Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO D BLOK 28 2018

Tutor : dr..

Disusun oleh:
Kelompok 7

Agilandiswary Kumaran 04011381520182


Alyssa Poh Jiawei 04011381520183
Andhika Diaz Maulana 04011381520109
Jesica Moudy 04011181520009
Kurniawan Onti 04011381520181
Muhammad Ikmal Bin MD. Shahrom 04011381520187
Nanda Syauqiwijaya 04011181520056
Nia Githa Sarry 04011381520110
Sonia Edna Rumondang Manik 04011181520010
Vinil Kiran Kalaichelvan 04011381520193

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial skenario D dalam blok 28
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2018. Di sini kami
membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya
mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun
keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami
dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun
materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, September 2018

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………….............. ii


Daftar Isi .......................................................................................................... iii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………….... 4
1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………… 4
BAB II : Pembahasan
2.1 Skenario Kasus ………………………………………………...... 5
2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. ................………………………………. 6
II. Identifikasi Masalah...........……………………………........ 7
III. Analisis Masalah ...............................……………………... 8
IV. Aspek Klinis.......................................................................... 19
V. Learning Issue...................................……………………... .37
VI. Tinjauan Pustaka……………………………………………38
VII. Kerangka Konsep…...................……………………………47
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan .......................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................49

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas tentang Trauma, Gawat Darurat
dan Forensik yang berada dalam blok 28 pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

1.2. Maksud Dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK
di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario Kasus
Tuan. X, kisaran usia 51 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
tipe A oleh keluarganya karena mengalami penurunan kesadaran. Riwayat penyakit pasien
diketahui batuk-batuk disertai demam sejak 1 minggu dan mulai sesak 3 hari terakhir.
Hasil Pemeriksaan di IGD:
Survey primer
Airway = Bersuara saat dipanggil.
Breathing = RR: 42x/menit, SPO2: 92,5% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan
dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, ronkhi basah sedang paru kanan, tidak
ada wheezing.
Circulation = Nadi: 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD: 70/50 mmHg, akral hangat
merah, CRT (Capillary Refill Time) 4 detik, laktat 4,3 mmol/L
Dissability = respond to verbal (Skala AVPU), GCS E3M5V3
Exposure = Temperatur: 39,5oC
Skor Quick SOFA = 3

I. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Pengertian

Penurunan Kondisi ketika seseorang tidak dapat memberikan respon


1.
kesadaran yang sesuai terhadap lingkungan dan orang sekitar.

Rumah sakit yang mampu memberi pelayanan kedokteran


Rumah Sakit tipe A spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, yang telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi.

Suara tambahan di samping suara napas yang dihasilkan


Ronkhi basah
oleh udara yang melewati cairan (sekret atau eksudat).

Jenis bunyi kontinu seperti bersiul yang diakibatkan oleh


Wheezing
penyempitan saluran napas.

5
Memiliki frekuensi bunyi yang rendah, merupakan suara
Vesikuler
napas normal.

Tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kuku untuk


CRT (Capillary
memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
Refill Time)
(perfusi).

Skala yang digunakan untuk menilai kesadaran yang terdiri


Skala AVPU
atas ‘Alert, Verbal, Painful, Unresponsiveness’.

SOFA adalah skor untuk mengidentifikasi mortalitas pasien


suspek infeksi (sepsis), meliputi penilaian enam fungsi
Skor Quick SOFA organ yaitu respirasi, koagulasi, hepar, kardiovaskular,

(Sekuential Organ sistem saraf pusat dan ginjal. Quick SOFA merupakan

Failure Assesment) modifikasi dari skor SOFA yang hanya memiliki tiga
komponen penilaian yaitu laju pernapasan, perubahan status
mental atau kesadaran, dan tekanan darah sistolik.

II. Identifikasi Masalah

6
No. Kenyataan Kesesuaian Konsen

Tuan. X, kisaran usia 51 tahun, dibawa ke Instalasi


Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit tipe A oleh
1. keluarganya karena mengalami penurunan Masalah I

kesadaran.

Riwayat penyakit pasien diketahui batuk-batuk


2. disertai demam sejak 1 minggu dan mulai sesak 3 III
hari terakhir.

Hasil Pemeriksaan di IGD:


Survey primer
Airway = Bersuara saat dipanggil.
Breathing = RR: 42x/menit, SPO2: 92,5% (dengan
udara bebas), gerakan thoraks statis dan dinamis:
simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal,
ronkhi basah sedang paru kanan, tidak ada wheezing.
Circulation = Nadi: 145x/menit (isi dan tegangan
3. II
kurang), TD: 70/50 mmHg, akral hangat merah,
CRT (Capillary Refill Time) 4 detik, laktat 4,3
mmol/L
Dissability = respond to verbal (Skala AVPU), GCS
E3M5V3
Exposure = Temperatur: 39,5oC
Skor Quick SOFA = 3

7
III. Analisis Masalah

1. Tuan. X, kisaran usia 51 tahun, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
tipe A oleh keluarganya karena mengalami penurunan kesadaran.
a) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluahan Tuan X?
b) Bagaimana etiologi dan mekanisme penurunan kesadaran pada kasus?
c) Bagaimana cara melakukan penilaian kesadaran (GCS & AVPU atau yang lain)?
d) Apa saja derajat tingkat kesadaran?

2. Riwayat penyakit pasien diketahui batuk-batuk disertai demam sejak 1 minggu dan
mulai sesak 3 hari terakhir.
a) Apa hubungan riwayat penyakit pasien dengan keluhan pada Tn X saat ini?
b) Apa makna klinis mulai sesak 3 hari terakhir pada kasus ini?
c) Bagaimana etiologi dan mekanisme sesak pada kasus?

3. Hasil Pemeriksaan di IGD:


Survey primer
Airway = Bersuara saat dipanggil.
Breathing = RR: 42x/menit, SPO2: 92,5% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis
dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, ronkhi basah sedang paru
kanan, tidak ada wheezing.
Circulation = Nadi: 145x/menit (isi dan tegangan kurang), TD: 70/50 mmHg, akral
hangat merah, CRT (Capillary Refill Time) 4 detik, laktat 4, 3 mmol/L
Dissability = respond to verbal (Skala AVPU), GCS E3M5V3
Exposure = Temperatur: 39,5°C
Skor Quick SOFA = 3
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pada survey primer?
b) Bagaimana keterkaitan akral hangat merah dengan kasus ini?
c) Apa indikasi pemeriksaan laktat pada kasus ini?
d) Bagaimana indikasi dan cara melakukan pemeriksaan Quick SOFA?
e) Bagaimana tatalaksana awal pada kasus ini?

Hipothesis: Tn X, 51 tahun mengalami syok septik et causa pneumonia.

8
Learning Issue: 1. Syok
2. Sepsis (!!!Syok sepsis)
3. Sistem Respirasi & Kardiovaskular (Anatomi, fisiologi)
4. Pneumonia
Template: Syok sepsis ec pneumonia

a) WD & Definisi
b) How to diagnose
c) DD
d) Faktor risiko
e) Etiologi
f) Epidemiologi
g) Patofisiologi
h) Manifestasi klinis
i) Tatalaksana
j) Pemeriksaan penunjang
k) Edukasi dan pencegahan (KIE)
l) Komplikasi
m) Prognosis
n) SKDI

9
IV. Learning Issue:

What I What I Don’t What I Have to


Pokok Bahasan How I Learn
Know Know Prove

Tension Gejala Klinis,


Patogenesis dan
Pneumothoraks Definisi patofisiologi
How to
Text book,
Diagnose
e-book,
internet,
Penatalaksanaan
Patogenesis dan jurnal
primary survey
Definisi patofisiologi
ATLS dan secondary
trauma
survey

10
V. Tinjauan Pustaka

TENSION PNEUMOTHORAKS

Definisi

Pneumothoraks adalah akumulasi udara di dalam rongga pleura dengan kolaps paru
sekunder.Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin
berakumulasi di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.

Epidemiologi

Insidensi tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan.Dari 2000
insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 merupakan
penderita atau suspect penumothorax, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension
pneumothorax. Data militer menunjukan bahwa lebih dari 5% korban pertemburan dengan
trauma dada mempunyai tension pneumothorax saat kematian.

Etiologi

Etiologi tersering tension penumothorax adalah iatrogenik serta pneumothorax yang


disebabkan trauma.

Patogenesis
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang melibatkan pleura visceral,
parietal, atau cabang trakeobronkiial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1 arah, yang
memungkinkan udara masuk ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi keluarnya
udara. Volume udara ini meningkat setiap kali inspirasi karena efek katup 1 arah.
Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat tekanan naik, paru
ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut
menyebabkan mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta
pembuluh darah besar. Kondisi ini memperburuk hipoksia dan mengurangi venous return.

11
Diagnosis Banding

KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

ATLS

Initial Emergency Assessment

I. Primary Survey

Primary Survey merupakan tindakan yang dilakukan dengan cepat untuk menilai keadaan
pasien dan mengenali kondisi maupun cedera pada pasien yang mengancam jiwa. Primary
Survey terdiri dari A-B-C-D-E, yaitu :

A. Airway with C-Spine Protection

B. Breathing and Ventilation

C. Circulation with hemorrhage control

D. Disability : neurostatus

E. Exposure with environmental control

12
A. Airway with C-spine Protection

Pada korban kecelakaan /kekerasan khususnya yang mengalami penurunan kesadaran


perlu dinilai apakah jalan nafas dalam keadaan bebas tanpa ada hambatan, atau terdapat
benda cair (darah, muntahan) maupun padat (makanan padat, gigi palsu, lidah) yang
menghambat jalan nafas. Sumbatan jalan nafas ditandai dengan adanya suara suara serak
maupun kesulitan bicara pada pasien yang masih sadar, pasien gelisah karena hipoksia,
adanya gerakan otat nafas tambahan saat bernafas, terapat suara nafas yang tidak normal
seperti snoring, stridor (suara mendengkur), gargling ( seperti berkumur) maupun
hoarseness dan munculnya sianosis pada pasien. Jika terdapat tanda terjadinya sumbatan
jalan nafas, maka perlu dilakukan :

 Head tilt/chin lift technique maneuver


Letakkan dua jari di bawah tulang dagu, kemudian hati-hati angkat ke atas hingga rahang
bawah terangkat ke depan. Selama tindakan ini, perhatikan leher jangan sampai
menengadah berlebihan (hiperekstensi).

 Jaw thrust maneuver


Doronglah sudut rahang bawah (angulus mandibulae) ke depan hingga rahang bawah
terdorong ke depan.

Kedua tindakan tersebut bukanlah usaha mempertahankan jalan nafas secara


definitif, sehingga obstruksi jalan nafas dapat kembali terjadi. Pada pasien yang tidak sadar,
di mana sumbatan jalan nafas terjadi lagi saat maneuver dilepaskan, maka perlu dilakukan
pemasangan oropharingeal airway (OPA) untuk menahan lidah agar tidak menghambat
jalan nafas. Jika terdengar suara gargling, lakukan suction untuk menghisap cairan yang

13
ada di sekitar rongga mulut yang mungkin berasal dari perdarahan maupun muntahan
pasien. Bila cara-cara tersebut tidak cukup untuk mengatasi sumbatan jalan nafas pada
pasien, maka perlu dilakukan upaya menjaga jalan nafas secara definitif dengan melakukan
intubasi trakea (pemasangan endotracheal tube/ETT) langsung ke saluran nafas. Indikasi
tindakan ini adalah :

• Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi

• Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar

• Apnea

• Hipoksia

• Trauma kepala berat

• Trauma dada

• Trauma wajah / maxillofacial

Pemasangan C-spine perlu dipertimbangkan pada pasien dengan keadaan maupun


riwayat mekanisme cidera sebagai berikut : Cidera multiple maxillofacial, Cidera di daerah
leher dan atas leher, Jatuh dari ketinggian, Kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan
kendaraan yang tinggi, Jatuh terlempar dari kendaraan.

B. Breathing and Ventilation

Setelah dipastikan jalan nafas bebas, maka dinilai apakah oksigenisasi pasien sudah
cukup baik atau belum dengan cara : inspeksi (apakah pasien bernafas spontan/tidak,
simetris gerakan dinding dada saat bernafas, adanya retraksi dan penggunaan otot tambahan
saat bernafas, tanda cedera yang mengenai jalan nafas seperti luka ataupun jejas di daerah
dada dan leher, ada deviasi trakea/tidak), palpasi (adakah krepitasi daerah dada dan leher,
tanda fraktur tulang iga, deviasi /pergeseran trakea), auskultasi (dengarkan suara nafas di
kedua dinding dada, adakah bunyi nafas tambahan, apakah suara nafas melemah). Jika
terdapat kecurigaan cidera di dinding dada yang menyebabkan pneumothorax, lakukan
dekompresi rongga pleura dan lakukan penutupan luka dengan verband tiga sisi apabila
terdapat luka terbuka di daerah dada. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan untuk

14
memberikan kecukupan oksigen pada pasien. Jika terjadi henti nafas, maka berikan nafas
buatan pada pasien (cara memberikan nafas buatan dapat dilihat pada executive summary
basic life support).

C. Circulation and Hemorrhage Control

Prinsip pada tahap ini adalah menjaga sirkulasi darah dan mengontrol perdarahan
agar korban tidak jatuh dalam keadaan syok (tidak tercukupinya aliran darah ke seluruh
tubuh sehingga terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh terutama organ-organ
vital), yang diantaranya ditandai dengan penurunan kesadaran, menurunnya tekanan darah,
meningkatnya denyut jantung dan berkurangnya produksi urine. Produksi urine yang
normal adalah 1 cc/kg BB/jam. Pada pasien yang diduga mengalami syok, sebaiknya
langsung dipasang kateter urine, sehingga dapat dipantau secara obyektif produksi urine
pasien. Apabila terdapat luka terbuka sebagai sumber perdarahan, maka dilakukan
penekanan pada daerah tersebut sebagai upaya emergency untuk
mengurangi/menghentikan perdarahan. Pada pasien langsung dilakukan pemasangan infus
dua line pada tangan kanan dan kiri untuk pemberian cairan. Cairan kristaloid yang
diberikan (misalnya NaCl 0,9%) dihangatkan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya
hipotermia. Keadaan hipotermia dapat menyebabkan terjadinya gangguan pembekuan
darah. Sebelum diberikan cairan infus diambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium dan cross match golongan darah.

D. Disability

Penilaian disability ditujukan untuk menilai kesadaran pasien secara cepat, apakah
pasien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik, hanya respon dengan rangsangan nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Perlu dilakukan pemeriksaan pupil untuk menilai ada tidaknya
dilatasi. Pada korban juga dilakukan pemeriksaan untuk menilai ada tidaknya lateralisasi
yang menunjukkan adanya defisit neurologis pada satu sisi tubuh. Tidak dianjurkan
melakukan pemeriksaan Pemeriksaan neurologis secara keseluruhan sesuai metoda
Glasgow Coma Scale belum dianjurkan pada tahap Primary Survey.

15
E. Exposure

Perlu dilakukan penilaian secara menyeluruh terhadap tubuh pasien untuk melihat
cedera yang mungkin belum terdeteksi karena tertutup pakaian. Seluruh pakaian pasien
dilepaskan, sehingga seluruh permukaan tubuh sisi depan dan belakang terekspose untuk
diperiksa. Segera tutupi tubuh pasien dengan selimut untuk menghindari terjadinya
hipotermia. Hati-hati ketika melakukan pemeriksaan sisi belakang pasien yang dicurigai
mengalami cedera leher. Pastikan mobilisasi yang dilakukan terhadap pasien tidak
memperberat cidera servical yang ada. Umumnya diperlukan 3 orang untuk tetap
mempertahankan posisi imobilisasi in-line sesuai prosedur pada pasien dengan cidera
servical.

Melakukan imobilisasi in-line pasien dengan cidera servical

II. Secondary Survey

Secondary Survey hanya dilakukan setelah kondisi ABC (Airway – Breathing dan
Circulation) pasien stabil. Jika saat melakukan Secondary Survey kondisi pasien
memburuk, maka penolong harus mengulang ke tahap Primary Survey kembali. Pada
secondary survey dilakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki (head to toe
examination), yaitu :

Pemeriksaan kepala :

• Kelainan kulit kepala dan bola mata


• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cidera jaringan lunak periorbital Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher

16
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Distensi vena leher

Pemeriksaan neurologis :
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks

Pemeriksaan dada:
• Clavicula dan semua tulang iga
• Bunyi nafas dan bunyi jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)

Pemeriksaan rongga perut (abdomen)


• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen, kecuali bila ada
trauma wajah
• Pemeriksaan dubur (rectal touche)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus

Pelvis dan ekstremitas


• Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes gerakan
apapun karenaberisiko untuk memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah t rauma
• Cari adanya luka, memar dan cidera lain

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang (adjuncts) perlu dilakukan saat secondary survey, sesuai
dengan indikasi seperti :

- Pemeriksaan rontgen (bila memungkinkan) untuk :


- Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)

17
- Pelvis dan tulang panjang
- Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak disertai defisit
neurologis fokal. Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan sewaktu primary
survey

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya berfungsi sebagai alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut :
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma pada bagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
- Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
- Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
- Patah tulang pelvis.
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sebagai berikut.:
- Hamil
- Pernah operasi abdominal
- Operator tidak berpengalaman
- Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

TRANSPORTASI PASIEN KE FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN

Transportasi pasien kritis ke fasilitas kesehatan rujukan memiliki risiko yang tinggi
sehingga diperlukan perencanaan, persiapan dan komunikasi yang baik. Pasien harus
distabilisasi lebih dulu sebelum dievakuasi ke fasilitas kesehatan rujukan. Prinsipnya
pasien hanya ditransportasi untuk mendapat fasilitas yang lebih baik dan lebih tingggi di
tempat tujuan.

Perencanaan dan persiapan meliputi :

- Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)


- Menentukan tenaga keshatan yang mendampingi pasien

18
- Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan
- Menentukan kemungkinan penyulit
- Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk menghubungkan :
- Rumah sakit tujuan
- Penyelenggara transportasi
- Petugas pendamping pasien
- Pasien dan keluarganya
Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan:
- Resusitasi yang cepat
- Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi
- Imobilisasi fraktur
- Analgesia
Jika kondisi pasien memburuk lakukan evaluasi ulang mulai dengan survey primer
kembali, berikan terapi yang adekuat untuk kondisi yang mengancam jiwa dan nilailah
kembali fungsi organ yang terganggu dengan lebih teliti.

19
VI. Kerangka Konsep

Tn. A mengalami kecelakaan &terlempar ke luar melalui kaca depan mabil

Trauma kepala akibat Tubuh bagian atas terbentur Ekstremitas


terbentur kaca depan/ kemudiaan menghantar dash board
benda lain

GCS= Luka lecet di Trauma Suspek faktur


Trauma
13 dahi &pelipis Thoraks tibia/ fibula
Abdomen
kanan

Fraktur costae Jejes di perut kiri Nyeri tekan&


9,10,11 sinistra atas krepitasi

Perdarahan
Suspek tension
di rongga
pneumothorax
Suspek peritoritis peritoneum

Defense
Syok hemoragik
muscular (+)
(TD turun,RR
tinggi,Nadi tinggi)

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tn. A, 45 tahun mengalami tension pneumothoraks, pendarahan intraabdomen dan fraktur
tertutup tulang regio cruris dengan syok hemoragik derajat III.

21
DAFTAR PUSTAKA

American Chollage of Surgeon Committe on Trauma. 2004. Advance Trauma Life Support
for Doctors.
Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta :
EGC
Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: EGC.

Puskarich, Michael A, and Alan E Jones. 2017. Shock. Rosen’s Emergency Medicine. Ninth

Edition. Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-323-35479-0.00006-4.

Rivers, Emanuel P. 2018. Shock. Goldman-Cecil Medicine, 2-Volume Set. Twenty Fifth

Edition. Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-1-4557-5017-7.00106-9.

Clift, B., & Tibrewal, S. B. 2015. Fractures of the Lower Limb (includes foot).Dundee:
Ninewells Hospital and Medical School
(https://www.researchgate.net/publication/254506497/ download, diakses pada 12
September 2018)
Slobodan, M., Marko, S., & Bojan, M. 2015. Pneumothorax—Diagnosis and Treatment.
Sanamed, 10(3), 221–228 (https://scindeks-clanci.ceon.rs/data/pdf/1452-
662X/2015/1452-662X1503221M.pdf, diakses pada 12 September 2018)
Student Course Manual Advanced Trauma Life Support. 2016. Edisi 9. American College of
Surgeons Committee on Trauma.

22

Anda mungkin juga menyukai