Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS SINISTRA REPONIBEL

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim

Oleh:

Kania Mutia Yazid, S.Ked


04084821921127

Pembimbing:
dr. Ali Hanafiah, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUD H. M. RABAIN MUARA ENIM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS SINISTRA REPONIBEL

Oleh:

Kania Mutia Yazid, S.Ked


04084821921127

Laporan kasus ini telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian / Departemen Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim dan
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 24 Juni – 2 September 2019.

Muara Enim, Agustus 2019

dr. Ali Hanafiah, Sp.B

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, berkat rahmat Allah SWT dan karunia-Nya penulis dapat


menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Hernia Inguinalis Sinistra Reponibel”.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Ali Hanafiah, Sp.B
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Bedah RSUD H. M. Rabain Muara Enim dan RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga laporan
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Muara Enim, Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I . PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
BAB II. STATUS PASIEN................................................................................................. 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 9
BAB IV. ANALISIS KASUS ............................................................................................. 31
KESIMPULAN ................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia merupakan suatu protusi atau penonjolan dari suatu organ atau jaringan melalui
defek berupa celah abnormal. Kata hernia sendiri berasal dari bahasa latin yaitu herniae yang
berarti menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding
rongga dan akan membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin (Sugeng & Weni,
2010). Kata hernia berarti penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau lemak
praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita (dapatan). Hernia merupakan kasus bedah
yang cukup banyak ditemui. Operasi hernia merupakan operasi tersering yang dilakukan di
Amerika Serikat di mana terdapat lebih dari 800.000 kasus hernia yang dioperasi pada tahun
2003 dan jumlah ini belum termasuk kasus residif dan bilateral (Rutkow IM, 2003). Di
Indonesia sendiri berdasarkan data pada tahun 2010 terdapat lebih dari 200 ribu kasus hernia.

Hernia inguinalis adalah kondisi protrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga
melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Hernia dapat
terjadi akibat kelainan kongenital dan didapat (akuisita). Pada kasus kongenital, hernia
disebabkan oleh kurang sempurnanya penutupan dari prosesus vaginalis seiring dengan
turunnya testis. Sementara itu, hernia yang terjadi pada orang dewasa disebabkan akibat
lemahnya lokus minoris yang disertai dengan faktor risiko seperti usia, pekerjaan yang berat,
batuk kronik, penyakit prostat dan lain-lain (Aljubairy, 2017).
Terjadinya hernia erat kaitannya dengan faktor jenis kelamin. Laki-laki memiliki risiko
25 kali lebih sering mengalami hernia inguinal dibandingkan wanita. Pada laki-laki 97% hernia
terjadi di daerah ingunal, 2% di daerah femoral, dan 1% di daerah umbilikal, sementara pada
perempuan 50% kasus hernia terjadi di daerah inguinal, 34% di daerah femoral dan 16% di
daerah umbilikal (Aljubairy, 2017). Sekitar 75% dari hernia pada dinding abdomen tejadi di
daerah inguinal. Hernia inguinalis dibagi menjadi dua yaitu hernia inguinalis lateralis dan
hernia inguinalis medialis. Kasus hernia inguinalis lateralis ditemukan dua pertiga lebih banyak
dibandingkan hernia medialis yang hanya satu pertiganya. Hernia inguinalis lebih banyak
ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita adalah 7:1. Angka kejadian hernia inguinalis
meningkat sebelum usia satu tahun dan setelah usia 40 tahun. Hernia inguinalis dan femoralis
lebih banyak terjadi pada sisi kanan, hal ini disebabkan terlambatnya penutupan pada processus
vaginalis setelah turunnya testis secara lambat ke dalam skrotum selama perkembangan janin.
(Sugeng & Weni, 2010).

1
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012, penegakan diagnosis dan
tatalaksana hernia inguinalis berstandard SKDI 2 yang mana lulusan dokter umum mampu
mendiagnosis klinik penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang tepat untuk pasien hernia
inguinalis. Dalam makalah ini akan dibahas salah satu kasus hernia inguinalis yang ditemukan
di RSUD H. M. Rabain Muara Enim, diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan informasi
dan pengetahuan lebih lanjut bagi pembaca tentang hernia inguinalis.

2
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Cipto Miharjo
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Umur : 65 tahun
4. Alamat : RT 09, Dusun II Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Megang
5. Pekerjaan : Petani
6. Tanggal MRS : Rabu, 7 Agustus 2019
7. No. Rekmed : 247479

B. ANAMNESIS
 Keluhan utama : benjolan di lipat paha kiri hingga skrotum yang dapat keluar masuk
dari rongga perut.
 Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak ± 4 bulan SMRS, os mengeluh timbul benjolan di lipat paha kiri. Benjolan
tersebut awalnya hanya tampak pada lipat paha kiri namun saat ini pasien merasakan
benjolan tersebut juga tampak di skrotum kiri. Benjolan ini sering kali timbul saat
pasien sedang bekerja atau berdiri terlalu lama. Ketika pasien berbaring atau
dimasukkan kembali dengan cara memijat masuk ke arah rongga perut benjolan
tersebut dapat menghilang. Saat benjolan muncul, pasien mengeluh nyeri (-) dan panas
di sekitar benjolan (-), perut kembung (-), mual (-), muntah (-), kesemutan di daerah
kemaluan (-), BAB dan BAK (+) normal.
 Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hernia sebelumnya (-), riwayat batuk kronik (PPOK
dan TB) (-), riwayat BPH, striktur uretra, dan Ca TUG (-), riwayat operasi abdomen (-
), hipertensi (-), diabetes mellitus (-).
 Riwayat keluarga : Riwayat benjolan pada rongga perut dan hernia di keluarga
disangkal.
 Riwayat pengobatan : Pasien belum pernah melakukan pengobatan terkait benjolan di
lipat paha.
 Riwayat kebiasaan : Pasien merupakan seorang petani dengan aktivitas fisik yang
cukup tinggi dan pasien mengaku cukup sering mengangkat beban berat.

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tekanan darah : 110/80 mmHg
c. Nadi : 88 kali/menit reguler, isi dan tegangan cukup
d. Laju pernapasan : 20 kali/menit
e. Suhu : 36,7oC

2. Status Lokalis
a. Kepala
1. Mata : Dalam batas normal
2. Mulut : Mukosa bibir baik
3. Telinga : Fungsi pendengaran baik
b. Leher : JVP 5-2 cmH2O, Pembesaran KGB (-)
c. Thoraks
 Paru
Inspeksi : Statis kanan = kiri simetris
Dinamis kanan = kiri simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor (+/+) Batas paru-hepar normal
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama reguler

d. Abdomen
Inspeksi : Datar, skar operasi (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

4
Auskultasi : Bising usus (+) normal

e. Inguinal
- Inspeksi : Benjolan di skrotum sinistra dengan diameter ± 8 cm. Warna sama
dengan warna kulit. Hematom (-), transluminasi (-), skar operasi (-).
- Palpasi : Benjolan dapat direposisi ke dalam rongga abdomen. Batas atas
benjolan tidak berbatas tegas, konsistensi kenyal (+), permukaan licin (+), nyeri
(-), suhu kulit sama dengan sekitar.
 Ziemen test : benjolan teraba oleh digiti II
 Thumb test : tidak teraba benjolan pada annulus inguinalis internus

f. Genitalia dan anus : Terpasang kateter, urin jernih


Rectal Touche : TSA baik, ampula tidak kolaps, prostat
tidak membesar, feses (-), darah (-).

g. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :-

5
E. DIAGNOSIS BANDING
Hidrokel, Hernia inguinalis medialis sinistra, Tumor testis sinistra

F. DIAGNOSIS KERJA
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponibel

G. TATALAKSANA
1. Diberikan edukasi terhadap pasien bahwa terapi definitif hernia adalah dengan
tindakan bedah yang harus dilakukan secepatnya dengan tujuan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya penjepitan isi dari kantong hernia.
2. Informed consent untuk dilakukan tindakan pembedahan  pasien setuju 
persiapan operasi.
3. Rencana operasi
Persiapan
a. Pemeriksaan laboraturium darah rutin
b. Rontgen thoraks
c. EKG
d. Konsul PDL dan anestesi
4. Rawat inap di rumah sakit
- Puasa pre-operasi
- IVFD gtt xx/menit
- Antibiotik broadspectrum 2x1 gr (intravena)

5. Operasi : Hernioraphy dengan mesh


6
Temuan Intraoperatif: Di dalam kantung hernia didapatkan omentum.

Hernioraphy dengan pemasangan mesh.


6. Perawatan post-operasi :
- IVFD gtt xx/menit
- Antibiotik broadspectrum 2x1 gr (intravena)
- Analgetik 2x1 ampul (intravena)
- Diet nasi seperti biasa
7. Kontrol rawat jalan: 1 minggu setelah dipulangkan dari rumah sakit untuk
mengevaluasi luka operasi dan nyeri post operasi.

7
H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up
9 Agustus 2019 (08.00)
S: nyeri di daerah luka operasi
O:
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 85 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C
Status Lokalis Regio Inguinalis Sinistra
- Inspeksi : Tampak luka operasi tertutup kassa kering ukuran 10 x 4 cm
- Palpasi : Nyeri tekan (+)
A: Hernia Inguinalis Sinistra Reponibel post Hernioraphy
P:
 IVFD gtt xx/menit
 Antibiotik broadspectrum 2x1 gr (iv)
 Analgetik 2x1 ampul (iv)

I. EDUKASI
1. Aktivitas berat setelah operasi harus dibatasi terlebih dahulu minimal sampai 3
minggu post operasi.
2. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka operasi.

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Regio Inguinalis


a. Canalis Inguinalis

Gambar 1. Anatomi Regio Inguinalis. Sumber: (Netter, 2018).

Gambar 2. Canalis Inguinalis. Sumber: (Brunicardi, F. Schwartz : 2018)

9
Canalis inguinalis merupakan saluran oblique melalui bagian bawah dinding
anterior abdomen. Pada pria, canalis inguinalis merupakan tempat berjalannya
funikulus spermatikus, sedangkan pada wanita saluran ini dilewati oleh ligamentum
rotundum uteri, dari uterus ke labium majus. Panjang canalis inguinalis sekitar 4 cm
pada orang dewasa dan terbentang dari angulus inguinalis profundus ke inferomedial
sampai angulus inguinalis superficialis. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di
atas ligamentum inguinalis (Brunicardi, F. Schwartz, 2018).
Annulus inguinalis superfisialis merupakan suatu lubang yang berbentuk
segitiga yang dibentuk oleh crus superior dan crus inferior aponeurosis MOE. Ukuran
luasnya kurang lebih 2,5 x 1,25 cm. Annulus ini merupakan tempat keluarnya
funikulus spermatikus (pada wanita berupa ligament rotundum), dan nervus
ileoinguinalis. Annulus inguinalis superficialis merupakan lubang pada aponeurosis
musculus obliqus abdominis externus dan terletak tepat di atas dan medial tuberculum
pubicum. Pinggir-pinggir annulus merupakan tempat melekatnya fascia spermatica
externa. Annulus inguinalis profundus merupakan suatu lubang berbentuk oval pada
fascia transversalis 3 cm di atas ligamentum inguinale. Pinggir-pinggir dari annulus
merupakan tempat melekatnya fascia spermatica interna. Annulus inguinalis
profundus lubang tempat keluarnya funikulus spermatikus dari dalam abdomen
menuju kanalis inguinalis. Annulus ini terletak kurang lebih di tengah-tengah antara
SIAS dan tuberkulum pubikum (±1-1,5 cm diatas ligamentum inguinal).

b. Batas Dinding Canalis Inguinalis


 Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis eksternus dan 1/3
lateralnya muskulus obliqus internus.
 Posterior: pada bagian lateral dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus
abdominis yang bersatu dengan fascia transversalis dan pada bagian medial
dibentuk oleh fascia transversalis dan konjoin tendon.
 Superior: dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus abdominis internus
dan muskulus transversus abdominis dan konjoin tendon.
 Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lacunare.

c. Isi dari Canalis Inguinalis


- Pada perempuan ligament rotundum dan percabangan dari nervus genitofemoral.

10
- Spermatic cord pada laki-laki, struktur ini terdiri dari:
1. Vas deferens
2. 3 arteri yaitu:
 Arteri spermatika interna
 Arteri diferential
 Arteri spermatika eksterna
3. Plexus vena pampiniformis
4. 3 nervus yaitu:
 Cabang genital dari nervus genitofemoral
 Nervus ilioinguinalis
 Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
5. Lapisan fascia:
 Fascia spermatika eksterna, lanjutan dari fascia innominate.
 Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot muskulus obliqus
abdominis internus
 Fascia spermatika interna, perluasan dari fascia transversalis.

Gambar 3. Funiculus Spematicus.

Vaskularisasi dan Innervasi


Vaskularisasi di regio inguinal dari arteri iliaca externa melalui arteri
epigastrika inferior dan cabang-cabangnya. Sedangkan bentuk aliran vena untuk daerah
profunda bisa ke vena pudendus maupun ke vena hipogastrika, untuk daerah superficial
bergabung dengan vena-vena superficial dinding perut. Ruang vaskularisasi terletak di

11
antara lamina posterior dan anterior dari fasia transversalis, dan merupakan tempat
pembuluh darah epigastrium inferior. Arteri epigastric inferior memperdarahi rectus
adominis. Arteri ini berasal dari arteri iliaka eksternal dan beranastomosis dengan
epigastric superior yang merupakan lanjutan dari arteri torakal interna.
Inervasi berasal dari segmen Thorakal XII dan Lumbal I melalui nervus
ileohipogastrika dan ileoinguinalis. Nervus yang ada pada inguinal ialah ilioinguinal,
iliohipogastrik, genitofemoral, dan nervus kutaneus femoris lateral. Nervus ilioinguinal
dan iliohipogastrik keluar bersamaan dari L1. Nervus ilioinguinalis merupakan segmen
dari L1 dan merupakan saraf sensoris murni keluar dari pinggir lateral m. psoas lalu
menembus m. obliqus internus, masuk ke dalam canalis inguinalis. Nervus ini keluar
melalui annulus inguinalis superfisialis dan mempersarafi kulit lipat paha dan skrotum
atau labium majus. Nervus iliohipogastrik keluar dari T12-L1. Nervus ini mempersarafi
muskulus transversus abdominis dan obliqus internus. Nervus genitofemoralis
merupakan segmen dari L1-L2. Nervus ini keluar dari bagian depan m. psoas berjalan
ke bawah di depan otot dan bercabang dua menjadi ramus genitalis dan ramus
femoralis. Ramus genitalis (nervus spermaticus externus) yang merupakan saraf
motoris masuk ke dalam funiculus spermaticus di dalam canalis inguinalis dan
mempersarafi m. cremaster. Ramus femoralis memperarafi sebagian kecil kulit bagian
dalam paha atas. Pada wanita, nervus ini mempersarafi mons pubis dan labia majora.
Cabang femoral berjalan sepanjang femoral sheath, mempersarafi kulit paha anterior
bagian atas. Nervus cutaneus femoris lateral keluar dari L2-L3, mempersarafi paha
bagian lateral.

Gambar 5. Major inguinal nerve (Brunicardi, F. Schwartz, 2018).


12
Hernia inguinal diklasifikasikan menjadi direct, indirect, dan femoral berdasarkan
lokasinya. Indirect hernia menonjol ke arah lateral dari inferior epigastric vessels,
melewati cincin inguinal internal. Direct hernia menonjol ke arah medial dari inferior
epigastric vessels, di sekitar segitiga Hasselbach. Hasselbach tahun 1814
mengemukakan dasar dari segitiga yang dibentuk oleh pecten pubis dan ligamentum
pectinea. Dasar segitiga ini dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat oleh serat
aponeurosis otot transversus abdominis yang kadang tidak sempurna sehingga daerah
ini berpotensi melemah.
Daerah ini merupakan suatu area yang sangat lemah (lokus minoris) terutama
pada laki-laki berusia lanjut, dan sering merupakan lokus minoris untuk terjadinya
hernia inguinalis direk. Trigonum inguinale dari Hasselbach ini dibatasi oleh:
 Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
 Medial: bagian lateral muskulus rectus abdominis
 Inferior: ligamentum inguinale

Gambar 6. Trigonum Hasselbach. Sumber: (Gray’s Anatomy, 2018).

Hernia femoralis menonjol melewati cincin femoral. Batas dari cincin femoral
ialah, traktus iliopubis dan ligamentum inguinal anterior, ligamentum Cooper posterior,
ligamentum lacunar medial dan vena femoralis lateralis.

3.2. Hernia Inguinalis

a. Definisi
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga. Hernia pada dinding abdomen menyebabkan isi

13
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan musculo-aponeurotic
dinding perut. Hernia pada dinding abdomen hanya dapat terjadi pada bagian di mana
aponeurosis dan fascia tidak ditutupi oleh otot lurik, seperti inguinal, femoralis,
umbilical, dan linea alba.
Hernia inguinalis merupakan suatu protusi atau penonjolan dari isi rongga
abdomen atau lemak preperitoneal melalui suatu defek di daerah inguinal, karena
kongenital atau didapat (acquired).

b. Epidemiologi
Terjadinya hernia erat kaitannya dengan faktor jenis kelamin. Laki-laki memiliki
risiko 25 kali lebih sering mengalami hernia inguinalis dibandingkan wanita. Sementara
wanita memiliki perbandingan 10:1 untuk mengalami hernia femoralis dibandingkan
dengan laki-laki. Angka kejadian hernia inguinalis meningkat sebelum usia satu tahun
dan setelah usia 40 tahun. Pada laki-laki 97% hernia terjadi di daerah ingunal, 2% di
daerah femoral, dan 1% di daerah umbilikal, sementara pada perempuan 50% kasus
hernia terjadi di daerah inguinal, 34% di daerah femoral dan 16% di daerah umbilikal
(Aljubairy, 2017).

c. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Hernia ini
dapat dijumpai pada semua usia, dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan. Pada orang sehat, ada 3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu (1) canalis inguinalis yang berjalan miring, (2) struktur otot obliqus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, (3)
fascia transversalis kuat menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan terjadinya hernia. Faktor yang juga
turut berperan adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian
intraabdomen, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Secara embriologi, pada laki-laki akan terjadi penurunan testis dari rongga
abdomen ke dalam skrotum dengan dituntun oleh gubernakulum testis. Pada saat
penurunan testis, peritoneum parietal akan membentuk suatu tonjolan yang disebut
prosesus vaginalis peritonei mengikuti testis menuju skrotum. Normalnya, lubang yang
terbentuk akibat prosesus ini akan tertutup setelah lahir sehingga tidak menjadi defek.
Pada neonatus, kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi

14
umur satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, tidak
sampai 10% anak penderita prosesus vaginalis paten menderita hernia. Prosesus
vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi diperlukan faktor
lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan intraabdomen yang meninggi
secara kronik, seperti karena batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites
sering disertai hernia inguinalis. Orang dengan pekerjaan yang selalu mengangkat
benda berat juga berisiko tinggi menglami hernia.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang hampir selalu menyertai hernia.
Orang-orang dengan abnormalitas metabolisme kolagen (seperti halnya perokok)
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hernia akibat lemahnya dinding
abdomen. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit-penyakit kolagen secara jelas
dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia. Batuk kronik pada penderita PPOK juga
berperan dalam kejadian hernia.

Gambar 7. Kemungkinan Penyebab Hernia.


Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.

d. Klasifikasi

Hernia Berdasarkan Sifat dan Gejala Klinis


Menurut sifat/gejala klinisnya, hernia dibagi menjadi hernia reponibel, irreponibel,
inkarserata, dan strangulata.

15
1. Hernia Reponibel
Hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar
ketika berdiri atau mengedan, dan dapat masuk kembali ketika berbaring atau bila
didorong masuk ke dalam rongga abdomen. Selama hernia masih reponibel, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2. Hernia Irreponibel
Hernia disebut hernia irreponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi
kembali ke dalam rongga abdomen. Hal ini dapat terjadi biasanya karena terjadi
perlekatan antara isi hernia dengan peritoneum kantong hernia. Rasa nyeri masih
jarang dikeluhkan pasien. Tanda-tanda obstruksi juga belum terjadi.

3. Hernia Inkarserata
Hernia inkarserata merupakan hernia irreponibel disertai gejala obstruksi usus
atau gangguan pasase, seperti tidak terjadinya flatus ataupun BAB.

4. Hernia Strangulata
Hernia strangulata merupakan hernia irreponibel disertai gangguan
vaskularisasi. Gangguan vaskularisasi sebenarnya telah terjadi pada saat jepitan
dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai terjadinya
nekrosis.

Gambar 8. Klasifikasi Hernia berdasarkan Sifatnya.

16
Hernia Inguinalis Berdasarkan Arah Penonjolannya
1. Hernia Inguinalis Medialis

Gambar 9. Penonjolan hernia inguinalis medialis

Hernia inguinalis direk terjadi apabila sebuah kantong peritoneal yang masuk
ke bagian medial dari canalis inguinalis secara langsung akibat dari kelemahan otot
posterior. Biasanya dideskripsikan sebagai hernia yang didapat dikarenakan
perkembangan otot abdomen mengalami kelemahan. Hal ini dapat dialami oleh
orang lanjut usia. Adanya bulging (penonjolan) dan kantong hernia terjadi di medial
ke arah pembuluh epigastrica di inguinal triangle (Hasselbach’s triangle)

Hernia ini menembus keluar melalui annulus inguinalis superficialis yang


melebar dan menonjol ke dinding abdomen. Selain itu hernia inguinalis direk ini
tidak melalui annulus inguinalis superficialis, tetapi menonjol melalui “conjoint

17
tendon” dan mencapai annulus. Hernia inguinalis medialis atau hernia direk
merupakan hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia jenis ini
hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot di trigonum Hasselbach. Oleh sebab itu, hernia ini umumnya terjadi
bilateral, khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang, bahkan hampir tidak pernah
mengalami inkarserata dan strangulata. Pada wanita hernia inguinalis medialis
terjadi akibat kelemahan otot-otot abdomen bagian depan, yang disertai dengan
peninggian tekanan intraabdomen.

2. Hernia Inguinalis Lateralis

Gambar 10. Penonjolan Hernia Inguinalis Lateralis.

Hernia inguinalis lateralis atau hernia indirek merupakan hernia paling sering
terjadi. Hernia ini melewati annulus profundus, canalis inguinalis dan keluar melalui
annulus inguinalis superficialis ke skrotum atau labium majus. Sesuai bentuk dan letak
maka hernia ini disebut hernia inguinalis lateralis. Pada hernia inguinalis lateralis
terbagi atas dua yaitu kongenital dan aquisita (didapat). Perbedaanya adalah apakah
processus vaginalis belum menutup sehingga isi dari abdomen (usus) dapat mengisi
ke dalam skrotum. Pada aquisita (didapat) kantong hernia tidak berhubungan dengan
skrotum karena processus vaginalis telah menutup.
Pada wanita dengan hernia inguinalis lateralis, processus vaginalis menetap
(canalis Nucki), hernia dapat menuju sampai pada labium majus. Jika tempat keluar

18
hernia indirek terletak di lateralis dari a. epigastrica, maka hernia inguinalis direk akan
menonjol keluar melewati trigonum inguinale disebelah medial dari arteri tersebut.

Nyhus Classification pada Hernia Inguinalis


Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk hernia inguinalis. Salah satu sistem
klasifikasi sederhana adalah Nyhus Classification. Tujuan klasifikasi ini untuk
mempromosikan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami untuk dokter
berkomunikasi.

Gambar 11. Klasifikasi Hernia Menurut Nyhus.


Sumber: Sabiston Texbook of Surgery. Ed 18.

e. Patofisiologi
Canalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari
kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui canalis inguinalis. Penurunan
testis itu akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya
prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal karena testis yang kiri turun terlebih dahulu
dari yang kanan, maka canalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam
keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus
terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus, karena prosesus
tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya
hernia pada orang dewasa ini terjadi karena lanjut usia, karena pada umur yang tua otot

19
dinding rongga perut dapat melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan
jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup, namun karena daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti, batuk kronik,
bersin yang kuat dan mengangkat barang- barang berat dan mengejan, maka kanal yang
sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital.

f. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis biasanya pasien akan mengeluhkan benjolan pada daerah lipat
paha atau bagian bawah pada skrotum sedangkan pada wanita benjolan pada labium
mayor. Hal ini menjadi diagnosis utama yang ditemukan untuk penegakan diagnosis
hernia inguinalis. Pasien hernia inguinalis simptomatik akan mengeluhkan nyeri atau
rasa tidak nyaman pada lipat paha. Gejala ekstrainguinal seperti perubahan buang air
besar dan gejala gangguan berkemih jarang terjadi. Apabila hernia menekan daerah
persarafan yang berdekatan dapat mengarah pada kondisi nyeri yang tajam dan
terlokalisir.
Tekanan dan beban pada lipat paha menjadi keluhan umum terutama setelah
menyelesaikan aktivitas atau telah melewatkan aktivitas yang panjang. Selain itu,
hernia pada lipat paha tidak terlalu menyakitkan kecuali nyeri diakibatkan adanya
inkaserata atau strangulasi yang telah terjadi. Selain itu perlu dipertanyakan kepada
pasien apakah hernia dapat direduksi. Pasien sering mengurangi hernia dengan cara
mendorong isi hernia kembali ke perut. Pasien dengan hernia dapat mengalami
parestesia atau kesemutan akibat dari kompresi atau iritasi nervus inguinal akibat
hernia.
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, ataupun mengedan, dan akan menghilang
ketika berbaring atau didorong kedalam rongga perut. Keluhan nyeri jarang dijumpai,
kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia. Nyeri disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi

20
inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis. Riwayat pekerjaan
mengangkat benda berat, riwayat BPH, riwayat batuk lama, PPOK, riwayat merokok,
dan riwayat operasi juga perlu ditanyakan termasuk riwayat appendiktomi,
prostatektomi, dan dialisis peritoneal karena menjadi faktor risiko terjadinya hernia.
Riwayat demam dan penemuan tanda-tanda inflamasi pada saat pemeriksaan fisik dapat
mengarahkan diagnosis benjolan ke arah inflamasi atau infeksi.
Dalam menegakkan diagnosis hernia inguinalis, hernia dapat direduksi sebagai
pembengkakan intermiten, seringkali hernia berkurang dengan cara berbaring dan
muncul kembali saat berdiri.
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Hernia Berdasarkan Sifatnya.
Sifat Hernia Reponibel Nyeri Obstruksi Sakit Toksik

Reponibel/bebas + - - - -

Ireponibel/akreta - - - - -

Inkarserata - + + + -

Strangulata - ++ + ++ ++

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah inguinal dengan posisi pasien terlentang
dan berdiri. Pemeriksa melakukan inspeksi dan melakukan palpasi di daerah inguinal.
Pada inspeksi dinilai asimetris, adanya benjolan, atau massa, dan tanda-tanda
peradangan (pada hernia tidak dijumpai tanda peradangan). Selain itu, pemeriksaan
terbaik dilakukan dengan cara menyuruh pasien berdiri untuk meningkatkan tekanan
abdomen sehingga lipat paha dan skrotum lebih terlihat jelas.
Pada palpasi, pemeriksa memasukkan jari telunjuk melalui skrotum
menuju cincin inguinal. Pasien diminta untuk melakukan maneuver Valsalva untuk
melihat hernia. Melakukan auskultasi pada tempat benjolan yang mengindikasikan
adanya hernia. Apabila isi hernia bukanlah usus melainkan hanya omentum atau organ
lainnya selain usus, bising usus tidak akan terdengar pada auskultasi benjolan.
Maneuver Valsalva dilakukan dengan cara pasien berdiri lalu menutup hidung
dan mulut lalu meminta pasien untuk mengedan. Ini akan menunjukkan adanya

21
penonjolan abnormal dan dapat menentukan apakah hernia ini dapat direduksi atau
tidak.
Terdapat pemeriksaan fisik untuk membedakan secara klinis hernia inguinalis
lateralis dan hernia inguinalis medialis dengan pemeriksaan sederhana berupa:
a. Finger Test (Invagination Test)
Hernia direposisi terlebih dahulu. Kulit skrotum diinvaginasikan dengan
ujung jari telunjuk dari arah testis dan jari masuk mencapai annulus
eksternus. Normal annulus eksternus hanya dapat dilalui ujung jari
kelingking. Jari pemeriksa masuk hingga mencapai kanalis inguinalis,
kemudian pasien diminta untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan
teraba di ujung jari di sebut hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila
menyentuh sisi jari disebut hernia inguinalis medialis. Pemeriksaan ini
hanya dilakukan pada pasien laki-laki.
Langkah-langkah sebagai berikut:
 Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
 Dimasukkan lewat skrotum melalui annulus externus ke canalis
inguinal
 Penderita disuruh untuk batuk
- Bila impuls di ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis
- Bila impuls di samping jari berarti hernia inguinalis medialis.

Gambar 12. Finger Test.


b. Ziemen Test
Hernia direposisi terlebih dahulu. 3 jari diletakkan di tiga titik. Jari kedua
diletakkan di annulus internus, jari ketiga diletakkan di annulus eksternus

22
dan jari keempat diletakkan di annulus femoralis, setelah itu pasien diminta
untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan menyentuh jari kedua disebut
hernia inguinalis lateralis, apabila benjolan meyentuh jari ketiga disebut
hernia inguinalis medialis, sedangkan apabila menyentuh jari keempat
disebut hernia femoralis.
 Pada posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu oleh
penderita
 Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan
Jari telunjuk meraba cincin inguinal dalam
Jari tengah meraba cincin inguinal superfisial
Jari manis membuka saphena
 Penderita disuruh untuk batuk bila rangsangan pada:
- Jari ke 2: hernia inguinalis lateralis (hernia indirect)
- Jari ke 3: hernia inguinalis medialis (hernia direct)
- Jari ke 4: hernia femoralis

Gambar 13. Ziemen Test.

c. Thumb Test (Deep Ring Occlusion Test)


Hernia direposisi terlebih dahulu. Jempol ditempatkan pada annulus
internus, kemudian pasien diminta batuk atau mengejan. Annulus inguinalis
internus terletak titik pertengahan antara SIAS dan simfisis pubis. Apabila
tidak timbul benjolan maka hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila timbul
benjolan di medial dari annulus internus disebut hernia inguinalis medialis.

23
 Annulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh
untuk mengejan
 Bila keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis medialis
 Bila tidak keluar benjolan mengartikan hernia inguinalis lateralis.

Gambar 14. Thumb Test.


d. Rising Test
Pasien berbaring di tempat tidur. Pasien diminta mengangkat kepala dan dada
atau mengangkat kedua kaki dari tempat tidur. Apabila terdapat kelemahan
dinding abdomen, maka benjolan akan muncul di daerah flank disebut
Malgaigni’s bulge. Otot yang berkontraksi dapat dipalpasi dengan tangan di
dinding abdomen.
e. Rectal toucher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran prostat atau keluhan anorektal
lainnya.

Pemeriksaan Penunjang
Apabila ragu, pemeriksaan radiologis dapat dilakukan sebagai tambahan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Apabila diagnosis sudah jelas, pencitraan
tidak perlu dilakukan. Radiologis yang umum dilakukan ialah USG, CT dan
MRI.

24
USG adalah teknik yang paling tidak invasif dan tidak memberikan radiasi
apapun kepada pasien. Struktur anatomi dapat leibh mudah dikenali dengan
adanya bony landmarks; namun, karena di inguinal terdapat lebih dari 1 tulang,
struktur lain seperti pembuluh epigastrium inferior digunakan sebagai penanda
anatomi pangkal paha. Tekanan intraabdominal positif digunakan untuk
memperoleh diagnosis. Kurangnya gerakan dapat menyebabkan false-negative.
CT scan dapat mendeteksi hernia inguinalis dengan sensitivitas 80% dan
spesifisitas 65% sedangkan MRI memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 96%.
Namun pada MRI, biaya yang diubtuhkan lebih tinggi sehingga jarang untuk
digunakan.

g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding hernia inguinalis dibedakan menjadi 2 yaitu diagosis banding
terhadap benjolan hernia yang masih berada di lipat paha / di inguinal dan diagnosis
banding terhadap benjolan yang sudah sampai ke skrotum. Ketika masih berada di
inguinal, hernia harus dibedakan dengan limfadenopati inguinal, cold abcess yang
biasanya berasal dari TBC lumbal, dan kriptokismus. Sedangkan ketika telah berada di
skrotum, hernia harus dibedakan dengan hidrokel, tumor testis, orchitis, dan
hematocele.
Selain itu, jika hernia inguinalis menjadi irreducible dan tegang dan tidak ada
impuls batuk, dapat dipikirkan adanya massa KGB atau massa pada abdomen.
Diagnosis banding hernia dapat sebagai hidrokel atau pembengkakan testis lainnya.

25
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi batas atas pembengkakan
skrotum, akan tetapi pada hernia tidak memiliki batas atas karena memanjang ke
belakang dari rongga peritoneum sampai ke canalis inguinalis.

Gambar 15. Diagnosis Banding dari Hernia.


Sumber: Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition.

Tabel 2. Perbedaan HIL dan HIM


HIL HIM

Penyebab kongenital + akuisata akuisata

Bentuk Lonjong botol Oval/bulat

Umur Anak/Dewasa muda Anak - Dewasa tua


Pria>Wanita Pria>Wanita

Letak Diatas lig.inguinal sampai skrotum Diatas lig.inguinal tidak sampai


skrotum

Mengejan Benjolan keluar dari lateral menuju Langsung di medial


ke medial Keluarnya cepat dan kembalinya
Ke scrotum cepat
Keluarnya lambat

26
Finger test Tidak keluar benjolan Keluar

Thumb test Penekanan di ujung jari Keluar

Zieman test Dorongan pada jari kedua Dorongan pada jari ketiga

h. Tatalaksana

Gambar 16. Algoritma EHS (European Hernia Society) Tatalaksana Hernia Inguinalis.

Tatalaksana definitif hernia adalah dengan operasi sehingga perlu dirujuk ke ahli bedah.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis hernia ditegakkan. Operasi sangat diperlukan
sebagai tatalaksana hernia karena tujuan dari operasi hernia adalah untuk mengembalikan
posisi isi kantong hernia ke rongga abdomen dan memperbaiki kelemahan otot dan jaringan
yang menyusun dinding abdomen. Pada hernia inguinalis reponibilis dan irreponibilis dapat

27
dilakukan tindakan bedah elektif, sedangkan bila telah terjadi proses inkarserasi dan
strangulasi tindakan bedah harus secepatnya dilakukan.
Tindakan bedah pada hernia adalah hernioraphy yang terdiri dari herniotomi dan
hernioplasty. Pada herniotomi dilakukan tindakan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlekatan kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada bedah darurat,
isi kantong hernia yang terjepit dilihat apakah masih vital atau sudah nekrosis. Jika masih
viable dikembalikan ke rongga perut, sedangkan jika sudah mengalami nekrosis dilakukan
reseksi dan anastomosis.
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis interna, menutup
trigonum Hasselbach, dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasty
penting dilakukan untuk mencegah terjadinya residif. Metode hernioplasty dibagi menjadi
metode mesh dan non-mesh (konvensional). Metode hernioplasty terbuka konvensional
contohnya antara lain metode Bassini yang merupakan hernioplasty dengan penjahitan
conjoint tendon dengan ligamentum inguinal, metode Lotheissen-McVay yaitu penjahitan
fascia dan otot transversus abdominis dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum
Cooper, ataupun metode Marcy, Halsted, dan Shouldice. Metode hernioplasty tension-free
inguinal repair dengan menggunakan mesh prostesis sintesis untuk menjembatani defek
contohnya seperti metode Lichtenstein, plug and patch, dan metode sandwich.
Hernioplasty juga dapat dilakukan secara laparoskopik yaitu dengan teknik TAPP
(transabdominal preperitoneal technique). Teknik operasi dengan menggunakan mesh
memiliki tingkat rekurensi lebih rendah dari pada teknik tanpa mesh dengan persentase
yang hanya ≤ 4% sedangkan teknik tanpa mesh mencapai 30%.
Tatalaksana setelah operasi meliputi pemberian analgetik, antibiotik, dan perawatan
luka operasi. Operasi dalam anestesi general ditambah infiltrasi lokal menurunkan keluhan
nyeri setelah operasi hernia inguinalis. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang
berisiko tinggi mengalami infeksi seperti pasien immunosupresi, usia ekstrim, atau pasien
yang menjalani operasi terbuka dalam durasi waktu yang cukup lama. Pasien yang telah
menjalani operasi hernia dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, kecuali
aktivitas berat seperti olahraga dan mengangkat beban berat yang baru boleh dilakukan
minimal 3 minggu setelah operasi (European Hernia Society, 2018).

28
Gambar 17 dan 18. Teknik hernioplasty: Tatalaksana Hernia Inguinalis (Lichtenstein
dan Sandwich).
i. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia
dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Hal ini dapat terjadi jika
isi hernia terlalu besar. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema
organ atau struktur di dalam hernia dan transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau
isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi, akhirnya dapat timbul abses lokal,
fistula, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang berisi usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila
telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi gangren sehingga
gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan terdapat leukositosis.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat yang
perlu mendapat pertolongan segera.
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli jika terdapat sliding
hernia. Komplikasi dini beberapa hari setelah hernioraphy dapat terjadi berupa
hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis, terutama pada operasi hernia
femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif. Komplikasi lanjut berupa atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis dan hernia residif.

29
j. Prognosis
Insidensi hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia, teknik
hernioplasti yang dipilih, dan cara melakukannya. Hernia inguinalis indirek pada bayi
sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek pada segala usia lebih
rendah bila dibandingkan dengan hernia inguinalis direk atau hernia femoralis. Reparasi
pertama memberikan tingkat keberhasilan yang paling tinggi, sedangkan operasi pada
kekambuhan memberikan angka residif tinggi.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa
dilaporkan mencapai 0,6-3%. Pada hernia ini, penyebab residif yang paling sering
adalah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, di antaranya karena
diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis atau
hernia inguinal direk. Kekambuhan hernia yang terjadi kurang dari 1 tahun post
hernioraphy dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien atas edukasi post operasi
hernia yang telah diberikan oleh dokter. Sedangkan kekambuhan hernia yang lebih dari
1 tahun kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan operator dalam mengerjakan
teknik operasi tersebut. Penggunaan mesh pada perbaikan hernia menurunkan risiko
kekambuhan 50-75%.

30
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari informasi yang didapatkan melalui autoanamnesis, diketahui bahwa pasien telah
mengalami keluhan benjolan di lipat paha kanan sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan masih dapat
keluar masuk secara spontan dan tidak terasa nyeri. Dari informasi ini, dapat diperkirakan
bahwa hernia pada pasien ini adalah hernia reponibel dikarenakan isi kantong hernia masih
dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan dapat masuk kembali
ketika berbaring atau bila didorong masuk ke dalam rongga abdomen. Selama hernia masih
reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Jika organ dari rongga abdomen
semakin banyak yang masuk ke dalam kantong hernia, maka organ tersebut akan dengan
mudah terperangkap di dalam kantong hernia akibat tidak bisa keluar dari cincin hernia yang
terlalu sempit. Kondisi ini disebut hernia irreponibilis atau inkarserata jika gejala obstruksi
usus sudah ada. Jika terus dibiarkan, organ abdomen yang terperangkap di dalam kantong
hernia akan mengalami gangguan vaskular, iskemia, hingga nekrosis sehingga terjadi hernia
strangulata.
Beberapa informasi tentang faktor risiko terjadinya hernia pada pasien ini didapatkan
melalui anamnesis. Diketahui bahwa pasien berusia 65 tahun (usia tua). Pasien bekerja sebagai
petani dimana aktivitas fisik sehari-hari cukup berat dan mengaku seringkali mengangkat
beban berat. Hal ini berhubungan erat dengan kejadian hernia terkait dengan meningkatnya
tekanan abdomen yang dapat menyebabkan dorongan isi perut.
Pemeriksaan fisik terkait benjolan di lipat paha pada pasien ini bertujuan untuk
mengkonfirmasi informasi yang diberikan pasien pada tahap anamnesis dan menentukan
diagnosis penyakit. Dari inspeksi terlihat bahwa daerah lipat paha sebelah kiri lebih menonjol
dari pada lipat paha kanan. Saat dipalpasi, benjolan tidak berbatas tegas, nyeri tekan (-),
konsistensi kenyal. Ketika dilakukan reposisi terhadap isi benjolan tersebut dan pasien
diinstruksikan untuk mengedan, kemudian dilakukan pengamatan terhadap arah keluarnya
benjolan. Pada pasien ini terlihat bahwa benjolan keluar sejajar dengan ligamentum inguinal.
Selanjutnya dilakukan palpasi dengan test Ziemen dan didapatkan bahwa benjolan pertama kali
menyentuh digiti II. Selain itu, dilakukan test Thumb, ketika benjolan direposisi masuk kembali
ke dalam abdomen lalu pasien mengejan, tidak teraba benjolan pada annulus inguinalis internus
namun dari inspeksi tampak benjolan tampak keluar kembali ke lipat paha dan skrotum.
Pemeriksaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan diagnosis pasien ini adalah hernia

31
inguinalis lateralis reponibilis sinistra. Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait keluhan dan
tanda-tanda hernia inguinalis pada pasien sudah sangat jelas sehingga pemeriksaan penunjang
tidak dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis.
Dengan tegaknya diagnosis hernia, maka terapi yang langsung direncanakan adalah
operasi hernioplasty. Karena usia pasien sudah lebih dari 40 tahun, maka pemasangan mesh
dianjurkan untuk dilakukan setelah herniotomi karena dapat menurunkan angka rekurensi.
Persiapan sebelum operasi meliputi konsultasi ke bagian penyakit dalam dan anestesi. Literatur
mengatakan bahwa anestesi umum dengan anestesi infiltrasi lokal memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan anestesi spinal karena pengerjaan operasi hernia yang membutuhkan watu
lama dapat dilakukan dengan tenang dan angka kesakitan post operasi menurun. Teknik operasi
dengan mesh yang dilakukan dapat berupa teknik Lichtenstein, plug and patch, ataupun teknik
Sandwich. Perbedaan ketiga teknik ini hanya terletak pada penempatan mesh pada dinding
abdomen.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada dewasa dilaporkan
mencapai 0,6-3%. Pada hernia ini, penyebab residif yang paling sering adalah penutupan
anulus inguinalis internus yang tidak memadai, di antaranya karena diseksi kantong yang
kurang memadai dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis atau hernia inguinal direk.
Penggunaan mesh pada perbaikan hernia menurunkan risiko kekambuhan 50-75%. Batasan
aktivitas 3 minggu post hernioplasty diketahui dapat menurunkan kejadian rekurensi.

KERANGKA KONSEP

Faktor risiko:
1. Usia tua
2. Pekerjaan mengangkat berat

Peningkatan tekanan intraabdomen


dan kelemahan otot dinding abdomen

Hernia inguinalis sinistra reponibel

Dilakukan Hernioplasty
32
KESIMPULAN
Tn. Cipto usia 65 tahun mengalami hernia inguinalis sinistra reponibel dan
ditatalaksana melalui tindakan pembedahan yaitu hernioraphy dengan tujuan untuk
mengembalikan posisi isi kantong hernia ke dalam rongga abdomen, memperbaiki kelemahan
otot dan jaringan yang menyusun dinding abdomen, serta meminimalkan kemungkinan
terjadinya rekurensi.

33
DAFTAR PUSTAKA

Aljubairy, Abdul M., dkk. 2017 Prevalence in Inguinal Hernia in Relation to Various Risk
Factor. EC Microbiology 9.5(2017): 182-192
Brunicardi, F. 2018. Schwartz’s Principle of Surgery. Tenth Edition
EHS (European Hernia Society). 2018. 40 Annual EHS Treatment of Inguinal Hernia in Adult
Patient. http://www.europeanherniasociety.eu. Diakses 8 Agustus 2019.
Krames Patient Education. Inguinal Hernia Surgery: Repairing Groin Hernias.
http://www.krames.com. Diakses 8 Agustus 2019.
LeBlanc, Kim E., dkk. 2013. Inguinal Hernia: Diagnosis and Management. American Family
Physician. 87(12): 844-848
Richard L. Drake, Wayne V, Adam W. 2015. Gray’s Anatomy for Student: First Sout Asia
Edition. Elsevier.
Sjamsuhidayat, R. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong: Sistem Organ dan Tindak Bedahnya
(1) Ed. 4. Jakarta: EGC.
Sabiston Texbook of Surgery. Ed 18.
Toms, Laurence, dkk. 2011. Expert Review: Examination of Groin Hernia. The Journal of
Clinical Examination. 2011(11): 32-43
Urban dan Fischer. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Ed. 15. Terjemahan oleh: Klonisch, T.
dan Hombach-Klonisch. Canada: Elsevier.
DeJong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Publishers; 2003. p.706-10
Sriram Bhat. SRB’s Manual Surgery 3rd edition. Jaypee Brother Publisher. 2010. p.685
Saha ML. Bedside Clinics In Surgery. Academic Publisher. 2006. P.27-30
Wibowo S, Puruhito, Basuku S, Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.

34

Anda mungkin juga menyukai