SINISTRA REPONIBEL
Oleh:
Pembimbing:
dr. Hazairin, Sp.B
HALAMAN PENGESAHAN
i
Judul Kasus
Oleh:
Kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya di RSUD Dr. Sobirin Kab. Musi Rawas Lubuk
Linggau periode 2 September – 27 September 2019.
KATA PENGANTAR
ii
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hernia Inguinalis Medialis Dextra Reponibel”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Bedah di RS Dr. Sobirin Lubuk Linggau dan RSMH
Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dr. Hazairin, Sp.B atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan
saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
perkembangan janin. Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital dan didapat
(akuisita). Pada kasus kongenital hernia disebabkan oleh kurang sempurnanya
penutupan dari prosesus vaginalis seiring dengan turunnya testis. Sementara itu,
hernia yang terjadi pada orang dewasa di sebabkan akibat lemahnya lokus minoris
yang disertai dengan faktor risiko seperti usia, pekerjaan, batuk kronik, penyakit
prostat dan lain-lain.3,4
Pada tahun 2005-2010, World Health Organization (WHO), mendapatkan
data penderita hernia mencapai 19.173.279 orang. Pada tahun 2011, angka kejadian
hernia di Amerika sekitar 700.000 setiap tahunnya dan 90% terjadi pada laki-laki,
sementara sebanyak 530.082 kasus terdapat di Ghana. Berdasarkan data dari
Departermen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2011, penderita hernia
inguinalis di Indonesia sebanyak 291.145 kasus (Depkes RI, 2011). Kejadian hernia
inguinalis di RS dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas terdapat 395 kasus pada tahun
2013 sampai 2015 (rekam Medik RSUD dr. Sobirin Lubuk Linggau).
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012, kasus hernia
inguinalis reponibel memiliki kompetensi 2 sehingga lulusan dokter harus mampu
mendiagnosis klinik dan menentukan rujukan yang tepat untuk pasien hernia
inguinalis. Oleh karena itu, pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai status
pasien, tinjuan pustaka, serta analisis kasus dari salah satu pasien hernia inguinalis
medialis sinistra reponibel di RSUD Dr. Sobirin Lubuk Linggau.
vi
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Hartono Bin Hadi
Jeniskelamin : Laki-laki
TTL / Umur : 25-03-1954 / 65 tahun
Alamat : Megang Sakti
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 10 September 2019
Bangsal : Cempaka
No. Rekmed : 321367
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11 September 2019 pukul 06.30 WIB di
Bangsal Cempaka.
Keluhan Utama
Benjolan di atas lipat paha kiri yang dapat dimasukkan kembali kerongga perut.
Keluhan Tambahan
-
3
kelainan. Pasien tidak berobat, hanya dibiarkan saja, pasien mengatakan hanya
memasukan benjolan saja ketika benjolan mulai keluar. Namun sejak ± 10 hari
SMRS, benjolan semakin sering keluar dan mengganggu, penderita lalu berobat
ke RS Sobirin.
Riwayat pasien bekerja mengangkat beban berat (+)
RiwayatPenyakitDahulu
Hernia : disangkal
Batuk kronik : disangkal
Sulit BAK : disangkal
Riwayatoperasi : disangkal
Hipertensi : hipertensi stage 1 (+) terkontrol
DM : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Keluarga
Riwayat benjolan dan hernia di keluarga di sangkal.
Riwayat Pengobatan
Belum pernah melakukan pengobatan terkait benjolan di lipat paha.
Riwayat Kebiasaan
Mengangkat beban berat (+)
Merokok 2 bungkus per hari
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 September 2019 pukul 06.30 WIB.
1. Status Generalis
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tekanandarah : 130/90mmHg
c. Heart rate : 84 kali/menitreguler, isi dan tegangancukup
d. Respiratory rate : 20 kali/menit
e. Temperature : 36,8oC
4
f. SpO2 : 99%
2. Status Lokalis
a. Kepala : Normocephali
1. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik
(-/-), reflex cahaya (+/+), pupil isokor
diameter 3 mm
2. Mulut : Mukosa bibir baik
3. Telinga : MAE lapang, sekret (-)
b. Leher : Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
- Paru
Inspeksi : Statis kanan = kiri simetris
Dinamis kanan = kiri simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor (+/+), Batas paru-hepar ICS VI
Linea midclavicularis dextra
Auskultasi :Vesikuler(+/+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat (-), ICS melebar (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Kiri bawah : ICS ics V linea midclavicularis sinistra
Kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
Kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
Auskultasi :BJ 1 dan 2 reguler, murmur (-),
gallop (-)
d. Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, skar operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak
teraba, Lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
e. Inguinal
5
Inspeksi : Benjolan di regio inguinal sinistra
dengan ukuran ± 3 cm. Warna sama
dengan warna kulit, Hematom (-)
Transluminasi (-) Skar operasi (-)
Palpasi : : Benjolan teraba bulat, benjolan dapat
di reposisikan dalam rongga abdomen,
batas atas benjolan tidak berbatas tegas,
konsistensi kenyal (+), permukaan licin
(+), nyeri (-), suhu kulit sama dengan
sekitar.
Ziemen test :
Benjolan teraba oleh digiti III
Thumb test :
Benjolan keluar
Finger test:
Dirasakan di sisi jari
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaanlaboratorium 09/09/2019
6
Hematologi
Hemoglobin : 14,9 g/dl
Hematokrit : 43,3 %
Leukosit : 3100/ mm3
Trombosit : 281.000 /µL
Ureum : 21,2 mg/dL
Kreatinin : 1,00 mg/dL
BSS : 95 mg/dL
E. DIAGNOSIS KERJA
Hernia Inguinalis Medialis Sinistra Reponibel
F. TATALAKSANA
1. Diberikan edukasi terhadap pasien bahwa terapi definitif hernia adalah
dengan tindakan bedah yang harus dilakukan secepatnya dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya penjepitan isi dari kantong
hernia.
2. Informed consent untuk dilakukan tindakan pembedahan pasien
setuju persiapan operasi.
3. Rencanaoperasi
Persiapan
a. Pemeriksaan lab dan darah rutin
b. Rontgen thorax
c. EKG
d. Konsul PDL dan anestesi
4. Rawat inap di rumah sakit
- Puasa pre op
- IVFD RL gtt xx/menit
- Oral Candesartan 8 mg/24 jam
5. Operasi
Hernioplasty dengan mesh
7
Gambar 2. Intraoperatif Hernioplasty dengan Mesh
6. Perawatan post op
Telah dilakukan hernioplasti dengan mesh dalam spinal anestesi;
Tirah baring 24 jam
IVFD RL gtt xx/menit
Antibiotik Ceftriaxon 1 gr/12 jam (iv)
Ketorolac 30 mg/8 jam (iv)
G. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : bonam
Follow Up (12/09/2019)
S: nyeri di luka operasi regio inguinalis sinistra
O:
Status Generalis
8
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 89 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,9°C
Status Lokalis Regio Inguinalis Dextra
- Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup kassa kering ukuran 10 x 4 cm
- Palpasi : Nyeri tekan (+)
Edukasi
1. Aktivitas berat setelah operasi harus dibatasi terlebih dahulu minimal
sampai 3 minggu post op
2. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka
operasi.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi
a. Canalis Inguinalis
10
dan terletak tepat di atas dan medial tuberculum pubicum .Pinggir-pinggir annulus
merupakan tempat melekatnya fascia spermatica externa.5,6
11
Gambar 2. Major inguinal nerve (Brunicardi, F. Schwartz : 2018)
Nervus genitofemoralis merupakan segmen dari L1-2. Nervus ini keluar dari
bagian depan m. psoas berjalan ke bawah di depan otot dan bercabang dua menjadi
ramus genitalis dan ramus femoralis. Ramus genitalis (syn, nervus spermaticus
externus) yang merupakan saraf motoris masuk ke dalam funiculus spermaticus di
dalam canalis inguinalis dan mempersarafi m. cremaster.Ramus femoralis
memperarafi sebagian kecil kulit bagian dalam paha atas.5,6
d. Kanalis Femoralis
12
Gambar 3. Kanalis femoralis
I. DEFINISI
13
Hernia merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Hernia merupakan
protuisi atau penonjolan isi suatu rongga mealui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga.1,2 Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah
dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia pada dinding abdomen hanya
dapat erjadi pada situs dimana aponerosis dan fascia tidak ditutupi oleh otot lurik,
seperti inguinal, femoralis, umbilical, dan linea alba.2
Hernia inguinalis merupakan suatu protusi atau penonjolan dari isi rongga
abdomen atau lemak preperitoneal melalui suatu defek di daerah inguinal, karena
kongenital atau didapat (acquired). Hernia inguinalis dapat terjadi sebagai akibat dari
kelemahan otot-otot abdomen atau tidak mampu penutupan dari processus vaginalis
sehingga menimbulkan hernia. Selain itu, hernia dapat terjadi akibat peningkatan
tekanan intrabdomen yang tiba-tiba.3
II. EPIDEMIOLOGI
III. ETIOLOGI
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Hernia
ini dapat dijumpai pada semua usia, dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan. Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu (1) kanalis inguinalis yang berjalan miring, (2)
14
struktur otot oblikus interus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus
ketika berkontraksi, (3) fasia transversalis kuat yang menutupi trigonum Hesselbach
yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan
terjadinya hernia. Faktor yang juga turut berperan adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding
perut karena usia.2,3
Secara embriologi, pada laki-laki akan terjadi penurunan testis dari rongga
abdomen ke dalam skrotum dengan dituntun oleh gubernakulum testis. Pada saat
penurunan testis, peritoneum parietal akan membentuk suatu tonjolan yang disebut
prosesus vaginalis peritonei menuju skrotum mengikuti testis. Normalnya, lubang
yang terbentuk akibat prosesus ini akan tertutup setelah lahir sehingga tidak menjadi
defek. Pada neonatus, kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan
pada bayi umur satu tahun, sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan
tetapi, tidak sampai 10% anak penderita prosesus vaginalis paten menderita hernia.
Prosesus vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi
diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan
intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti karena batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis. Orang dengan
pekerjaan yang selalu mengangkat benda berat juga berisiko tinggi menglami
hernia.3,4
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang hampir selalu menyertai
hernia. Orang-orang dengan abnormalitas metabolisme kolagen (seperti halnya
perokok) memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hernia akibat lemahnya
dinding abdomen. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit-penyakit kolagen secara
jelas dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia. Batuk kronik pada penderita PPOK
juga berperan dalam kejadian hernia. Beberapa studi melaporkan bahwa olahraga dan
obesitas menjadi faktor protektif terhadap kejadian hernia.4
15
Gambar 4. Faktor Risiko Hernia
Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.
V. KLASIFIKASI
2. Hernia Irreponibel
16
Hernia disebut hernia irreponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi
kembali ke dalam rongga abdomen. Hal ini dapat terjadi biasanya karena terjadi
perlekatan antara isi hernia dengan peritoneum kantong hernia. Rasa nyeri masih
jarang dikeluhkan pasien. Tanda-tanda obstruksi juga belum terjadi.
3. Hernia Inkarserata
Hernia inkarserata merupakan hernia irreponibel disertai gejala obstruksi usus
atau gangguan pasase, seperti tidak terjadinya flatus ataupun BAB.
4. Hernia Strangulata
Hernia strangulata merupakan hernia irreponibel disertai gangguan
vaskularisasi. Gangguan vaskularisasi sebenarnya telah terjadi pada saat jepitan
dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
terjadinya nekrosis.
17
Hernia Inguinalis Medialis
Hernia inguinalis direct terjadi apabila sebuah kantong peritoneal yang masuk
ke bagian medial dari canalis inguinalis secara langsung akibat dari kelemahan
otot posterior. Biasanya didiskripsikan sebagai hernia yang didapat dikarenakan
perkembangan otot abdomen mengalami kelemahan. Hal ini dapat dialami oleh
orang lanjut usia. Adanya bulging (penonjolan) dan kantong hernia terjadi di
medial ke arah pembuluh epigastrica di inguinal triangle (hasselbach’s triangle)
terkait:
Lateral oleh arteri epigastrica inferior
Medial oleh musuculus rectus abdominis
Inferior oleh ligamen inguinal8,9
18
Hernia ini menembus keluar melalui annulus inguinalis superficialis yang
melebar dan menonjol ke dinding abdomen. Selain itu hernia inguinalis direct ini
tidak melalui annulus inguinalis superficialis, tetapi menonjol melalui “conjoint
tendon” dan mencapai annulus.8 Hernia inguinalis medialis atau hernia direk
merupakan hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia jenis ini
hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Oleh sebab itu, hernia ini
umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan
hampir tidak pernah mengalami inkarserata dan strangulata. Pada wanita hernia
19
inguinalis medialis terjadi akibat kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang
disertai dengan peninggian tekanan intraabdomen.9,10
Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia inguinalis lateralis atau hernia indirek merupakan hernia paling sering
terjadi. Hernia ini melewati annulus profundus, canalis inguinalis dan keluar
melalui annulus inguinalis superficialis ke scrotum atau labium majus. Sesuai
bentuk dan letak maka hernia ini disebut hernia inguinalis lateralis. Pada hernia
inguinalis lateralis terbagi atas dua yaitu congenital dan aquisita (didapat).
Perbedaanya adalah apakah processus vaginalis belum menutup sehingga isi dari
abdomen (usus) dapat mengisi ke dalam cavum srotum. Pada aquisita (didapat)
kantong hernia tidak berhubungan dengan cavum scotum karena processus
vaginalis telah menutup.10
Pada wanita dengan hernia inguinalis lateralis, processus vaginalis menetap
(canalis Nucki), hernia dapat menuju sampai pada labium majus. Jika tempat
keluar hernia indirect terletak di lateralis dari a. epigastrica, maka hernia inguinalis
direk akan menonjol keluar melewati trigonum inguinale disebelah medial dari
arteri tersebut.10
20
Nyhus Classification pada Hernia Inguinalis
Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk hernia lipat paha. Salah satu sistem
klasifikasi sederhana adalah Nyhus Classification. Tujuan klasifikasi ini untuk
mempromosikan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami untuk dokter
berkomunikasi.10
VI. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan
testis itu akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup,
karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis
yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan
21
menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul
hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan
timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini
terjadi karena lanjut usia, karena pada umur yang tua otot dinding rongga perut dapat
melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami
proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun karena
daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti, batuk kronik, bersin yang
kuat dan mengangkat barang- barang berat dan mengejan, maka kanal yang sudah
tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital.2,10
Anamnesis
Benjolan pada daerah lipat paha atau bagian bawah pada skrotum sedangkan
pada wanita benjolan pada labium mayor, ini menjadi diagnosis utama yang
ditemukan dalam hernia inguinal. Pasien hernia inguinalis simtomatik akan
mengeluhkan nyeri atau rasa tidak nyaman pada lipat paha. Gejala ekstrainguinal
seperti perubahan buang air besar dan gejala gangguan berkemih jarang terjadi.
Apabila hernia menekan daerah persarafan yang berdekatan dapat mengarah pada
kondisi nyeri yang tajam dan terlokalisir.9
Tekanan dan beban pada lipat paha menjadi keluhan umum terutama setelah
menyelesaikan aktivitas atau telah melewatkan aktivitas yang panjang. Selain itu,
hernia pada lipat paha tidak terlalu menyakitkan kecuali nyeri diakibatkan adanya
inkaserata atau strangulasi yang telah terjadi. Selain itu, perlu dipertanyakan kepada
pasien apakah hernia dapat direduksi. Pasien sering mengurangi hernia dengan cara
22
mendorong isi hernia kembali ke perut. Pasien dengan hernia dapat mengalami
parestesia atau kesemutan akibat dari kompresi atau iritasi nervus inguinal akibat
hernia. Pada hernia inkarserata keluhan disertai gejala inkarserata berupa mual,
muntah dan, perut kembung.9,10
Pemeriksaan Fisik
23
Pada palpasi, pemeriksa memasukkan jari telunjuk melalui skrotum menuji
cincin inguinal. Pasien diminta untuk melakukan maneuver valsalva untuk melihat
hernia. Melakukukan Auskultasi pada tempat benjolan yang mengindikasikan adanya
hernia Apabila isi hernia bukanlah usus melainkan hanya omentum atau organ
lainnya selain usus, bising usus tidak akan terdengar pada auskultasi benjolan.8
Maneuver valsalva dilakukan dengan cara pasien berdiri lalu menutup hidung
dan mulut lalu meminta pasien untuk mengedan. Ini akan menunjukkan adanya
penonjolan abnormal dan dapat menentukan apakah hernia ini dapat direduksi atau
tidak. 8
a. Finger Test
24
b. Ziemen Test
Pada posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu oleh penderita
Hernia kanan diperiksa dengan tangan
c. Tumb Test
Annulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh untuk
mengejan
Bila keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis medialis
Bila tidak keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis lateralis.
25
Keterangan: Thumb Test
Pemeriksaan Penunjang
26
Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.
27
VIII. TATALAKSANA
Gambar 10. Algoritma EHS (European Hernia Society) tentang tatalaksana hernia
inguinalis
28
sangat diperlukan sebagai tatalaksana hernia karena tujuan dari operasi hernia adalah
untuk mengembalikan posisi isi kantong hernia ke rongga abdomen dan memperbaiki
kelemahan otot dan jaringan yang menyusun dinding abdomen. Pada hernia
inguinalis reponibilis dan irreponibilis dapat dilakukan tindakan bedah elektif,
sedangkan bila telah terjadi proses inkarserasi dan strangulasi tindakan bedah harus
secepatnya dilakukan.11
Tindakan bedah pada hernia adalah hernioraphy yang terdiri dari herniotomi
dan hernioplasty. Pada herniotomi dilakukan tindakan pembebasan kantong hernia
sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada bedah darurat, isi kantong hernia yang terjepit dilihat apakah masih vital atau
sudah nekrosis. Jika masih viable dikembalikan ke rongga perut, sedangkan jika
sudah mengalami nekrosis dilakukan reseksi dan anastomosis.11
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis interna,
menutup trigonum Hasselbach, dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasty penting dilakukan untuk mencegah terjadinya residif. Metode
hernioplasty dibagi menjadi metode mesh dan non-mesh (konvensional). Metode
hernioplasty terbuka konvensional contohnya antara lain metode Bassini yang
merupakan hernioplasty dengan penjahitan conjoint tendon dengan ligamentum
inguinal, metode Lotheissen-McVay yaitu penjahitan fascia dan otot transversus
abdominis dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper, ataupun
metode Marcy, Halsted, dan Shouldice. Metode hernioplasty tension-free inguinal
repair dengan menggunakan mesh prostesis sintesis untuk menjembatani defek
contohnya seperti metode Lichtenstein, plug and patch, dan metode sandwich.
Hernioplasty juga dapatdilakukan secara laparoskopik yaitu dengan teknik TAPP
(transabdominal preperitoneal technique). Teknik operasi dengan menggunakan
mesh memiliki tingkat rekurensi lebih rendah dari pada teknik tanpa mesh dengan
persentase yang hanya ≤ 4% sedangkan teknik tanpa mesh mencapai 30%.11,12
29
Tatalaksana setelah operasi meliputi pemberian analgetik, antibiotik, dan
perawatan luka operasi. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang berisiko tinggi
mengalami infeksi seperti pasien immunosupresi, usia ekstrim, atau pasien yang
menjalani operasi terbuka dalam durasi waktu yang cukup lama. Pasien yang telah
menjalani operasi hernia dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, kecuali
aktivitas berat seperti olahraga dan mengangkat beban berat yang baru boleh
dilakukan minimal 3 minggu setelah operasi.11
Kontraindikasi dilakukannya operasi apabila pasien menderita penyakit
penyerta yang juga merupakan faktor risiko dan memerlukan penanganan lebih
dahulu. Misalnya adalah karsinoma prostat, BPH, asites, tumor intraabdomen,
penyakit paru obstruktif kronis, tuberkulosis paru, dan penyakit lainnya. Alasannya
adalah karena kondisi pasien akan mempersulit penyembuhan selama operasi dan
selama faktor risiko masih ada dikhawatirkan akan terjadi pengulangan. Akan tetapi
apabila kasus sudah inkarserata maka dilakukan operasi segera demi menyelamatkan
usus dari nekrosis atau strangulate.11,12
30
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Hal ini dapat
terjadi jika isi hernia terlalu besar. jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan
perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi
edema organ atau struktur di dalam hernia dan transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi, akhirnya dapat timbul abses
lokal, fistula, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.5
Gambaran klinis hernia inkarserata yang berisi usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila
telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi gangren sehingga
gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan terdapat leukositosis.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat yang
perlu mendapat pertolongan segera.2,5
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli jika terdapat
sliding hernia. Komplikasi dini beberapa hari setelah herniorafi dapat terjadi berupa
hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis, terutama pada operasi hernia
femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif. Komplikasi lanjut berupa atrofi
testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis dan hernia
residif.10
X. PROGNOSIS
Insidensi hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia, teknik
hernioplasti yang dipilih, dan cara melakukannya. Hernia inguinalis indirek pada bayi
sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek pada segala usia lebih
rendah bila dibandingkan dengan hernia inguinalis direk atau hernia femoralis.
31
Reparasi pertama memberikan tingkat keberhasilan yang paling tinggi, sedangkan
operasi pada kekambuhan memberikan angka residif tinggi.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa
dilaporkan mencapai 0,6-3%. Pada hernia ini, penyebab residif yang paling sering
adalah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, diantaranya karena
diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis
atau hernia inguinal direk. Kekambuhan hernia yang terjadi kurang dari 1 tahun post
hernioraphy dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien atas edukasi post operasi
hernia yang telah diberikan oleh dokter. Sedangkan kekambuhan hernia yang lebih
dari 1 tahun kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan operator dalam
mengerjakan teknik operasi tersebut. Penggunaan mesh pada perbaikan hernia
menurunkan risiko kekambuhan 50-75%. 10
BAB IV
ANALISIS KASUS
Berdasarkan autoanamnesis, pasien atas nama Bapak Hartono Bin Hadi, laki-
laki, umur 65 tahun dengan keluhan timbul benjolan di lipat paha kanan sejak ± 3
bulan SMRS. Benjolan dirasakan tidak semakin membesar dan dapat dimasukan
32
kembali ke rongga perut. Keluhan benjolan di lipat paha kanan dapat didiagnosis
banding salah satunya dengan hernia, hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi
suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari muskulo
aponeurotik dinding perut. Benjolan keluar jika penderita batuk, berdiri, dan ketika
pasien bekerja atau mengangkat beban berat, benjolan kemudian masuk kembali jika
pasien istirahat, berbaring, atau dimasukkan. Pada pasien ini merupakan jenis hernia
reponibel karena isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk. Berdasarkan
anamnesis tidak didapatkan keluhan nyeri pada benjolan, perut seperti papan, demam,
perut kembung, mual dan muntah yang menunjukkan pada pasien ini tidak terdapat
gejala obstruksi pada usus dan peritonitis yang diakibatkan oleh strangulasi.
Penyebab terjadinya hernia yaitu berupa kongenital dan didapat seperti peningkatan
tekanan intra abdomen dan kelemahan otot dinding perut (karena usia). Beberapa
informasi tentang faktor risiko terjadinya hernia pada pasien ini didapatkan melalui
anamnesis yaitu riwayat pekerjaan pasien sebagai seorang petani yang sering
mengangkat beban berat hal ini terkait dengan peningkatan tekanan abdomen yang
dapat menyebabkan dorongan isi perut. Faktor risiko lain adalah usia pasien yang
dapat menjadi faktor risiko terjadinya hernia (65 tahun).
Pemeriksaan fisik terkait benjolan di atas lipat paha kanan pada pasien ini
bertujuan untuk mengonkonfirmasi informasi yang diberikan pasien pada tahap
anamnesis dan menentukan diagnosis penyakit. Dari inspeksi terdapat benjolan di
region inguinal dextra dengan ukuran ± 3 cm, warna sama dengan warna kulit, tidak
terdapat hematom maupun luka bekas operasi. Untuk mengonfirmasi inspeksi,
dilakukan palpasi dan didapatkan benjolan teraba bulat, benjolan dapat di reposisikan
dalam rongga abdomen, batas atas benjolan tidak berbatas tegas, dengan konsistensi
kenyal dan permukaan licin. Setelah dilakukan pemeriksaan ziemen test teraba
benjolan oleh digiti III, pemeriksaan thumb test benjolan keluar, dan pada
33
pemeriksaan finger test didapatkan benjolan berada di sisi jari yang menandakan pada
pasien ini merupakan hernia inguinalis medialis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa kemungkinan diagnosis pasien ini adalah hernia inguinalis
medialis sinistra reponibel. Pemeriksaan penunjang darah rutin dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
yaitu dengan USG inguinal.
Dengan tegaknya diagnosis hernia, maka pada pasien ini terapi yang langsung
direncanakan adalah operasi yaitu: tindakan bedah untuk memperkuat dinding perut
bagian bawah di belakang kanalis inguinalis (hernioplasty dengan mesh). Persiapan
sebelum operasi meliputi konsultasi kebagian penyakit dalam dan anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
34
3. Ruhl CE dan Everhart JE. 2007. Risk Factor for Inguinal Hernia among Adults in
The US Population. America Journal Of Epidemiology. U.S.A.
(http://aje.oxfordjournals.org/co ntent/165/10/1154.full).
4. Aljubairy, Abdul M., dkk. 2017 Prevalence in Inguinal Hernia in Relation to
Various Risk Factor. EC Microbiology 9.5(2017): 182-192
5. Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition
6. Urban dan Fischer. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Ed. 15. Terjemahan oleh:
Klonisch, T. dan Hombach-Klonisch. Canada: Elsevier.
7. Richard L. Drake, Wayne V, Adam W. 2015. Gray’s Anatomy for Student: First
Sout Asia Edition. Elsevier.
8. Toms, Laurence, dkk. 2011. Expert Review: Examination of Groin Hernia. The
Journal of Clinical Examination. 2011(11): 32-43
9. LeBlanc, Kim E., dkk. 2013. Inguinal Hernia: Diagnosis and Management.
American Family Physician. 87(12): 844-848.
10. Sabiston D, C.2010. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta. Indonesia.
11. EHS (European Hernia Society). 2018. 40 Annual EHS Treatment of Inguinal
Hernia in Adult Patient. http://www.europeanherniasociety.eu. Diakses 13
September 2019.
12. Krames Patient Education. Inguinal Hernia Surgery: Repairing Groin Hernias.
http://www.krames.com. Diakses 13 September 2019.
35