaginalis belum menutup sehingga isi dari
abdomen (usus) dapat mengisi ke dalam cavum srotum. Pada aquisita (didapat)
kantong hernia tidak berhubungan dengan cavum scotum karena processus
vaginalis telah menutup.10
Pada wanita dengan hernia inguinalis lateralis, processus vaginalis menetap
(canalis Nucki), hernia dapat menuju sampai pada labium majus. Jika tempat
keluar hernia indirect terletak di lateralis dari a. epigastrica, maka hernia inguinalis
direk akan menonjol keluar melewati trigonum inguinale disebelah medial dari
arteri tersebut.10

20
Nyhus Classification pada Hernia Inguinalis
Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk hernia lipat paha. Salah satu sistem
klasifikasi sederhana adalah Nyhus Classification. Tujuan klasifikasi ini untuk
mempromosikan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami untuk dokter
berkomunikasi.10

Sumber: Sabiston Texbook of Surgery. Ed 18.

VI. Patofisiologi

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan
testis itu akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup,
karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis
yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan

21
menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul
hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan
timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini
terjadi karena lanjut usia, karena pada umur yang tua otot dinding rongga perut dapat
melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami
proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena
daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti, batuk kronik, bersin yang
kuat dan mengangkat barang- barang berat dan mengejan, maka kanal yang sudah
tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital.2,10

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Benjolan pada daerah lipat paha atau bagian bawah pada skrotum sedangkan
pada wanita benjolan pada labium mayor, ini menjadi diagnosis utama yang
ditemukan dalam hernia inguinal. Pasien hernia inguinalis simtomatik akan
mengeluhkan nyeri atau rasa tidak nyaman pada lipat paha. Gejala ekstrainguinal
seperti perubahan buang air besar dan gejala gangguan berkemih jarang terjadi.
Apabila hernia menekan daerah persarafan yang berdekatan dapat mengarah pada
kondisi nyeri yang tajam dan terlokalisir.9

Tekanan dan beban pada lipat paha menjadi keluhan umum terutama setelah
menyelesaikan aktivitas atau telah melewatkan aktivitas yang panjang. Selain itu,
hernia pada lipat paha tidak terlalu menyakitkan kecuali nyeri diakibatkan adanya
inkaserata atau strangulasi yang telah terjadi. Selain itu, perlu dipertanyakan kepada
pasien apakah hernia dapat direduksi. Pasien sering mengurangi hernia dengan cara

22
mendorong isi hernia kembali ke perut. Pasien dengan hernia dapat mengalami
parestesia atau kesemutan akibat dari kompresi atau iritasi nervus inguinal akibat
hernia. Pada hernia inkarserata keluhan disertai gejala inkarserata berupa mual,
muntah dan, perut kembung.9,10

Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat


paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, ataupun mengedan, dan akan
menghilang ketika berbaring atau didorong kedalam rongga perut. Keluhan nyeri
jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri disertai mual atau muntah
baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis.
Riwayat pekerjaan mengangkat benda berat, riwayat BPH, riwayat batuk lama,
PPOK, riwayat merokok, dan riwayat operasi juga perlu ditanyakan termasuk riwayat
appendiktomi, prostatektomi, dan dialisis peritoneal karena menjadi faktor risiko
terjadinya hernia. Riwayat demam dan penemuan tanda-tanda inflamasi pada saat
pemeriksaan fisik dapat mengarahkan diagnosis benjolan ke arah inflamasi atau
infeksi. Dalam menegakkan diagnosis hernia inguinalis, hernia dapat direduksi
sebagai pembengkakan intermiten, seringkali hernia berkurang dengan cara berbaring
dan muncul kembali saat berdiri.2,8,10

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah inguinal dengan posisi pasien


terlentang dan berdiri. Pemeriksa melakukan inspeksi dan melakukan palpasi
didaerah inguinal. Pada inspeksi dinilai asimetris, adanya benjolan, atau massa,
tanda-tanda peradangan (pada hernia tidak dijumpai tanda peradangan). Selain itu,
pemeriksaan terbaik dilakukan dengan cara menyuruh pasien berdiri untuk
meningkatkan tekanan abdomen sehingga lipat paha dan skrotum lebih terlihat jelas.8

23
Pada palpasi, pemeriksa memasukkan jari telunjuk melalui skrotum menuji
cincin inguinal. Pasien diminta untuk melakukan maneuver valsalva untuk melihat
hernia. Melakukukan Auskultasi pada tempat benjolan yang mengindikasikan adanya
hernia Apabila isi hernia bukanlah usus melainkan hanya omentum atau organ
lainnya selain usus, bising usus tidak akan terdengar pada auskultasi benjolan.8

Maneuver valsalva dilakukan dengan cara pasien berdiri lalu menutup hidung
dan mulut lalu meminta pasien untuk mengedan. Ini akan menunjukkan adanya
penonjolan abnormal dan dapat menentukan apakah hernia ini dapat direduksi atau
tidak. 8

Terdapat pemeriksaan fisik untuk membedakan secara klinis hernia inguinalis


lateralis dan hernia inguinalis medialis dengan pemeriksaan sederhana berupa:8,9,10

a. Finger Test

Langkah-langkah sebagai berikut:

 Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.


 Dimasukkan lewat skrotum melalui annulus externus ke canal inguinal
 Penderita disuruh untuk batuk
- Bila impuls di ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis
- Bila impuls di samping jari berarti hernia inguinalis medialis.

Keterangan: Finger Test

24
b. Ziemen Test
 Pada posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu oleh penderita
 Hernia kanan diperiksa dengan tangan

Jari telunjuk meraba cincin inguinal dalam

Jari tengah meraba cincin inguinal superfisial

Jari manis membuka saphena

 Penderita disuruh untuk batuk bila rangsangan pada:


- Jari ke 2: hernia inguinalis lateralis (hernia indirect)
- Jari ke 3: hernia inguinalis medialis (hernia direct)
- Jari ke 4: hernia femoralis

Keterangan: Ziemen Test

c. Tumb Test
 Annulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh untuk
mengejan
 Bila keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis medialis
 Bila tidak keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis lateralis.

25
Keterangan: Thumb Test

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan


setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan USG dapat digunakan untuk
melihat adanya hernia dengan sensitivitas 86% dan spesifitas 77%. Pemeriksaan CT-
Scan abdomen dan pelvis dapat bermanfaat untuk mendiagnosis hernia.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding hernia inguinalis dibedakan menjadi 2 yaitu diagnosis


banding terhadap benjolan hernia yang masih berada di inguinal dan yang sudah
sampai ke skrotum. Ketika masih berada di inguinal, hernia harus dibedakan dengan
limfadenopati inguinal, cold abcess yang biasanya berasal dari TBC lumbal, dan
kriptokismus. Sedangkan ketika telah berada di skrotum, hernia harus dibedakan
dengan hidrokel, tumor testis dan hematokel.5,10

26
Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.

27
VIII. TATALAKSANA

Gambar 10. Algoritma EHS (European Hernia Society) tentang tatalaksana hernia
inguinalis

Tatalaksana definitif hernia adalah dengan operasi sehingga perlu dirujuk ke


ahli bedah. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis hernia ditegakkan. Operasi

28
sangat diperlukan sebagai tatalaksana hernia karena tujuan dari operasi hernia adalah
untuk mengembalikan posisi isi kantong hernia ke rongga abdomen dan memperbaiki
kelemahan otot dan jaringan yang menyusun dinding abdomen. Pada hernia
inguinalis reponibilis dan irreponibilis dapat dilakukan tindakan bedah elektif,
sedangkan bila telah terjadi proses inkarserasi dan strangulasi tindakan bedah harus
secepatnya dilakukan.11
Tindakan bedah pada hernia adalah hernioraphy yang terdiri dari herniotomi
dan hernioplasty. Pada herniotomi dilakukan tindakan pembebasan kantong hernia
sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada bedah darurat, isi kantong hernia yang terjepit dilihat apakah masih vital atau
sudah nekrosis. Jika masih viable dikembalikan ke rongga perut, sedangkan jika
sudah mengalami nekrosis dilakukan reseksi dan anastomosis.11
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis interna,
menutup trigonum Hasselbach, dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasty penting dilakukan untuk mencegah terjadinya residif. Metode
hernioplasty dibagi menjadi metode mesh dan non-mesh (konvensional). Metode
hernioplasty terbuka konvensional contohnya antara lain metode Bassini yang
merupakan hernioplasty dengan penjahitan conjoint tendon dengan ligamentum
inguinal, metode Lotheissen-McVay yaitu penjahitan fascia dan otot transversus
abdominis dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper, ataupun
metode Marcy, Halsted, dan Shouldice. Metode hernioplasty tension-free inguinal
repair dengan menggunakan mesh prostesis sintesis untuk menjembatani defek
contohnya seperti metode Lichtenstein, plug and patch, dan metode sandwich.
Hernioplasty juga dapatdilakukan secara laparoskopik yaitu dengan teknik TAPP
(transabdominal preperitoneal technique). Teknik operasi dengan menggunakan
mesh memiliki tingkat rekurensi lebih rendah dari pada teknik tanpa mesh dengan
persentase yang hanya ≤ 4% sedangkan teknik tanpa mesh mencapai 30%.11,12

29
Tatalaksana setelah operasi meliputi pemberian analgetik, antibiotik, dan
perawatan luka operasi. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang berisiko tinggi
mengalami infeksi seperti pasien immunosupresi, usia ekstrim, atau pasien yang
menjalani operasi terbuka dalam durasi waktu yang cukup lama. Pasien yang telah
menjalani operasi hernia dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, kecuali
aktivitas berat seperti olahraga dan mengangkat beban berat yang baru boleh
dilakukan minimal 3 minggu setelah operasi.11
Kontraindikasi dilakukannya operasi apabila pasien menderita penyakit
penyerta yang juga merupakan faktor risiko dan memerlukan penanganan lebih
dahulu. Misalnya adalah karsinoma prostat, BPH, asites, tumor intraabdomen,
penyakit paru obstruktif kronis, tuberkulosis paru, dan penyakit lainnya. Alasannya
adalah karena kondisi pasien akan mempersulit penyembuhan selama operasi dan
selama faktor risiko masih ada dikhawatirkan akan terjadi pengulangan. Akan tetapi
apabila kasus sudah inkarserata maka dilakukan operasi segera demi menyelamatkan
usus dari nekrosis atau strangulate.11,12

Gambar 11.Teknik Hernioraphy dengan mesh (European Hernia Society: 2018)

30
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Hal ini dapat
terjadi jika isi hernia terlalu besar. jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan
perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi
edema organ atau struktur di dalam hernia dan transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi, akhirnya dapat timbul abses
lokal, fistula, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.5
Gambaran klinis hernia inkarserata yang berisi usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila
telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi gangren sehingga
gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan terdapat leukositosis.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat yang
perlu mendapat pertolongan segera.2,5
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli jika terdapat
sliding hernia. Komplikasi dini beberapa hari setelah herniorafi dapat terjadi berupa
hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis, terutama pada operasi hernia
femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif. Komplikasi lanjut berupa atrofi
testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis dan hernia
residif.10

X. PROGNOSIS
Insidensi hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia, teknik
hernioplasti yang dipilih, dan cara melakukannya. Hernia inguinalis indirek pada bayi
sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek pada segala usia lebih
rendah bila dibandingkan dengan hernia inguinalis direk atau hernia femoralis.

31
Reparasi pertama memberikan tingkat keberhasilan yang paling tinggi, sedangkan
operasi pada kekambuhan memberikan angka residif tinggi.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa
dilaporkan mencapai 0,6-3%. Pada hernia ini, penyebab residif yang paling sering
adalah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, diantaranya karena
diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis
atau hernia inguinal direk. Kekambuhan hernia yang terjadi kurang dari 1 tahun post
hernioraphy dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien atas edukasi post operasi
hernia yang telah diberikan oleh dokter. Sedangkan kekambuhan hernia yang lebih
dari 1 tahun kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan operator dalam
mengerjakan teknik operasi tersebut. Penggunaan mesh pada perbaikan hernia
menurunkan risiko kekambuhan 50-75%. 10

BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan autoanamnesis, pasien atas nama Bapak Hartono Bin Hadi, laki-
laki, umur 65 tahun dengan keluhan timbul benjolan di lipat paha kanan sejak ± 3
bulan SMRS. Benjolan dirasakan tidak semakin membesar dan dapat dimasukan

32
kembali ke rongga perut. Keluhan benjolan di lipat paha kanan dapat didiagnosis
banding salah satunya dengan hernia, hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi
suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari muskulo
aponeurotik dinding perut. Benjolan keluar jika penderita batuk, berdiri, dan ketika
pasien bekerja atau mengangkat beban berat, benjolan kemudian masuk kembali jika
pasien istirahat, berbaring, atau dimasukkan. Pada pasien ini merupakan jenis hernia
reponibel karena isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk. Berdasarkan
anamnesis tidak didapatkan keluhan nyeri pada benjolan, perut seperti papan, demam,
perut kembung, mual dan muntah yang menunjukkan pada pasien ini tidak terdapat
gejala obstruksi pada usus dan peritonitis yang diakibatkan oleh strangulasi.
Penyebab terjadinya hernia yaitu berupa kongenital dan didapat seperti peningkatan
tekanan intra abdomen dan kelemahan otot dinding perut (karena usia). Beberapa
informasi tentang faktor risiko terjadinya hernia pada pasien ini didapatkan melalui
anamnesis yaitu riwayat pekerjaan pasien sebagai seorang petani yang sering
mengangkat beban berat hal ini terkait dengan peningkatan tekanan abdomen yang
dapat menyebabkan dorongan isi perut. Faktor risiko lain adalah usia pasien yang
dapat menjadi faktor risiko terjadinya hernia (65 tahun).

Pemeriksaan fisik terkait benjolan di atas lipat paha kanan pada pasien ini
bertujuan untuk mengonkonfirmasi informasi yang diberikan pasien pada tahap
anamnesis dan menentukan diagnosis penyakit. Dari inspeksi terdapat benjolan di
region inguinal dextra dengan ukuran ± 3 cm, warna sama dengan warna kulit, tidak
terdapat hematom maupun luka bekas operasi. Untuk mengonfirmasi inspeksi,
dilakukan palpasi dan didapatkan benjolan teraba bulat, benjolan dapat di reposisikan
dalam rongga abdomen, batas atas benjolan tidak berbatas tegas, dengan konsistensi
kenyal dan permukaan licin. Setelah dilakukan pemeriksaan ziemen test teraba
benjolan oleh digiti III, pemeriksaan thumb test benjolan keluar, dan pada

33
pemeriksaan finger test didapatkan benjolan berada di sisi jari yang menandakan pada
pasien ini merupakan hernia inguinalis medialis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa kemungkinan diagnosis pasien ini adalah hernia inguinalis
medialis sinistra reponibel. Pemeriksaan penunjang darah rutin dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
yaitu dengan USG inguinal.

Dengan tegaknya diagnosis hernia, maka pada pasien ini terapi yang langsung
direncanakan adalah operasi yaitu: tindakan bedah untuk memperkuat dinding perut
bagian bawah di belakang kanalis inguinalis (hernioplasty dengan mesh). Persiapan
sebelum operasi meliputi konsultasi kebagian penyakit dalam dan anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Turner, RC. 2018. A General Practitioner Primer on Groin Hernias.


https://www1.racgp.org.au/ajgp/2018/august/general-practitioner-primer-on-
groin-hernias. Diakses 13 September 2019.
2. Sjamsuhidayat, R. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong: Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya (1) Ed. 4. Jakarta: EGC.

34
3. Ruhl CE dan Everhart JE. 2007. Risk Factor for Inguinal Hernia among Adults in
The US Population. America Journal Of Epidemiology. U.S.A.
(http://aje.oxfordjournals.org/co ntent/165/10/1154.full).
4. Aljubairy, Abdul M., dkk. 2017 Prevalence in Inguinal Hernia in Relation to
Various Risk Factor. EC Microbiology 9.5(2017): 182-192
5. Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition
6. Urban dan Fischer. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Ed. 15. Terjemahan oleh:
Klonisch, T. dan Hombach-Klonisch. Canada: Elsevier.
7. Richard L. Drake, Wayne V, Adam W. 2015. Gray’s Anatomy for Student: First
Sout Asia Edition. Elsevier.
8. Toms, Laurence, dkk. 2011. Expert Review: Examination of Groin Hernia. The
Journal of Clinical Examination. 2011(11): 32-43
9. LeBlanc, Kim E., dkk. 2013. Inguinal Hernia: Diagnosis and Management.
American Family Physician. 87(12): 844-848.
10. Sabiston D, C.2010. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.
11. EHS (European Hernia Society). 2018. 40 Annual EHS Treatment of Inguinal
Hernia in Adult Patient. http://www.europeanherniasociety.eu. Diakses 13
September 2019.
12. Krames Patient Education. Inguinal Hernia Surgery: Repairing Groin Hernias.
http://www.krames.com. Diakses 13 September 2019.

35

Anda mungkin juga menyukai