Tutor : dr..
Disusun oleh:
Kelompok 7
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial skenario D dalam blok 28
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2018. Di sini kami
membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya
mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun
keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami
dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun
materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario Kasus
Tuan. X, kisaran usia 51 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
tipe A oleh keluarganya karena mengalami penurunan kesadaran. Riwayat penyakit pasien
diketahui batuk-batuk disertai demam sejak 1 minggu dan mulai sesak 3 hari terakhir.
Hasil Pemeriksaan di IGD:
Survey primer
Airway = Bersuara saat dipanggil.
Breathing = RR: 42x/menit, SPO2: 92,5% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan
dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, ronkhi basah sedang paru kanan, tidak
ada wheezing.
Circulation = Nadi: 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD: 70/50 mmHg, akral hangat
merah, CRT (Capillary Refill Time) 4 detik, laktat 4,3 mmol/L
Dissability = respond to verbal (Skala AVPU), GCS E3M5V3
Exposure = Temperatur: 39,5oC
Skor Quick SOFA = 3
I. Klarifikasi Istilah
5
Memiliki frekuensi bunyi yang rendah, merupakan suara
Vesikuler
napas normal.
(Sekuential Organ sistem saraf pusat dan ginjal. Quick SOFA merupakan
Failure Assesment) modifikasi dari skor SOFA yang hanya memiliki tiga
komponen penilaian yaitu laju pernapasan, perubahan status
mental atau kesadaran, dan tekanan darah sistolik.
6
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen
kesadaran.
7
III. Analisis Masalah
1. Tuan. X, kisaran usia 51 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
tipe A oleh keluarganya karena mengalami penurunan kesadaran.
a) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluahan Tuan X?
b) Bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan kesadaran pada kasus?
c) Bagaimana cara melakukan penilaian kesadaran (GCS & AVPU atau yang lain)?
d) Apa saja derajat tingkat kesadaran?
2. Riwayat penyakit pasien diketahui batuk-batuk disertai demam sejak 1 minggu dan
mulai sesak 3 hari terakhir.
a) Apa hubungan riwayat penyakit pasien dengan keluhan pada Tn X saat ini?
b) Apa makna klinis mulai sesak 3 hari terakhir pada kasus ini?
c) Bagaimana etiologi dan mekanisme sesak pada kasus?
8
Learning Issue: 1. Syok
2. Sepsis (!!!Syok sepsis)
3. Sistem Respirasi & Kardiovaskular (Anatomi, fisiologi)
4. Pneumonia
Template: Syok sepsis ec pneumonia
a) WD & Definisi
b) How to diagnose
c) DD
d) Faktor risiko
e) Etiologi
f) Epidemiologi
g) Patofisiologi
h) Manifestasi klinis
i) Tatalaksana
j) Pemeriksaan penunjang
k) Edukasi dan pencegahan (KIE)
l) Komplikasi
m) Prognosis
n) SKDI
9
IV. Learning Issue:
10
V. Tinjauan Pustaka
TENSION PNEUMOTHORAKS
Definisi
Pneumothoraks adalah akumulasi udara di dalam rongga pleura dengan kolaps paru
sekunder.Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin
berakumulasi di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.
Epidemiologi
Insidensi tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan.Dari 2000
insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 merupakan
penderita atau suspect penumothorax, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension
pneumothorax. Data militer menunjukan bahwa lebih dari 5% korban pertemburan dengan
trauma dada mempunyai tension pneumothorax saat kematian.
Etiologi
Patogenesis
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang melibatkan pleura visceral,
parietal, atau cabang trakeobronkiial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1 arah, yang
memungkinkan udara masuk ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi keluarnya
udara. Volume udara ini meningkat setiap kali inspirasi karena efek katup 1 arah.
Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat tekanan naik, paru
ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut
menyebabkan mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta
pembuluh darah besar. Kondisi ini memperburuk hipoksia dan mengurangi venous return.
11
Diagnosis Banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
ATLS
I. Primary Survey
Primary Survey merupakan tindakan yang dilakukan dengan cepat untuk menilai keadaan
pasien dan mengenali kondisi maupun cedera pada pasien yang mengancam jiwa. Primary
Survey terdiri dari A-B-C-D-E, yaitu :
D. Disability : neurostatus
12
A. Airway with C-spine Protection
13
ada di sekitar rongga mulut yang mungkin berasal dari perdarahan maupun muntahan
pasien. Bila cara-cara tersebut tidak cukup untuk mengatasi sumbatan jalan nafas pada
pasien, maka perlu dilakukan upaya menjaga jalan nafas secara definitif dengan melakukan
intubasi trakea (pemasangan endotracheal tube/ETT) langsung ke saluran nafas. Indikasi
tindakan ini adalah :
• Apnea
• Hipoksia
• Trauma dada
Setelah dipastikan jalan nafas bebas, maka dinilai apakah oksigenisasi pasien sudah
cukup baik atau belum dengan cara : inspeksi (apakah pasien bernafas spontan/tidak,
simetris gerakan dinding dada saat bernafas, adanya retraksi dan penggunaan otot tambahan
saat bernafas, tanda cedera yang mengenai jalan nafas seperti luka ataupun jejas di daerah
dada dan leher, ada deviasi trakea/tidak), palpasi (adakah krepitasi daerah dada dan leher,
tanda fraktur tulang iga, deviasi /pergeseran trakea), auskultasi (dengarkan suara nafas di
kedua dinding dada, adakah bunyi nafas tambahan, apakah suara nafas melemah). Jika
terdapat kecurigaan cidera di dinding dada yang menyebabkan pneumothorax, lakukan
dekompresi rongga pleura dan lakukan penutupan luka dengan verband tiga sisi apabila
terdapat luka terbuka di daerah dada. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan untuk
14
memberikan kecukupan oksigen pada pasien. Jika terjadi henti nafas, maka berikan nafas
buatan pada pasien (cara memberikan nafas buatan dapat dilihat pada executive summary
basic life support).
Prinsip pada tahap ini adalah menjaga sirkulasi darah dan mengontrol perdarahan
agar korban tidak jatuh dalam keadaan syok (tidak tercukupinya aliran darah ke seluruh
tubuh sehingga terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh terutama organ-organ
vital), yang diantaranya ditandai dengan penurunan kesadaran, menurunnya tekanan darah,
meningkatnya denyut jantung dan berkurangnya produksi urine. Produksi urine yang
normal adalah 1 cc/kg BB/jam. Pada pasien yang diduga mengalami syok, sebaiknya
langsung dipasang kateter urine, sehingga dapat dipantau secara obyektif produksi urine
pasien. Apabila terdapat luka terbuka sebagai sumber perdarahan, maka dilakukan
penekanan pada daerah tersebut sebagai upaya emergency untuk
mengurangi/menghentikan perdarahan. Pada pasien langsung dilakukan pemasangan infus
dua line pada tangan kanan dan kiri untuk pemberian cairan. Cairan kristaloid yang
diberikan (misalnya NaCl 0,9%) dihangatkan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya
hipotermia. Keadaan hipotermia dapat menyebabkan terjadinya gangguan pembekuan
darah. Sebelum diberikan cairan infus diambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium dan cross match golongan darah.
D. Disability
Penilaian disability ditujukan untuk menilai kesadaran pasien secara cepat, apakah
pasien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik, hanya respon dengan rangsangan nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Perlu dilakukan pemeriksaan pupil untuk menilai ada tidaknya
dilatasi. Pada korban juga dilakukan pemeriksaan untuk menilai ada tidaknya lateralisasi
yang menunjukkan adanya defisit neurologis pada satu sisi tubuh. Tidak dianjurkan
melakukan pemeriksaan Pemeriksaan neurologis secara keseluruhan sesuai metoda
Glasgow Coma Scale belum dianjurkan pada tahap Primary Survey.
15
E. Exposure
Perlu dilakukan penilaian secara menyeluruh terhadap tubuh pasien untuk melihat
cedera yang mungkin belum terdeteksi karena tertutup pakaian. Seluruh pakaian pasien
dilepaskan, sehingga seluruh permukaan tubuh sisi depan dan belakang terekspose untuk
diperiksa. Segera tutupi tubuh pasien dengan selimut untuk menghindari terjadinya
hipotermia. Hati-hati ketika melakukan pemeriksaan sisi belakang pasien yang dicurigai
mengalami cedera leher. Pastikan mobilisasi yang dilakukan terhadap pasien tidak
memperberat cidera servical yang ada. Umumnya diperlukan 3 orang untuk tetap
mempertahankan posisi imobilisasi in-line sesuai prosedur pada pasien dengan cidera
servical.
Secondary Survey hanya dilakukan setelah kondisi ABC (Airway – Breathing dan
Circulation) pasien stabil. Jika saat melakukan Secondary Survey kondisi pasien
memburuk, maka penolong harus mengulang ke tahap Primary Survey kembali. Pada
secondary survey dilakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki (head to toe
examination), yaitu :
Pemeriksaan kepala :
16
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Distensi vena leher
Pemeriksaan neurologis :
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada:
• Clavicula dan semua tulang iga
• Bunyi nafas dan bunyi jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang (adjuncts) perlu dilakukan saat secondary survey, sesuai
dengan indikasi seperti :
17
- Pelvis dan tulang panjang
- Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak disertai defisit
neurologis fokal. Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan sewaktu primary
survey
Transportasi pasien kritis ke fasilitas kesehatan rujukan memiliki risiko yang tinggi
sehingga diperlukan perencanaan, persiapan dan komunikasi yang baik. Pasien harus
distabilisasi lebih dulu sebelum dievakuasi ke fasilitas kesehatan rujukan. Prinsipnya
pasien hanya ditransportasi untuk mendapat fasilitas yang lebih baik dan lebih tingggi di
tempat tujuan.
18
- Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan
- Menentukan kemungkinan penyulit
- Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk menghubungkan :
- Rumah sakit tujuan
- Penyelenggara transportasi
- Petugas pendamping pasien
- Pasien dan keluarganya
Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan:
- Resusitasi yang cepat
- Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi
- Imobilisasi fraktur
- Analgesia
Jika kondisi pasien memburuk lakukan evaluasi ulang mulai dengan survey primer
kembali, berikan terapi yang adekuat untuk kondisi yang mengancam jiwa dan nilailah
kembali fungsi organ yang terganggu dengan lebih teliti.
19
VI. Kerangka Konsep
Perdarahan
Suspek tension
di rongga
pneumothorax
Suspek peritoritis peritoneum
Defense
Syok hemoragik
muscular (+)
(TD turun,RR
tinggi,Nadi tinggi)
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tn. A, 45 tahun mengalami tension pneumothoraks, pendarahan intraabdomen dan fraktur
tertutup tulang regio cruris dengan syok hemoragik derajat III.
21
DAFTAR PUSTAKA
American Chollage of Surgeon Committe on Trauma. 2004. Advance Trauma Life Support
for Doctors.
Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta :
EGC
Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: EGC.
Puskarich, Michael A, and Alan E Jones. 2017. Shock. Rosen’s Emergency Medicine. Ninth
Rivers, Emanuel P. 2018. Shock. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set. Twenty Fifth
Clift, B., & Tibrewal, S. B. 2015. Fractures of the Lower Limb (includes foot).Dundee:
Ninewells Hospital and Medical School
(https://www.researchgate.net/publication/254506497/ download, diakses pada 12
September 2018)
Slobodan, M., Marko, S., & Bojan, M. 2015. Pneumothorax—Diagnosis and Treatment.
Sanamed, 10(3), 221–228 (https://scindeks-clanci.ceon.rs/data/pdf/1452-
662X/2015/1452-662X1503221M.pdf, diakses pada 12 September 2018)
Student Course Manual Advanced Trauma Life Support. 2016. Edisi 9. American College of
Surgeons Committee on Trauma.
22