Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

GANGRENE PEDIS DEXTRA

Oleh:
Nanda Syauqiwijaya 04084821820149
Rahma Nur Islami 04084821921056

Pembimbing:
dr. Yulianto Kusnadi, Sp.PD, KEMD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Gangrene Pedis Dextra

Oleh:
Nanda Syauqiwijaya 04084821820149
Rahma Nur Islami 04084821921056

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, November 2019

dr. Yulianto Kusnadi, Sp.PD, KEMD

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Gangrene Pedis Dextra”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yulianto Kusnadi, Sp.PD,
KEMD selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, November 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang berhubungan dengan defisiensi relatif atau
absolut sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan. Penyakit DM ini merupakan
salah satu ancaman utama bagi umat manusia pada abad 21 ini. Badan WHO
memperkirakan, pada tahun 2000 jumlah pengidap penyakit DM yang berusia di
atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian pada tahun 2025, jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang.1
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang penyakit DM
adalah kaki diabetik. Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi
jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler
perifer pada tungkai bawah, selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai
kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan
baik yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan
infeksi. Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat
dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan
gangren diabetik.1
Gangguan kaki ini dapat terjadi perubahan aktivitas, menyebabkan
kesakitan, mempengaruhi lamanya seseorang melakukan perawatan luka, dan
4
biaya yang dikeluarkan lebih besar pada penderita diabetes melitus dengan kaki
diabetik. Untuk itu, perlu mengetahui faktor yang berhubungan dengan kaki
diabetik agar dapat waspada dan mencegah terjadi kaki diabetik pada penderita
diabetes melitus.

1.2 Tujuan
2.1 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kaki diabetik
2.2 Untuk mengetahui tatalaksana kaki diabetik

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Ny. SM
Umur : 52 Tahun
Alamat : Lorong Alir Gang Pelita, Bukit Lama, Ilir Barat I,
Palembang
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 12 November 2019
Tanggal periksa : 18 November 2019
No. RM : 1148655
Dokter muda : Nanda Syauqiwijaya, S.Ked
Rahma Nur Islami, S.Ked

2.2 Anamnesis
Informasi diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal
18 November 2019 pukul 15.00 WIB.

Keluhan Utama:
Luka yang semakin melebar disertai nyeri dan nanah serta kehitaman pada kaki
kanan sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengaku kaki kanannya tertusuk tulang ikan kurang lebih 1 bulan
SMRS, makin lama making luas. Luka disertai nanah, bau (+), panas pada
perabaan (+), demam (+), demam turun bila minum obat penurun demam, pasien
6
membersihkan lukanya sendiri, mual (+), muntah (+), nyeri ulu hatu (+), nyeri
dada (-), batuk (-), sesak (-).
1 minggu yang lalu, luka semakin melebar dan semakin dalam, perdarahan
(+), nyeri (+), bengkak (+) kemerahan, panas disekitar luka (+), disertai adanya
nanah dan berbau tidak sedap, demam (+). Pasien berobat ke RS Swasta, dirawat
dan dilakukan operasi pembersihan, dirawat beberapa hari, lalu pasien dirujuk ke
RSMH.

Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat kencing manis sejak 4 tahun yang lalu, gula darah paling tinggi 500
mg/dL dan rutin minum obat.
- Riwayat sakit jantung dan darah tinggi disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga


- Riwayat ibu pasien menderita DM tipe 2

Riwayat pengobatan
- Glibenklamid 1x5 mg

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi : 20x/menit, regular, torakoabdominal
Suhu : 36,3oC
BB : 56 kg

Pemeriksaan spesifik

7
Kepala: normosefali, simetris, warna rambut hitam beruban, mudah dicabut (-),
alopesia (-).
Mata: edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil bulat isokor, reflex cahaya (+/+)
Hidung: tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), epistaksis
(-)
Mulut: bibir kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi
papil (-), mukosa kering (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Telinga: tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-)
Leher: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thoraks:
Paru
 Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
 Auskultasi : vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba
 Perkusi : batas jantung atas ICS II linea parasternalis dextra, batas jantung
kiri ICS V linea midclavicularis sinistra, batas jantung kanan ICS
IV linea sternalis dekstra
 Auskultasi : BJ I-II (+) normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : datar, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-)
 Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal 3 x/menit
Genitalia: tidak diperiksa

8
Ekstremitas: akral teraba hangat (-), edema pretibial (-/-), palmar pucat (+),
koilonikia (-) ABI kanan : 0,9, ABI kiri 1
Regio pedis dextra: tampak ulkus grade IV ukuran 17 x 8 x 0,3, pus (+), darah
(+), jaringan nekrotik (+), dasar luka tendon, kulit sekitar eritema, nyeri tekan (+),
berbau (+)

Gambar 1. Ulkus pedis dextra

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (11 November 2019)

9
Pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
Hb: 7,5 g/dl 12 – 15 g/dl Menurun
Eritrosit: 2.700.000/mm3 4,00 – 5,70 x 106/mm3 Menurun
Leukosit: 35.400 /mm3 4400 – 10.890 /mm3 Meningkat
Ht: 22% 35 – 47 % Menurun
PLT: 484.000/µL 150 – 450 x 103/µL Normal
DC: Shift to the left
 Limfosit 7% 20-40%
 Monosit 4% 2-8%
 Neutrofil 89% 50-70%
Albumin: 2,9 g/dL 3,5-5 g/dL Menurun
GDS: 374 mg/dL <200 mg/dL Meningkat
Ureum: 71 mg/dL 16,6-48,5 mg/dL Meningkat
Kreatinin: 1,35 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL Meningkat
Kalsium: 8,0 mg/dL 8,4-9,7 mg/dL Menurun
Kalium: 5,5 mEq/dL 3,5-5,5 mEq/dL Normal
Natrium: 130 mEq/dL 135-5,5 mEq/dL Nmenurun

Pemeriksaan Radiologi

Gambar 2. Rontgen Pedis Dextra

10
Kesan: selulitis gangrenosa pedis dextra, tampak swelling jaringan lunak pedis dextra

2.5 Diagnosis Sementara


Gangrene pedis dextra grade IV + DM tipe II terkontrol + anemia penyakit kronis
+ sepsis ec gangrene pedis + hipoalbumin + AKI stage I + hipokalsemia +
hiponatremia

2.6 Diagnosis Banding


- Ulkus diabetikum/ Gangrene pedis dextra grade IV + DM tipe II terkontrol +
anemia penyakit kronis + sepsis ec gangrene pedis + hipoalbumin + AKI stage I
+ hipokalsemia + hiponatremia
- Periferal arterial disease (PAD) + DM tipe II terkontrol + anemia penyakit
kronis + sepsis ec gangrene pedis + hipoalbumin + AKI stage I + hipokalsemia +
hiponatremia

2.7 Tatalaksana
Perwatan Kaki Diabetik dengan luka:
1. Kendali metabolik
- Perencanaan nutrisi dengan Diet DM
Pasien BB 56 kg, membutuhkan kalori sebesar 1700 kkal/hari dengan
komposisi CHO 45-65% (1000 kkal); Lemak 20-25% (400 kkal); Protein
10-20% (200 kkal); Natrium 6-7 gram garam dapur per hari (ukuran 1
sendok teh); Serat kurang lebih 25 gram per hari.
Pasien dianjurkan makan 3x sehari dengan selingan buah atau makanan
lain maksial 100 kkal. Selingan buah atau makanan lain diberikan diantara
2 makan pokok.
Makan pagi 20%  340 kkal; Snack 1 15%  255 kkal; Makan
siang 30%  510 kkal; Snack 2 10%  170kkal; Makan
sore/malam 25%  425 kkal
- Regulasi glukosa darah yang adekuat dengan terapi insulin

11
Kebutuhan insulin harian total = 0,2 unit/kgBB sehingga kebutuhan
insulin pada pasien sebesar 11,2 unit. Insulin dibagi menjadi insulin
prandial 50% dan insulin basal 50%.
Insulin basal dimulai dengan dosis 6 unit diberikan 1x jam 10 malam.
Insulin prandial dimulai dengan dosis 6 unit diberikan 3x (jam 6 pagi 2
unit, jam 12 siang 2 unit, jam 6 malam 2 unit).
Setelah 3 hari di cek kembali BSN pasien 180 maka dosis insulin insulin
basal dinaikkan menjai 10 unit; BSPP 277 maka dosis insulin prandial
dinaikkan menjadi 8 unit.
- Pengendalian komorbiditas bila ada (misalnya hipertensi, dyslipidemia,
gangguan fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit, anemia, infeksi penyerta
serta hypoalbuminemia)
2. Kendali infeksi
Dengan Triple Blind Therapy (mengobati kaki diabetic sebelum ada hasil
kultur)
Untuk bakteri gram negatif: Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV
Untuk bakteri gram positif: Cefadroxil 2 x 1 gram IV
Untuk bakteri anaerob: Metronidazole 3 x 500 mg IV
3. Kendali vaskular
ABI kanan 1,16; ABI kiri 1,16  dalam batas normal
Pada pasien belum memerlukan kendali vaskular berupa tindakan bedah
vaskular ataupun tindakan endovaskular.
4. Kendali luka
Tissue management: Debridement jaringan nekrotik dengan perhatian
terhadap kendali metabolik, evakuasi terhadap jaringan nekrotik dan pus yang
adekuat.
Inflammation and Infection Control: Triple Blind Therapy
Moisture Balance: Pemberian minyak zaitun di sekitar luka untuk memicu
terjadi reepitelisasi, pembalutan luka dengan pembalut yang basah atau
lembab.

12
Ephitelial edge advancement: Penanganan untuk terbentuknya kallus atau
keratinosit.
5. Kendali tekanan/mekanik
Mengistirahatkan kaki, menghindari tekanan pada daerah kaki yang luka,
menggunakan bantal saat berbaring pada tumit kaki (menggunakan alas kaki
yang nyaman).
6. Kendali edukasi
Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi luka kaki pasien saat ini,
rencana tatalaksana serta prognosis untuk kemungkinan dilakukan
amputatum.
7. Terapi simptomatis
Pasien mengeluh mual  Omeprazole 1 x 20 mg (po)
Pasien mengeluh muntah  Ondansentron 1 x 8 mg (po)
Pasien mengeluh nyeri pada kaki, nyeri pada kepala, dan demam 
Paracetamol 3 x 500 mg (po) dan Ketorolac 1 x 40 mg (po)
Untuk profilaksis anti agregasi platelet karena pada pasien DM ada disfungsi
endotel sehingga meningkatkan kemungkinan obstruksi vaskular 
Cilostazol 2 x 100 mg (po)

2.8 Rencana Pemeriksaan


- Kultur dan tes resistensi bakteri dari pus untuk mengetahui jenis bakteri dan
tatalaksana antibiotik yang akan digunakan
- Pemeriksaan HbA1c yang dapat menggambarkan rata-rata gula darah selama
2-3 bulan terakhir. Normalnya kadar HbA1c dibawah 5,7%, dikatakan
prediabetes jika kadarnya antara 5,7% – 6,4%, dan diabetes jika kadarnya
mencapai 6,5% atau lebih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan 2-4 kali
dalam setahun.
- Pemeriksaan foto thoraks perlu dilakukan walaupun tidak menunjukkan
gejala klinis yang berkaitan untuk mengetahui adanya kemungkinan infeksi
lain seperti TBC.

13
- Pemeriksaan EKG perlu dilakukan walaupun tidak menunjukkan gejala klinis
yang berkaitan untuk mengetahui adanya kemungkinan gangguan pada
jantung akibat disfungsi endotel dari DM yang tidak terkontrol.
- Konsultasi TS Spesialis Bedah untuk debridement jaringan nekrotik dan pus
pada ulkus, konsultasi TS Spesialis Mata untuk kemungkinan Retinopati, dan
konsultasi TS Spesialis Saraf untuk keadaan Neuropati dan komplikasi lanjut
yang mungkin terjadi.

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

2.10 Follow Up
Tanggal: 19 November 2019
S: Nyeri pada kaki kanan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70mmHg
Nadi : 84x/ menit
RR : 20x/menit,
Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normosefali, simetris, rambut berwarna hitam beruban.
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran KGB (-).
Pulmo :Statis dinamis: simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-/-), stem fremitus normal
kanan=kiri,sonor pada kedua paru, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Cor : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, batas jantung dbn, HR: 84x/menit,
regular, BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-), ABI sinistra: 0,9, pedis dextra tertutup perban, tidak dapat

14
diperiksa.
A: Ulkus diabetikum grade IV regio pedis dextra + DM tipe II terkontrol
P:
- IVFD NaCl 0,9% gtt x/m
- Inj Novorapid 3 x 12 IU
- Inj Levemir 1 x 10 IU
- Inj Meropenem 2 x 1 gr
- Inj Ketorolac 1 x 30 mg
- CaCO3 1 X 300 mg
- Sucralfate syr 3 x 10 cc
- GV
- Diet DM 1700 kkal
- Kurva BSS

Tanggal: 20 November 2019


S: Nyeri pada kaki kanan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70mmHg
Nadi : 84x/ menit
RR : 20x/menit,
Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normosefali, simetris, rambut berwarna hitam beruban.
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran KGB (-).
Pulmo :Statis dinamis: simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-/-), stem fremitus normal
kanan=kiri,sonor pada kedua paru, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Cor : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, batas jantung dbn, HR: 84x/menit,
regular, BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-), ABI sinistra: 0,9, pedis dextra tertutup perban, tidak dapat
diperiksa.
A: Ulkus diabetikum grade IV regio pedis dextra + DM tipe II terkontrol
P:

15
- IVFD NaCl 0,9% gtt x/m
- Inj Novorapid 3 x 12 IU
- Inj Levemir 1 x 10 IU
- Inj Meropenem 2 x 1 gr
- Inj Ketorolac 1 x 30 mg
- CaCO3 1 X 300 mg
- Sucralfate syr 3 x 10 cc
- GV
- Diet DM 1700 kkal
- Kurva BSS

Tanggal: 21 November 2019


S: Nyeri pada kaki kanan
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70mmHg
Nadi : 84x/ menit
RR : 20x/menit,
Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normosefali, simetris, rambut berwarna hitam beruban.
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran KGB (-).
Pulmo :Statis dinamis: simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-/-), stem fremitus normal
kanan=kiri,sonor pada kedua paru, vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Cor : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, batas jantung dbn, HR: 84x/menit,
regular, BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, timpani, bising usus (+) normal.
Ekstremitas: akral hangat, edema (-), ABI sinistra: 0,9, pedis dextra tertutup perban, tidak dapat
diperiksa.
A: Ulkus diabetikum grade IV regio pedis dextra + DM tipe II terkontrol
P:
- IVFD NaCl 0,9% gtt x/m
- Inj Novorapid 3 x 12 IU
- Inj Levemir 1 x 10 IU

16
- Inj Meropenem 2 x 1 gr
- Inj Ketorolac 1 x 30 mg
- CaCO3 1 X 300 mg
- Sucralfate syr 3 x 10 cc
- GV
- Diet DM 1700 kkal
- Kurva BSS

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KAKI DIABETIK
3.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2

3.2 Epidemiologi
Di Negara maju kaki diabetes memang masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya
klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib
penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka
amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari
sebelumnya. Tahun 2005 International Diabetes Federation mengambil tema
tahun kaki diabetes mengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes
dikembangkan.1
18
Di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi.1

3.3 Faktor Risiko


Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara
umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:2
 Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma
seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok,
dan neuropati otonom. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena
trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility,
dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).
 Faktor presipitasi
 Perlukaan di kulit (jamur).
 Trauma.
 Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
 Derajat luka.
 Perawatan luka.
 Pengendalian kadar gula darah.

3.4 Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

19
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi
turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium
lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral
tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang
terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh
darah yang paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan
arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis
profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya
perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus
yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat
sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan
membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan
anti platelet aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus
dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya
iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf
perifernya. 2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa
disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3
 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari
protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan
20
perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
keseimbangan NO dan prostaglandin.
 Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat
produksi NO.
 Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan
otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG)
melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan
aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi
terjadinya vasokonstriksi.
 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres
oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense
LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di
samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan
hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan
agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor
antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas
fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM
tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai
faktor seperti pembentukan advanced glycosylation end products
(AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat.
 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi
dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang
dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel
sehingga akan terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung
secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine
21
dibagi menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio
intermitten, III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat
dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal
menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai
fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin
panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan
dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu
terkena.2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses
jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan
menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
menyebabkan iskemia dan bahkan gangren.2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa 
sorbitol  fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap
dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia,
berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang
disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi.
Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya
sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan
impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons

22
katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi
hipoglikemia.4
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot
intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan
gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi
kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan
gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal
(claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam
kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus
dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat
neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan
daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai
ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi
saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima
menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan
menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara
mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal
diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
23
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer
saraf sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak
merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering.
Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki.
Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus
yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan
pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada
pasien DM, seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka
pada tumit karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk
jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada
kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan
terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf
otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat
berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang
terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami
dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu
selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu
neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa
sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada
perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya
tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah
terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi

24
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui
jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon
dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki
diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar
pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan
kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya
terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada
penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif,
dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah
terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di
samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi
akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya
bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih
serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon
kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan
glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis
sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan
aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini
akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 2

3.5 Klasifikasi
A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005) 1
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
25
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
 Vaskular
 Neuropati
 Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
 Tukak sederhana, tanpa komplikasi
 Tukak dengan komplikasi.

C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

D. Klasifikasi Texas 1
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Luka superfisial,
Tanpa tukak atau Luka sampai
tidak sampai Luka sampai
A pasca tukak, kulit tendon atau kapsul
tendon atau kapsul tulang/sendi
intak/utuh sendi
sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

26
D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot,


2003)1
Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous
structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present

3.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-

27
komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
a. Gejala klinis akibat neuropati perifer
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
b. Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik
pada saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada
otot-otot besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul
pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya
klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan
membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio
dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki
tangga. Rasa tidak nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering
terjadi pada penderita kaki diabetis, karena cenderung terjadi oklusi
aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga terjadi.
Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta
iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes.
Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda
awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating
dengan gangrene hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki
diabetik serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis,
arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk
menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan
28
penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-
tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c,
kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian,
dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita,
yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki
diabetik.5

3.7 Tatalaksana
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita
kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan
kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan


terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha
pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut.
Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.1

29
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk
kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi
kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian
khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki
perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus
yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan
sekunder.1
b. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
semuanya harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-
bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat
tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat
dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant
casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi
tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses
dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe,
metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal
yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan
setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan
30
adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang
harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau
iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll.
Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat
dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka,
seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka
tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi
dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan
luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara
tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki
diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala
untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus
selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.
Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman
anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum
luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap
kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat
kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat
dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan
31
pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara
sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis,
arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia
berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh
darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti
pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure,
TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat
dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari
sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1
 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia,
hipertensi, dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan
pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak),
mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki
penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup
kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM.1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih
jelas. 1

32
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur
endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula
dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah
distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan
lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada
berbagai faktor lain yang turut berperan. 1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki
diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak
kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada
pengelolaan umum kaki diabetik. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan
diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi
ginjal. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki
diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan
ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal. 1
c. Nekrotomi dan Amputasi

33
Nekrotomi dan amputasi bertujuan untuk membuang semua jaringan
nekrotik yang avital (non viable), jaringan infeksi, dan juga callus di sekitar
ulkus, mengurangi tekanan pada jaringan kapiler dan tepi luka,
memungkinkan drainase dari eksudat dan pus, meningkatkan penetrasi
antibiotik ke dalam luka yang terinfeksi.7
a) Debridement/Nekrotomi:7
Indikasi nekrotomi adalah sebagai berikut:
- Terdapat debris dan jaringan nekrosis pada luka kronis di
jaringan kulit, jaringan subkutan,fasia, tendon, otot bahkan
tulang.
- Terdapat kerusakan jaringan dan pus pada ulkus yang terinfeksi.
b) Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara elektif, namun bila ada
infeksi dengan ancaman kematian dapat dilakukan amputasi secara
emergensi. Indikasi amputasi adalah sebagai berikut:7
- Jaringan nekrotik luas
- Iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi
- Gagal revaskularisasi
- Charcot's of Foot dengan instabilitas
- Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangren dan
necrotizing fasculitis)
- Infeksi/luka yang tidak membaik dengan terapi adekuat
- Gangren
- Deformitas anatomi yang berat dan tidak terkontrol
- Ulkus berulang

3.8 Prognosis
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan

34
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh
dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor
pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan
sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai
diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan
mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang
rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga
mempermudah terjadinya infeksi.2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan penyakit
diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain:6
 Pemantauan kadar glukosa darah secara bertahap (sebaiknya dapat
dilakukan oleh pasien secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
 Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
 Pemeriksaan mata (setiap tahun)
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien
sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis – setiap tahun)
 Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatelet.

35
36
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. SM mengeluh luka yang semakin melebar disertai nyeri dan nanah serta
berwarna kehitaman pada kaki kanan sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengaku kaki
kanannya tertusuk tulang ikan kurang lebih 1 bulan SMRS, makin lama makin luas.
Luka disertai nanah, bau (+), panas pada perabaan (+), demam (+), demam turun bila
minum obat penurun demam, mual (+), muntah (+), nyeri ulu hatu (+), nyeri dada (-),
batuk (-), sesak (-), pasien membersihkan lukanya sendiri.
1 minggu yang lalu, luka semakin melebar dan semakin dalam, perdarahan (+),
nyeri (+), bengkak (+) kemerahan, panas disekitar luka (+), disertai adanya nanah dan
berbau tidak sedap, demam (+). Pasien berobat ke RS Swasta, dirawat dan dilakukan
operasi pembersihan, dirawat beberapa hari, lalu pasien dirujuk ke RSMH. Pasien
memiliki riwayat kencing manis sejak 4 tahun yang lalu dan terkontrol. Ibu pasien juga
menderita DM tipe 2.
Pada pemeriksaan kadar GDS ditemukan peningkatan gula darah. Temuan-
temuan ini menunjukkan bahwa pasien menderita diabetes melitus. Perluasan luka pada
kaki pasien kemungkinan disebabkan oleh faktor higiene pasien yang kurang baik. Luka
yang dibiarkan akan menjadi media masuknya kuman sehingga proses penyembuhan
luka menjadi terganggu. Adanya riwayat diabetes melitus yang tidak terkontrol juga
menjadi faktor penyulit penyembukan luka. Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka
infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi
hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan
glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula
darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi
dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang
melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi.
Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan
insulin sehingga proses penyembuhan luka menjadi terganggu.

37
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah infeksi
lebih lanjut pada kaki dan mengontrol kadar gula darah. Untuk kaki diabetiknya
diberikan triple blind therapy yang terdiri atas Cefadroxil, Ciprofloxacin dan
Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas, yang
dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif, maupun bakteri
anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai pengobatan awal
sementara menunggu hasil kultur dan sensitivitas antibiotik yang dilakukan. Faktanya,
di lapangan seringkali digunakan 2 jenis antibiotik saja dan sudah cukup (Metronidazole
dan antibiotik golongan sefalosporin). Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita
kaki diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.
Pada pasien ini sudah terdapat jaringan nekrotik sehingga perlu dilakukan perawatan
kaki diabetik dengan debridement jaringan nekrotik dan pus. Perlu juga dilakukan
pembalutan luka dengan pembalut yang basah dan lembab atau pemberian minyak
zaitun di daerah sekitar luka, serta debridement untuk kallus atau keratinosit jika ada.
Pasien juga diedukasi untuk diet DM dengan kebutuhkan kalori sebesar 1700 kkal/hari
serta pengaturan makanan yang adekuat untuk membantu proses penyembuhan luka.
Terapi insulin juga diberikan atas indikasi kaki diabetik dengan dosis awal insulin basal
dan insulin prandial masing-masing 6 unit sesuai berat badan pasien.
Pasien diedukasi tentang bagaimana merawat luka; menghindari tekanan pada
daerah kaki yang luka, mengistirahatkan kaki, serta memakai alas kaki yang nyaman.
Pasien juga diedukasi tentang kondisi penyakitnya serta rencana tatalaksana dan
prognosis untuk kemungkinan amputatum jika kondisi luka memburuk.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B,


Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editor (penyunting). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas
Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam:
Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01 [citied on 2019, 4 Juli
2019]. Available from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. lsmiarto YD. Aspek Bedah Penanganan Luka Diabetes. Dalam : Kariadi SHKS,
Arifin AYL, Adhiarto lGN, Permono H, Soetedjo NNM. Editors. Naskah
Lengkap Forum Diabetes Nasional V. Bandung. 2011

39

Anda mungkin juga menyukai