Anda di halaman 1dari 10

Abstrak

Tujuan: untuk mengetahui efek fototerapi terhadap jumlah platelet pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirect).

Populasi dan metode penelitian: Cross sectional yang dilakukan di Unit Neonatus selama
9 bulan mulai Januari 2015-September 2015. Semua neonatus yang mengalami
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dengan nilai platelet awal normal dan membutuhkan
fototerapi dimasukkan dalam kriteria inklusi. Jumlah platelet dievaluasi mulai dari awal
fototerapi, 24 jam, 48 jam dan 72 jam pasca fototerapi. Kemudian jumlah platelet ketiga
kelompok tersebut dibandingkan. Nilai P-value <0,05 menunjukkan hubungan yang
signifikan.

Hasil: Terdapat 124 neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirect)
dengan usia rata-rata 3.95 ± 1.71 hari. Setelah 24 jam fototerapi, sekitar 8,1% neonatus
mengalami trombositopenia berat (platelet <50 x 109/L), meningkat menjadi 18,4% setelah
48 jam dan 33,3% setelah 72 jam fototerapi. Tidak ada pasien yang menunjukkan manifestasi
perdarahan. Jumlah pasien dengan platelet normal setelah 24 jam fototerapi perlahan-lahan
menurun dari 50% menjadi 38% pada 48 jam dan 33% pada 72 jam pasca fototerapi (p value
<0,05).

Kesimpulan: Neonatus dengan hiperbilirubinemia yang membutuhkan fototerapi


mengalami penurunan jumlah platelet tanpa adanya manifestasi perdarahan.

Pendahuluan
Jaundice/kuning pada neonatus akibat hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi
(indirect) merupakan kondisi yang sering dialami pada 60% neonatus aterm dan 80% pada
neonatus preterm dalam minggu pertama kehidupan. Ketika hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi melewati batas jaundice fisiologis (serum bilirubin tidak terkonjugasi 5-6
mg/dl), maka hal ini dapat membahayakan otak. Ensefalopati bilirubinemia dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan bayi. Tatalaksana pada hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi diantaranya fototerapi, transfusi tukar, IVIG (intravenous immunoglobulins)
dan metaloporfirin. Dari pilihan tersebut, fototerapi merupakan teknik penatalaksanaan non-
invasif yang paling sering digunakan untuk mengatasi jaundice pada neonatus.

Pada tahun 1985, National Institute of Child Health and Human Development
mencatat penelitian mengenai perbandingan efikasi fototerapi dengan plasma tukar dalam
mencegah sequele neurologis pada pasien hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Oleh sebab
itu, fototerapi merupakan pilihan utama dalam tatalaksana jaundice pada neonatus di dunia.
Namun, fototerapi juga menimbulkan efek samping menurut beberapa penelitian yaitu
ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, ketidakseimbangan elektrolit, hilangnya ritme
sirkadian, kemerahan pada kulit, meningkatnya insiden rhinitis alergi, asma bronkial dan
prematur retinopati. Fototerapi juga berperan dalam sistem hematologi. Penelitian baru-baru
ini menunjukkan bahwa trombositopenia juga merupakan efek samping dari fototerapi.
Trombositopenia disebabkan oleh multietiologi diantaranya adalaj septicemia, imunologis,
ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura) maternal, TAR (Thrombocytopenia Absent
Radius) syndrome, toxoplasmosis, infeksi lain (sifilis, parvovirus B19, varicella zoster)
rubella, sitomegalovirus, herpes, trombositopenia megakariotik kongenital, dll.
Trombositopenia pada neonatus bersifat mengancam nyawa dan tidak hanya membutuhkan
banyak pemeriksaan penunjang, tetapi juga membutuhkan tatalaksana yang tepat. Walaupun
beberapa penelitian menunjukkan trombositopenia sebagai efek samping fototerapi,
penelitian lain juga menyatakan pernyataan berkebalikan mengenai efek fototerapi terhadap
jumlah trombosit. Oleh karena itu, penelitian mengenai fototerapi terhadap jumlah platelet
masih perlu dikembangkan lagi.

Populasi dan Metode


Metode penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional. Data didapatkan dari
Departemen Anak unit Neonatal. Penelitian dilakukan selama sembilan bulan sejak Januari
2015 hingga September 2015. Proposal penelitian disetujui oleh Board of Research and
Advance Studies and the Ethical Review Committee. Informed consent didapatkan dari
orangtua /orang yang merawat neonatus. Populasi penelitian adalah semua neonatus yang
mengalami jaundice. Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
kadar serum bilirubin dan jenis golongan darah orangtua dan neonatus.

Neonatus dengan hiperbilirubinea tak terkonjugasi yang membutuhkan fototerapi


>72 jam dimasukkan dalam kriteria inklusi setelah didapatkan jumlah platelet normal
sebelum memulai fototerapi. Semua neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang memiliki riwayat septikemia, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation),
toxoplasmosis, infeksi lain (varicella zoster, Parvovirus B19) Rubella, sitomegalovirus,
herpes, dan infeksi lainnya serta penyakit kongenital yang menyebabkan trombositopenia
dimasukkan dalam kriteria ekslusi.

Kadar bilirubin total dan bilirubin terkonjugasi (direct) dihitung menggunakan


metode Diazo (Diazotized sulfanilic test) dan platelet dihitung dengan focus pada metode
Hydrodynamic. Jumlah platelet dihitung sebelum fototerapi dimulai, selama fototerapi
dengan interval 24, 48, dan 72 jam. Disebut sebagai trombositopenia jika jumlah platelet
<150 x 109/L. Derajat trombositopenia dibagi menjadi tiga yaitu trombositopenia ringan
(<150×109/L–100×109/L), trombositopenia sedang(<100 × 109/L – 50×109/L) dan
trombositopenia (<50×109/L). Data akan dianalisis menggunakan SPSS versi 19. Jumlah
hitung platelet dibandingkan setelah fototerapi 24, 48, dan 72 jam. Data dianalisis dalam
bentuk kategorik dan dianalisis menggunakan Chi Square. Nilai p-value <0,05 menunjukkan
hubungan yang signifikan.

Hasil

Dari 124 bayi yang mengalami hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirect), usia rata-rata
neonatus adalah 3.95 ± 1.71 days. Nilai rata-rata serum bilirubin total pada neonatus saat
akan dimulainya fototerapi adalah 16.6 ± 3.25 mg/dl. Profil demografi sampel disajikan
dalam tabel 1. Frekuensi dan persentase neonatus dengan trombositopenia setelah fotoerapi
disajikan pada gambar 1,2, dan 3. Setelah dilakukan fototerapi selama 24 jam kontinu,
terdapat 8,1% neonatus mengalami trombositopenia berat, meningkat menjadi 18,4% setelah
48 jam fototerapi, dan pada 72 jam pasca fototerapi meningkat menjadi 33,3% neonatus (p
value <0,05). Hal serupa terjadi pada pasien tanpa trombositopenia pada awal sebelum
fototerapi, terjadi trombositopenia pada 50% neonatus. Nilai platelet turun 38% setelah 48
jam dan menjadi 33% setelah 72 jam fototerapi (p value <0,05). Tidak ada pasien yang
mengalami perdarahan seperti hematuria, melena, purpura, perdarahan dari umbilikus dan
lain-lain. Dari hasil perbandingan trombositopenia antara neonatus prematur dan aterm, tidak
didapatkan hubungan yang signifikan antara dua kelompok tersebut dari setiap waktu selama
fototerapi (p value= 0,94, 0,072, dan 0,34 pada jam ke 24, 48, dan 72 selama fototerapi).

Tabel 1. Profil Neonatus dengan Hiperbilirubinemia Tak terkonjugasi yang membutuhkan


fototerapi.
Gambaran Demografis Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 76 63
Perempuan 46 37
Berat badan
<2,5 kg 62 50
2,5-3,5 kg 52 42
>3,5 kg 10 8
Usia gestasi
Aterm 106 85,5
Preterm 18 14,5
Metode melahirkan
Sectio secarea 42 34
Pervaginam 82 66
Gambar 1. Frekuensi trombositopenia setelah 24 jam fototerapi

Gambar 2. Frekuensi trombositopenia setelah 48 jam fototerapi


Gambar 3. Frekuensi trombositopenia setelah 72 jam fototerapi

Diskusi

Dari penelitian ini, didapatkan 50% neonatus mengalami trombositopenia 24 jam


pasca fototerapi dan angka ini terus meningkat seiring bertambah lamanya fototerapi. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Pisya dkk, dimana ditemukan sekitar 49% neonatus mengalami
trombositopenia 24 jam pasca fototerapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan turnover
platelet dan kerusakan platelet selama fototerapi. Penelitian Kera M.S juga melaporkan
bahwa insiden trombositopenia terjadi pada 35% neonatus setelah 48 jam fototerapi dan 76%
diantaranya mengalami trombositopenia ringan. Sedangkan 23% nya sampel mengalami
trombositopenia sedang dan 3% mengalami trombositopenia berat.

Sekitar 18,5% pasien berkembang menjadi trombositopenia berat pada 48 jam pasca
fototerapi pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan di Iran didapatkan sekitar 36%
pasien dengan hiperbilirubinemia idiopatik menunjukkan trombositopenia secara
bersamaaan. Walaupun fototerapi merupakan modalitas utama dalam tatalaksana jaundice
pada neonatus, efek samping dari fototerapi masih sering dianalisis dalam beberapa
penelitian. Dua penelitian terakhir di India membuktikan adanya hubungan antara
trombositopenia dengan fototerapi walaupun trombositopenia tersebut tidak menunjukkan
gejala klinis. Penelitian di Bangalore yang membandingkan efek fototerapi pada neonatus
preterm dan aterm membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
gestasi dan insiden trombositopenia. Tidak ada satu pun penelitian yang membuktikan
adanya manifestasi perdarahan sama seperti penelitian ini.

Trombositopenia yang merupakan efek samping fototerapi belum pernah


didokumentasikan pada buku pedoman. Di samping itu, beberapa penelitian
mendokumentasikan efek yang berkebalikan dari fototerapi terhadap jumlah platelet.
Penelitian tersebut menunjukkan peningkatan jumlah rata-rata platelet pasca fototerapi. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan turnover platelet dan pengeluaran platelet dari sumsum
tulang. Sejauh ini, etiologi dari trombositopenia akibat fototerapi masih dalam hipotesa.
Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa platelet yang terpapar dengan cahaya
akan menginduksi kehilangan kalium. Umur dari platelet berkurang akibat dari fototerapi,
sehingga produksi platelet dari sumsum tulang meningkat. Namun, ketika tubuh tidak dapat
mengkompensasinya, maka akan terjadi trombositopenia. Kekurangan dari penelitian ini
adalah penelitian dilakukan hanya pada satu tempat dan banyak sampel yang tidak di follow
up karena jumlah platelet nya dalam batas normal. Sehingga, peneliti tidak dapat menemukan
pola dari waktu pemulihan jumlah platelet. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menemukan pola dari waktu pemulihan platelet setelah fototerapi
diberhentikan dan intensitas/waktu yang tepat untuk fototerapi.
TELAAH JURNAL

PICO VIA

Populasi: Semua neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang membutuhkan f


ototerapi di Bagian Neonatus Rumah Sakit Allied, Faisalabad dari Januari 2015 sampai Sep
tember 2015.

Intervensi: Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi

Perbandingan: penelitian ini membandingkan jumlah platelet neonatus yang mengalami hip
erbilirubinemia tak terkonjugasi pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam pasca fototerapi.

Outcome: Evaluasi dari hasil perbandingan jumlah platelet neonatus yang mengalami hiperb
ilirubinemia tak terkonjugasi pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam pasca fototerapi.

VALIDITY

1. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?

YA, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fototerapi terhadap jumlah plate
let pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirek) dan fokus penelitian
ini adalah mengevaluasi hal tersebut.

2. Apakah subjek penelitian ini diambil dengan cara yang tepat?

YA, subjek penelitian diambil sesuai topik yaitu neonatus dengan hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi yang memiliki nilai platelet awal normal dan membutuhkan fototerapi, berd
asarkan kriteria diagnosis yang jelas.

3. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?

YA, sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui efek fototerapi terhadap jumla
h platelet pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi di Bagian Neonatus RS
Allied, Faisalabad. Maka peneliti mengumpulkan data-data mengenai data geografis pasien,
nilai platelet setiap 24 jam, 48 jam dan 72 jam pasca fototerapi.

4. Apakah penelitian ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk meminimalisirkan ke
betulan?

Peneliti melakukan penelitian dengan metode cross sectional. Seluruh pasien yang m
emenuhi kriteria inklusi dan sudah dilakukan informed consent akan dijadikan subjek peneli
tian. Pada penelitian ini terdapat 124 neonatus yang menjadi subjek penelitian yaitu neonatu
s dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan memiliki nilai platelet normal yang memb
utuhkan fototerapi >72 jam di Bagian Neonatus RS Allied, Faisalabad dari Januari 2015-Se
ptember 2015.

5. Apakah analisis data dilakukan cukup baik?

YA, analisis data sudah dilakukan Dengan cukup baik yaitu dengan menghitung per
sentase. Penyajian hasil data demografis juga cukup baik dengan menghitung frekuensi dan
persentase. Penyajian hasil menggunakan tabel dan chart. Namun, sebaiknya penggunaan ch
art dapat menampilkan angka persentase yang jelas dengan rentang yang tidak terlalu jauh, s
ehingga pembaca dapat mengetahui jumlah pasti dari persentase yang didapatkan. Selain pe
rsentase, sebaiknya data juga disediakan dalam bentuk frekuensi, sehingga pembaca lebih m
udah untuk memahami hasil dari penelitian ini. Penelitian ini valid.

IMPORTANT

6. Apakah penelitian ini penting?

Mengingat fototerapi merupakan modalitas utama dalam menangani jaundice pada neonatus
dan efek dari trombositopenia sangat berbahaya, maka penelitian ini sangat penting untuk m
emantau jumlah platelet neonatus setiap harinya. Trombositopenia dapat menyebabkan man
ifestasi perdarahan yang berbahaya bagi neonatus. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan p
edoman dalam hal fototerapi untuk selalu memantau kadar platelet guna mencegah adanya
manifestasi perdarahan yng berbahaya.

APPLICABLE

7. Apakah penelitian ini dapat diterapkan?

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman dalam fototerapi agar tenaga kesehatan (
dokter) selalu memantau kadar platelet neonatus guna mencegah adanya manifestasi perdar
ahan yang berbahaya.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi rumah sakit di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai